BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Hasil Belajar
2.1.1 Hakekat Hasil Belajar
Setiap siswa setelah melakukan serangkaian proses belajar pasti akan mendapat hasil belajar dari apa yang telah dipelajarinya tersebut. Menurut Mulyasa (2009:208) “penilaian hasil belajar pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan perilaku yang telah terjadi pada diri peserta didik”. Sedangkan Sudjana (2010:22) berpendapat “hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”.
Hasil belajar digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Menurut Purwanto (2013:45) “hasil belajar merupakan perolehan dari proses belajar siswa sesuai dengan tujuan pengajaran (ends are being attained)”. Sedangkan menurut Winkel (dalam, Purwanto 2013:45) bahwa “hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya”.
Berdasarkan pengertian mengenai hasil belajar, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa dari suatu kegiatan yang berupa proses belajar dan dapat digunakan untuk mengukur perubahan sikap dan perilaku.
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
dari luar individu adalah kesehatan, inteledensi dan bakat, minat dan motivasi, dan cara belajar.
Sedangkan faktor yang kedua yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor eksternal atau faktor yang berasal dari luar diri individu yang sdang belajar. Faktor dari luar yang mempengaruhi adalah keluarga, sekolah, masyarakat, dan lingkungan sekitar.
2.1.3 Mengukur Hasil Belajar
Hasil belajar dapat diukur dengan menggunakan alat evaluasi. Terdapat 2 macam teknik penilaian untuk mengevaluasi hasil belajar, yaitu:
1. Teknik Tes
Arikunto (2001:32) mengatakan bahwa “tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok”. Menurut Suwandi (2009:39) mengemukakan bahwa “tes merupakan suatu bentuk pemberian tugas atau pertanyaan yang harus dikerjakan oleh siswa yang sedang dites”. Sedangkan menurut Sudjana (2010:35) menyebutkan bahwa “tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan) atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan)”.
Berdasarkan pendapat mengenai pengertian tes, maka dapat disimpulkan bahwa teknik tes adalah pertanyaan atau tugas atau latihan yang diberikan kepada siswa untuk mengukur pengetahuan dalam bentuk lisan, tulisan maupun perbuatan.
2. Teknik non Tes
bertingkat (rating scale),kuesioner (questionair), daftar cocok (chek list), wawancara (interview), pengamatan (observation) dan riwayat hidup”.
Berdasarkan pendapat mengenai teknik nontes tersebut maka dapat disimpulkan bahwa teknik nontes meliputi:
a. Observasi
Metode atau cara yang digunakan untuk menganalisis dan mengamati tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung.
b. Wawancara
Wawancara adalah cara untuk menghimpun bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan.
c. Kuesioner
Kuesioner juga sering dikenal dengan angket. Kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden).
d. Sosiometri
Sosiometri digunakan untuk memperoleh data mengenai hubungan sosial siswa di kelasnya atau di dalam kelompoknya. e. Studi Kasus
Studi kasus digunakan untuk memperoleh data mengenai pribadi siswa secara mendalam dalam kurun waktu tertentu. f. Skala Bertingkat
Menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap sesuatu hasil pertimbangan. Angka yang digunakan dengan jarak yang sama dan diletakkan secara bertingkat dari yang rendah ke yang tinggi.
g. Daftar Cocok
Sebuah daftar yang memuat pertanyaan singkat, tertulis tentang berbagai gejala yang dimaksudkan sebagai penolong pencatatan ada atau tidaknya suatu gejala dengan cara memberi tanda cek (V) pada setiap permunculan gejala yang dimaksud. h. Riwayat Hidup
Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya.
2.1.4 Penilaian Hasil Belajar
1. Ranah Kognitif
Terdapat enam aspek pada ranah kognitif, yaitu:
a. Pengetahuan (C1), didefinisikan sebagai ingatan terhadap hal-hal yang telah dipelajarai sebelumnya. Hal ini termasuk mengingat bahan-bahan, fakta, gejala, dan teori. Hasil belajar dari pengetahuan merupakan tingkatan rendah.
b. Pemahaman (C2), didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami materi bahan. Hasil belajar dari pemahaman lebih maju dari ingatan sederhana, hafalan atau pengetahuan tingkat rendah. c. Penerapan (C3), merupakan kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari dan dipahami kedalam situasi konkret, nyata, atau baru. Hasil belajar untuk kemampuan menerapkan ini tingkatannya lebih dari pemahaman.
