PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA SBI, KURS MATA UANG
RUPIAH ATAS DOLLAR AS, DAN INDEKS DOW JONES TERHADAP
INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) PADA BURSA EFEK
INDONESIA (BEI) PERIODE 2010-2014
¹Kadek Tias Raka Putri,
¹I
Nyoman Ari Surya Darmawan
, ²I Ni Luh Gede Erni Sulindawati
Jurusan Akuntansi Program S1
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail:{tias_rakaputri@yahoo.com, arisurya.dharmawan@gmail.com
,
ernisulindawatiayu@yahoo.co.id} @undiksha.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adanya pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Kurs Mata Uang Rupiah Atas Dollar, indeks dow jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Pada Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010-2014.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif time series (runtut waktu) yang bersumber dari data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui informasi yang didapatkan dari buku, dokumen, maupun situs lembaga tertentu. sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah nilai IHSG pada setiap akhir bulan pengamatan periode 2010-2014 pada Bursa Efek Indonesia (BEI). Jumlah data ada setiap bulan selama 5 tahun sehingga ada 60 data tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, Indeks Saham Dow Jones dan perkembangan IHSG.
Teknik analisis data yang digunakan yaitu uji validitas dan reliabilitas, uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji hipotesis menggunakan analisis regresi linear berganda
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) berpengaruh negatif dan siginifikan antara tingkat suku bunga SBI dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), 2) Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh yang positif dan signifikan antara kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), 3) Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh yang positif dan signifikan antara Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Kata Kunci: Suku Bunga SBI, Nilai Kurs Mata Uang Rupiah Terhadap Dollar AS), Indeks Dow Jones (DJIA), Dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Abstract
This study was aimed at analyzing the effect of the effect of SBI interest rate, rate of exchange of rupiah into dollar, and Dow Jones index on Composite Share Price Index (IHSG) rate in Indonesia stock exchange (BEI) in the 2010-2014 period.
each month within five years that resulted in 60 data of SBI interest rate, rate of exchange of rupiah into dollar , and Dow Jones index on development of IHSG. The study used validity testing and reliability testing, normality testing, multicolinearity testing, heteroscedasticity test, and hypothesis testing using multiple linear regression analysis.
The results showed that 1) there is a negative and significant effect of SBI interest rate on Composite Share Price Index (IHSG) rate , 2) there is a positive and significant effect of rate of exchange of rupiah into dollar on IHSG, 3) there is a positive and significant effect of Dow Jones index on IHSG.
Keywords: rate of exchange of rupiah into dollar, and Dow Jones index on IHSG rate
PENDAHULUAN
Salah satu penggerak
perekonomian di Indonesia adalah pasar
modal, suatu perusahaan dapat
memperoleh dana untuk melakukan
kegiatan pereknomiannya adalah melalui pasar modal. Menurut Husnan (2003)pasar modal adalah pasar untuk berbagai instrument keuangan berjangka. Pasar
modal merupakan kegiatan yang
berhubungan dengan penawaran umum
dan perdagangan efek, di mana
perusahaan publik yang berkaitan dengan efek akan dapat menerbitkan perdagangan, serta lembaga, dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar modal juga merupakan salah satu penggerak perekonomian suatu negara dimana pasar modal dapat dijadikan tolak ukur dari perekonomian negara tersebut. Karena pasar modal merupakan sarana pembentuk modal dan akumulasi dana jangka panjang yang di arahkan untuk meningkatakan pergerakan partisipasi masyarakat dalam pergerakkan dana guna
menunjang pembiayaan pembangunan
nasional.
Pasar modal memegang peranan sangat penting dalam perekonomian Indonesia, dimana nilai Indeks Harga Saham Gabungan dapat menjadi leading indicator economic pada suatu negara. Pergerakan indeks sangat dipengaruhi oleh
ekspektasi investor atas kondisi
fundamental negara maupun global. Adanya informasi baru akan berpengaruh pada ekspektasi investor yang akhirnya akan berpengaruh pada IHSG.
