32 | P a g e
BAB III
Tradisi Manekat di Jemaat Immanuel Kesetnana
3.1 Gambaran umum Jemaat GMIT Immanuel Kesetnana
3.1.1 Letak Geografis dan Demografis
Jemaat Immanuel Kesetnana berada pada wilayah Desa Kesetnana kabupaten Timor Tengah Selatan yang letak geografisnya pada daerah pegunungan. Kondisi iklim sangat dingin dengan suhu rata-rata berkisar antara 15-25 derajat celcius. Sebagian wilayah desa Kesetnana berada pada dataran dan ada sebagian yang berada pada daerah berbukit. Walaupun desa ini berada pada daerah pegunungan dan beriklim dingin, namun desa ini masih dikategorikan sebagai daerah yang kering dan tandus. Hal tersebut dapat terlihat kondisi tanah yang tidak memungkinkan untuk bercocok tanam pada musim kemarau dan musim panas, juga dikarenakan ketersediaan sumber air yang terbatas. Wilayah desa kesetnana dapat dikatakan sebagai daerah pinggiran kota karena sebagian wilayahnya berada di pinggiran jalan raya utama.1
Berdasarkan data statistik, jumlah penduduk Desa Kesetnana secara keseluruhan adalah ± 4700 jiwa. Terdiri dari 2420 laki-laki dan 2280 Perempuan.2 Mayoritas penduduknya berasal dari latar belakang suku Timor sub Mollo, serta sebagian kecilnya merupakan orang-orang pendatang yang juga berasal dari suku Timor sub Amarasi, Amanatun dan Amanuban, serta suku Sabu, Rote, Alor, Flores dan juga Bugis yang sudah lama menetap di sana karena proses kawin mawin dan juga karena kepentingan berdagang atau karena tugas kedinasan. Masyarakat Timor sub
1
Data Statistik Jemaat GMIT Immanuel Kesetnana Tahun 2015 2
33 | P a g e
Mollo yang mendiami desa Kesetnana ini berasal dari rumpun keluarga kerajaan Bijoba3 yang merupakan salah satu kerajaan Timor wilayah Mollo. Mereka adalah keluarga bermarga Mella, Neken, Ufi, Tasekeb, Opat, dan Sanam. Marga-marga ini berperan sebagai tuan tanah di desa kesetnana dan mereka adalah tokoh adat sekaligus tokoh masyarakat yang dihormati.
Pola pemukiman di desa kesetnana dari dulu hingga sekarang ini pada umumnya baik, karena rumah-rumah masyarakat berada di pinggir jalan raya desa. Tipe-tipe rumah masyarakat ini hampir semuanya berbentuk permanen, tetapi ada juga yang semi permanen dan beratap rumput alang-alang. Jarak antara rumah yang satu dan rumah yang lain tidak terlalu berjauahan. Di desa ini terdapat rumah adat yang masih dipertahankan hingga saat ini, yaitu ume kbubu. Secara harafiah, ume kbubu berarti rumah bulat seperti kubah dan merupakan tempat untuk mengumpulkan, menata dan merapihkan panen jagung sebagai makanan pokok orang Timor.4 Untuk percakapan sehari-hari, masyarakat desa Kesetnana menggunakan bahasa Timor atau yang disebut bahasa Dawan5. Sedangkan untuk pakaian, sebagian masyarakat, khsususnya mereka yang tinggal jauh dari pinggiran jalan raya utama masih menggunakan kain dan selimut sebagai pakaian sehari-hari.
3.1.2 Kepercayaan, Ekonomi dan Mata Pencaharian
Jauh sebelum agama Kristen masuk, jemaat Kesetnana sudah memiliki kepercayaan kepada sesuatu yang dianggap mempunyai kekuatan ilahi. orang Timor atau yang disebut atoni meto menyebutnya dengan Uis Neno (Tuhan Langit), yakni Allah yang menciptakan dan
3
Kerajaan Bijoba merupakan salah satu kerajaan Timor yang berpusat di Bijeli kecamatan Polen. Raja yang memimpin kerajaan Bijoba adalah raja Mella. Nama Bijoba sendiri adalah nama orang yang adalah nenek moyang dari raja Mella.
4
Hasil wawancara dengan Bapak Agustinus Liunokas, pada tanggal 1 September 2017 5
34 | P a g e
memelihara kehidupan. Selain Uis Neno, masyarakat juga mengadakan penyembahan kepada binatang-binatang tertentu seperti ular sebagai Uis Pah (Tuhan Bumi) dan buaya sebagai Uis Oel (Tuhan air), dan juga penyembahan pohon-pohon dan batu-batu besar yang dianggap sebagai tempat bersemayam kekuatan atau kuasa ilahi.
Namun, setelah agama Kristen masuk penyembahan kepada binatang-binatang dan pohon-pohon tidak dilakukan lagi. Masyarakat hanya menyembah dan beribadah kepada kepada satu Allah yaitu Uis Neno. Mereka berusaha agar berada dekat dengan penciptanya itu agar selalu mendapatkan berkat, kesejahteraan dan keselamatan.
Mayoritas masyarakat desa Kesetnana beragama Kristen Protestan, bahkan hampir 90% masyarakat desa Kesetnana beragama Kristen Protestan, sedangkan 10% beragama Kristen Katolik. Karena itu satu-satunya tempat ibadah yang ada di desa Kesetnana ini ialah Gereja GMIT Immanuel Kesetnana. Oleh sebab itu, ketika seseorang mengatakan bahwa dia adalah masyarakat desa Kesetnana, orang lain pasti akan langsung mengetahui bahwa dia juga adalah anggota jemaat Immanuel Kesetnana.