d. Analisis (C4), merupakan kemampuan untuk menguraikan lebih materi kedalam bagian-bagian atau yang lebih terstruktur dan mudah dimengerti. Hasil belajar analisis merupakan tingkatan kognitif yang lebih tinggi dari kemampuan memahami dan menerapkan.
e. Sintensis (C5), merupakan kemampuan untuk mengumpulkan bagian-bagian menjadi suatu bentuk yang utuh dan menyeluruh. Hasil belajar sintesis menekankan pada perilaku krestif dengan mengutamakan perumusan pola atau struktur baru dan unik.
f. Penilaian (C6), merupakan kemampuan untuk memperkirakan dan menguji suatu nilai materi utnuk tujuan tertentu. Hasil belajar penilaian merupakan tingkatan kognitif paling tinggi sebab berisi unsur-unsur dari semua kategori, termasuk kesadaran untuk melakukan pengujian yang syarat nilai dan kejelasan kriteria. 2. Ranah Afektif
Terdapat lima tingkatan pada ranah afektif menurut Ella (2004:62), yaitu: a. Penerimaan, yaitu kesadaran atau kepekaan yang disertai keinginan
untuk bertoleransi terhadap suatu gagasan, benda, atau gejala. Hasil belajar penerimaan merupakan pemilihan kemampuan untuk membedakan dan menerima perbedaan.
b. Respon atau jawaban, merupakan kemampuan menerima tanggapan terhadap suatu gagasan, benda, bahan, atau gejala tertentu. Hasil belajar penanggapan merupakan suatu komitmen untuk berperan serta berdasarkan penerimaan.
c. Penilaian, merupakan kemampuan memberikan penilaian terhadap gagasan, benda, bahan, atau gejala. Hasil belajar penilaian merupakan keinginan untuk diterima, diperhitungkan, dan dinilai orang lain.
mengelola sesuatu secara harmonis dan konsisten berdasarkan pemilikan filosofi yang dihayati.
e. Bermuatan nilai, merupakan tindakan puncak dalam perwujudan perilaku seseorang yang secara konsisten sejalan dengan nilai atau seperangkat nilai-nilai yang dihayatinya secara mendalam. Hasil belajarnya merupakan perilaku seimbang, harmonis dan bertanggung jawab dengan standar nilai yang tinggi.
3. Ranah Psikomotorik
Menurut Ella (2004:63) hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill). Tingkatan ranah psikomotorik yaitu:
a. Gerakan reflek, merupakan tindakan yang ditunjukkan tanpa belajar dalam menanggapi stimulus.
b. Gerakan dasar, merupakan pola gerakan yang diwarisi yang terbentuk berdasarkan campuran gerakan refleks dan gerakan yang lebih kompleks.
c. Gerakan tanggapan (perceptual), merupakan penafsiran terhadap segala rangsang yang membuat seseorang mampu menyesuaikan diri terhaap lingkungan.
d. Kegiatan fisik, merupakan kegiatan yang memerlukan kekuatan otot, kekuatan mental, ketahanan, kecerdasan, kegesitan, dan kekuatan suara.
e. Komunikasi tidak berwacana, merupakan komunikasi melalui gerakan tubuh. Gerakan tubuh ini merentang dari ekspresi mimik muka sampai dengan gerakan koreografi yang rumit.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan penilaian hasil belajar dapat dilihat melalui 3 ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam ranah kognitif meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian. Ranah afektif terdapat beberapa tingkatan, yaitu penerimaan, respon atau jawaban, penilaian, pengelolaan atau pengaturan, bermuatan nilai. Sedangan dalam ranah psikomotor terdapat tingkatan, yaitu gerakan reflek, gerakan dasar, gerakan tanggapan, kegiatan fisik, dan komunikasi tidak berwacana
2.2 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
2.2.1 Hakekat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
hubungan sebab-akibatnya. Cabang ilmu yang termasuk anggota rumpun IPA saat ini antara lain Biologi, Fisika, IPA, Astronomi/ Astrofisika, dan Geologi.Ilmu pengetahuan alam merupakan ilmu yang pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya IPA diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teri (deduktif). Ada dua hal yang berkaitan yang tidak terpisahkan dengan IPA, yaitu IPA sebagai produk, pengetahuan IPA yang berupa pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif, dan IPA sebagai proses, yaitu kerja ilmiah. Saat ini objek kajian IPA semakin luas, meliputi konsep IPA, proses, nilai, dan sikap ilmiah, aplikasi IPA dalam kehidupan sehari-hari, dan kreativitas (Kemendiknas, 2011).
