• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP DASAR valuasi EKONOMI 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KONSEP DASAR valuasi EKONOMI 1"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

Konsep Dasar Ekonomi Islam A. Ekonomi

Kata ekonomi diambil dari bahasa Yunani kuno (Greek), artinya adalah mengatur urusan rumah tangga. Pemenuhan kebutuhan rumah tangga pada awalnya dulu dicukupi oleh rumah tangga sendiri, kemudian terjadi barter (tukar menukar barang) dengan asumsi jika seseorang kelebihan produk tertentu dan orang lain (keluarga) kelebihan jenis barang tertentu dengan jenis barang yang berbeda.

Pertumbuhan manusia terus berkembang dengan pesat maka dibutuhkan sebuah alat yang bisa digunakan sebagai alat tukar, maka terciptalah uang yang berfungsi sebagai alat tukar dengan jumlah tertentu. Dengan demikian kegiatan-kegiatan perekonomian berjalan lebih efektif dan efisien.

Ekonomi bisa diartikan kegiatan mengatur urusan harta kekayaan serta menjamin pengadaannya, yang kemudian dibahas dalam ilmu ekonomi, maupun berhubungan dengan tatacara (mekanisme) pendistribusiannya, yang kemudian diabahas dalam system ekonomi.

Ekonomi adalah kegiatan mengatur urusan kekayaan, baik menyangkut kegiatan memperbanyak jumlah kekayaan serta menjamin pengadaanya, yang kemudian dibahas dalam ilmu ekonomi, maupun berhubungan dengan tatacara (mekanisme) pendistribusiaannya kemudian dibahas dalam system ekonomi. (Sistem Ekonomi Islam, Hizbut Tahrir Indonesia,2005;62)

B. Asas Sistem Ekonomi

Kegunaan (utility) adalah kemampuan suatu barang untuk memuaskan kebutuhan manusia. Karena itu, kegunaan (utility) terbagi menjadi dua bagian yaitu:

1. Batas kesenangan yang bisa dirasakan oleh mausia ketika memperoleh barang tertentu;

2. Keistimewaan-keistimewaan yang tersimpan dalam barang itu sendiri, termasuk kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan manusia secara umum, dan bukan sekedar memenuhi kebutuhan orang tertentu saja.

Ekonomi adalah masalah menjamin berputarnya harta diantara manusia, sehingga manusia dapat memaksimalkan fungsi hidupnya sebagai hamba Allah yang beriman dan bertakwa sehingga membentuk tata aturan yang dinamis dan sejalan dengan pemikiran, hati nurani serta aturan hidup yang ditetapkan oleh syariah.

Ekonomi dalam Islam adalah ilmu yang mempelajari segala prilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh kedamaian & kesejahteraan dunia-akhirat (falah). Prilaku manusia disini berkaitan dengan landasan-landasan syariat sebagai rujukan berprilaku dan kecenderungan-kecenderungan dari fitrah manusia.

Sedang ekonomi adalah masalah menjamin berputarnya harta diantara manusia, sehingga manusia dapat memaksimalkan fungsi hidupnya sebagai hamba Allah untuk mencapai falah di dunia dan akherat (hereafter). Ekonomi adalah aktifitas yang kolektif.

Karena itu, masalah ekonomi yang ada sebenarnya terletak pada bagaimana memperoleh kekayaan, bukan terletak pada bagaimana mengadakan kekayaan. Masalah ekonomi ini muncul karena: pandangn atau konsep tentang perolehan atau kepemilikan, jeleknya pengelolaan kepemilikan dan buruknya distribusi kekayaan di tengah-tengah manusia. Masalah tersebut secara mutlak tidak lahir dari hal-hal di luar itu. Karena itu, pemecahan atau solusi terhadap aspek ini yang menjadi asas system ekonomi.

Dengan demikian untuk membangun system ekonomi berdiri atas tiga hal, yaitu; 1. Kepemilikan (property)

(2)

3. Distribusi kekayaan ditengah-tengah masyarakat.

Berikut ini definisi Ekonomi dalam Islam menurut para ahli :

1. S.M. Hasanuzzaman, “ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan dan aplikasi ajaran-ajaran dan aturan-aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam pencarian dan pengeluaran sumber-sumber daya, guna memberikan kepuasan bagi manusia dan memungkinkan mereka melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka terhadap Allah dan masyarakat.”