35 | P a g e
babi, kambing dan ayam. Hasil-hasil beternak tersebut ada sebagian yang dijual di pasar dan sebagian digunakan untuk keperluan pribadi, dalam hal ini sebagai persiapan jika suatu saat ada acara pesta maupun kedukaan, karena bagi orang Timor, hewan ternak adalah persiapan utama yang harus dimiliki oleh seseorang ketika ia hendak mengadakan suatu acara pernikahan maupun ketika mengalami kedukaan. Sebagian kecil anggota jemaat juga ada yang bekerja sebagai PNS, tukang kayu dan bangunan, ojek serta berdagang buah-buahan. Mereka yang bekerja sebagai tukang kayu dan bangunan, tidak memiliki usaha meubel ataupun usaha properti sendiri tetapi mereka ikut bekerja pada orang lain, ketika ada proyek mereka diikutkan sebagai tukang bangunan yang gajinya diberikan setelah pembangunan selesai dikerjakan. Bagi mereka yang bekerja sebagai tukang ojek, keuntungan yang diperoleh dalam sehari hanya berkisar antara Rp. 20.000-30.000.6 Sementara untuk berdagang buah-buahan seperti alpukat, apel, jeruk dan pisang, anggota-anggota jemaat tersebut menggunakan sistem operan atau jual beli. Mereka membelinya dari para supplier dan menjualnya kembali dengan keuntungan yang kecil. Sebagai contoh, mereka membeli buah jeruk dari supplier dengan harga per karungnya Rp. 300.000, di mana berat satu karung berkisar antara 40-50 kg. Mereka menjual kembali buah jeruk tersebut dengan harga Rp. 10.000/kg, berarti keuntungan yang di peroleh hanya sebesar Rp. 100.000-200.000 dan dikarenakan banyaknya para pedagang buah, 1 karung buah jeruk biasanya habis terjual dalam waktu 2-3 hari.7
Para anggota jemaat memiliki mata pencaharian seperti yang disebutkan di atas juga karena dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang bisa dikatakan masih rendah. Kebanyakan mereka hanya berijasah SMP dan SMA, bahkan ada yang hanya berijasah SD. Walaupun sekarang ini ada sebagian anak-anak yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, namun
6
Hasil wawancara dengan Yustus Misa, pada tanggal 28 Agustus 2017 7
36 | P a g e
mereka lebih memilih untuk merantau dan bekerja di kota Kupang atau kota-kota besar lainnya daripada kembali ke daerah. Rendahnya tingkat pendidikan berdampak pada rendahnya kualitas sumber daya manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia. Banyak diantara anggota jemaat yang memilih untuk merantau ke kota-kota besar dan bekerja sebagai pelayan toko maupun pembantu rumah tangga bahkan ada yang merantau keluar negeri sebagai TKI.
Jika kita melihat dari jenis pekerjaan, tingkat pendidikan dan rata-rata penghasilan yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa keadaan ekonomi jemaat GMIT Imannuel Kesetnana berada pada masyarakat ekonomi kelas bawah.
3.1.3 Hubungan Sosial
Hubungan sosial merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok untuk saling berinteraksi. Dengan demikian, hubungan sosial membentuk hubungan timbal balik antar individu, antar kelompok, serta antara individu dan kelompok. Hubungan sosial dapat terbentuk karena keinginan individu dan kelompok untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan sosial dapat dikategorikan sebagai salah satu realitas sosial atau fenomena sosial.
Jemaat Imannuel Kesetnana mayoritas adalah masyarakat Timor dari sub Mollo, dimana keluarga yang menjadi tuan tanah di desa Kesetnana adalah keluarga Mella, Sanam, Neken, Ufi, Opat, dan Tasekeb. Keluarga-keluarga ini memiliki ikatan darah karena berasal dari satu rumpun keluarga kerajaan Bijoba.8 Karena itu segala harta benda, baik itu benda mati dan benda hidup yang ada dalam wilayah Kesetnana adalah milik bersama keenam marga ini, segala urusan dan pengambilan keputusan akan melibatkan keluarga-keluarga tersebut. Namun, seiring perkembangan dan pertumbuhan kependudukan, desa Kesetnana sekarang ini juga didiami
8
37 | P a g e
beberapa suku yang ada di dalamnya seperti Alor, Rote, sabu, Flores dan Sumba. Keenam marga di atas tadi masih tetap memiliki peranan penting dalam desa Kesetnana. Sebagai tokoh adat dan tokoh masyarakat. Walaupun mayoritas warganya adalah suku Timor, namun mereka terbuka dan tidak memaksakan warga suku lain untuk mengikuti semua tradisi dan adat kebiasaan suku Timor. Salah satu contohnya dalam pesta pernikahan, setiap suku tetap melaksanakan pesta adat sesuai tradisi dan budayanya masing-masing, bahkan masyarakat Timor turut diundang dan berpartisipasi dalam rangkaian adat tersebut, begitupun sebaliknya, para anggota jemaat dari suku lain akan diundang dan turut berpartisipasi dalam rangkaian acara adat orang Timor.
Secara umum hubungan sosial dalam struktur sosial masyarakat desa Kesetnana dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Golongan Usif (yang dipertuan/Raja), yaitu tokoh adat yang memiliki kuasa untuk memerintah, golongan bangsawan yang dipandang sebagai orang yang berpengetahuan, ekonominya maju, dan harus dihargai oleh masyarakat.
b. Golongan Amaf (para tua-tua), mereka dijuluki sebagai Apaot ma Apanat (penunggu dan penjaga).
c. Golongan Mafefa (juru bicara adat), yaitu seseorang yang memiliki kemampuan untuk menuturkan sebuah asal usul atau Uab Meto. Istilah uab meto di sini berarti kemampuan seseorang manusia untuk berbicara hingga sampai pada sebuah keputusan yang benar-benar memuaskan.9 Peran dari tokoh ini hampir sama dengan peranan dari tokoh amaf, tetapi ia lebih pada menuturkan bahasa-bahasa adat.
d. Golongan Meo (Panglima), merupakan kaum kerabat dan tokoh yang pernah berjuang mempertahankan marga dan kampung dari serangan musuh.
9
38 | P a g e
e. Golongan Tob (Rakyat biasa), yaitu masyarakat biasa atau rakyat jelata.
Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari, semua masyarakat saling bekerja sama dan menghargai. Masyarakat hidup berdampingan, hanya dalam acara-acara adat saja pembagian golongan-golongan ini nampak. Namun, bukan untuk pamer kedudukan atau status sosial melainkan sebagai bentuk penghargaan kepada nenek moyang.
