BAB III
PERANAN KEPOLISIAN
DALAM MENANGANI PELAKU TINDAK PIDANA NARKOBA SUNTIK (IDU’s)
A. Tinjauan Satuan Narkoba di Polresta Meda.
Adalah unsur pelaksana utama Polres yang bertugas membina dan
menyelengggarakan fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana Narkoba
termasuk penyuluhan dan pembinaan dalam rangka P4GN (Pencegahan
Pemberantasan Penyalahgunaan Peredaran Gelap Narkoba).
Satuan Narkoba dipimpin oleh seorang Kepala Satuan (Kasat) yang mempunyai
Tugas Pokok dan Fungsi :50
• Memimpin, mengendalikan dan melakukan pengawasan terhadap
penanganan kasus-kasus tindak pidana Narkoba di lingkungan Polres dan
sekitarnya.
• Melakukan pembinaan sumber daya di lingkungan Sat Narkoba dalam
rangka efektifitas pelaksanaan tugas.
• Melaksanakan koordinasi baik ke luar maupun ke dalam di lingkungan Sat
Narkoba dalam rangka efektifitas pelaksanaan tugas.
• Sat Narkoba dipimpin oleh Kasat Narkoba bertanggung jawab kepada
Kapolres.
50
Pelayanan Cepat (Quick Wins) merupakan Pelayanan kepada Pihak yang sedang
memperjuangkan keadilan melalui pemberian SP2HP (Surat Pemberitahuan
Perkembangan Hasil Penyidikan) :
• Pemberian SP2HP kepada pihak yang sedang memperjuangkan keadilan
menjadi tanggung jawab Kasat Narkoba selaku pengemban program
Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana.
• Pemberian SP2HP diberikan setiap tahapan :
Tahap Penerimaan / Penilaian Laporan, SP2HP diberikan kepada pelapor paling
lambat 3 hari setelah diterimanya laporan, dalam bentuk surat maupun
memanfaatkan IT (website), dalam SP2HP menjelaskan bahwa
laporan/pengaduan diterima dan akan ditindak lanjuti dengan penyelidikan dan
menyebutkan identitas penyidik / penyelidik serta mencantumkan no. HP / telepon
yang dapat dihubungi setiap saat diperlukan. Pada akhir kalimat dibuat catatan
membuat Motto Polri : KAMI SIAP MELAYANI ANDA DENGAN CEPAT,
TEPAT, TRANSPARAN, AKUNTABEL DAN TANPA IMBALAN.
A. Tahap Penyelidikan
• Untuk kasus ringan dan mudah dengan waktu penyelidikan 14 hari,
pengirimana SP2HP paling lambat pada hari terakhir pelaksanaan
penyelidikan (hari ke 14).
• Untuk kasus sulit denganwaktu penyelidikan 30 hari, pengiriman SP2HP
B. Tahap Penyidikan
1. Tahap Penindakan dan Pemeriksaan.
• Kasus Ringan (30 hari), SP2HP dikirim kepada pelapor pada hari ke 15
dan hari ke 30.
• Kasus Mudah (60 hari), SP2HP dikirim kepada pelapor pada hari ke 15
dan ke 30, ke 45 dan ke 60.
• Kasus Sulit (90 hari), SP2HP dikirim kepada pelapor pada hari ke 15 dan
30, ke 45 dan 60, ke 75 dan 90.
• Kasus Sangat Sulit (120 hari), SP2HP dikirim kepada pelapor pada hari ke
20 dan ke 40, ke 60 dan ke 80, ke 100 dan ke 120.
2. Tahap Penyelesaian dan Penyerahan Berkas Perkara, SP2HP diberikan
kepada Pelapor pada :
• Pelimpahan perkara Tahap I.
• Apabila ada P.19.
• Saat Pelimpahan kembali Berkas Perkara ke Jaksa Penuntut Umum.
• Pelimpahan Tahap II (Tersangka dan Barang Bukti).
3. SP2HP kedua, ketiga dan seterusnya berisi perkembangan Penyidikan,
isinya tidak sama dengan SP2HP sebelumnya, ada perkembangan hasil
4. Untuk Penandatanganan SP2HP ditandatangani oleh Kasat, Wakasat,
tembusan Kapolres / Wakapolres.
