TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik dan Potensi Ternak Kelinci
Kelinci mudah sekali memasyarakat, sebab sebagai ternak ada
faktor-faktor tertententu yang membuat masyarakat memeliharanya. Pertambahan
penduduk meningkat sehingga kebutuhan protein hewani meningkat pula,
sementara kelinci mempunyai daging yang memenuhi persyaratan gizi cukup.
Kemudian, ternak kelinci dapat dilaksanakn oleh golongan lemah modal sampai
padat modal. Kelinci dapat dipelihara dimana-mana tergantung tujuan dan modal
yang dimiliki oleh seseorang serta dapat hidup pada cuaca dan iklim apa pun.
Pakan kelinci pun sederhana. Kelinci dapat berkembang biak dengan baik dan
cepat, lalu jenis kelinci sudah banyak pula. Dengan demikian, peternak dapat
memilih jenis kelinci yang disukai sesuai dengan modalnya. Lebih lanjut,
penyakit kelinci relatif lebih sedikit dan mudah diatasi dibandingkan penyakit
ternak lain. Masalah dalam pemeliharaan kelinci sekarang sudah dapat diatasi
terutama yang berhubungan dengan penyakit (Ermawati, 2011).
Taksonomi kelinci yaitu, kingdom: Animalia, filum: Chordata, subfilum:
Vertebrata, kelas: Mamalia, ordo: Lagomorpha, famili: Leporidae, subfamili:
Leporine, genus: Lepus, Oritolagus, spesies: Lepus spp, Orictolagus spp,
Cuniculus (Susilorini, 2008).
Memelihara kelinci banyak sekali mamfaatnya, antara lain sebagai pet
(hewan kesayangan) misalnya Lop, Nederland Dwarf, Polish, Angora, Blanc de
Hotot, Ducth, Chinchilla, Silver Martin, New Zealand White, Flemish Giant dan
penghasil daging dan kulit, yaitu New Zealand White, Caroline, Flemish dan
Chinchilla (Ermawati, 2011).
Salah satu jenis kelinci yang berpotensi besar untuk dikembangkan
menjadi kelinci pedaging yaitu jenis New Zealand. Ada beberapa jenis New
Zealand, yakni New Zealand White, Red, dan Black. New Zealand White paling
banyak diternak karena terkenal sebagai penghasil daging yang baik. Hal itu
karena pertumbuhannya relatif cepat. Pada umur 58 hari bobotnya dapat mencapai
1,8 kg dan pada saat dewasa dapat mencapai 3,6 kg (Mansyur, 2009).
Seekor kelinci bisa menghasilkan anak dengan kisaran 48-74 ekor dalam
setahun, lebih banyak dibandingkan dengan sapi (0,9), domba (1,5), kambing
(1,5), seperti tertera dalam table 1. Kelinci mempunyai konversi daging yang
cukup tinggi dibandingkan ternak lain yaitu 29%.
Tabel 1. Perbandingan Hasil Daging Beberapa Hewan Ternak
Jenis ternak Bobot induk dewasa (kg)
Jika dibandingkan dengan daging ayam, daging sapi, daging domba dan
daging babi, daging kelinci mengandung lemak dan kolestrol jauh lebih rendah,
tetapi proteinnya lebih tinggi. Kandungan lemak kelinci hanya sebesar 8%,
sedangkan daging ayam 12%, daging sapi 24%, daging domba atau kambing
14%, dan daging babi 21%. Kadar kolestrol daging kelinci sekitar 164 mg/100 g,
220-250 mg/g daging. Kandungan protein daging kelinci mencapai 21%
sementara ternak lain hanya 17-20% (Masanto dan Agus, 2010).
Pakan kelinci pada umumnya berupa umbi-umbian dan sayur-mayur serta
tumbuhan lain. Kelinci merupakan hewan herbivora yang rakus. Hewan yang satu
ini tidak mengenal kata kenyang. Pasalnya, setiap makanan yang diberikan seperti
sayuran, rumput, umbi, biji-bijian, dan pelet pasti segera dilahapnya. Meskipun
demikian, tetap harus memberi makanan kelinci secara teratur sesuai pola
pemberian pakan. Pakan yang diberikan pun harus dipilih dan diperhitungkan agar
kelinci tidak mengalami gangguan pencernaan (Priyatna, 2011).