2. M.A. Mannan, “ilmu ekonomi Islam adalah suatu ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari permasalahan ekonomi dari orang-orang yang memiliki nilai-nilai Islam.”

3. Khursid Ahmad, ilmu ekonomi Islam adalah “suatu upaya sistematis untuk mencoba memahami permasalahan ekonomi dan perilaku manusia dalam hubungannya dengan permasalahan tersebut dari sudut pandang Islam.”

4. M.N. Siddiqi, ilmu ekonomi Islam adalah respon “para pemikir muslim terhadap tantangan-tantangan ekonomi zaman mereka. Dalam upaya ini mereka dibantu oleh Al Qur’an dan As Sunnah maupun akal dan pengalaman.”

5. M. Akram Khan, “ilmu ekonomi Islam bertujuan mempelajari kesejahteraan manusia (falah) yang dicapai dengan mengorganisir sumber-sumber daya bumi atas dasar kerjasama dan partisipasi.” 6. Louis Cantori, “ilmu ekonomi Islam tidak lain merupakan upaya untuk merumuskan ilmu ekonomi

yang berorientasi manusia dan berorientasi masyarakat yang menolak ekses individualisme dalam ilmu ekonomi klasik.”

Pemikiran Ekonomi Para Cendekiawan Muslim pada Masa Klasik dan Pertengahan Islam

Dalam perkembangan pemikiran ekonomi Islam terdapat banyak sekali cendekiawan yang sangat terkenal pada masanya, yakni:

1. Al Syaibani (132-289 H). Karya yang telah ditulis dapat digolongkan menjadi 2 kelompok yakni Zahir Al Riwayah (berdasarkan pelajaran yang diberikan Abu Hanifah) yang terdiri dari kitab-kitab Al Mabsut, Al Jami’al Kabir, Al Jami’al Shaghir, Al Siyar Al Kabir dan Al Ziyada yang kesemua dihimpun oleh Abi Al Fadhl Muhammad bin Muhammad menjadi satu kitab yang berjudul Al Kafi Al Nawadir yaitu kitab yang ditulis berdasarkan pendangan Al Syaibani sendiri seperti Amali Muhammad fi Al Fiqh, Al Ruqayyat, Al Makharij fi Al Hiyal dan Al Atsar.

2. Abu Ubaid (150-224 H). Beliau telah menulis satu kitab terkenal yang berjudul Al Amwal, kitab ini berisi tentang hak dan kewajiban pemerintah terhadap rakyatnya. Secara khusus kitab ini membahas keuangan public (Public Finance) dan membahas pendapatan negara yang berupa pajak serta harta rampasan perang. Karena kitab ini juga banyak mengandung isi tentang keuangan pemerintahan, kitab ini bisa menjadi referensi utama dalam pemikiran hukum ekonomi.

3. Yahya bin Umar (213-289 H). Semasa hidupnya telah menulis karya hingga 40 juz. Di antara karyanya yang terkenal adalah kitab Al Mutakhabah fi Ikhtisar Al Mutakhrijah fi Fiqh Al Maliki dan kitab Ahkam Al Sud (merupakan kitab pertama yang membahas masalah hisbah dan berbagi hukum pasar).

4. Al Ghazali (450-505 H). Beliau merupakan seorang ilmuwan dan penulis yang sempat menarik perhatian dunia. Karya-karyanya yang disebut dalam sejarah sempat mempengaruhi pemikir-pemikir barat abad pertengahan seperti Raymond Martin, Thomas Aquinas, dan Pascal. Diperkirakan Al Ghazali sempat menulis sebanyak 300 karya tulis, tetapi yang tersisa hingga sekarang hanya sekitar 84 buah, yang di antaranya berjudul Ihya ‘Ulum Al Din, Al Wajiz, Al Mustashfa, Mizan Al Amal, Syifa Al Ghalil dan Al Tibr Al Masbuk fi Nasihat Al Muluk.