Dalam kehidupan bersama, masyarakat Timor di Jemaat Imannuel Kesetnana masih sangat menjunjung nilai gotong royong. Kita tentu tidak asing dengan istilah gotong royong, di mana istilah ini diamini oleh para pendiri bangsa kita sebagai salah satu semboyan bangsa Indonesia. Gotong royong sendiri dapat diartikan sebagai keadaan saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan dalam kehidupan sosial suatu masyarakat tertentu. Masyarakat Timor pada umumnya melekat dengan sistem bahu membahu dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini bisa dilihat dari aspek kehidupan masyarakat yang selalu mengidentikkan segala hal dengan saling membantu sesama anggota keluarga. Dalam bahasa Timor dikenal dengan Istilah “tok tabuah, tamolok tabuah” yang berarti "duduk dan bicara bersama kita saling membuka diri dan saling membantu". Dalam filosofi orang Timor, istilah ini memberi makna bahwa segala sesuatu bisa dicapai ketika masyarakat berkumpul bersama dan saling bahu membahu untuk mencapai tujuan tertentu. Segala sesuatu yang dikerjakan misalnya pembangunan rumah, pembuatan kebun dan acara-acara event sosial lainnya, masyarakat akan bahu membahu saling mendukung untuk terlaksana dan suksesnya kegiatan dimaksud. Ada sikap saling menghargai dan menghormati dalam kehidupan bersama.10
Sikap saling menghormati dan menghargai ini juga tercermin dalam budaya orang timor yang disebut budaya oko mama atau budaya tempat sirih pinang sebagai sarana komunikasi
10
39 | P a g e
untuk memulai suatu pembicaraan, seperti: pada saat tamu berkunjung ke rumah, pada saat memulai pembicaraan adat dan ritual adat, maupun aktivitas lainnya. Oko mama juga dipergunakan dalam menyelesaikan berbagai masalah sosial kemasyarakatan yang terjadi, antara lain dalam menyelesaikan masalah tanah, masalah-masalah perkawinan dan ritual adat perkawinan, konflik antar warga masyarakat maupun konflik antar desa, dan masalah sosial lainnya. Masalah-masalah sosial yang dikemukakan di atas diselesaikan menggunakan pendekatan budaya yang selalu disimbolkan dalam wujud Oko mama. Hampir setiap rumah di Timor memiliki oko mama yang tentunya berisi sirih pinang. Bagi orang Timor sirih pinang juga melambangkan sikap penerimaan dan simbol dimulainya sebuah relasi. Ketika seseorang diberikan sirih pinang, menunjukan bahwa orang tersebut diterima untuk menjalin sebuah relasi baik itu pertemanan maupun persaudaraan.11
Sikap gotong royong orang Timor sangat tercermin ketika ada acara-acara pesta maupun kedukaan. Seperti yang sudah disebutkan di atas, ketika ada pesta ataupun kedukaan, masyarakat akan bahu membahu, bekerja sama dan saling menolong dalam segala proses acara tersebut, dimulai dari tahap pertemuan atau kumpul keluarga hingga waktu terlaksananya acara dimaksud. Salah satu kebiasaan yang sekarang ini sudah menjadi budaya dalam kehidupan orang timor adalah budaya pesta pora.12 Hampir dalam setiap acara hajatan baik itu acara seperti pernikahan, ulang tahun, syukuran baptisan, sidi baru, syukuran wisuda bahkan syukuran kematian pun selalu ada pesta pora. Yang dimaksud dengan pesta pora disini karena acara-acara tersebut memakan biaya yang sangat besar, bahkan pelaksanaannya pun memakan waktu berhari-berhari. Contohnya ketika ada pesta pernikahan, ada beberapa tahapan acara yang dilaksanakan yang membutuhkan biaya sangat besar. Tahapan pertama adalah acara kumpul keluarga yang
11
Hasil wawancara dengan Bapak Nikolas Fallo, pada tanggal 1 September 2017 12
40 | P a g e
biasanya dilakukan beberapa bulan sebelum tiba hari besar tersebut. Dalam acara kumpul keluarga, sang pemilik pesta akan menyediakan makanan dan minuman yang bisa dikatakan mewah untuk menjamu para tamu yang hadir. Tidak hanya itu saja, pemilik pesta juga harus mengeluarkan biaya untuk penyewaan tenda dan kursi. Tahapan kedua adalah acara peminangan yang bagi orang Timor disebut nikah adat. Acara peminangan biasanya dilakukan sehari sebelum pernikahan dilaksanakan, bahkan ada yang melakukannya sebulan sebelum hari pernikahan. Kemeriahan acara peminangan ini tidak berbeda jauh dengan kemeriahan pesta pernikahan, yang membedakannya hanya pada jumlah tamu yang hadir, di mana mereka yang biasanya menghadiri acara peminangan hanyalah keluarga dan kerabat dekat. Tahapan ketiga adalah acara pernikahan atau acara inti. Tahapan ini adalah yang paling memakan biaya karena selain banyaknya tamu undangan yang hadir, bagi mereka yang tinggal di daerah perkotaan maupun daerah pinggiran kota, sekarang ini pesta pernikahan dilakukan di dua tempat berbeda, yaitu di hotel atau gedung penyewaan pesta dan di rumah pengantin perempuan. Untuk pernikahan orang Timor, pelaksanaan acara baik itu peminangan maupun pernikahan harus dilakukan di rumah pengantin perempuan. Tahapan keempat adalah ritus Kaus Nono13 yang dilanjutkan dengan acara Tutat Bifel14. Di mana pengantin perempuan diantar oleh keluarga besarnya dan dibawa masuk ke dalam rumah keluarga suaminya. Acara ini juga tergolong acara yang mewah karena keluarga laki-laki akan menyambut sang pengantin perempuan dengan tari-tarian dan pesta yang sama mewahnya dengan pesta pernikahan di rumah pengantin perempuan.
13
Di dalam perkawinan orang Timor, ritus Kaus Nono merupakan suatu hal yang wajib untuk dilakukan.
Kaus Nono sendiri dipahami secara umum oleh orang Timor sebagai suatu ritus penurun marga. Orang Timor yang menganut budaya patriakhal mengharuskan perempuan untuk menggunakan nama marga suami. Oleh karena itu, Kaus Nono di dalam perkawinan Timor ditetapkan menjadi suatu keharusan agar perempuan dapat menggunakan nama marga suami sebagai identitas diri baik secara hukum adat maupun pemerintah.