Kandang dalam peternakan kelinci memiliki peran penting dalam
melakukan budi daya kelinci secara baik dan benar, sehingga mendapatkan hasil
yang memuaskan. Kandang kelinci merupakan tempat berkembang biak kelinci.
Sementara itu, syarat kandang yang baik adalah suhu ideal 21 0C, sirkulasi udara
lancar, lama pencahayaan ideal 12 jam, serta melindungi ternak dari predator
(Ernawati, 2011).
Pencernaan Kelinci
Kelinci termasuk ternak herbivora yang tidak dapat mencerna serat kasar
secara baik, sehingga pakan kelinci hendaknya dipilih dari dedaunan atau hijauan
yang berserat halus. Pakan kelinci terdiri dari rumput atau hijauan, sayuran
termasuk biji-bijian dan konsentrat. Pakan hijauan yang diberikan seperti daun
kol, daun sawi, kangkung, lobak, caisim, daun turi, daun kacang tanah, kacang
panjang. Demikian pula rumput yang relatif lunak dan batangnya halus yaitu
rumput lapangan, rumput gajah. Sebelum diberikan harus dipotong-potong
dan pakan penguat meliputi dedak halus atau bekatul, jagung, ampas tahu,
kacang hijau, kacang tanah dan bungkil-bungkilan serta mineral dan garam.
Pakan penguat terutama diperuntukkan bagi ternak kelinci yang sedang
dalam fase pertumbuhan, bunting, menyusui dan pejantan pemacek
(Departemen Pertanian, 2011).
Kelinci termasuk jenis ternak pseudo-ruminant, yaitu herbivora yang tidak
dapat mencerna serat kasar dengan baik. Kelinci memfermentasi pakan di usus
belakangnya. Fermentasi hanya terjadi di caecum (bagian pertama usus besar),
yang kurang lebih merupakan 50% dari seluruh kapasitas saluran pencernaannya.
Sekitar umur tiga minggu kelinci mulai mencerna kembali kotoran lunaknya,
langsung dari anus (proses ini disebut caecotrophy) tanpa pengunyahaan. Kotoran
ini terdiri atas konsentrat bakteri yang dibungkus oleh mukus. Walaupun memiliki
caecum yang besar, kelinci ternyata tidak mampu mencerna bahan-bahan organik
dan serat kasar dari hijauan sebanyak yang dapat dicerna oleh ternak ruminansia
murni. Daya cerna mengonsumsi hijauan daun mungkin hanya 10%
(Sarwono, 2007).
Asam-asam lemak terbang (VFA=Volatile Fatty Acids) hasil fermentasi
oleh mikroba dalam caecum diperkirakan menyumbang 30% dari kebutuhan
energi untuk pemeliharaan tubuh. Selanjutnya, kelinci mampu mencerna protein
pada tingkat lebih tinggi daripada herbivora lain. Hal ini mungkin berhubungan
dengan sifat-sifat caecotrophy (memakan kotoran sendiri) yang dimiliki oleh
kelinci. Kemampuan kelinci mencerna serat kasar (ADF= Acid Detergent Fiber)
dan lemak semakin bertambah setelah kelinci berumur 5-12 minggu. Pencegahan
pertumbuhan dan penurunan kemampuan daya cerna protein dari 77% menjadi
60%. Pembuangan caecum melalui pembelahan menghasilkan pembesaran colon
(usus besar). Ternyata kelinci tanpa caecum tidak melakukan caecotrophy.
Komposisi kotoron lunak yang dikeluarkan sangat berbeda dari kotoran keras
yang dikeluarkan. Kotoran lunak tetapi tinggi dalam protein (28,5%) kalau
dibandingkan dengan kotoran keras yang mengandung 53% bahan kering dan
9,2% protein. Kotoran lunak juga mengandung banyak vitamin B (Parker, 1976).
Menurut Kautson et al., (1977), populasi mikroba yang terdapat dalam
caecum sangat aktif dalam memanfaatkan nitrogen dari urea darah yang
memasuki caecum. Protein mikroba ini banyak menyumbang tingginya kadar
protein dalam kotoran lunak.