(3)

6. Ibnu Taimiyah (661-728 H). Karya yang telah beliau hasilkan di bidang ekonomi antara lain Majmu Fatawa Syaikh Al Islam, Al Siyasah Asy Syar’iyyah fi Ishlah Ar Ra’I wa Ar Ra’iyah dan Al Hisbah fi Al Islam.

7. Ibnu Khaldun (732-808 H). Beliau adalah ilmuwan yang secara resmi telah mendahului banyak ilmuwan-ilmuwan barat seperti Smith, Ricardo, Malthus dan Kenyes dalam ilmu ekonominya. Dapat dikatakan bahwa Ibnu Khaldun adalah bapak penemu teori-teori ekonomi karena Ibnu Khaldun diklaim sebagai pendahulu bagi para pemikir Eropa.

8. Al Maqrizi (766-845 H). Beliau merupakan ilmuwan terakhir pada abad pertengahan yang meneliti penelitian terhadap uang. Tokoh ini dalam karya tulisnya menjelaskan tentang korelasi antara uang dengan inflasi yang melanda suatu negeri.

C. Ciri Ekonomi Islam

Ekonomi Islam sebagai salah satu cabang ilmu menuntun pelaku ekonomi pada pencapaian kesejahteran hidup melalui dan distribusi sumber daya yang didasarkan pada maqosid syari`ah (Chapra, 2001). Aturan ini juga merupakan perangkat nilai, moral etis dalam beraktifitas lainnya yang memberikan daya kontrol bagi setiap muslim dalam menjalankan perilaku kehidupan ekonominya. Pada era kekinian tampaknya ekonomi Islam telah hadir sebagai solusi alternatif di tengah pertarungan antara sistem ekonomi kapitalis dan sosialisme sebagai sistem yang sedang mengalami kebuntuhan karena belum mampu memecahkan segenap permasalahan ekonomi.

Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur'an dan Sunnah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi islam menekankan empat sifat, antara lain:

1. Kesatuan (unity)

2. Keseimbangan (equilibrium) 3. Kebebasan (free will)

4. Tanggungjawab (responsibility)

Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat individualistik, karena semua kekayaan yang ada di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah kepercayaannya di bumi. Didalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam sangat mengharamkan kegiatan riba, yang dari segi bahasa berarti "kelebihan".

D. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam

Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar:

1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia. 2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.

3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.

4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja. 5. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk

kepentingan banyak orang.

6. Seorang mulsim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti. 7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)

8. Islam melarang riba dalam segala bentuk.

E. Konsep Dasar

(4)

dipergunakan untuk membangun sistem ekonomi dalam pandangan Islam berdiri dari tiga pilar (fundamental) yakni bagaimana harta diperoleh yakni menyangkut kepemilikan (al-milkiyah), lalu bagaimana pengelolaan kepemilikan harta (tasharruf fil milkiyah), serta bagaimana distribusi kekayaan di tengah masyarakat (tauzi’ul tsarwah bayna an-naas).

Pilar Pertama : Pandangan Tentang Kepemilikan (AI-Milkiyyah)

Kepemilikan merupakan izin as-Syari’ (Allah SWT) untuk memanfaatkan zat tertentu. Kepemilikan (property), dari segi kepemilikan itu sendiri, pada hakikatnya merupakan milik Allah SWT.

Hal ini didasarkan pada ayat :

“Dan berikanlah kepada mereka, harta (milik) Allah yang telah Dia berikan kepada kalian.”(QS. An-Nuur : 33). Oleh karena itu, harta kekayaan itu adalah milik Allah semata. Kemudian Allah SWT telah menyerahkan harta kekayaan kepada manusia untuk diatur dan dibagikan kepada mereka.