Kemandirian Polri diawali sejak terpisahnya dari ABRI tanggal 1 April
1999 sebagai bagian dari proses reformasi haruslah dipandang dan disikapi secara
arif sebagai tahapan untuk mewujudkan Polri sebagai abdi negara yang
profesional dan dekat dengan masyarakat, menuju perubahan tata kehidupan
nasional kearah masyarakat madani yang demokratis, aman, tertib, adil dan
sejahtera. Kemandirian Polri dimaksud bukanlah untuk menjadikan institusi yang
tertutup dan berjalan serta bekerja sendiri, namun tetap dalam kerangkan ketata
negaraan dan pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia yang utuh
termasuk dalam mengantisipasi otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang
No.22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-undang No.25 tahun
1999 tentang Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
Pengembangan kemampuan dan kekuatan serta penggunaan kekuatan Polri
dikelola sedemikian rupa agar dapat mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Polri sebagai pengemban fungsi keamanan dalam negeri. Tugas dan
tanggung jawab tersebut adalah memberikan rasa aman kepada negara,
masyarakat, harta benda dari tindakan kriminalitas dan bencana alam. Upaya
melaksanakan kemandirian Polri dengan mengadakan perubahan-perubahan
melalui tiga aspek yaitu:51
51
1. Aspek Struktural: Mencakup perubahan kelembagaan Kepolisian dalam
Ketata negaraan, organisasi, susunan dan kedudukan.
2. Aspek Instrumental: Mencakup filosofi (Visi, Misi dan tujuan), Doktrin,
kewenangan,kompetensi, kemampuan fungsi dan Iptek.
3. Aspek kultural: Adalah muara dari perubahan aspek struktural dan
instrumental, karena semua harus terwujud dalam bentuk kualitas
pelayanan Polri kepada masyarakat, perubahan meliputi perubahan
manajerial, sistem rekrutmen, sistem pendidikan, sistem material fasilitas
dan jasa, sistem anggaran, sistem operasional.
Berkenaan dengan uraian tugas tersebut, maka Polri akan terus melakukan
perubahan dan penataan baik di bidang pembinaan mau pun operasional serta
pembangunan kekuatan sejalan dengan upaya Reformasi.
Tugas Pokok Satuan Narkoba berdasarkan KEPUTUSAN KEPALA
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : KEP / 7 / I /
2005 :
• Sat Narkoba adalah unsur pelaksanaan utama pada Polres Tipe “A1”, “A2”
dan “B1”, yang merupakan pemekaran dari Sat Reskrim dan berada di
bawah Kapolres.
• Sat Narkoba bertugas menyelenggarakan / membina fungsi penyelidikan
dan penyidikan tindak pidana Narkoba & obat berbahaya (Narkoba),
termasuk penyuluhan & pembinaan dalam rangka pencegahan dan
• Sat Narkoba dipimpin oleh Kepala Sat Narkoba, disingkat Kasat Narkoba,
yang bertanggung jawab kepada Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas
sehari-hari di bawah kendali wakapolres.
Sat Narkoba terdiri dari Urusan Administrasi dan Ketatausahaan serta
sejumlah unit. Sebagai lembaga yang dikedepankan dalam menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat, Polri harus mampu beradaptasi dengan
setiap perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Di tengah dinamika yang begitu pesat, Polri
menghadapi tantangan yang semakin berat dan komplek yang pada akhirnya
memperluas bidang tugas Polri. Dalam menghadapi perubahan yang cepat
tersebut Polri harus memiliki pandangan jauh ke depan sebagai pedoman yang
mampu menjawab, membimbing dan memberikan arah kebijakan strategi dalam
mengantisipasi intensitas permasalahan yang dihadapi.
Kasat Narkoba bertugas membina Fungsi dan menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi
dalam rangka penegakan hukum. Dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya
Kasat Narkoba dibantu oleh Kanit dan Kasubnit. Kasat Narkoba Polresta Medan
bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Kapolresta Medan dan
dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dibawah kendali Waka Polresta Medan. Saat
ini satuan Narkoba Polresta memiliki jumlah personil ...orang. Jumlah ini masih
harus mendapatkan pelayanan. Dalam melaksanakan tugasnya Sat Narkoba
menyelenggarakan Fungsi:
1. Mengelola sumber daya yang tersedia secara optimal serta meningkatkan
kemampuan dan daya gunanya.
2. Mengelola ketertiban administrasi keuangan / perbendaharaan baik yang
diadakan melalui program APBN maupun bantuan dari Pemda /
masyarakat serta menggunakannya seoptimal mungkin bagi keberhasilan
pelaksanaan tugas.
3. Menjabarkan dan menindak lanjuti setiap kebijakan Pimpinan.
4. Dalam melaksanakan tugasnya wajib menerapkan prinsip koordinasi,
integrasi dan sinkronisasi baik dalam lingkungan satuan organisasi
Polresta Medan maupun dalam hubungannya dengan Instansi Pemerintah
dan lembaga lainnya.
5. Membina dan menyelenggarakan fungsi penyelidikan/penyidikan tindak
pidana, termasuk fungsi identifikasi dan fungsi laboratorium forensik
lapangan dalam rangka penegakan hukum serta kegiatan-kegiatan lain
yang menjadi tugas Sat Narkoba dalam lingkungan Polresta Medan.