Indeks harga saham adalah ukuran yang didasarkan pada perhitungan statistik untuk mengetahui perubahan-perubahan harga saham setiap saat terhadap tahun dasar. Indeks harga saham individual sering digunakan untuk investor untuk
menentukan perkembangan suatu
perusahaan yang terefleksi dari indeks harga sahamnya. Sedangkan indeks harga saham gabungan sering sekali dipakai sebagai indikator untuk mengukur situasi umum perdagangan efek (Lubis, 2006:157). Banyak teori dan penelitian
mengungkapkan bahwa indeks harga
saham gabungan dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Moradoglu, et al. (2000), dikemukakan bahwa penelitian tentang perilaku harga saham telah banyak dilakukan, terutama dalam kaitannya dengan variabel makro ekonomi, diantaranya Chen et al. (1986), dan Fama
(1981). Hasil penelitian mereka
mengatakan bahwa harga saham
dipengaruhi oleh fluktuasi makro ekonomi. Beberapa variabel makro ekonomi yang digunakan antara lain; tingkat inflasi, tingkat suku bunga . Fenomena kenaikan maupun penurunan IHSG tentunya disebabkan oleh banyak faktor atau variabel yang dapat mempengaruhi perubahan IHSG tersebut, diantaranya tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang rupiah atas dollar AS, dan indeks dow jones .
SBI (Sertifikat Bank Indonesia) adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto atau bunga. Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan mekanisme "BI rate" (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu.
“Jika suku bunga ini lebih tinggi daripada
memilih deposito sebagai pilihan investasinya. Dalam penelitiannya, Lee (1992) dan Gan et al (2006) telah ditemukan bahwa perubahan tingkat bunga (interest rate) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap indeks harga saham. Tingkat suku bunga SBI juga merupakan salah satu variabel yang dapat mempengaruhi harga saham. Secara umum, mekanismenya adalah bahwa suku bunga SBI bisa mempengaruhi suku bunga deposito yang merupakan salah satu alternatif bagi investor untuk mengambil
keputusan dalam menanamkan
modalnya. Jika suku bunga SBI yang ditetapkan meningkat, investor akan mendapat hasil yang lebih besar atas suku bunga deposito yang ditanamkan sehingga investor akan cenderung untuk mendepositokan modalnya dibandingkan menginvestasikan dalam saham. Hal ini mengakibatkan investasi di pasar modal akan semakin turun dan pada akhirnya berakibat pada melemahnya Indeks Harga Saham Gabungan.
Nilai tukar mata uang (exchange rate) atau sering disebut kurs merupakan harga mata uang terhadap mata uang lainnya. Kurs merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruh yang demikian besar bagi neraca transaksi berjalan maupun variabel-variabel makro ekonomi yang lainnya. Kurs ataupun nilai tukar inilah yang juga menjadi salah satu indikator yang mempengaruhi perdagangan di pasar uang dan saham, karena melemahnya kurs
rupiah terhadap mata uang asing
khususnya dollar AS, akan memiliki pengaruh negatif terhadap perekonomian dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari,
dari perusahaan-perusahaan dan
investornya sehingga pergerakan DJIA
pengambilan keputusan investor di Bursa Efek Indonesia adalah Dow Jones Industrial Average. Dow Jones Industrial Average merupakan indeks pengukur merepresentasikan pengaruh bursa saham Amerika Serikat yang besar terhadap bursa saham global, termasuk Indonesia. Eun dan Shim (1989) dalam Fajar (2009:13) juga menyatakan bahwa pasar Amerika Serikat adalah pasar modal yang paling berpengaruh, sehingga perubahan pasar Amerika Serikat akan dapat mempengaruhi pergerakan pasar modal lainnya. Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka penulis dalam penulisan ini
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data kuantitatif time series (runtut waktu)yang bersumber dari data skunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui informasi yang yang didapatkan dari buku, dokumen, maupun situs lembaga tertentu. Data untuk penelitian ini bersumber dari situs www.yahoo.finance.com berupa data Indeks Harga Saham Gabungan dan Dow Jones (DJIA), kemudian dari www.bi.go.id berupa suku bunga SBI, dan nilai kurs dollar AS. Jumlah data ada setiap bulan selama 5 tahun sehingga ada 60 data tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, Indeks Saham Dow Jones dan perkembangan IHSG .