Belum ada alasan yang pasti mengapa kelinci memiliki kemampuan
rendah untuk mencerna serat kasar. Salah satu penyebabnya kemungkinan
berhubungan dengan waktu transit bahan-bahan berserat dalam saluran
pencernaan yang relatif cepat. Hal ini berbeda dengan proses pencernaan pada
ternak ruminansia. Pada ternak ruminansia serat kasar hijaun justru
memperpanjang waktu penahanan pakan dalam saluran pencernaan. Penahanan
tersebut tidak terjadi pada kelinci karena kelinci tidak memiliki rumen
(Masanto dan Agus, 2011).
Pakan Kelinci
Pakan bagi ternak sangat besar peranannya. Pemberian pakan yang
seimbang diharapkan dapat memberikan produksi yang tinggi. Pakan yang
protein, karbohidrat, mineral, vitamin, digemari ternak dan mudah dicerna
(Anggorodi, 1990).
Faktor makanan merupakan salah satu faktor utama dalam mengendalikan
ternak kelinci. Oleh karena itu berhasilnya usaha ternak kelinci juga sangat
tergantung pada perhatian peternak pada penyajian mutu makanan beserta
volumenya. Makanan harus mencukupi jumlah zat gizi yang dibutuhkan kelinci
sesuai fase pertumbuhannya. Ada pun zat-zat yang harus dipenuhi adalah vitamin,
mineral, hidrat arang, protein, lemak dan air (AAK, 1983)
Menurut Komposisi Pakan Kelinci Komplit Bervitamin. Kandungan
zat makanan atau nutrisi yang dibutuhkan adalah:
Tabel 2. Kandungan zat makanan atau nutrisi kelinci.
Sumber : (Ernawati, 2011).
Energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kelinci 2500-2900 kkal
(AAK, 1980). Untuk peningkatan bobot kelinci pedaging dapat sesuai dengan
yang diinginkan, pemberian pakan harus diatur agar seimbang pakan hijauan dan
konsentrat. Biasanya, pada peternakn kelinci intensif, hijauan diberikan sebanyak
60-80%, sedangkan konsentrat sebanyak 20-40% dari total jumlah pakan yang
diberikan (Priyatna, 2011).
Di daerah tropis, penyedian bahan pakan ternak dalam jumlah dan kualitas
yang cukup pada sepanjang tahun tidak memungkinkan apabila tidak diatasi
dengan sistem pengaturan penyimpanan atau pengawetan hijauan. Saat ini upaya
untuk mengatasi kekurangan penyedian pakan ternak berupa hijauan oleh ternak
masih dalam jumlah yang terbatas. Adanya kekurangan persediaan pakan ternak
akan mengakibatkan kerugian bagi para peternak pada setiap musim atau setiap
tahunnya. Hal ini dapat membuktikan diakhir musim kemarau, pada umumnya
ternak menjadi kurus karena kekurangan pakan. Selama musim kemarau daya
cerna hijauan menjadi berkurang hai ini disebabkan oleh proses hilangnya energi,
mineral, dan protein pada saat tanaman berespirasi yang sulit diganti akibat
kekurangan air. Berkurangnya daya cerna pakan tentu saja akan mengurangi
jumlah pakan yang dimakan. Sebab volume dan nilai makanan tanaman berada
dibawah nilai kebutuhan pokok, akibatnya pertumbuhan ternak menjadi lambat
dan pada ternak dewasa kehilangan bobot badan, sehingga pemotongan ternak
tertunda, kemampuan perkembangbiakan menjadi mundur dikarenakan fertilitas
menurun, yang berarti penurunan produksi dan persentase karkas menjadi sangat
rendah (AAK, 1983).
Dilihat dari sumbernya ada 2 macam protein yang biasa dikomsumsi.