6. Menyelenggarakan kegiatan penyelidikan/penyidikan tindak pidana umum
dan tertentu, dengan memberikan pelayanan/perlindungan khusus kepada
korban/ pelaku remaja, anak-anak dan wanita, dalam rangka penegakan
hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
7. Menyelenggarakan penyuluhan ke instansi pemerintahan, sekolah dan
B. Jenis-Jenis Kegiatan yang dilakukan Satuan Narkoba Polresta Medan
Beberapa waktu belakangan ini di seluruh sudut kota bahkan sampai
pelosok daerah terpampang spanduk anti Narkoba (Narkoba dan obat-obat adaktif
lain) sebagai bentuk keprihatinan masyarakat atas peredaran Narkoba yang sudah
meraja lela sampai-sampai tidak mengenal umur sasarannya. Tidak hanya
memasang spanduk, masyarakat pun aktif mengikuti pelatihan hukum, maupun
kegiatan-kegiatan dalam rangka gerakan anti Narkoba. Sehingga tidak sedikit
peristiwa penangkapan atas pelaku peredaran Narkoba oleh aparat
keamanan,informasinya bersumber dari masyarakat sendiri. Bahkan tidak jarang
masyarakat pun melakukan tindakan main hakim sendiri dengan menangkap atau
mengadili sendiri orang-orang yang diduga kuat sebagai pengedar Narkoba.
Berdasarkan hasil penelitian Dadang Hawari tahun 1990, didapatkan
bahwa remaja (berusia 13-17 tahun) merupakan pemakai (penyalahgunaan )
Narkoba terbesar (97 %) di Indonesia. Sementara Purwoko menyatakan bahwa
sebagian besar korban penyalahgunaan Narkoba berusia 15–25 tahun. Sementara
perkembangan kasus penyalahgunaan Narkoba dari tahun ke tahun terus
meningkat. Berdasarkan data Mabes Polri per September 2003 terungkap bahwa
pada akhir 2000 terdapat 3478 kasus Narkoba. Di akhir September 2003 angka itu
meningkat signifikan menjadi 3729 kasus. Sedangkan Dadang Hawari
menyatakan bahwa jumlah pasien NAZA yang ada di masyarakat sebanyak 10
kali dari angka resmi yang tercatat.52
52
Menyimak gejala yang dikemukakan di atas, banyak elemen masyarakat
yang berupaya mengadakan kegiatan dalam rangka penanggulangan Narkoba.
Ironisnya berdasarkan hasil temuan Tim Pokja Depdiknas 2002, sekitar 70 pasien
dari 4 juta pecandu Narkoba tercata sebagai anak usia sekolah yang berumur 14–
20 tahun. Semua ini terjadi akibat publikasi dampak penyalahgunaan Narkoba
yang tidak tepat. Kesalahan tersebut terjadi pada proses edukasi kompanye
Narkoba seperti pada acara seminar maupun diskusi, pemberian materi di kelas
dan sasaran usia anak didik yang tidak tepat justru memicu anak sekolah untuk
mencoba barang haram tersebut. Selain itu menghadirkan selebritis mantan
pengguna Narkoba pada acara-acara seminar membuka peluang meningkatnya
pengguna Narkoba karena sesuai dengan karakteristik remaja yang suka meniru.53
1). Kegiatan Pre-emtif
Dalam rangka melakukan upaya penegakkan hukum di wilayah Polresta
Medan,khusunya dalam hal penanggulangan penyalahgunaan Narkoba, Polresta
Medan (Satuan Narkoba) melakukan berbagai kegiatan :
Pre-emtif pencegahan yang dilakukan secara dini melalui
kegiatan-kegiatan edukatif dengan sasaran mempengaruhi faktor-faktor penyebab,
pendorong dan faktor peluang yang biasa disebut sebagai Faktor Korelatif
Kriminogen (FKK) dari terjadinya pengguna untuk menciptakan sesuatu
kesadaran dan kewaspadaan serta daya tangkap guna terbinanya kondisi
perilaku dan norma hidup bebas dari penyalahgunaan Narkoba,
psykotropika maupun mengkonsumsi minuman keras. Bahwa kegiatatan
53
ini pada dasarnya merupakan pembinaan pengembangan lingkungan serta
pengembangan sarana dan kegiatan positif. Lingkungan keluarga sangat
besar peranannya dalam mengantisipasi segala perbuatan yang dapat
merusak kondisi keluarga yang telah terbina dengan serasi dan harmonis.
Sekolah juga merupakan lingkungan yang sangat besar
pengaruhnya bagi perkembangan kepribadian remaja, baik untuk
pengembangan ilmu pengetahuan maupun pengaruh negatif dari sesama
pelajar, oleh karena itu perlu terbina hubungan yang harmonis baik sesama
pelajar maupun antara pelajar dengan pengajar sehingga akan menghindari
bahkan menghilangkan peluang pengaruh negatif untuk dapat berkembang
di lingkungan pelajar. Mengembangkan pengetahuan kerohanian atau
keagamaan dan pada saat-saat tertentu dilakukan pengecekan terhadap
murid untuk mengetahui apakah diantara mereka telah menyalahgunakan
Narkoba, psykotropika maupun minuman-minuman keras.