Dalam pengumpulan data penulis
menggunakan metode dengan dua
pendekatan yaitu : 1) Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi yaitu melalui
yang diperlukan. 2) Pendekatan Kepustakaan (Library Research) Pendekatan kepustakaan adalah
pengumpulan data secara tidak langsung
yaitu dengan cara membaca dan
mempelajari buku-buku ataupun litelatur yang disusun oleh para ahli dan diterbikan oleh lembaga-lembaga tertentu serta penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, kemudian akan ditarik
menjadi suatu kesimpulan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis permasalahan yang telah dirumuskan di perumusan masalah adalah sebagai Analisis Deskriptif membahas mengenai cara pengumpulan data, penyederhanaan angka-angka dan pengamatan.
Analisis Deskriptif membahas
mengenai cara pengumpulan data,
penyederhanaan angka-angka pengamatan yang diperoleh (meringkas dan menyajikan) serta melakukan pengukuran pemusatan
dan penyebaran untuk memperoleh
informasi yang lebih menarik, berguna dan lebih mudah dipahami. Tujuan penggunaan analisis deskriftif ini adalah mengetahui adanya pengaruh tingkat suku bunga SBI dan kurs rupiah per dollar AS dan indeks dow jones terhadap IHSG pada Bursa Efek Indonesia sehingga dapat dinilai dan di bandingkan dengan penelitian sebelumnya dan disesuaikan dengan teori yang telah ada.
Analisis statistik pada penelitian ini antara lain : 1) Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik digunakan untuk menguji apakah model regresi yang digunakan benar-benar menunjukan hubungan yang signifikan dan representatif. Jenis uji asumsi klasik yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Uji Normalita, Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. 2)Uji Multikolinearitas, Uji multikolinearitas bertujuan untuk melihat apakah model regresi yang digunakan atas korelasi antara variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya bebas multikolinearitas atau tidak terjadi kolerasi
antara variabel independen. Uji
multikolinearitas dapat dilihat dari (1) nilai
tolerance dan lawannya (2) Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai tolerance
lebih besar dari 0,1 atau nilai VIF lebih kecil dari 10, maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas pada data yang akan di olah. 3) Uji Autokorelasi, Uji autokorelasi bertujuan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi pada model ini akan digunakan uji Durbin-Watson (DW-Test). Jika nilai DW-Test lebih lebih besar
dari batas atas (du), maka tidak terjadi autokorelasi. Untuk menguji autokorelasi dalam penelitian ini digunakan statistik d
dari Durbin-Watson (DW test) dimana angka-angka yang diperlukan dalam metode tersebut adalah dL (angka yang diperoleh dari tabel DW batas bawah), dU
(angaka yang diperoleh dari tabel DW batas atas), 4-dL dan dU. Jika nilainya mendekati 2 maka tidak terjadi autokorelasi, sebaliknnya jika mendekati 0 atau 4 terjadi autokorelasi (+/-). 4) Uji Heteroskedatisitas, Uji heteroskedatisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi kesamaan variance atau residual satu pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan kepengamatan lain tetap, maka disebut heteoskedatisitas,
sebaliknya jika tetap disebut
Homokesdatisitas. Dasar analisis yang
digunakan untuk mendeteksi
heteroskedatisitas adalah sebagai berikiut: a) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka mengidentifikasikan telah terjadi heterokesdatisitas. b) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskerdatisitas.
Analisis regresi berganda bertujuan
untuk meramalkan pengaruh empat
variabel prediktor atau lebih terhadap satu variabel kriterium atau untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan fungsional antara tiga buah variabel bebas (X) atau lebih dari sebuah variabel terikat (Y). Dalam penelitian ini analisis tersebut digunakan untuk mengetahui pengaruh tingkat suku bunga SBI, kurs rupiah dan indeks dow jones terhadap IHSG. Seberapa besar
variabel independen mempengaruhi
Keterangan : Y = IHSG sektor pertambangan (a) = Nilai Konstanta (b) = Koefisien Regresi Berganda (X1) = Tingkat
suku bunga SBI (X2)= Kurs Rupiah (X3)=
indeks Dow Jones (e) = Standart Error. Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat analisa statistic.