14
Tutat Bifel adalah tradisi orang Timor untuk mengantar pengantin perempuan ke rumah sang suami. Setelah dilakukan ritus Kaus Nono, pengantin perempuan diantaroleh keluarga besarnyauntuk masuk ke dalam rumah keluarga suami. Keluarga suami menyambut sang pengantin perempuan dengan tari-tarian,
41 | P a g e
Pesta pora juga dilakukan ketika ada syukuran-syukuran lainnya seperti syukuran ulang tahun, syukuran wisuda, syukuran babtisan, syukuran sidi baru bahkan syukuran kematian. Sekarang ini, acara syukuran seperti yang disebutkan di atas dilaksankan dengan mewah dan meriah. Mewah dan meriah karena selain banyaknya tamu undangan yang hadir, jamuan makan minum yang mewah, juga karena dilakukan seharian penuh dari pagi sampai kembali pagi. Sisi positif dari pelaksanaan pesta pora ini adalah semua keluarga dapat berkumpul baik yang jauh maupun yang dekat, bersatu dan bekerja sama untuk terlaksananya acara-acara dimaksud. Di sini juga terlihat sikap gotong royong dari para tetangga sekitar, di mana mereka ikut terlibat dalam semua proses dan rangkaian acara. Para kaum lelaki, membersihkan area rumah yang akan dijadikan tempat pesta, membantu membangun tenda dan membantu dalam memotong hewan. Sedangkan kaum perempuan membantu dalam urusan dapur seperti membersihkan bumbu-bumbu dapur dan ikut memasak jamuan makan pesta.
3.1.4 Latar Belakang Jemaat GMIT Immanuel Kesetnana15
Keberadaan jemaat Imanuel Kesetnana diawali pada tahun 1964 ketika desa kesetnana ditetapkan sebagai ibukota kecamatan Mollo Selatan. Jemaat Imanuel Kesetnana dibuka sebagai pos pelayanan dari jemaat induk Biloto, di Bikium. Pos pelayanan ini dibuka mengingat keberadaan desa Kesetnana yang telah dimekarkan, sehingga pegawai-pegawai kecamatan yang ada dapat masuk sebagai anggota jemaat setempat. Sebagai pos pelayanan, jemaat Imanuel Kesetnana mula-mula menempati sebuah rumah milik keluarga bapak Leonard Mella karena jumlah jemaat yang waktu itu hanya berjumlah 25 KK. Ada 3 penatua yang bertanggung jawab dalam pos pelayanan ini, yaitu bapak Leonard Mella (alm), bapak Thomas Tamelab (alm), dan
15
42 | P a g e
bapak Yusuf Leo. Di mana ketua majelis adalah ketua majelis jemaat induk Biloto, Pdt. M.O. Leimany.
Pada tahun 1965, tempat kebaktian jemaat Imanuel Kesetnana berpindah ke ruang SDN Kesetnana. Tahun 1967 berpindah lagi ke tempat dan bangunan sederhana yang merupakan hasil swadaya jemaat yang pada waktu itu jumlahnya bertambah banyak. Pada tahun 1984 berdirilah bangunan permanen yang dibuat secara bertahap. Pertambahan pun terus bergulir dalam tubuh jemaat Imanuel Kesetnana, mulai dari pertambahan jumlah anggota jemaat maupun anggota majelis jemaat.
Mengingat perkembangan yang terjadi, maka pada tahun 1983 pos pelayanan jemaat Imanuel Kesetnana diputuskan untuk menjadi jemaat induk dengan satu mata jemaat rehobot di Fatuenon. Pdt. M.O. Leymani sendiri menjadi Pendeta wilayah di jemaat Imanuel Kesetnana dari tahun 1964-1998. Sejak tahun 1998 sampai tahun 2016, Pdt. J.M.A. Telnoni-Kuhurima, SmTh menjadi ketua majelis jemaat Imanuel Kesetnana. Perkembangan jemaat semakin pesat, maka pada tanggal 17 april 2005, dibuatlah pos pelayanan di Bisuaf untuk menjangkau jemaat-jemaat yang rumahnya jauh dari gedung kebaktian utama. Pada tanggal 20 oktober 2010, Pdt. Elmodan H. Naimasus dipindahkan dari jemaat Fatukoko 1 ke jemaat Imanuel Kesetnana sesuai dengan SK.MS.GMIT.No.529/SK/MS-GMIT/G/2011.
43 | P a g e
Welmince Toto, S.Th dan Pdt. Nepe Baitanu-Djara, Sm.Th. Adapun jumlah rayon di Jemaat Imanuel Kesetnana saat ini berjumlah 36 rayon dengan setiap rayon diisi oleh kurang lebih 25 KK.
Rincian Jumlah Jemaat
Jumlah Rayon
Jumlah KK
Anggota Jemaat Status Jemaat
L P Babtis Sidi Nikah
36 900 2221 2233 3958 3560 785
Jumlah 4454
Sumber: data statistik jemaat imannuel Kesetnana tahun 2015
Jumlah anggota jemaat Imanuel Kesetnana saat ini ± 4454 jiwa, terdiri dari 2221 orang laki-laki dan 2233 orang perempuan. Jemaat ini dilayani oleh 3 0rang Pendeta, 192 orang Majelis yang terdiri dari 100 orang penatua dan 92 orang diaken serta 20 pengajar. Walaupun berdasarkan data, jemaat laki-laki hampir sebanding dengan jemaat perempuan, namun dalam ibadah-ibadah baik itu kebaktian utama minggu maupun ibadah-ibadah kategorial, lebih banyak dihadiri oleh kaum perempuan. Alasan yang sering dikatakan oleh kaum lelaki ketika ditanya tentang kehadiran dalam ibadah-ibadah, mereka mengatakan bahwa pada jam-jam ibadah tersebut yang adalah pada sore hari antara jam 4-5 sore mereka masih bekerja, para PNS bekerja hingga jam 5 sore sedangkan para petani masih berada di kebun.16
16
44 | P a g e
Berdasarkan rincian jumlah jemaat di atas, kita bisa melihat bahwa ada perbedaan antara jumlah Kepala Keluarga (KK) dan pasangan nikah. Ini berarti bahwa ada 115 pasangan nikah yang tidak berstatus sebagai kepala keluarga. Sebanyak 115 pasangan nikah ini hidup bersama dalam satu atap bersama orangtua mereka karena itu mereka tidak dihitung sebagai kepala keluarga. Ada dua alasan mengapa pasangan nikah ini tinggal seatap bersama orangtua mereka, yang pertama karena permintaan dari orangtua itu sendiri agar anak mereka tetap tinggal bersama mereka, yang kedua karena pasangan nikah tersebut belum bahkan tidak memiliki rumah sendiri.