2). Kegiatan Preventif
Bahwa pencegahan adalah lebih baik dari pada pemberantasan,
oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian Police
Hazard (PH) untuk mencegah suplay and demand agar tidak saling
interaksi, atau dengan kata lain mencegah terjadinya Ancaman Faktual
(AF). Bahwa upaya preventip bukan semata-mata dibebankan kepada
PoIri, namun juga melibatkan instansi terkait seperti Bea dan Cukai, Balai
peserta masyarakat, karena dalam usaha pencegahan pada hakekatnya
adalah :
a. Penanaman disiplin melalui pembinaan pribadi dan kelompok.
b. Pengendalian situasi, khususnya yang menyangkut aspek
budaya, ekonomi dan politik yang cenderung dapat merangsang
terjadinya penyalahgunaan Narkoba, psykotropika maupun
minuman keras.
c. Pengawasan lingkungan untuk mengurangi atau meniadakan
kesempatan terjadinya penyalahgunaan Narkoba, psykotropika
dan obat-obatan berbahaya/minuman keras.
d. Pembinaan atau bimbingan dari partisipasi masyarakat secara
aktif untuk menghindari penyalahgunaan tersebut dengan
mengisi kegiatan-kegiatan yang positif.
Satuan Narkoba Polresta Medan dalam upaya mencegah penyalahgunaan
Narkoba, psykotropika dan minuman keras bersama-sama dengan instansi
terkait melakukan penyuluhan terhadap segala lapisan masyarakat baik
secara langsung, melalui media cetak maupun media elektronik.
Melakukan operasi kepolisian dengan cara patroli, razia di tempat-tempat
yang dianggap rawan terjadinya penyalahgunaan Narkoba, psykotropika
maupun obat-obatan berbahaya/minuman keras. Untuk melaksanakan
dengan melibatkan peran serta Toga, Tomas, Tenaga Pendidik, LSM,
Pokdar Kamtibmas ( Citra Bhayangkara)
3). Kegitan Represif .
Merupakan upaya penindakan dan penegakan hukum terhadap
ancaman factual dengan sangsi yang tegas dan konsisten sesuai dengan
Undang-Undang yang berlaku untuk membuat efek jera bagi para
pengguna dan pengedar Narkoba.
Bentuk - bentuk kegiatan yang dilakukan Polri dalam upaya
Represif tersebut adalah :
a. Menangkakap pelaku dan melimpahkan berkas perkaranya
sampai ke pengadilan.
b. Memutuskan jalur peredaran gelap Narkoba
c. Mengungkap jaringan sindikat pengedar
d. Melaksanakan Operasi Rutin Kewilayahan dan Ops Khusus
terpusat secara kontinyu. Fungsi yang dikedepankan adalah
fungsi Reserse.
Tujuan dari kegiatan ini adalah terwujudnya kepastian dan supremasi
hukum tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. Dengan
sasaran Memberantas dan mengungkap jaringan dan peredaran gelap
produsen dan pengedar serta pengguna Narkoba dan psikotropika. Terbagi
menjadi tiga jenis kegiatan yang saling terpadu:
a). Penyelidikan.
Memastikan perkara pidana atau bukan.
Mengumpulkan informasi dan penggalangan kepada
informan yang di lapangan.
Penggalangan kepada masyarakat untuk memperkaya
informasi tentang adanya kejahatan Narkoba dan obat-obatan
berbahaya.
b). Penyidikan.
Memeriksa orang atau barang yang dicurigai.
Mengajukan ke Labfor untuk uji kebenaran kepastian
barang yang dicurigai.
Melaksanakan pemberkasan.
Pengajuan berkas ke penuntut.
Penyempurnaan berkas perkara dan proses persidangan.
Penyelenggaraan manajemen tahanan.
c). Penegakkan Hukum.
Meningkatkan kerjasama dengan Instansi terkait.
Mengadakan razia si sekolah atau tempat yang dicurigai
Mengadakan razia di tempat tempat yang dicurigai untuk
transaksi Narkoba
4). Kegiatan Rehabilitasi
Treatment dan Rehabilitasi merupakan usaha untuk menolong,
merawat dan merehabilitasi korban penyalahgunaan Narkoba/obat
terlarang dalam lembaga tertentu, sehingga diharapkan para korban dapat
kembali ke dalam lingkungan masyarakat atau dapat bekerja dan belajar
serta hidup dengan layak. Dalam upaya penyembuhan dan pemulihan
kondisi para korban penyalahgunaan Narkoba/obat terlarang di Indonesia,
dewasa ini Polri bekerjasama dengan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan ataupun lembaga sosial masyarakat lainnya untuk melakukan
pemulihan terhadap para korban penyalahgunaan Narkoba.