berupa Uji t digunakan untuk mengetahui apakah secara individu masing-masing variabel bebas dalam penelitian mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat dalam penelitian. Dasar pengambilan keputusan adalah: Hoditolak atau Ha diterima jika nilai signifikan t atau p value < 5%
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas data yang akan dianalisis tentang pengaruh tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, dan Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia (BEI). Penarikan sampel penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu pemilihan sampel dengan menggunakan pertimbangan dan kriteria-kriteria tertentu sebagai berikut: (1) Data yang diambil merupakan perkembangan tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, Indeks Saham Dow Jones dan perkembangan IHSG yang terbaru (audit). (2)Data yang diambil adalah 5 tahun (2010-2014) dikarenakan terjadinya
suatu fenomena pada empat tahun terakhir pada setiap bulan pengamatan, yaitu dari tahun 2010-2014. Berdasarkan uraian diatas, yang menjadi sampel yang diambil penulis dalam penelitian ini adalah nilai IHSG pada setiap akhir bulan pengamatan periode 2010-2014 pada Bursa Efek Indonesia (BEI). Jumlah data ada setiap bulan selama 5 tahun sehingga ada 60 data tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, Indeks Saham Dow Jones dan perkembangan IHSG.
Deskripsi umum hasil penelitian yang dipaparkan pada bagian ini adalah deskripsi skor tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, Indeks Dow Jones, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1 Deskripsi Skor Tingkat Suku Bunga SBI, Kurs Mata Uang Rupiah atas Dollar AS, Indeks Dow Jones, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Statistik X1 X2 X3 Y
Mean 0,0657 10414,94 13527,73 4100,75
Median 0,0650 9953,87 13058,21 4136,57
Deviasi Standar 0,0067 1219,73 2296,80 706,12
Minimum 0,0575 9032,00 9774,02 2549,03
Maksimum 0,0775 12938,29 17828,24 5226,95
(Sumber: data diolah, spss 19)
Keterangan: X1 adalah tingkat suku bunga SBI, X2 adalah kurs mata uang Rupiah atas Dollar
AS, X3 adalah Indeks Dow Jones, dan Y adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Berdasarkan Tabel 1, dapat ditarik 4 deskripsi umum sebagai berikut. Data tingkat suku bunga SBI memiliki nilai minimum sebesar 0,0575 dan nilai maksimum sebesar 0,0775. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa respon terhadap tingkat suku bunga SBI adalah antara 0,0575 sampai dengan 0,0775. Nilai rata-rata sebesar 0,0657 dengan nilai median sebesar 0,0650. Nilai rata-rata yang lebih besar dari nilai median menunjukkan bahwa nilai tingkat suku bunga SBI cenderung condong ke arah nilai minimum. Deviasi standar sebesar 0,0067 lebih kecil dari nilai rata-rata menunjukkan bahwa
cenderung condong ke arah nilai minimum. Deviasi standar sebesar 1219,73 lebih kecil dari nilai rata-rata menunjukkan bahwa kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS sebaran nilainya semakin dekat dari nilai rata-ratanya, yang mengindikasikan data kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS tidak bervariasi.
Data Indeks Dow Jones memiliki nilai minimum sebesar 9774,02 dan nilai maksimum sebesar 17828,24. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa respon terhadap Indeks Dow Jones adalah antara 9774,02 sampai dengan 17828,24. Nilai rata-rata sebesar 13527,73 dengan nilai median sebesar 13058,21. Nilai rata-rata yang lebih besar dari nilai median menunjukkan bahwa nilai Indeks Dow Jones cenderung condong ke arah nilai minimum. Deviasi standar sebesar 2296,80 lebih kecil dari nilai rata-rata menunjukkan bahwa Indeks Dow Jones sebaran nilainya semakin dekat dari nilai rata-ratanya, yang mengindikasikan data Indeks Dow Jones tidak bervariasi. Data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memiliki nilai minimum sebesar 2549,03 dan nilai maksimum
sebesar 5226,95. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa respon terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah antara 2549,03 sampai dengan 5226,95. Nilai rata-rata sebesar 4100,75 dengan nilai median sebesar 4136,57. Nilai rata-rata yang lebih kecil dari nilai median menunjukkan bahwa nilai Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) cenderung
condong ke arah nilai maksimum. Deviasi standar sebesar 706,12 lebih kecil dari nilai rata-rata menunjukkan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebaran nilainya semakin dekat dari nilai rata-ratanya, yang mengindikasikan data Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) tidak bervariasi.