Sukarno (dalam Wisudawati dan Sulistyowati Eka, 2014:23) menyatakan bahwa:
Ilmu adalah pengetahuan yang ilmiah, pemgetahuan yang diperoleh secara ilmiah, artinya diperoleh dengan metode ilmiah. Dua sifat utama ilmu adalah rasional, artinya masuk akal, logis atau diterima akal sehat, dan objektif. Artinya, sesuai dengan objeknya, sesuai dengan kenyataan, atau sesuai dengan pengamatan. Dengan pengertian ini, IPA dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang sebab, dan akibat kejadian-kejadian yang ada di alam ini.
Definisi di atas adalah salah satu definisi IPA dan bersifat sederhana. Hal ini yang dimaksud IPA adalah body of knowledge. Menurut Subiyanto (dalam Wisudawati dan Sulistyowati Eka, 2014:23) definisi IPA yang senada sebagai berikut:
a. Suatu cabang pengetahuan yang menyangkut fakta-fakta yang tersusun secara sistematis dan menunjukkan berlakunya hukum-hukum umum. b. Pengetahuan yang didapatkan dengan jalan studi dan praktik.
c. Suatu cabang ilmu yang bersangkut-paut dengan observasi dan klasifikasi fakta-fakta, terutama dengan disusunnya hukum umum dengan induksi dan hipotesis.
a. Sikap: IPA memunculkan rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat. Persoalan IPA dapat dipecahkan dengan menggunakan prosedur yang bersifat open ended.
b. Proses: proses pemecahan masalah pada IPA memungkinkan adanya prosedur yang runtutdan sistematis melalui metode ilmiah. Metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan.
c. Produk: IPA menghasilkan produk berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum.
d. Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.
2.2.2 Tujuan Pembelajaran IPA
Dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006, mata pelajaran ilmu pengetahuan alam bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2. Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prindip dan
konsep, fakta yang ada di alam. Hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains dan teknologi. 3. Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan,
memecahkan masalah dan melakukan observasi.
4. Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitive, obyektif, jujur terbuka, benar, dan dapat bekerja sama.
5. Kebiasaan mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam.
6. Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi.
2.2.3 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA
Permendiknas No 22 Tahun 2006, mata pelajaran ilmu pengetahuan alam pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek – aspek sebagai berikut:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas.
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
Keempat kelompok bahan kajian IPA SD/MI tersebut disajikan secara spiral, artinya setiap bahan kajian disajikan di semua tingkat kelas tetapi dengan tingkat kedalaman yang berbeda; semakin tinggi tingkat kelas semakin dalam bahasannya.
2.3 Model Pembelajaran
Menurut Agus Suprijono (2010:45) Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas.
Menurut Agus Suprijono (2010:46) Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas maupun tutorial. Menurut Arends (dalam Agus Suprijono, 2010:46) model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu siswa mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berfikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Dalam proses belajar banyak model pembelajaran yang dipilih sesuai dengan materi yang disampaikan oleh guru.
2.4 Model Problem Based Learning
2.4.1 Definisi Model Problem Based Learning
bahwa ada tiga elemen dasar yang seharusnya muncul dalam pelaksanaan Problem Based Learning: menginisiasi pemicu/masalah awal (initiating trigger), meneliti isu-isu yang diidentifikasi sebelumnya, dan memanfaatkan pengetahuan dalam memahami lebih jauh situasi masalah. Problem Based Learning merupakan kurikulum sekaligus proses, kurikulumnya meliputi masalah-masalah yang dipilih dan dirancang dengan cermat yang menuntut upaya kritis siswa untuk memperoleh pengetahuan, menyelesaikan masalah, belajar secara mandiri, dan memiliki skill partisipasi yang baik.
Lauren Resnick (dalam Supinah, 2010: 17) mengemukakan Problem Based Learning utamanya dikembangkan untuk membantu siswa sebagai berikut:
a. Mengembangkan keterampilan berfikir tingkat tinggi.
b. Belajar berbagai peran orang dewasa. Dengan melibatkan siswa dalam pengalaman nyata atau simulasi (pemodelan orang dewasa), membantu siswa untuk berkinerja dalam situasi kehidupan nyata dan belajar melakukan peran orang dewasa
Howard Barrows dan Kelson (dalam Amir, 2013: 21) mengemukakan rumusan Problem Based Learning sebagai berikut.
Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam karier dan kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan Problem Based Learning, sebagai model pembelajaran yang diawali dengan pemberian masalah
kepada siswa di mana masalah tersebut dialami atau merupakan pengalaman sehari-hari siswa. Selanjutnya siswa menyelesaikan masalah tersebut untuk menemukan pengetahuan baru. Secara garis besar Problem Based Learning terdiri dari kegiatan menyajikan kepada siswa suatu situasi masalah yang autentik.
2.4.2 Prinsip-prinsip Problem Based Learning
Menurut Hosnan (2014:300) prinsip utama PBL adalah penggunan masalah nyata sebagai sarana bagi peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan dan sekaligus mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah.
Pemilihan atau penentuan masalah nyata ini dapat dilakukan oleh guru maupun peserta didik yang disesuaikan kompetensi dasar tertentu. Masalah ini bersifat terbuka (open-ended problem), yaitu masalah yang memiliki banyak jawaban atau strategi penyelesaian yang mendorong keingintahuan peserta didik untuk mengidentifikasi strategi-strategi dan solusi-solusi tersebut. Masalah itu juga bersifat tidak terstruktur dengan baik (ill-structured) yang tidak dapat diselesaikan secara langsung dengan cara menerapkan formula atau strategi tertentu, melainkan perlu informasi lebih lanjut untuk memahami serta perlu mengkombinasikan beberapa strategi atau bahkan mengkreasi strategi sendiri untuk menyelesaikannya.
dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke peserta didik. Peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengintruksi, dan menggunakan pengetahuan. Di dalam PBL, pusat pembelajaran adalah peserta didik (student-centered),sementara guru berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi peserta didik untuk secara aktif menyelesaikan masalah dan membangun pengetahuannya secara berpasangan ataupun berkelompok (kolaborasi antara peserta didik).
Salah satu model yang digunakan untuk menarik perhatian siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung, yaitu dengan melakukan apersepsi atau pembukaan dengan menghubungkan materi yang telah disampaikan dengan materi yang akan disampaikan. Apersepsi ini dilakukan untuk menarik perhatian siswa sehingga siswa fokus pada materi yang diberikan dan dalam pemberian materi, sebaiknya harus disertai media yang mendukung sehingga proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien, kemudian mengakhiri pelajaran dengan menarik kesimpulan.
2.4.3 Ciri-Ciri Model Problem Based Learning
Ciri–ciri model Problem based learning menurut Hosman (2014: 300) adalah sebagai berikut:
a. Pengajuan Masalah atau Pertanyaan
Pengaturan pembelajaran berkisar pada masalah atau pertnyaan yang penting bagi siswa maupun masyarakat. Pertanyaan dan masalah yang diajukan itu haruslah memenuhi kriteria autentik, jelas, mudah dipahami, luas, dan bermanfaat.
b. Keterkaitan dengan Berbagai Masalah Disiplin Ilmu
Masalah yang diajukan dalam pembelajaran berbasis masalah hendaknya mengaitkan atau melibatkan baerbagai disiplin ilmu. c. Penyelidikan yang Autentik
Penyelidikan yang diperlukan dalam pembelajaran berbasis masalah bersifat autentik. Selain itu penyelidikan diperlukan untuk mencari penyelesaian masalah yang bersifat nyata. Siswa menganalisis dan merumuskan masalah., mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, menarik kesimpulak, dan menggambarkan hasil akhir.
d. Menghasilkan dan Memamerkan Hasil/Karya
karyanya. Artinya, hasil pencapaian masalah siswa ditampilkan atau dibuatkan laporannya.
e. Kolaborasi
Pada pembelajaran berbasis masalah, tugas-tugas belajar berupa masalah harus diselesaikan bersama-sama antar siswa dengan siswa, baik dalam kelompok kecil maupun besar, dan bersama-sama antar siswa dengan guru.
2.4.4 Karakteristik Model Problem Based Learning
Karakteristik model Problem based learning menurut Jumanta Hamdayama (2014: 209-210) sebagai berikut:
1) Belajar dimulai dengan satu masalah.
2) Memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata siswa.
3) Mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, bukan seputar disiplin ilmu.
4) Memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri.
5) Menggunakan kelompok kecil.