Upaya yang dilakukan merehabilitas mereka yang sudah
memakai dan dalam proses penyembuhan, upaya ini dilakukan cukup lama
oleh lembaga khususnya seperti klinik rehabilitas dan kelompok
masyarakat yang dibentuk khusus (therapeutic community). Dalam
kegiatan ini satuan Narkoba Polresta Medan bekerjasama dengan
layanan/tempat rehabilitasi medis/sosial. Tahap ini dibagi menjadi dua
bagian yaitu fase stabilitasi yang berfungsi untuk mempersiapkan
pengguna kembali ke masyarakat, dan fase sosial dalam masyarakat agar
bermakna di masyarakat. Adapun tujuan terapi dan rehabilitasi ini
adalah:54
• Abstinensia atau menghentikan sama sekali penggunaan
NAPZA. Tujuan ini tergolong sangat ideal,namun banyak orang
tidak mampu atau mempunyai motivasi untuk mencapai tujuan
ini, terutama kalau ia baru menggunakan NAPZA pada fase-fase
awal. Pasien tersebut dapat ditolong dengan meminimasi
efek-efek yang langsung atau tidak langsung dari NAPZA. Sebagian
pasien memang telah abstinesia terhadap salah satu NAPZA
tetapi kemudian beralih untuk menggunakan jenis NAPZA yang
lain.
• Pengurangan frekuensi dan keparahan relaps Sasaran utamanya
adalah pencegahan relaps .Bila pasien pernah menggunakan satu
kali saja setelah “clean” maka ia disebut “slip”. Bila ia menyadari
kekeliruannya,dan ia memang telah dobekali ketrampilan untuk
mencegah pengulangan penggunaan kembali, pasien akan tetap
mencoba bertahan untuk selalu abstinensia. Pelatihan relapse
prevention programe, Program terapi kognitif, Opiate antagonist
maintenance therapy dengan naltreson merupakan beberapa
alternatif untuk mencegah relaps.
• Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi adaptasi sosial. Dalam
kelompok ini,abstinensia bukan merupakan sasaran utama.
54
Terapi rumatan (maintence) metadon merupakan pilihan untuk
mencapai sasaran terapi golongan ini.
Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah sebagai Proses penyembuhan
pelaku dari efek ketergantungan dan pengembalian sikap mental
perilaku pengguna untuk dapat menjalani kehidupan normal dan
diterima di masyarakat. Dengan sasaran para korban sebagai pelaku
atau pengguna baik yang menyadari dan melaporkan ingin
memperoleh kesembuhan dan yang tertangkap/ ditemukan dalam
proses hukum sehingga sembuh/sehat dan tidak mengulangi
perbuatan.55
1). Memberikan pengobatan kepada pelaku atau pengguna
Narkoba yang melaporkan atau pengguna/ korban yang selesai
menjalani hukuman untuk terapi penyembuhan. Kegiatan yang dilakukan berupa:
2). Memberikan pembinaan sikap mental dan rohani kepada pelaku
atau pengguna Narkoba.
3). Meningkatkan pemantauan terus menerus kegiatan sehari-hari
korban yang sudah sadar.
4). Mengirimkan pengguna atau eks pengguna Narkoba ke Panti
Rehabilitasi Sosial yang khusus menangani korban Narkoba .
55
C. Hambatan yang ditemui dalam menangani pelaku tindak Pidana Narkoba Suntik
Perkembangan teknologi informasi tidak dapat kita hindari, karena
berpengaruh terhadap situasi keamanan dan ketertiban masyarakat, dan itu
menjadi tantangan tugas yang tidaklah ringan bagi kepolisian sehingga perlu
didukung peran serta masyarakat dalam memberikan informasi dan didukung oleh
kemampuan dari sumber daya anggota polri dalam mengoptimalkan kemampuan
dibidang teknologi, dengan demikian teknologi dan sistem informasi menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dengan kepolisian bagi kepentingan operasional
maupun pembinaan.
Setiap kegiatan menghadapi sumber daya yang terbatas dan hasil yang
terbatas atas setiap hasil kerja kegiatan tersebut. Keterbatasan-keterbatasn ini
disebut “Kendala” (constraint). Teori Kendala mengakui bahwa kinerja/hasil kerja
setiap kegiatan dibatasi oleh kendala-kendalanya. Jika hendak memperbaiki
kinerjanya, suatu kegiatan harus mengidentifikasi kendala-kendalanya,
mengeksploitasi kendalanya dalam jangka pendek dan jangka panjang, kemudian
menemukan cara untuk mengatasinya.56
a). Faktor Internal.