Jemaat Immanuel Kesetnana tidak terlepas dari masalah dan tantangan hidup bergereja. Salah satunya adalah masalah kemiskinan yang menjadi tantangan bagi jemaat Imanuel Kesetnana. Karena masalah ekonomi banyak warga kesetnana yang merantau ke luar negeri sebagai TKI. Karena masalah ekonomi banyak remaja putus sekolah dan harus bekerja banting tulang membantu orangtua untuk memenuhi kebutuhan hidup. Karena masalah ekonomi pula banyak terjadi kekerasan dalam rumah tangga dan human traficking.
3.2 Latar Belakang Tradisi Manekat
3.2.1 Arti dan Makna Manekat
Manekat berasal dari istilah bahasa Dawan yang berarti kasih/mengasihi. Bagi orang Timor, kasih adalah hal yang utama di atas segalanya. Hidup akan terasa indah bila kasih menjadi dasar utama kehidupan manusia, baik itu dalam berpikir, bertutur kata maupun berperilaku. Karena itu, orang Timor sangat menjunjung tinggi nilai kasih.17 Salah satu wujud dari kasih dinyatakan dalam pelaksanaan kumpul keluarga, di mana dalam acara kumpul
17
45 | P a g e
keluarga tersebut ada tradisi yang dilakukan yaitu pemberian manekat. Tradisi manekat ini lahir atas kesadaran akan hidup sosial.18 Tujuan dari adanya manekat adalah saling menolong dalam menanggung beban. Orang Timor menyadari bahwa sebagai makhluk sosial, mereka tidak bisa hidup tanpa orang lain. Bagi orang Timor, yang dimaksud dengan orang lain memiliki arti sangat mendalam. Dalam bahasa Dawan, orang lain disebut dengan istilah Aok Bian yang berarti badan sebelah, jadi orang lain di sini dipahami sebagai bagian dari dirinya sendiri. Selain itu, aok bian atau orang lain juga dipahami sebagai mereka yang hidup dalam ume mese, lopo mese (satu tempat tinggal, satu rumah), yang secara asosiatif berarti satu keluarga, satu suku.19 Karena itu, sedapat mungkin segala sesuatu dilakukan secara bersama-sama agar pekerjaan yang terasa berat menjadi ringan dan dapat terselesaikan dengan baik. Adapun Ume atau rumah bagi orang Timor bukan semata-mata sebagai tempat tinggal, melainkan simbol tata dunia dan tata sosial. Penataan rumah tidak hanya ditentungan oleh pertimbangan estetis dan fungsional tetapi sekaligus ketentuan bentuk, letak, arah, jumlah, dan lain-lain, semuanya merupakan simbol yang berkaitan dengan pandangan hidup orang Timor.20 Ume sebagai entitas sosial merupakan bagian dari kan-uf (marga). Beberapa kan-kan-uf merupakan satu nonot (komunitas keluarga). setiap orang Timor menjadi warga dari satu ume yang mengakui dirinya sebagai keturunan dari satu leluhur.
Masyarakat Timor atau Atoni Meto adalah masyarakat yang masih mempunyai sistem kekerabatan yang tinggi, di mana kebiasaan tolong-menolong sesama sangat mempererat hubungan kekeluargaan diantara mereka. Salah satu media untuk saling menolong sesama mereka inilah yang disebut sebagai manekat. Kemunculan tradisi manekat ini juga dilatarbelakangi oleh adanya hubungan kekeluargaan secara genealogi dan teritorial. Seperti
18
Hasil wawancara dengan Bapak. Albertus Fay, pada tanggal 20 Agustus 2017 19
Eben Nuban Timo, Pemberita Firman Pencinta Budaya: Mendengar dan Melihat Karya Allah dalam Tradisi (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2005), 58.
20
46 | P a g e
yang penulis jelaskan pada bagian awal bahwa masyarakat Timor yang mendiami suatu wilayah berasal dari satu keluarga yang sama atau memiliki hubungan darah, dan karena berasal dari rumpun keluarga yang satu dan memiliki hubungan darah, maka segala harta benda yang ada dalam wilayah tersebut baik itu benda hidup maupun mati adalah milik bersama atau yang dikenal dengan istilah le i hite (kita punya). Oleh sebab itu, segala bentuk pemberian manekat, akan diberikan dan diterima dengan sukacita tanpa melihat jenis, jumlah dan besar kecilnya manekat yang diberikan. Contohnya masyarakat Desa Kesetnana awalnya didiami oleh 6 marga yang berasal dari satu rumpun keluarga kerajaan Bijoba. Ke-enam marga ini memiliki hubungan darah karena itu segala harta benda yang ada dalam wilayah desa Kesetnana adalah milik bersama. Berikut penulis gambarkan pola hubungan keluarga desa Kesetnana:
Ume Mese / Desa Kesetnana
aok bian Le i hite
Harta
Benda
Mella
Sanam
Tasekep
Opat
Ufi
47 | P a g e
Keterangan gambar:
Lingkaran besar hitam adalah ume mese atau desa Kesetnana
Lingkaran kecil warna warni adalah 6 marga sub Mollo yang mendiami ume
mese yang memiliki hubungan darah
Lingkaran Biru di tengah menunjukan harta yang ada dalam ume mese, di mana
harta tersebut adalah le i hite atau milik bersama dari keenam marga tersebut
Dalam hubungannya dengan acara kumpul keluarga, manekat diartikan sebagai pemberian tanda kasih atau pemberian ungkapan hati. Ketika ada anggota keluarga yang hendak mengadakan suatu acara, maka anggota keluarga yang lain akan hadir dalam acara kumpul keluarga untuk turut berpartisipasi mensukseskan kegiatan dimaksud, salah satunya dengan membawa dan menyerahkan manekat atau pemberian tanda kasih tersebut, begitupun sebaliknya jika ada anggota keluarga yang berduka. Manekat yang diberikan untuk keluarga yang berduka seperti Kain, selimut dan perhiasan, memiliki makna sebagai titipan untuk diberikan kepada para leluhur atau nenek moyang, manekat diberikan sebagai ole-ole untuk ke dunia orang mati. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat, tidak diketahui jelas sejak kapan tradisi manekat ini dilakukan, namun tradisi ini telah berlangsung sangat lama dan diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan tradisi manekat ini, hendak menunjukan bahwa nilai gotong royong sebagai salah satu falsafah hidup berbangsa dan bernegara, telah diaplikasikan dalam kehidupan orang Timor.