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu harus dipenuhi uji prasyarat. Uji prasyarat meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.
Uji normalitas dilakukan pada data tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, Indeks Dow Jones, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Rekapitulasi hasil uji normalitas data tersaji pada Tabel 2 di bawah ini
Tabel 2 Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Data One-Sample Kolgomorov-Smirnov Test
N 60
Normal Parametersa,b Mean 0,0000000
Std. Deviation 5,52343444E2
Most Extreme Differences Absolute 0,076
Positive 0,076
Negative -0,068
Kolmogorov-Smirnov Z 0,590
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,877
(sumber: data diolah, spss 19)
Berdasarkan Tabel 2, ditunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,877. Nilai Asymp. Sig. (2-tailed) tersebut lebih besar dari 0,05 untuk statistik One-Sample Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan kriteria uji normalitas, data terdistribusi normal jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data berdistribusi normal. Uji
Tabel 3 Ringkasan Hasil Uji Multikolinieritas
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
(Constant)
Tingkat Suku Bunga SBI 0,846 1,183
Kurs Mata Uang Rupiah atas Dollar AS 0,784 1,276
Indeks Dow Jones 0,921 1,086
(Sumber: data diolah spss 19)
Berdasarkan Tabel 3, maka dapat diketahui nilai VIF untuk masing-masing variabel penelitian sebagai berikut: (1) Nilai VIF untuk variabel tingkat suku bunga SBI sebesar 1,183 < 10 dan nilai tolerance
sebesar 0,846 > 0,10 sehingga variabel tingkat suku bunga SBI dinyatakan tidak terjadi gejala multikoliniearitas. (2) Nilai VIF untuk variabel kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS sebesar 1,276 < 10 dan nilai
tolerance sebesar 0,784 > 0,10 sehingga variabel kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS dinyatakan tidak terjadi gejala multikoliniearitas. (3) Nilai VIF untuk variabel Indeks Dow Jones sebesar 1,086 < 10 dan nilai tolerance sebesar 0,921 > 0,10
sehingga variabel Indeks Dow Jones
dinyatakan tidak terjadi gejala
multikoliniearitas. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yan lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda akan disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah model yang tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk menguji hiteroskedastisitas dapat digunakan uji
Glejser. Ringkasan hasil uji heteroskedastisitas disajikan pada Tabel 4
Tabel 4 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 1586,037 673,312 2,356 0,022
X1 -11074,552 6486,522 -0,239 -1,707 0,093
X2 -0,011 0,037 -0,044 -0,307 0,760
X3 -0,021 0,018 -0,157 -1,175 0,245
(Sumber: data diolah, spss 19)
Keterangan: X1 adalah tingkat suku bunga SBI, X2 adalah kurs mata uang Rupiah atas Dollar
AS, X3 adalah Indeks Dow Jones.
Berdasarkan Tabel 4, diketahui bahwa nilai signifikansi antara variabel bebas dengan absolut residual lebih besar dari 0,05. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
tidak ditemukannya masalah
heteroskedastisitas pada model regresi. Uji autokorelasi digunakan untuk menguji
apakah sebuah model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada suatu periode dengan kesalahan pada periode sebelumnya. Untuk menguji autokorelasi dapat digunakan Durbin Waston (DW). Ringkasan hasil uji autokorelasi disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Ringkasan Hasil Uji Autokorelasi
Model R R Square Adjusted R Square
Std, Error of
the Estimate Durbin Watson
(Sumber: data diolah, spss 19)
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa nilai Durbin Watson sebesar 2,146. Nilai tabel Durbin Watsonpada α = 5%, n =
60, k = 3 adalah dL = 1,480 dan dU = 1,688.