Dalam pelaksanaan fungsi satuan Narkoba Polresta Medan dalam
menangani tindak pidana yang dilakukan oleh pengguna Narkoba suntik (IDUs),
juga ditemukan hambatan yang membuat pelaksanaan tugas fungsi Narkoba tidak
maksimal.yaitu:
56
Faktor-faktor yang membatasi/menghambat pencapaian kinerja yang
maksimal yang berasal dari dalam satuan Narkoba Polresta Medan,
yaitu:
Personil
Secara umum kualitas personil Polri masih sangat kurang,
khususnya dalam bidang penyelidikan dan penyidikan kasus
Narkoba. Ditambah lagi jumlah personil satuan Narkoba Polresta
Medan yang masih sangat kurang (…. Orang),dibandingkan
dengan jumlah yang dibutuhkan (…. Orang) sesuai dengan
proporsi perbandingan jumlah penduduk kota Medan. Kendala
lain sulitnya dilakukan pemberantasan narkoba khususnya di
Medan, karena aparat pemerintahan terlibat di dalamnya. Baik
PNS maupun oknum TNI/Polri banyak bermain dalam bisnis
barang haram ini. Keterlibatan PNS, oknum TNI/Polri bermain
dan menikmati barang haram ini, menjadi hambatan yang paling
berat dalam pemberantasan narkoba. Dan hal ini sangat dirasakan
di lapangan.Yang paling celaka adalah oknum polisi ikut
bermain, sebab seharusnya mereka harus menangkap, bukan
malah ikut bermain.
Keterbatasan dana/anggaran.
Kepolisian mengeluhkan minimnya anggaran yang diberikan
Indonesia. Dana yang digunakan sekarang ini, hanya bisa untuk
menuntaskan sekira 250 kasus per tahun.“Saat ini Polri
menyadari keterbatasan sarana dan prasarana serta anggaran
untuk pemberantasan narkoba. Setiap bulan rata-rata 650 kasus
narkotik yang ditangani. Tetapi anggaran yang disediakan hanya
untuk 250 kasus dalam setahun. tas keterbatasan anggaran
tersebut dirinya menjelaskan bahwa nantinya penanganan untuk
menyelesaiakan maraknya peredaran narkoba tidak akan
terselesaikan.57
Isu HIV dan AIDS
Hampir 75 persen penderita HIV/AIDs tertular dari jarum suntik
narkoba secara bergantian.58
Sehingga apabila ditemukan
pengguna narkoba suntik yang melakukan tindak pidan (bukan
masalah Narkoba), kemungkinan besar yang bersangkutan sudah
terinfeksi HIV. Hal ini yang kemudian dimanfaatkan oleh pelaku
tindak pidana (oleh pengguna narkoba suntik) untuk lepas dari
jerat hukum. Ditambah ketidak tahuan petugas pada informasi
HIV dan AIDS secara benar. Sehingga seringkali pelaku tindak
pidana (oleh pengguna narkoba suntik) dilepaskan oleh petugas
kepolisian, dengan alasan agar tidak tertular HIV dan tidak
b). Faktor Ekstenal
Faktor-faktor yang membatasi/menghambat pencapaian kinerja yang
maksimal yang berasal dari luar satuan Narkoba Polresta Medan, yaitu:
UU dan Peraturan yang Kontra Produktif.
Terkait dengan perumusan tindak pidana UU Narkoba dimana
delik Narkoba diberikan batasan yang terlalu luas. Misalnya
rumusan yang terdapat pada pasal 80 ayat (1),pasal 80 ayat
(3),pasal 82 dan pasal 88 UU Narkoba yang mana terdapat
alternatif hukuman tindak pidana, sehingga penafsirannya
menjadi luas. Sedangkan terkait perumusan ancaman hukuman
UU Narkoba masih menggunakan perumusan yang pasti atau
tidak pasti (defenite-indefenite), sehingga ancaman pidana terkait
penegakkan UU Narkoba menjadi tidak tegas. Kalaupun ada
susunan yang menggunakan sitem defenite, ancaman pidana juga
sangat besar sehingga menimbulkan kesulitan untuk
diberlakukannya ancaman pidana.59
Ada hambatan lain yang menyebabkan pemberantasan Narkoba
di Kota Medan sedikit terhambat. Hambatan itu adalah adanya
edaran Kapolri yang mengharuskan Ketua Pelaksana Harian
(Kelahar) BNP (Badan Narkoba Propinsi) mengundurkan diri
dari jabatannya di instansi kepolisian. “Ada ketakutan pihak
kepolisian kalau Kelahar nantinya bakal diperiksa Komisi
59
Pemberantasan Korupsi (KPK) karena menerima gaji dobel yakni
dari kepolisian dan dari Pemda.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Masalah pokoknya berpijak pada kondisi sosial ekonomi
masyarakat Indonesia yang jauh di bawah standar, sehingga
mudah dijadikan kurir Narkoba. Mental masyarakat kita sangat
rapuh, seperti mudah disuap, suka menerabas dan potong
kompas, mementingkan diri sendiri, susah diajak koordinasi serta
menghindar dari tanggung jawab, yang berakibat sering menjadi
bagian dari sindikat Narkoba.
Belum ada keseragaman visi, misi dan interpretasi di seluruh
komponen masyarakat.