Pertama, protein nabati yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Kedua, protein
hewani yang berasal dari hewan ternak dan hasil perikanan. Dari sudut pandang
gizi dan ekonomi, 2 macam protein tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Protein nabati harganya lebih murah, namun asam amino esensial
yang dikandung kurang lengkap sementara protein hewani relatif mahal,
kandungan asam amino esensialnya lebih lengkap. Dengan demikian jika dilihat
dari kualitasnya, protein hewani lebih bermutu dibandingkan dengan protein
nabati, tetapi harganya mahal. Sedangkan protein nabati harganya murah tapi
Kelinci sangat memerlukan sayuran untuk mempermudah pencernaan dan
mengurangi kadar serat berlebih. Berikan 3-7 lembar per hari sayuran layu pada
siang hari sebagai makanan siang. Sayuran yang baik adalah soisin atau caisim
(sayuran untuk mi ayam) dan wortel. Sementara untuk kangkung dan kubis,
usahakan tidak diberikan karena kadar airnya berlebihan dan mengkibatkan air
kencing berbau pesing (Ernawati, 2011).
Kulit Ubi Kayu
Kulit ubi kayu yang diperoleh dari produk tanaman ubi kayu merupakan
limbah industri pembuatan tepung tapioka dan produk lain dengan menggunakan
bahan dasar umbi ubi kayu. Pada umumnya dalam proses industri tersebut kulit
ubi kayu ini dibuang sebagai limbah. Dimana semakin luas areal tanaman ubi
kayu diharapkan produksi umbi ubi kayu semakin tinggi sehingga semakin tinggi
pula limbah kulit ubi kayu. Setiap kilogram ubi kayu dapat menghasilkan 15 – 20
% kulit ubi kayu (Nurhayani dkk, 2000).
Kulit ubi yang segar bisa digunakan untuk makanan binatang ternak tetapi
tidak boleh terlalu banyak karena kulit ubi kayu mengandung sianida. Ubi kayu
segar memiliki kandungan protein yang sedikit maka perlu peningkatan
kandungan nutrisinya sehingga sesuai untuk makanan ternak (Rukmana, 1997).
Salah satu sumber daya lokal potensial yang belum dimanfaatkan sebagai
bahan pakan ternak dan tidak bersaing dengan manusia yaitu limbah kulit ubi
kayu yang merupakan limbah dari mata rantai proses produksi pembuatan produk
yang berbahan dasar ubi kayu. Limbah tersebut sebaiknya dalam keadaan kering
(dijemur) atau ditumbuk dijadikan tepung tetapi salah satu faktor penghambat
yang merupakan faktor anti nutrisi. Kandungan HCN yang ada pada ubi kayu
tergantung pada musim. Curah hujan yang rendah akan meningkatkan kandungan
HCN pada ubi kayu. Zat anti nutrisi tersebut dapat dihilangkan dengan
pengolahan bahan yang benar. Pengolahan bahan pakan dapat dilakukan secara
mekanis atau fisik, kimia, biologis atau kombinasi dari ketiga pengolahan
tersebut. Pengolahan secara fisik pada kulit ubi kayu dapat menghilangkan
kandungan HCN sehingga dapat digunakan sebagai pakan ternak (Suyatno, 2011).
Limbah ubi kayu termasuk salah satu bahan pakan ternak yang
mempunyai energi (Total Digestible Nutrient = TDN) tinggi dan kandungan
nutrisi dalam jumlah memadai. Protein dalam ubi kayu juga mengandung berbagai
macam asam amino seperti leusin, isoleusin, lysin dan beberapa asam amino
lainnya. Asam amino tersebut juga masih terkandung dalam kulit ubi kayu
karena dalam pengelupasan kulit ubi kayu masih tertinggal isi dari ubi kayu
(Suyatno, 2011).
Pengolahan ubi kayu untuk menghilangan HCN pada umumnya dilakukan
secara fisik. Kadar HCN yang merupakan faktor anti nutrisi pada kulit ubi kayu
dapat dilakukan penekanan dengan berbagai cara dan dengan tingkat penekanan
HCN yang berbeda-beda sesuai dengan perlakuan. Perlakuan fisik pada ubi kayu
dapat dilakukan dengan empat cara yaitu :