Dari hasil penelitian, penulis menemukan bahwa manekat terdiri dari 3 jenis yaitu:
48 | P a g e
2. Manekat sebagai penyambutan warga baru. Ketika ada warga baru yang masuk atau pindah dalam suatu wilayah, maka para tetangga terdekat akan menyambut warga baru tersebut dengan berbagai makanan, khususnya jagung. Hal ini menandakan bahwa warga baru tersebut diterima dalam lingkungannya.21
3. Manekat sebagai simbol cinta kasih. Ketika seseorang berkunjung atau bertamu ke rumah tetangga ataupun saudara, tuan rumah akan menyajikan makanan dan minuman seperti kopi dan jagung atau ubi. Pada saat tuan rumah mempersilahkan tamunya untuk mencicipi hidangan yang disediakan, maka si tamu akan berkata “ Haim Sium Manekat“ yang berarti kami menerima cinta kasih. Hal ini berarti bahwa hidangan yang disediakan oleh tuan rumah dianggap sebagai tanda cinta kasih bagi si tamu.
3.2.2 Bentuk dan Tahapan Pelaksanaan Manekat
Pada zaman dahulu, ketika ada salah satu anggota keluarga hendak mengadakan suatu acara pernikahan maupun sedang mengalami kedukaan, maka anggota keluarga yang mendengar tentang rencana tersebut baik yang tinggal berdekatan maupun yang jauh akan datang beberapa hari sebelum acara tersebut diadakan, dengan tujuan untuk bahu membahu, bekerja sama dan bertolong-tolongan demi terlaksananya acara dimaksud. Para anggota keluarga yang datang biasanya tidak dengan tangan kosong, tetapi dengan membawa sesuatu yang dirasa sangat diperlukan pada acara tersebut. Barang bawaan yang dibawa berupa binatang ternak “ayam, babi,
sapi”, sayur-sayuran dan buah-buahan serta kain tenunan yang disebut tais dan sofi.22 Pada saat anggota keluarga datang dan memberikan barang bawaan, mereka akan berkata “ hai aima mes hai mek manekat ka mahuma, mes npoi nako hai nekam“ yang artinya “kami sudah datang, kami membawa sedikit pemberian yang bisa digunakan, pemberian kami sedikit tapi ini dari hati kami
21
Hasil wawancara dengan Bapak. Agustinus Liunokas, pada tanggal 1 September 2017 22
49 | P a g e
“ atau “ maun se tuk-tuka, puah he pis-pise, mes npoi hai nekam“ yang berarti “ini sepotong siri, dan ini sepotong pinang, tapi ini dari hati kami”. Yang secara harafiah bermakna bahwa pemberian yang diberikan dalam tempat sirih pinang ini sangat sedikit tapi diberikan dengan tulus hati. Namun, pola ini telah mengalami perubahan.
Di zaman sekarang ini, ketika seseorang hendak mengadakan sebuah acara/perhelatan, maka orang tersebut akan mengirim seorang utusan untuk memberitahukan kepada para sanak saudara bahwa akan diadakan acara dalam keluarga tersebut dan keluarga diundang untuk hadir dalam acara kumpul keluarga. Sang utusan akan mengunjungi semua anggota keluarga tersebut dengan membawa oko mama atau tempat sirih pinang. Bagi orang Timor oko mama merupakan penghormatan tertinggi. Jika dibandingkan dengan undangan tertulis, undangan dengan memakai oko mama jauh lebih berharga, terhormat dan bernilai tinggi.23 Di dalam oko mama berisikan sirih pinang. Sang utusan akan memberitahukan maksud dan tujuan oko mama tersebut diberikan dan si tuan rumah akan menerima serta mengambil isi dalam oko mama tersebut dan berkata bahwa “ya kami akan datang pada acara tersebut”.
Manekat diberikan secara sukarela tanpa ada paksaan dan tanpa ada penentuan besar kecilnya jenis manekat yang dibawa. Si pemberi manekat menyediakan, membawa dan menyerahkan pemberiannya sebagai bentuk dukungan kepada keluarga yang akan bersukacita maupun yang sedang berduka. Kesediaan untuk membawa manekat didasari atas rasa memiliki dan mengasihi. Si pemberi manekat merasa bahwa dia adalah bagian dari keluarga yang akan mengadakan pesta maupun yang sedang berduka, karena itu pemberiannya pun tulus dan tanpa mengharapkan imbalan.24
23
Hasil wawancara dengan Bapak. Nikolas Fallo, pada tanggal 1 September 2017 24
50 | P a g e
3.3 Pelaksanaan Tradisi Manekat di Jemaat GMIT Immanuel Kesetnana
3.3.1 Perubahan Bentuk dan jenis Manekat
Jika dahulu bentuk dan jenis dari manekat adalah pemberian berupa hewan ternak, sayur-sayuran maupun kain tenunan. Namun sekarang ini, pemberian manekat sebagian besar dalam bentuk uang tunai. Sebagian kecil masyarakat berpendapat bahwa manekat dalam bentuk uang lebih efektif daripada pemberian lainnya. Mengapa demikian? Karena segala keperluan dan kebutuhan sebuah acara, hanya diketahui oleh sang pemilik acara tersebut, karena itu manekat dalam bentuk uang akan memudahkan sang pemilik acara untuk menyediakan segala kebutuhan yang diperlukan.25 Jika semua anggota keluarga datang dengan membawa hewan dan kain tenunan, maka kebutuhan lain yang hanya dapat tersedia jika dibeli dengan uang seperti perlengkapan dan aksesoris pesta tidak dapat terpenuhi. Begitu juga ketika ada peristiwa dukacita, dalam hal ini kematian, selain membawa kain, selimut dan berbagai perhiasan, keluarga yang datang juga membawa amplop berisikan uang. Pemberian dalam bentuk uang dianggap sebagai yang paling efektif, karena keluarga yang berduka dapat mempergunakan uang tersebut untuk melengkapi segala keperluan baik itu pemakaman maupun syukuran kematian yang belum tersedia. Selain perubahan dalam jenis manekat yang dahulu hanya berbentuk barang dan makanan, perubahan yang juga sangat jelas terlihat adalah sistem catat buku. Jika dahulu keluarga yang datang berkumpul membawa dan memberikan dengan sukarela, lalu diterima oleh keluarga yang akan mengadakan pesta dengan sukacita, maka sekarang hampir setiap manekat yang diberikan akan dicatat dalam sebuah buku.