Allah telah memberikan izin terhadap beberapa transaksi serta melarang bentuk-bentuk transaksi yang lain. Allah melarang seorang muslim untuk memiliki minuman keras dan babi, sebagaimana Allah melarang siapa pun yang menjadi warga negara Islam untuk memiliki harta hasil riba dan perjudian. Dalam pandangan Islam kepemilikan (property) dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu : (1). Kepemilikan individu (private property); (2) kepemilikan umum (collective property); dan (3) kepemilikan negara (state property) (Sami, 1990: 28)

1) Kepemilikan Individu (private property)

Kepemilikan individu adalah ketetapan hukum syara’ yang berlaku bagi zat ataupun manfaat (jasa) tertentu, yang memungkinkan siapa saja yang mendapatkannya untuk memanfaatkan barang tersebut. An-Nabhaniy (2005) mengemukakan sebab-sebab kepemilikan yang terbatas pada lima hal, yakni bekerja, warisan, kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup, harta pemberian negara yang diberikan kepada rakyat, harta-harta yang diperoleh dengan tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apapun.

2). Kepemilikan Umum (collective property)

Kepemilikan umum adalah izin as-Syari’ kepada suatu komunitas untuk sama-sama memanfaatkan benda. Berkaitan dengan pemilikan umum ini, hukum Islam melarang benda tersebut dikuasai hanya oleh seseorang akan sekelompok kecil orang. Dan pengertian di atas maka benda-benda yang termasuk dalam kepemilikan umum dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok :

a) Benda-benda yang merupakan fasilitas umum, dimana kalau tidak ada di dalam suatu negeri atau suatu komunitas, maka akan menyebabkan kesulitan dan orang akan berpencar-pencar dalam mencarinya

b) Bahan tambang yang jumlahnya sangat besar. Bahan tambang dapat dikiasifikasikan menjadi dua, yaitu bahan tambang yang sedikit (terbatas) jumlahnya, yang tidak termasuk berjumlah besar menurut ukuran individu, serta bahan tambang yang sangat banyak (hampir tidak terbatas) jumlahnya. Barang tambang yang sedikit (terbatas) jumlahnya termasuk milik pribadi, serta boleh dimiliki secara pribadi, dan terhadap bahan tambang tersebut diberlakukan hukum rikaz (barang temuan), yang darinya harus dikeluarkan khumus, yakni 1/5 bagiannya (20%). c) Benda-benda yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu

secara perorangan.Yang juga dapat dikategorikan sebagai kepemilikan umum adalah benda-benda yang sifat pembentukannya mencegah hanya dimiliki oleh pribadi.

3). Kepemilikan Negara (state property)

(5)

Pilar Kedua : Pengelolaan Kepemilikan (at-tasharruf fi al milkiyah)

Harta dalam pandangan Islam pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. kemudian Allah telah menyerahkannya kepada manusia untuk menguasi harta tersebut melalui izin-Nya sehingga orang tersebut sah memiliki harta tersebut. Setiap muslim yang telah secara sah memiliki harta tertentu maka ia berhak memanfaatkan dan mengembangkan hartanya (Siddiqi,1985 &Naqvi, 1981). Hanya saja dalam memanfaatkan dan mengembangkan harta yang telah dimilikinya tersebut ia tetap wajib terikat dengan ketentuan-ketentuan hukum Islam yang berkaitan dengan pemanfaatan dan pengembangan harta. Dan hendaknya harta tersebut tidak dimanfaatkan untuk sesuatu yang terlarang seperti untuk membeli barang-barang yang haram seperti minuman keras, babi.

Pengelolaan kepemilikan yang berhubungan dengan kepemilikan umum (collective property) itu adalah hak negara, karena negara adalah wakil ummat. Adapun mengelola kepemilikan yang berhubungan dengan kepemilikan negara (state property) dan kepemilikan individu (private property) telah jelas dalam hukum-hukum baitul mal serta hukum-hukum muamalah, seperti jual-beli, penggadaian dan sebagainya.

Pilar Ketiga : Distribusi Kekayaan di Tengah-tengah Manusia

Karena distribusi kekayaan termasuk masalah yang sangat penting, maka Islam memberikan juga berbagai ketentuan yang berkaitan dengan hal ini. Mekanisme distribusi kekayaan kepada individu, dilakukan dengan mengikuti ketentuan sebab-sebab kepemilikan serta transaksi-transaksi yang wajar (Sholahudin, 2001: 32-33).