Hingga sini belum ada keseragaman visi, misi dan interpretasi di
seluruh komponen masyarakat, bangsa dan negara yang
menyatakan bahwa Narkoba adalah musuh bersama dan
kejahatan yang harus diperangi. Untuk memutus jaringan
distribusi (supply), maka harus dilakukan operasi pemberantasan
dan pemutusan jaringan yang terus-menerus sepanjang tahun
terhadap sindikat Narkoba, baik pemodal, pabrik, pengirim,
pembawa (kurir), penerima sampai kepada pengedar. Selain itu
memetakan titik pengiriman, menutup rute yang dilalui baik
melalui bandar udara, pelabuhan laut atau perbatasan sampai titik
Operasi pemberantasan peredaran gelap Narkoba juga harus
dilakukan di daerah kantong-kantong Narkoba, tempat-tempat
hiburan, serta pemutusan jaringan sindikat yang dikendalikan
dari lembaga pemasyarakatan (Lapas). Karena itu, pihak BNP
(Badan Narkoba Propinsi) harus terus meningkatkan kerjasama
dengan badan-badan penegak hukum di kota Medan maupun
pihak kepolisian internasional.60
60
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini penulis mencoba untuk menyampaikan beberapa hal yang
dianggap penting dari uraian-uraian bab terdahulu serta memberikan saran guna
perkembangan penanganan Pelaku Tindak Pidana akibat pengaruh Narkoba
Suntik di masa yang akan datang. Maka kesimpulan dan saran yang dapat penulis
kemukakan, adalah:
A. Kesimpulan
Berikut ini akan disampaikan mengenai kesimpulan dari penelitian
mengenai penanganan Pelaku Tindak Pidana akibat pengaruh Narkoba Suntik
dalam perspektif hukum pidana:
1. Filosofi rehabilitasi cenderung lebih tepat sebagai model penghukuman
terhadap para pengguna Narkoba. Jika dilihat dari karakteristik kejahatan
ini, model rehabilitasi jelas memberikan pola penanganan yang lebih jelas
dan terukur. Oleh karenanya, kebijakan menjebloskan para pengguna
Narkoba yang jelas tidak sekaligus menjadi pengedar ke dalam penjara
dinilai tidak tepat. Kekhawatiran besar terhadap kebijakan tersebut adalah
tidak mampunya lembaga pemasyarakatan yang lebih menekankan filosofi
reintegrasi untuk menjalankan fungsi-fungsi rehabilitatif. Terutama dalam
melakukan detoksifikasi dan menghilangkan ketergantungan. Jikapun
rehabilitatif, polemik atas peran sistem pemasyarakatan di Indonesia
sekarang ini cenderung membuat kita menjadi semakin skeptis.
2. Perbedaan Rahabilitasi dan hukuman penjara:
a. Selain dilihat dari ketidakmampuan untuk menjalankan fungsi
rehabilitatif, menjebloskan para murni pengguna Narkoba ke dalam
lembaga pemasyarakatan akan sangat berpotensi menjadikan
mereka pelaku kejahatan yang lebih serius (efek prisonisasi).
Terlebih lagi di dalam sistem penjara yang belum mampu
memberlakukan kategorisasi narapidana secara ketat. Di dalamnya,
interaksi sekaligus proses pembelajaran antaar pengguna dengan
pengguna, terlebih lagi pengguna dengan pengedar sangat mungkin
terjadi.
b. Rumit dan kompleksnya permasalahan sistem pemasyarakatan
Indonesia dewasa ini sangat mungkin menambah jumlah
residivisme para penggunan Narkoba. Pemerintah pada dasarnya
memiliki banyak pilihan alternatif penghukuman bagi para
penggunan Narkoba. Bahkan di antara alternatif tersebut telah
dipraktekkan sejak lama dalam format Rumah Sakit
Ketergantungan Obat (RSKO) atau lembaga-lembaga swadaya
masyarakat yang telah berperan aktif dalam memberikan konseling
kepada murni pengguna.
3. Peranan Kepolisian dalam menangani tindak pidana yang dilakukan oleh
Perlunya peningkatan kualitas penyidik Polri khususnya pada
satuan narkoba, peningkatan anggaran penyelidikan dan
penyidikan kasus Narkoba, peningkatan sarana dan prasarana
pendukung, guna lebih memberdayakan Polri dalam
mengungkapkan kasus penyalahgunaan Narkoba.
Perlunya pemberian informasi yang benar tentang HIV dan AIDS
kepada personil Satuan Narkoba Polresta Medan. Hal ini
dimaksudkan agar jangan ada lagi personil satuan Narkoba yang
melepaskan pelaku tindak pidana (yang dilakukan oleh pengguna
narkoba suntik) dengan alasan yang bersangkutan sudah terinfeksi
HIV.
4. Melalui kegiatan preventif yang bersifat informatif dan edukatif, Narkoba
dapat diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan formal dengan tidak
mengiliminasi jalur pendidikan non formal. Kegiatan ini pada jalur
pendidikan formal dirasa dapat membantu proses penanggulangan
Narkoba lebih efektif. Selain itu dengan materi-materi yang diberikan,
para pelajar tidak hanya ampu mengatasi permasalahaan dirinya tapi
melahirkan konselor-konselor di sekitarnya.