Nilai Durbin Watson berada di antara dU
dan (4 – dU) atau 1,688 < 2,146 < 2,312.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam regresi linier tidak terdapat autokorelasi atau tidak terjadi korelasi di antara kesalahan pengganggu. Uji ini
digunakan untuk menentukkan analisis pengaruh tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara parsial, di mana dapat dilihat dari besarnya nilai probabilitas pada uji t. Hasil uji t dari variabel tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, Indeks Dow Jones secara parsial disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Rekapitulasi Hasil Analisis Persamaan Regresi Linier Ganda
Model
Keterangan: X1 adalah tingkat suku bunga SBI, X2 adalah kurs mata uang Rupiah atas Dollar
AS, X3 adalah Indeks Dow Jones
Berdasarkan perhitungan, maka didapat: : .
Berdasarkan model regresi yang terbentuk, dapat diinterpretasikan hasil sebagai berikut: (1) Konstanta sebesar 3748,578 menunjukan jika variabel tingkat suku bunga SBI (X1), kurs mata uang Rupiah
atas Dollar AS (X2), Indeks Dow Jones (X3)
bernilai konstan, maka variabel Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) (Y) memiliki nilai positif sebesar 3748,578 satuan. (2) Variabel tingkat suku bunga SBI (X1) memiliki koefisien negatif sebesar
-36400,367 dan nilai signifikan 0,004. Nilai probabilitas signifikan untuk tingkat suku bunga SBI (X1) adalah 0,004. Nilai ini lebih
kecil dari nilai probabilitas α = 5%, maka
dapat dinyatakan bahwa tingkat suku bunga SBI (X1) berpengaruh terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) (Y). Sedangkan, nilai koefisien regresi yang negatif menunjukkan bahwa tingkat suku bunga SBI (X1) terhadap Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) (Y) berpengaruh negative.Hal ini menggambarkan bahwa
jika terjadi kenaikan tingkat suku bunga SBI (X1) sebesar 1 satuan, maka Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) (Y) akan
mengalami penurunan sebesar 36400,367 satuan dengan asumsi variabel independen yang lain kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS (X2) dan Indeks Dow Jones (X3)
dianggap konstan. (3) Variabel kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS (X2) memiliki
koefisien positif sebesar 0,141 dan nilai signifikan 0,043. Nilai probabilitas signifikan untuk kurs mata uang Rupiah atas Dollar (Y). Sedangkan, nilai koefisien regresi yang positif menunjukkan bahwa kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS (X2) terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) (Y) berpengaruh positif. Berpengaruh positif dan signifikan, jadi kurs mata uang rupiah berpengaruh positif terhadap indeks harga
Tabel 8 Rekapitulasi Hasil Analisis Koefisien Determinasi
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 0,623 0,388 0,355 566,94535
(Sumber: diolah, spss19)
Berdasarkan Tabel 8, diketahui bahwa hasil perhitungan koefisien determinasi sebesar 0,355. Hal ini menunjukkan bahwa 35,5% variabel Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG)
dipengaruhi oleh variabel tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, dan Indeks Dow Jones, sedangkan 65,5% dipengaruhi oleh faktor lain.
Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Hipotesis pertama yang menyatakan bahwa tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diterima. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berpengaruh negatif dan siginifikan antara tingkat suku bunga SBI dengan Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG).
Persamaan regresi punya arah koefisien negatif. Pengaruh negatif menunjukkan bahwa hubungan tingkat suku bunga SBI dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah berbanding terbalik. Jika tingkat suku bunga SBI semakin tinggi, maka Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) semakin rendah. Terdapat
pengaruh yang signifikan tingkat suku bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang ditunjukkan dengan nilai probabilitas signifikan untuk tingkat suku bunga SBI adalah 0,004 lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan hasil analisis regresi linier ganda, maka dapat diambil suatu justifikasi bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat suku bunga
SBI terhadap Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG). Justifikasi diambil dengan mempertimbangkan kajian teori dan emperis. Berdasarkan teori, hukum besi pasar modal merumuskan bahwa jika tingkat suku bunga umum naik, maka IHSG akan turun dan begitu pula sebaliknya jika tingkat suku bunga umum turun, maka IHSG akan naik (Soedigno dan Nasution, 1997:6). Hal ini sejalan dengan pendapat
yang diungkapkan oleh Maryana (1997:35), di mana penguatan IHSG dikarenakan adanya suku bunga yang turun dan rupiah yang menguat. Teori ini diperkuat oleh Bank Indonesia dalam buletinnya bahwa penurunan suku bunga SBI diharapkan dapat mendorong investasi dan penyediaan modal kerja yang sangat diperlukan dalam proses
pemulihan ekonomi nasional
(Bank Indonesia, 1999:9).