Secara umum mekanisme yang ditempuh oleh sistem ekonomi Islam dikelompokkan menjadi dua, yakni mekanisme ekonomi dan mekanisme non-ekonomi. Mekanisme ekonomi yang ditempuh sistem ekonomi Islam dalam rangka mewujudkan distribusi kekayaan diantara manusia yang seadil-adilnya dengan sejumlah cara, yakni :

1. Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya sebab-sebab kepemilikan dalam kepemilikan individu.

2. Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya pengembangan kepemilikan (tanmiyah al-milkiyah) melalui kegiatan investasi.

3. Larangan menimbun harta benda walaupun telah dikeluarkan zakatnya. Harta yang ditimbun tidak akan berfungsi ekonomi. Pada gilirannya akan menghambat distribusi karena tidak terjadi perputaran harta.

4. Mengatasi peredaran kekayaan di satu daerah tertentu saja dengan menggalakkan berbagai kegiatan syirkah dan mendorong pusat-pusat pertumbuhan.

5. Larangan kegiatan monopoli, serta berbagai penipuan yang dapat mendistorsi pasar. 6. Larangan judi, riba, korupsi, pemberian suap dan hadiah kepada penguasa.

7. Pemanfaatan secara optimal hasil dari barang-barang (SDA) milik umum (al- milkiyah al-amah) yang dikelola negara seperti hasil hutan, barang tambang, minyak, listrik, air dan sebagainya demi kesejahteraan rakyat.

Pendistribusian harta dengan mekanisme non-ekonomi tersebut adalah : 1. Pemberian harta negara kepada warga negara yang dinilai memerlukan. 2. Pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada para mustahik. 3. Pemberian infaq, sedekah, wakaf, hibah dan hadiah dari orang yang mampu 4. Pembagian harta waris kepada ahli waris dan lain-lain.

F. Ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan ekonomi

(6)

1. Surat abasa [80]: 24-32

“Hendaknya manusia itu memperhatikan makannya. Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami membelah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami menumbuhkan di bumi biji-bijian, anggur dan sayur-sayuran, zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun yang lebat, buah-buhan serta rumput-rumputan, untuk kesenangan kalian dan untuk binatang-binatang ternak kalian”.

2. Surat al-Jatsiyah [45]: 12

Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizing-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan Mudah-mudahan kamu besyukur

3. Surah Ali Imran (3) ayat 109:

Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada Allah–lah dikembalikan segala urusan

4. Surat Asy-Syura (42) ayat 12:

Kepunyaan-Nya-lah perbendaharaan langit dan bumi; dia melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (nya). Sesungguhnya Dia Maha mengetahui segala sesuatu.

5. Surah Ar-Ra’d (13) ayat 26:

Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehiduan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit)

6. Surah Hud (11) ayat 6:

Dan tidak ada suatu bintang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).

G. Perbedaan Ekonomi Islam Dengan Ekonomi Konvensional.

Krisis ekonomi yang sering terjadi ditengarai adalah ulah sistem ekonomi konvensional, yang mengedepankan sistem bunga sebagai instrumen provitnya. Berbeda dengan apa yang ditawarkan sistem ekonomi syariah, dengan instrumen provitnya, yaitu sistem bagi hasil. Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi syariah bukan pula berada ditengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu. Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta komunis yang ekstrim, ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha.

(7)

H. Sejarah Ekonomi Islam

Sejarah ekonomi Islam berawal dari di angkatnya Muhammad sebagai utusan Allah pada usia ke 40. Rasulullah mengeluarkan berbagai kebijakan yang selanjutnya diikuti dan diteruskan oleh pengganti-penggantinya yaitu Khulafaur Rasyidin. Pemikiran ekonomi Islam didasarkan atas Al-Qur’an dan al-hadits.

Rasulullah membentuk majelis syura yang sebagian bertugas mencatat wahyu, kemudian pada 6 H sekretaris telah terbentuk. Demikian juga delegasi ke negara-negara lain. Masalah kerumahtanggaan diurus oleh Bilal. Orang-orang ini mengerjakan tugas dengan sukarela tanpa gaji. Tentara formal tidak ada di masa ini, tentara tidak mendapat gaji tetap, Mereka mendapat ghanimah sebelum turunnya Surat Al-Anfal ayat 41 yang menjelaskan orang-orang yang berhak mendapat bagian ghanimah.