25
51 | P a g e
3.3.2 Perubahan dalam Pelaksanaan Manekat
Perubahan juga terjadi dalam pelaksanaan manekat. Zaman dahulu jika ada salah satu keluarga yang hendak mengadakan sebuah acara, maka anggota keluarga lain yang mengetahui dan mendengar kabar acara tersebut akan datang dengan sendirinya. Mereka datang dengan membawa manekat sebagai bentuk dukungan serta mereka merasa bahwa mereka juga menjadi bagian dari acara tersebut. Namun sekarang ini, para anggota keluarga akan menunggu datangnya seseorang yang membawa oko mama dan menyampaikan undangan bahwa akan diadakan acara kumpul keluarga, barulah mereka akan menghadiri acara kumpul keluarga tersebut. Walaupun mereka telah mendengar bahwa salah satu keluarga mereka akan mengadakan sebuah acara, mereka tetap akan menunggu datangnya sang pembawa undangan tersebut. Jika tidak ada yang menyampaikan undangan, mereka tidak akan menghadiri acara tersebut. 26
Waktu pelaksanaan acara kumpul keluarga telah ditentukan, karena itu anggota keluarga yang telah mendapat undangan akan hadir pada waktu tersebut. Keluarga yang mengadakan acara akan membuka tenda untuk menunggu para anggota keluarga baik yang dekat maupun yang jauh datang berkumpul. Ketika semua anggota keluarga dalam hal ini tamu undangan telah hadir, maka acarapun dimulai. Si tuan pesta akan menyampaikan maksud dan tujuan acara tersebut diadakan serta akan berterima kasih atas kehadiran para anggota keluarga. Setelah itu para tamu undangan dipersilahkan untuk menikmati makanan dan minuman yang telah disediakan. Setelah acara makan usai, buku catatan manekat diedarkan diantara para tamu
undangan. Buku itu berisikan nama pemberi manekat serta jumlah manekat “uang” yang dibawa. Jika anggota keluarga tersebut pernah diberikan manekat oleh si pemilik acara dengan jumlah
26
52 | P a g e
Rp.1.000.000, maka anggota keluarga tersebut pun harus memberikan manekat sejumlah lima Rp.1.000.000 atau lebih dan tidak boleh kurang dari lima ratus ribu rupiah. 27
Dalam penelitian ini, penulis menemukan sebuah hal yang dilakukan oleh warga jemaat Imanuel Kesetnana yang menurut penulis tidak sesuai bahkan bertentangan dengan makna serta maksud dan tujuan manekat. Pada beberapa rayon ada kesepakatan bersama tentang jumlah manekat yang harus diberikan ketika ada salah satu anggota jemaat dalam rayon tersebut yang akan mengadakan pesta pernikahan maupun yang sedang berdukacita. Pada rayon 4, ada kesepakatan bahwa jika ada anggota rayon yang mengalami kedukaan, maka diwajibkan memberikan manekat sebesar Rp. 500.000, di mana uang itu diperoleh/dikumpulkan dari sumbangan setiap KK dalam rayon tersebut. Namun, tidak ada penentuan berapa jumlah yang harus diberikan oleh setiap kepala keluarga. Jika manekat yang terkumpul lebih dari Rp. 500.000, maka kelebihannya akan dimasukkan dalam kas rayon, sedangkan jika manekat yang terkumpul kurang dari Rp.500.000, maka kekurangan tersebut akan diambil dari kas rayon yang telah tersedia. Untuk acara pernikahan, tidak ada kesepakatan jumlah manekat yang harus diberikan. Hal ini berarti bahwa manekat wajib diberikan dalam bentuk uang tunai tapi secara sukarela dan hanya berlaku untuk mereka yang mengalami kedukaan, dalam arti mengalami kesusahan. Berbeda dengan jemaat rayon 4, pada jemaat rayon 26, 27 dan 28 ada kesepakatan yang dibuat antara warga jemaat, majelis rayon bersama dengan para tokoh masyarakat bahwa jika ada anggota rayon yang akan mengadakan pesta pernikahan dan yang sedang mengalami kedukaan, maka setiap kepala keluarga wajib dan harus memberikan manekat sebesar Rp.50.000. Hal berbeda terjadi dalam rayon 8, manekat yang harus diberikan oleh setiap kepala keluarga ketika ada anggota jemaat yang akan mengadakan pesta pernikahan sebesar Rp.50.000,
27
53 | P a g e
sedangkan bagi jemaat yang mengalami kedukaan akan diberikan manekat sebesar Rp.25.000 per kepala keluarga. Manekat yang ditentukan dalam rayon ini adalah manekat sebagai bagian dari anggota rayon, tidak termasuk manekat secara pribadi. Artinya bahwa ketika ada anggota rayon yang mengadakan pesta atau sedang berduka, memiliki keluarga atau kerabat dekat dalam rayon itu juga, maka anggota rayon yang memiliki hubungan keluarga akan memberikan manekatnya dua kali. Yang pertama adalah manekat bersama anggota rayon sesuai kesepakatan, dan yang kedua adalah manekat pribadi sebagai bagian dari keluarga inti.