1. Kulit ubi kayu dicuci
2. Kulit ubi kayu dikukus (suhu 1000C)
3. Kulit ubi kayu dikeringkan dalam oven dengan suhu 1000C selama 12 jam.
Keempat metode tersebut menghasilkan penekanan yang berbeda terhadap
kandungan HCN dalam kulit ubi kayu yang telah diproses. Hasil dari kempat
perlakuan tersebut adalah :
Tabel 3. Rata-rata Nilai HCN Kulit ubi kayu dengan berbagai perlakuan
Parameter Perlakuan (mg/100g)
Kadar HCN Pencucian Pengukusan (1000C)
Peningkatan jumlah protein pada variabel perbedaan penambahan sumber
vitamin pada waktu yang optimal fementasi kulit ubi kayu (5 hari) yaitu pada B1
jumlah protein 4.03 %, B6 jumlah protein 4.38 %, B12 jumlah protein 4.20 %, B
Complek jumlah protein 4.81 % dan sedangkan pada peningkatan protein pada
variabel perbedaan penambahan jenis sumber nitrogen pada waktu yang optimal
fementasi kulit ubi kayu (5 hari) yaitu pada urea jumlah protein 9.63 %, dedak
jumlah protein 4.46 %, NH4NO3 jumlah protein 8.49 %, (NH4)2SO4 jumlah
protein 10.5 %, (NH4)2HPO4 jumlah protein 10.41 %. Pada variabel penambahan
jenis vitamin yang paling optimal adalah B complek sedangkan pada jenis sumber
nitrogen yang paling optimal adalah (NH4)2SO4 dan diikuti dengan
(NH4)2HPO4 (Renilail, 2011).
Fermentasi Menggunakan Mikroorganisme Lokal
Fermentasi adalah proses penguraian unsur-unsur organik kelompok
terutama karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui reaksi enzim yang
”protein enrichment” yang berarti proses pengkayaan protein bahan dengan
menggunakan mikroorganisme tertentu (Sarwono, 1996).
Selama proses fermentasi, terjadi bermacam-macam perubahan komposisi
kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma serta
perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan
penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan akibat aktivitas dan
perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi
pemecahan substrat oleh enzim – enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat
dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama
proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga
dihasilkan protein ekstraselluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga
terjadi peningkatan kadar protein (Sembiring, 2006).
Inokulan Cair
Inokulan cair adalah suatu wadah untuk membiakkan mikroorganisme
yang akan mampu mendegradasi sampah organik. Mikroorganisme dasar adalah
Saccharomyces sp yang berasal dari ragi tape, Rhizopus sp dari ragi tempe dan
Lactobacillus sp dari yoghurt. Mikroorganisme ini mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut:
a. Sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces sp akan
menghasilkan enzim amylase yang berperan dalam mengubah
karbohidarat menjadi volatile fatty acids dan keto acids yang kemudian
akan menjadi asam amino.
b. Sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus sp akan mengeluarkan
polipeptida-polipeptida, lalu menjadi peptide sederhana, dan akhirnya menjadi asam
amino bebas, CO2 dan air.
c. Sifat lipolitik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus sp akan menghasilkan
enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak
(Ginting, 2010).
Saccharomyces sp merupakan genus khamir atau ragi yang memiliki
kemampuan mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2. Saccharomyces sp
merupakan mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil, termasuk termasuk
kelompok Eumycetes. Tumbuh baik pada suhu 30oCdan pH 4,8. Beberapa
kelebihan saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat
berkembang biak, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap
suhu yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat mengadakan adaptasi
(Wikipedia, 2012).