(8)

Perekonomian di zaman Khulafaur Rasyidin banyak diwarnai dengan perluasan wilayah kekuasaan dan inovasi-inovasi dalam bidang ekonomi. Seperti pada zaman Khalifa Umar bin Khattab di mana beliau memfungsikan secara optimal BMT dan membentuk Diwan Islam yang pertama. Salah seorang ekonom pada periode pertama adalah Abu Yusuf. Kitabnya yang berjudul Al-Kharaj, banyak membahas ekonomi publik, khususnya tentang perpajakan dan peran negara dalam pembangunan ekonomi. Kitab ini mencakup berbagai bidang antara lain: tentang pemerintahan, keuangan negara, pertanahan, perpajakan dan peradilan.

Pada periode berikutnya, hadir Al-Ghazali dengan kitabnya yang berjudul Ihya ‘Ulum al-Din. Bahasan ekonomi Al-Ghazali mencakup aspek luas, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi: pertukaran dan evolusi pasar, produksi, barter dan evolusi uang, serta peranan negara dan keuangan publik.

Kemudian diikuti dengan lahirnya Mohd Iqbal, dalam karyanya, Puisi dari Timur, ia menunjukkan tanggapan Islam terhadap kapitalisme Barat dan reaksi ekstrem dari komunisme. Sedangkan pada periode kontemporer hadirlah ekonom-ekonom, seperti Umer Chapra, Mannan dan lain-lain.

Hal ini menunjukkan bahwa pemikiran ekonomi Islam sudah lahir sejak jaman Rasulullah, dan mempunyai aturan yang baik dan jelas. Banyak pemikiran-pemikiran tersebut yang di adopsi oleh sistem perekonomian Barat, dan banyak pula yang kemudian seperti terlahir dari Barat, karena banyak hal yang disemukan.

Pemikiran ekonomi di kalangan pemikir Muslim banyak mengisi khasanah pemikiran ekonomi dunia pada masa di mana Barat masih dalam masa kegelapan (dark age). Pada masa tersebut dunia Islam justru mengalami puncak kejayaan dalam berbagai bidang.

Sejarah membuktikan bahwa para pemikir Muslim merupakan penemu, peletak dasar dan pengembang dalam berbagai bidang ilmu. Nama-nama pemikir Muslim bertebaran di sana-sini menghiasi arena ilmu-ilmu pengetahuan. Baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial. Mulai dari filsafat, matematika, astronomi, ilmu optik, biologi, kedokteran, sejarah, sosiologi, psikologi, pedagogi, sampai sastra. Termasuk juga, tentunya ilmu ekonomi.

Ekonomi Islam pada hakikatnya bukanlah sebuah ilmu dari sikap reaksioner terhadap fenomena ekonomi konvensional. Awal keberadaannya sama dengan awal keberadaan Islam di muka bumi ini (1500 Th yang lalu), karena ekonomi Islam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Islam sebagai sistem hidup. Islam yang diyakini sebagai jalan atau konsep hidup tentu melingkupi ekonomi sebagai salah satu aktivitas hidup manusia. Jadi dapat dikatakan bahwa ekonomi Islam merupakan aktivitas agama atau ibadah kita dalam berekonomi.

J. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam

Pemikiran ekonomi Islam tidak pernah lepas dari peran sumber nilai Islam yaitu Al Qur’an dan Al Hadits, kebijakan ekonomi yang berlaku sudah berlangsung dari masa Rasulullah saw yang dilanjutkan pada masa Khulafaur Rasyidin dan dilanjutkan pada masa-masa berikutnya.

Menurut Siddiqi sejarah pemikiran ekonomi Islam berkembang selama tiga fase:

1. Fase Dasar-dasar Ekonomi Islam (berkembang dari awal hingga abad ke-5 hijriyah). Tokoh-tokoh (fuqaha) yang ada pada masa ini adalah Zain bin Ali (memperbolehkan penjualan dengan sistem kredit), Abu Hanifah (menghilangkan ambiguitas dan perselisihan dalam masalah transaksi), Abu Yusuf (pemecahan masalah harga yang tidak boleh dikendalikan oleh penguasa, pemecahan masalah keuangan publik), dan Ibnu Masakawaih (pertukaran dan peranan uang).