54 | P a g e
3.4 Tanggapan Masyarakat
Sehubungan dengan penentuan jumlah manekat yang telah ditentukan dan wajib diberikan oleh setiap kepala keluarga dalam rayon, salah seorang jemaat berkata bahwa jika ada anggota jemaat yang tidak memberikan manekat pada saat ada anggota rayon yang mengadakan pesta pernikahan atau yang sedang berdukacita, maka ketika yang bersangkutan mengadakan pesta pernikahan atau mengalami kedukaan, maka anggota rayon lain pun tidak akan memberikan manekatnya, dan tindakan ini justru didukung oleh orang yang paling dihormati dalam wilayah rayon tersebut dalam hal ini tua adat.28 Penulis melihat kondisi tersebut tentulah sangat bertolak belakang dengan makna manekat yang memberikan dengan sukarela tanpa mengharapkan imbalan serta pemberian yang tulus sebagai tanda kasih atau ungkapan hati.
Di lain pihak, sebagian besar masyarakat justru menolak perubahan yang terjadi dalam pelaksanaan manekat. Masyarakat beranggapan bahwa perubahan yang terjadi khususunya dengan adanya sistem catat buku sangat tidak sesuai dengan makna manekat yang sebenarnya, bahkan sistem catat buku dengan penentuan besar kecilnya manekat dapat merusak hubungan kekeluargaan. Salah seorang tokoh masyarakat menceritakan pengalamannya ketika ia mengikuti acara kumpul keluarga dan diberikan buku catatan untuk menulis nama dan jumlah manekat yang diberikan. Beliau mengaku sangat kaget ketika diberikan buku tersebut, dengan spontan ia marah dan menolak untuk menuliskan manekatnya. Beliau sangat menyesalkan kejadian tersebut, bahkan beliau mengaku bahwa sebagai orang Timor ia merasa sangat malu dan merasa harga dirinya diremehkan. Akibat dari penolakan tersebut, timbul perpecahan dalam keluarga. Anggota keluarga yang lain merasa tersinggung dengan penolakan tersebut sehingga berdampak
28
55 | P a g e
pada ketidakhadiran keluarga tersebut dalam acara pernikahan.29 Beliau juga sangat menyesalkan bahwa justru hal tersebut dilakukan oleh orang Timor sendiri. Hal yang sama juga disampaikan oleh bapak Soleman Tamelab ketika menceritakan pengalamannya saat mengikuti acara kumpul keluarga dan ia diberikan buku catatan manekat.
Sebagian jemaat rayon merasa bahwa penentuan jumlah manekat yang harus diberikan oleh setiap kepala keluarga sangat memberatkan. Salah seorang janda mengatakan bahwa ia merasa berat jika harus memberikan manekat sebesar lima puluh ribu rupiah. Ia mengatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja, mendapatkan uang lima pulu ribu rupiah sangatlah susah. Bahkan dalam sebulan dia hanya mendapatkan penghasilan sebesar lima puluh ribu rupiah dari hasil berjualan sayuran.30 Jemaat lain mengatakan bahwa seharusnya jumlah manekat yang akan diberikan tidak ditentukan, karena pendapatan setiap orang tentulah berbeda-beda. Bagi mereka yang bekerja sebagai PNS atau karyawan swasta yang berpenghasilan tinggi, mungkin jumlah lima puluh ribu sangatlah kecil, tetapi bagaimana dengan mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang tetap, tentulah hal tersebut akan sangat memberatkan dan hanya membawa beban bagi yang bersangkutan. Apalagi jika dalam seminggu atau sebulan, ada anggota rayon yang mengadakan pesta pernikahan lebih dari satu orang atau ada yang mengalami kedukaan dalam waktu yang bersamaan, tentulah pengeluaran untuk manekat akan melebihi penghasilan yang mereka peroleh.31
Penulis mencoba menanyakan bahwa penentuan jumlah manekat dalam rayon ini tentunya atas kesepakatan bersama, mengapa pada saat proses kesepakatan terjadi, mereka tidak mengungkapkan keberatan dan penolakan mereka? Salah seorang warga berkata bahwa mereka
29
Hasil wawancara dengan Bapak. Ayub Tunliu, pada tanggal 28 Agustus 2017 30
Hasil wawancara dengan Ibu. Yublina Tamelan, pada tanggal 6 September 2017 31
56 | P a g e
hanyalah orang kecil, ketika para tokoh masyarakat dan mereka yang mempunyai peranan penting serta dianggap sebagai orang berada dalam rayon tersebut berbicara serta membuat keputusan, mereka yang hanyalah orang-orang kecil tidak berkesempatan untuk berbicara dan kalaupun mereka berbicara, pendapat mereka tidak akan didengarkan.32
3.5 Sikap Gereja
Ketika penulis berdiskusi dengan pihak gereja, dalam hal ini Pendeta tentang sistem tulis buku dan penentuan jumlah manekat yang harus diberikan oleh tiap anggota jemaat dalam rayon, gereja dengan tegas menolak pelaksanaan manekat dengan sistem catat buku. Menurut Pendeta Benyamin Naralulu, manekat adalah salah satu bukti dari kasih, di mana kasih itu tidak menuntut balasan dan kasih diberikan secara cuma-cuma.33 Beliau sangat menyesalkan sistem manekat yang harus catat buku tersebut. Menurut beliau manekat dengan sistem catat buku hanya akan berdampak pada hilangnya rasa saling mengasihi dan saling memiliki sebagai anggota keluarga. Manekat dengan sistem catat buku juga berdampak pada hubungan sosial diantara sesama warga jemaat. Masyarakat akan semakin invidualis dan materialisis. Untuk menyadarkan dan mengingatkan kembali masyarakat akan pentingnya nilai kasih dalam manekat, dalam kebaktian utama minggu, dikhotbahkan tentang nila-nilai dari kasih. Warga jemaat terus diingatkan untuk terus membangun dan menjalin hubungan baik diantara sesama tanpa mengharapkan imbalan ataupun dengan maksud tertentu. Namun, penulis melihat bahwa hal ini belum diaplikasikan oleh gereja sepenuhnya dalam kehidupan masyarakat. Mengapa? karena pihak gereja selain Pendeta, dalam hal ini majelis jemaat, justru mereka lah yang ikut terlibat aktif dalam pelaksanaan manekat dengan sistem catat buku tersebut.
32
Hasil wawancara dengan Ibu. Yublina Tamelan, pada tanggal 6 September 2017 33