Rhizopus sp yaitu koloni berwarna putih berangsur-angsur menjadi
abu-abu; stolon halus atau sedikit kasar dan tidak berwarna hingga kuning kecoklatan;
sporangiofora tumbuh dari stolon dan mengarah ke udara, baik tunggal atau dalam
kelompok (hingga 5 sporangiofora); rhizoid tumbuh berlawanan dan terletak pada
posisi yang sama dengan sporangiofora; sporangia globus atau sub globus dengan
dinding berspinulosa (duri-duri pendek), yang berwarna coklat gelap sampai
hitam bila telah masak; kolumela oval hingga bulat, dengan dinding halus atau
sedikit kasar; spora bulat, oval atau berbentuk elips atau silinder; suhu optimal
untuk pertumbuhan 35 0C, minimal 5-7 0C dan maksimal 44 0C. Berdasarkan
asam laktat yang dihasilkan Rhizopus oryzae termasuk mikroba heterofermentatif
Jamur Rhizopus oryzae merupakan jamur yang sering digunakan dalam
pembuatan tempe (Soetrisno, 1996). Jamur Rhizopus oryzae aman dikonsumsi
karena tidak menghasilkan toksin dan mampu menghasilkan asam laktat
(Purwoko dan Pamudyanti, 2004). Jamur Rhizopus oryzae mempunyai
kemampuan mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida dan asam amino
(Septiani, 2004). Selain itu jamur Rhizopus oryzae mampu menghasilkan protease
(Margiono, 1992). Menurut Sorenson dan Hesseltine (1986), Rhizopus sp tumbuh
baik pada kisaran pH 3,4-6. Pada penelitian semakin lama waktu fermentasi, pH
tempe semakin meningkat sampai pH 8,4, sehingga jamur semakin menurun
karena pH tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara umum jamur
juga membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur lebih
sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air yang kurang sesuai
untuk pertumbuhan jamur, jumlah nutrien dalam bahan, juga dibutuhkan oleh
jamur.
Lactobacillus adalah genus bakteri gram-positif, anaerobik fakultatif atau
mikroaerofilik. Genus bakteri ini membentuk sebagian besar dari kelompok
bakteri asam laktat, dinamakan demikian karena kebanyakan anggotanya dapat
mengubah laktosa dan gula lainnya menjadi asam laktat. Kebanyakan dari bakteri
ini umum dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Dalam manusia, bakteri ini dapat
ditemukan di dalam vagina dan sistem pencernaan, dimana mereka bersimbiosis
dan merupakan sebagian kecil dari flora usus. Banyak spesies dari Lactobacillus
memiliki kemampuan membusukkan materi tanaman yang sangat baik. Produksi
pertumbuhan beberapa bakteri merugikan. Beberapa anggota genus ini telah
memiliki genom sendiri.
Teknologi pengolahan Pakan Berbentuk Pelet
Berbagai teknik pembuatan pakan digunakan dalam penyiapan bahan
makanan ternak. Perlakuan terhadap bahan pakan dapat secara nyata mengubah
nilai gizi dari bahan-bahan tersebut. Panas akan merubah beberapa kandungan gizi
atau sebaliknya, beberapa zat gizi yang lain menjadi naik nilai kegunaannya.
Pembentukan pelet dapat meningkatkan konsumsi sedangkan penggilingan dapat
mempengaruhi daya cerna dari protein dan karbohidrat. Sangatlah penting bagi
pemberi makan untuk berhati-hati terhadap bahan pakan yang mengalami
perlakuan baik untuk pengawetan, pemurnian, pengkonsentrasian atau untuk
menaikkan nilai gizinya. Jadi, diperlukan penjelasan-penjelasan dari hasil bahan
pakan, metode pembuatan, seperti: pengawetan, pemisahan, pengurangan ukuran
dan perlakuan-perlakuan panas (Hartadi, 2005).
Untuk membuat pakan bentuk crumble atau pellet dari pakan bentuk
tepung maka harus dilakukan proses lebih lanjut. Selain itu juga perlu dilakukan
pengujian kepadatan atau kerekatannya jika mau dibuat pakan bentuk pelet.
Caranya, ambil pakan yang berbentuk secukupnya lalu dijemur. Setelah kering,
kalau pellet yang dihasilkan keras dan tidak mudah pecah berarti baik. Namun
jika pellet kurang keras dan mudah pecah maka dapat diberikan tambahan perekat
sintesis (white pellard) atau tepung tapioka. Penambahan bahan tersebut bertujuan
Pertumbuhan Ternak Kelinci
Konsumsi
Konsumsi adalah kemampuan untuk menhabiskan sejumlah ransum yang
diberikan. Konsumsi ransum dapat dihitung dengan pengurangan jumlah ransum
yang diberikan dengan sisa dan hamburan. Konsumsi ransum dipengaruhi oleh
kesehatan ternak, palatabilitas, mutu ransum dan tata cara pemberian
(Anggorodi, 1995).