(9)

ketika akad transaksi), dan Al Maqrizi (penggunaan fulus/uang yang harus dibatasi peredarannya).

3. Fase Stagnasi (dimulai pada abad ke-9 hijriyah hingga fase tertutupnya pintu ijtihad yaitu abad ke-14 hijriyah). Tokoh-tokoh pemikir ekonomi Islam yang terkenal pada masa ini adalah Shah Wali Allah, Jamaluddin Al Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad Iqbal.

Sistem Ekonomi dan Fiskal pada Masa Rasulullah saw

Pada zaman Rasulullah saw umat Islam telah menerima dasar-dasar keuangan negara, tepatnya ketika Rasulullah saw berada di Madinah sebagai pemimpin negara pada saat itu. Sistem ekonomi Islam yang dipakai pada saat itu berakar pada prinsip bahwa kekuasaan tertinggi hanya milik Allah swt semata dan manusia diciptakan sebagai khalifah-Nya di bumi. Rasulullah memberikan pengetahuan dalam ekonomi seperti pada ayat berikut:

“Celakalah semua pedagang jahat dan suka menjatuhkan orang lain yang menumpuk hartanya dan memperbanyak dengan harapan harta tersebut dapat menjadikanya hebat dan selalu bertahan selamanya.” (Al Humazah : 1-3)

Dari ayat tersebut dapat kita simpulkan bahwa haram hukumnya untuk menumpuk harta.

Perekonomian pada masa Rasulullah sudah mengenal sistem pajak seperti kharaj, yakni pajak yang dibayarkan oleh penduduk Madinah non-muslim, ushr (pajak untuk pertanian) dan jizyah (pajak perlindungan dan pengecualian orang-orang non-muslim dari wajib militer).

Sistem Ekonomi dan Fiskal pada Masa Khuafaur Rasyidin

(10)

Soal Kuis.

1. Jelaskan oleh saudara tentang system ekonomi dan asas ekonomi!

2. Jelaskan oleh saduara tentang ekonomi Islam dan aktivitas bagaimana yang bias disebut sebagai ekonomi Islam tersebut.

3. Kenapa ekonomi Islam disebut sebagi Aktivitas Kolektif mrngapa demikian? Berikan contohnya!

4. Untuk membangun ekonomi tersiri dari; a. Kepemilikian

b. Pengelolaan kepemiliPkan

c. Distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat.

Jelaskan masing-masing bagian di atas dan berikan contohnya! 5. Jelaskan ciri-ciri Ekonomi Islam dan jelaskan!

6. Prinsip ekonomi Islam terdiri dari 8 bagian, jelaskan 3 (tiga) bagian saja beserta contohnya! 7. Jelaskan tentang pandangan kepemilikan, yang terdiri dari 3 (tiga) bagian!

8. Bagaimana Pengelolaan kepemilikan pada saat ini (negera Indonesia) di bandingkan dengan sytem Islam?

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mencegah kesalahpahaman di masa yang akan datang procedur yang harus dilakukan adalah bermusyawarah dan melakukan perundingan dengan para elit politik lainnya di negara

validasi dari dosen sangatlah berperan penting dalam kehadiran mahasiswa, setelah mahasiswa mengisi presensi, dosen bisa validasi setiap mahasiswa yang mengikuti

Apabila GKR Pembayun yang kini dikenal sebagai GKR Mangkubumi nantinya berhasil menjadi Sri Sultan Hamengkubuwana perempuan pertama, maka hal tersebut akan menjadi

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN UNIT LAYANAN PENGADAAN. KELOMPOK

It can be measured through four indicators which are appropriate to the type of website, image used, balancing (image, color and text) and number screen per

[r]

2 | Jejak Seribu Pena, Solusi Asean Primary School Mathematics and Science Olympiad 2003 Jadi, banyaknya bilangan yang diminta adalah 99 buah.. Ini isi yang ditinggalkan

Dalam arti luas adalah tidak tersendat-sendat, kelancaran terjadi ketika seseorang atau kelompok akan mencapai tujuan. Kelancaran ini bersifat positif, karena