B. Saran
Saran-saran yang dapat penulis kemukakan berkaitan dengan penelitian ini
1. Setelah diperhatikan, peraturan mengenai Narkoba yaitu Undang-undang
Nomor 35 Tahun 2009 dirasa perlu diperbaiki. Undang-undang tersebut
tidak mengatur dengan jelas bagaimana mekanisme pemidanaan pengguna
Narkoba suntik. Undang-undang Narkoba tersebut hanya menyebutkan
pemidanaan secara umum. Sehingga jika ditemukan tersangka atau
terdakwa pengguna Narkoba suntik yang terindikasi positif HIV,sering
kali tidak dapat penanganan yang serius apabila membutuhkan layanan
kesehatan,atau bahkan karena ketakutan petugas /aparat maka pelaku
tindak pidana tersebut dilepaskan begitu saja.
2. Apa yang sudah dilakukan bersama antara masyarakat, pemerintah dan
aparat penegak hukum dalam upaya penanggulangan dan pemberantasan
Narkoba selama ini tentu harus tetap dilakukan dan ditingkatkan kualitas
maupun kuantitasnya secara berkelanjutan. Namun demikian, perlu juga
untuk dilakukan evaluasi dari waktu ke waktu mengingat karakteristik
Narkoba sebagai kejahatan terorganisir, memiliki jaringan yang luas,
modus kejahatan yang terus diperbaharui dengan melihat kelemahan
pengawasan aparat penegak hukum dan kontrol sosial masyarakat, serta
Narkoba menjadi bisnis yang menggiurkan ketika harga segala kebutuhan
hidup naik dan lapangan kerja tidak ada. Walaupun ada tidak akan
terjaring karena keterampilan yang minim dan tingkat pendidikan yang
rendah. Ini menunjukkan upaya pemberantasan Narkoba tidak hanya
dengan memenjarakan atau menghukum mati pelaku, tetapi merupakan
3. Dalam politik kriminal, upaya penanggulangan kejahatan menggunakan
dua sarana, yaitu sarana penal (hukum pidana) dan sarana non penal (non
hukum pidana). Sarana penal selama ini sudah banyak dilakukan. Mulai
dari pembaharuan undang-undang (terakhir UU No. 35/2009) sampai
dengan menangkap dan memenjarakan bahkan menghukum mati pelaku
Narkoba). Namun sayangnya upaya penal yang sering kita andalkan ini
lebih bersifat represif dan bukan preventif. Ditambah lagi dengan
keterbatasan SDM dan sarana yang ada tentu tidak mampu secara
maksimal menghentikan peredaran Narkoba. Kini tidak hanya modus
peredaran Narkoba saja yang semakin kreatif dan inovatif guna
mengelabui petugas, seperti dalam kemasan permen coklat dan pengiriman
via pos, namun target pengguna Narkoba pun telah meraba segmen yang
semakin beragam namun memperihatinkan. Ketika sosialisasi anti
Narkoba banyak dilakukan di kalangan pelajar dan mahasiswa, karena
menurut BNN sekarang target pengedaran Narkoba sudah masuk ke
pintu-pintu sekolah dan perguruan tinggi, peristiwa mengejutkan terjadi di Babel
ketika yang terjaring razia Narkoba justru oknum pejabat publik di
lembaga eksekutif dan legislatif, serta aparat penegak hukum yang
seharusnya berperan aktif memberantas Narkoba..
4. Guna meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat serta
tercapainya situasi Kamtibmas yang kondusif, perlu dilakukan revisi
perundang-undangan yang mengatur pemberian sanksi kepada pengguna
tidak diberikan pidana kurungan tetapi berupa peringatan keras sampai
dengan sanksi sosial seperti pembinaan social, kerja sosial dan sebagainya.
Kenyataan menunjukkan bahwa pidana kurungan terhadap mereka yang
tidak punya niat jahat tersebut tidak akan membuat yang bersangkutan
menjadi lebih baik tetapi sebaliknya akan menjadi lebih jahat di kemudian
hari. Pengalaman dipenjara selain membuat masa depan menjadi hancur
juga akibat pergaulan dengan narapidana lain seperti pembunuh, perampok
dan lain-lain akan menjadi pemicu atau mengilhami mereka untuk
melakukan hal yang sama dikemudian hari jika mengalami kegagalan
dalam kehidupan berma-syarakat.
5. Perlu membuat Lembaga Pemasyarakat khusus Narkoba, jika hal ini masih
sulit untuk direalisasikan maka perlu dilakukan pemisahan sel antara
narapidana Narkoba dan narapi-dana bukan Narkoba, agar pembinaannya
lebih mudah, terfokus dan mereka tidak terpengaruh oleh narapidana
kejahatan konvensional yang lain. Dengan demikian setelah mereka keluar
dari LP benar-benar dianggap baik, dapat bersosialisasi dan hidup