Pemenuhan pakan kelinci dihitung berdasarkan konsumsi bahan kering
(Herman, 2000). Kebutuhan bahan kering menurut NRC (1977) yaitu untuk hidup
pokok 3-4% dari bobot badan dan untuk pertumbuhan normal 5-8% dari bobot
badan.
Perbedaan konsumsi ransum dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:
bobot badan, umur dan kondisi yaitu normal atau sakit, stress yang diakibatkan
lingkungan dan tingkat kecernaan ransum (Parakkasi, 1983). Faktor makanan
yang mempengaruhi pertumbuhan adalah kandungan zat makanan serta daya
cerna bahan makanan tersebut (Sihombing, 1997).
Konsumsi ransum dipengaruhi beberapa faktor diantaranya adalah
palatabilitas ransum, bentuk fisik ransum, bobot badan, jenis kelamin, temperatur
lingkungan, keseimbangan hormonal dan fase pertumbuhan (Piliang, 2000).
Dari penelitian Aritonang (2004) yang menggunakan objek kelinci anakan
jenis rex diberi ransum dengan beberapa level kandungan protein dan energi
biovet diperoleh konsumsi ransum antar perlakuan berkisar antara 202,96
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan harian kelinci dipengaruhi oleh perlakuan
pakan. Menurut Tilman et al. (1998), faktor pakan sangat menentukan
pertumbuhan, bila kualitasnya baik dan diberikan dalam jumlah yang cukup, maka
pertumbuhannya akan makin cepat.
Bobot badan dapat menentukan penampilan ternak tersebut serta
keturunannya, bobot badan dapat bervariasi karena dipengaruhi oleh bangsa,
umur, genetik, pakan, suhu, lingkungan dan sebagainya (Ensminger, 1991).
Menurut Thalib et al., (2001) pertambahan bobot tubuh ternak sangat dipengaruhi
oleh kualitas dan kuantitas pakan, maksudnya penilaian pertambahan bobot tubuh
ternak sebanding dengan ransum yang dikonsumsi.
Sanforrd dan Woodgate (1981) menjelaskan bahwa apabila proporsi serat
kasar dalam ransum naik, maka daya cerna zat gizi pakan secara total turun.
Menurut Cheeke (1987) bahwa kelinci memerlukan serat di dalam pakannya,
bukan karena nilai gizinya, tetapi untuk mencegah enteritis. Pertambahan bobot
badan sesuai umur dapat dilihat pada tabel
Tabel 4. Pertambahan bobot kelinci
No. Umur Bobot badan (g) Pertambahan bobot
badan / hari (g)
1. Lahir 3 minggu 45,4-362,2 15,1
2. 3-8 minggu 362,2-1816,0 41,5
3. 8-14 minggu 1816,0-3268,8 33,2
4. 14 minggu-5 bulan 3268,8-4068,0 16,5 Sumber: Reksohadiprojo (1984)
Konversi Ransum
Konversi ransum adalah jumlah ransum yang habis dikonsumsi ternak
tertentu). Semakin baik mutu ransum, semakin kecil pula konversi pakannya
(Rasyaf, 1997).
Konversi ransum tergantung kepada : (1) kemampuan ternak untuk
mencerna zat makanan, (2) kebutuhan ternak akan energi dan protein untuk
pertumbuhan, hidup pokok dan fungsi tubuh lainnya, (3) jumlah makanan yang
hilang melalui metabolisme dan kerja yang tidak produktif dan (4) tipe makanan
yang dikonsumsi, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi konversi ransum
adalah genetik, umur, berat badan, tingkat konsumsi makanan, pertambahan bobot
badan perhari, palatabilitas dan hormon (Campbell dan Lasley, 1985).
Angka konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan
ransum, yaitu angka konversi ransum semakin besar maka penggunaan ransum
kurang ekonomis. Angka konversi ransum dipengaruhi oleh factor lingkungan
(Lestari, 1992). Konversi ransum merupakan satuan ukuran yang dapat
memperlihatkan sampai sejauh mana efisiensi usaha ternak dapat menemukan
besar kecilnya keuntungan yang diterima peternak (Rasyaf, 1989).