6) Menuntut siswa untuk mendemonstrasikan yang telah mereka pelajari dalam bentuk produk atau kinerja.
Berdasarkan uraian diatas, tampak jelas bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah dimulai dengan adanya masalah yang dalam hal ini dapat dimunculkan oleh siswa ataupun guru, kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.
2.4.5 Langkah-Langkah Model Problem Based Learning
Langkah-langkah model Problem Based Learning menurut Jumanta Hamdayama (2014: 212) sebagai berikut:
1) Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.
2) Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah dari berbagai sudut pandang.
4) Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari data dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
5) Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
6) Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengajuan hipotesis dan rumusan kesimpulan.
Sedangkan sintak model Problem Based Learning, menurut Jumanta Hamdayama (2014: 212) adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1
Sintak Model Problem Based Learning
Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1
Orientasi siswa kepada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan segala hal yang akan dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya
Fase 2
Mengorganisir siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah
Fase 3
Membimbing penyelidikan individual atau kelompok
Guru mendoronng siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen atau pengamatan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
Fase 4
Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, melaksanakan eksperimen atau pengamatan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
Fase 5
Menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan
implementasi model Problem Based Learning berdasarkan Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Berikut tabel pemetaan dan implementasi pembelajaran model Problem Based Learning berdasarkan standar proses:
Tabel 2.2
Pemetaan Model Problem Based Learning berdasarkan Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses
No Fase PBL Kegiatan Pembelajaran
Pendahuluan Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi 1 Orientasi siswa
Implementasi Model Problem Based Learning berdasarkan Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses
Sintak PBL Langkah dalam
Standar Proses Kegiatan Guru
Orientasi siswa
kepada masalah Kegiatan Awal
individual atau
melaksanakan eksperimen atau pengamatan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, melaksanakan eksperimen atau pengamatan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan Guru membimbing peserta didik untuk menyimpulkan dan merangkum secara lisan dari materi yang sudah dipelajari, menyampaikan materi yang akan dipelajari selanjutnya, menutup pelajaran dengan salam dan berdoa.
2.4.6 Kelebihan Model Problem Based Learning
Menurut Smith (dalam Amir Taufik, 2013: 27) kelebihan Problem Based Learning bagi pemelajar adalah meningkatkan kecakapan pemecahan masalahnya,
lebih mudah mengingat, meningkat pemahamannya, meningkat pengetahuannya yang relevan dengan dunia praktik, mendorong mereka penuh pemikiran, membangun kemampuan kepemimpinan dan kerja sama, kecakapan belajar, dan memotivasi pemelajar.
Kelebihan model Problem Based Learning menurut Amir Taufik (2013: 27-29) sebagai berikut:
1)Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar.
2)Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan. Dengan kemampuan pendidik membangun masalah yang sarat dengan konteks-konteks praktik, siswa bisa merasakan lebih baik konteks operasinya di lapangan.
3)Mendorong untuk berpikir.
Dengan proses yang mendorong siswa untuk mempertanyakan, kritis, reflektif. Siswa dianjurkan untuk tidak terburu-buru menyimpulkan, mencoba menemukan landasan atas argumennya, dan fakta-fakta yang mendukung alasan.
4)Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial. Problem Based Learning dapat mendorong terjadinya pengembangan kecakapan kerja tim dan kecakapan sosial. Siswa diharapkan memahami perannya dalam kelompok, menerima pandangan orang lain, bisa memberikan pengertian bahkan untuk orang-orang yang barangkali tidak mereka senangi. Keterampilan yang sering disebut soft skill, seperti juga hubungan interpersonal dapat dikembangkan. Pengalaman kepemimpinan dapat dirasakan, mempertimbangan strategi, memutuskan, dan persuasive dengan orang lain.
5)Membangun kecakapan belajar (life-long learning skill).
Dengan struktur masalah yang agak mengambang, merumuskannya, serta dengan tuntutan mencari sendiri pengetahuan yang relevan akan melatih siswa membangun kecakapan belajar.
6)Memotivasi pemelajar.
Dengan Problem Based Learning dapat membangkitkan minat dari dalam diri siswa karena Problem Based Learning menciptakan masalah dengan konteks kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model PBL dapat meningkatkan daya ingat siswa atas materi ajar, meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan, mendorong siswa untuk berpikir, membangun kinerja tim, mengembangkan kecakapan belajar dan memotivasi pemelajar. Sehingga dengan menggunakan PBL pembelajaran akan lebih bermakna.
2.5 Penelitian yang Relevan
Chitika, Prisky (2012) yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kleas IV SDN 3 Jepon Kecamatan
Studi S1 PGSD FKIP Universitas Kristen Satya Wacana. Menyimpulkan bahwa analisis pada kelas eksperimen perhitungan menunjukkan bahwa Setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dan metode pembelajaran konvensional ditemukan bahwa nilai t hitung > t tabel (5.345>4660). Signifikansi (0.000<0.005). Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak berarti H1 diterima. Dengan demikian terdapat perbedaan pengaruh penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran IPA pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Jepon semester II tahun ajaran 2011/2012.
2.6 Kerangka Pikir
Suatu pembelajaran akan efektif bila siswa aktif berpartisipasi atau melibatkan diri secara langsung dalam proses pembelajaran. Sehingga siswa memperoleh pengetahuannya sendiri dengan terbiasa untuk selalu ingin tahu, berpikir kritis, kreatif, dan analitis terhadap materi yang sedang dipelajari. Dari beberapa masalah yang telah diuraikan di atas, maka perlu diterapkan sebuah alternatif sebagai solusi pemecahan masalah yang selama ini sering terjadi dalam kegiatan pembelajaran.
Alternatif pemecahan masalah yang sering terjadi ini dapat diatasi melalui pelaksanaan penelitian Dengan adanya sebuah penelitian, maka akan membantu para guru khususnya dalam mencari solusi yang tepat untuk meningkatkan prestasi belajar siswa melalui penggunaan pembelajaran yang inovatif. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat merasa tertantang dan tertarik mengikuti kegiatan belajar mengajar sehingga siswa dapat lebih memahami pembelajaran yang diberikan karena siswa mengalami atau menemukan sendiri pengetahuan yang mereka pelajari.
kira-kira, khayalan, atau dongeng semata, karena yang dikehendaki adalah jawaban mengenai fakta-fakta maka model dengan langkah-langkah tersebut dikatakan sangat erat dengan metode ilmiah. Model Problem Based Learning adalah model pembelajaran yang menghadapkan siswa pada masalah nyata (real world) untuk memulai pembelajaran dan merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa sehingga siswa dapat belajar untuk berpikir kritis, kreatif, dan analitis dalam mencari solusi pemecahannya secara berkelompok. Penerapan model Problem Based Learning di pembelajaran IPA SD diharapkan proses pembelajaran dilakukan secara sistematik.
Tahap-tahap pembelajaran yang diantaranya meliputi : orientasi tentang masalah, mengorganisasikan siswa untuk mandiri, membantu investigasi mandiri dan kelompok, mengembangkan dan mempresentasikan hasil, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Jadi, model Problem Based Learning ini sesuai dengan karakteristik IPA karena sama-sama bertujuan agar para siswa terbiasa melakukan sebuah penemuan secara ilmiah. Dari kebiasaan menemukan inilah, yang pada akhirnya membuat rasa keingintahuan siswa menjadi semakin meningkat, dan tingkat kemampuan berpikir kritis siswa juga menjadi semakin terasah, sehingga mengakibatkan siswa menjadi semakin terampil dan tidak merasa kesulitan dalam menghadapi atau memecahkan suatu permasalahan baik dalam bentuk tes formatif sebagai tahap awal ataupun permasalahan yang lebih kompleks seperti permasalahan yang sering terjadi dikehidupan sehari-hari siswa.
Tabel 2.4 Bagan Kerangka Pikir
2.7 Hipotesis
Apakah ada Perbedaan Penerapan Model Problem Based Learning Terhadap Prestasi Belajar IPA Kelas IV SD Negeri 01 Wolo Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015.
H0 : diduga tidak ada Perbedaan Hasil Belajar IPA Ditinjau Dari Penggunaan Model Problem Based Learning Kelas IV SD Negeri 01 Wolo Kabupaten Grobogan Tahun Ajaran 2014/2015.
H1 : diduga ada Perbedaan Hasil Belajar IPA Ditinjau Dari Penggunaan Model Problem Based Learning Kelas IV SD Negeri 01 Wolo Kabupaten Grobogan Tahun Ajaran 2014/2015.
Kelas
Eksperimen Pretest
Pembelajaran menggunakan
model pembelajaran
Problem based learning
Uji beda hasil pretest dan
posttest apakah ada
perbedaan yang signifikan
dengan menggunakan
model problem based