Jadi, rasionalnya adalah tingkat suku bunga SBI mempunyai peranan yang besar terhadap harga saham. Kenaikan tingkat suku bunga dapat meningkatkan beban perusahaan yang lebih lanjut dapat menurunkan harga saham. Kenaikan ini juga potensial mendorong investor menjual saham dan mentransfer dana ke bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Apabila suku bunga SBI naik, maka investor akan mendapat hasil besar, sehingga akan menjual sahamnya dan ditukarkan dengan SBI. Dengan demikian naiknya suku bunga SBI akan mengakibatkan tur harga saham dan IHSG pun akan turun. Secara empiris hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2013), yang menyatakan bahwa tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Pengaruh Kurs Mata Uang Rupiah atas Dollar AS terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS berpengaruh positif dan signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diterima.
Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah searah. Jika kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS semakin tinggi, maka Indeks harga saham gabungan (IHSG) juga semakin tinggi. Terdapat pengaruh yang signifikan kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS terhadap kualitas laporan keuangan, yang ditunjukkan dengan nilai probabilitas signifikan untuk kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS adalah 0,000 lebih kecil dari 0,05.Berdasarkan hasil analisis regresi linier ganda, maka dapat diambil suatu justifikasi bahwa terdapat pengaruh yang signifikan kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Justifikasi diambil dengan mempertimbangkan kajian teori dan emperis. Secara teori, penguatan IHSG dikarenakan adanya suku bunga yang turun dan rupiah yang menguat (Maryana, 1997:35). Teori ini menunjukkan bahwa IHSG akan melemah karena rupiah yang melemah. Sebab melemahnya rupiah dapat terjadi apabila faktor fundamental perekonomian Indonesia tidaklah kuat, sehingga dolar Amerika akan menguat dan akan menurunkan Indeks Harga Saham Gabungan di BEI (Sunariyah, 2006). Hal ini tentunya menambah resiko bagi investor apabila hendak berinvestasi di bursa saham Indonesia (Robert Ang, 1997). Investor tentunya akan menghindari resiko,
sehingga investor akan cenderung
melakukan aksi jual dan menunggu hingga situasi perekonomian dirasakan membaik. Aksi jual yang dilakukan investor ini akan mendorong penurunan indeks harga saham di BEI dan mengalihkan investasinya ke dolar Amerika (Jose Rizal, 2007). Jadi, rasionalnya adalah melemahnya kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS akan melemahkan nilai IHSG. Ketika rupiah melemah dan dolar AS menguat, hal ini mengakibatkan naiknya biaya bahan baku terhadap sebagian besar perusahaan yang mengimpor dari luar negeri. Kenaikan ini
mengurangi tingkat keuntungan
perusahaan. Hal ini akan mendorong investor untuk melakukan aksi jual terhadap harga saham-saham yang dimilikinya. Apabila banyak investor yang melakukan hal tersebut tentunya akan mendorong penurunan IHSG. Secara empiris hasil penelitian ini konsisten dengan hasil
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Novianto (2011), yang menunjukkan bahwa kurs mata uang Dollar AS atas Rupiah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Dengan demikian, kurs mata uang. Rupiah atas Dollar AS berpengaruh positif dan signifikan terhadap (IHSG).
Pengaruh Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa Indeks Dow Jones berpengaruh positif dan signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diterima. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh yang positif dan signifikan antara Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Persamaan regresi punya arah koefisien positif. Pengaruh positif menunjukkan bahwa hubungan Indeks Dow Jones dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah searah. Jika Indeks Dow Jones semakin tinggi, maka Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga semakin tinggi. Terdapat pengaruh yang signifikan Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang ditunjukkan dengan nilai probabilitas signifikan untuk Indeks Dow Jones adalah 0,000 lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan hasil analisis regresi linier ganda, maka dapat diambil suatu justifikasi bahwa terdapat pengaruh yang signifikan Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Justifikasi diambil dengan
mempertimbangkan kajian teori dan emperis. Secara teoretis, Dengan naiknya Indeks Dow Jones berarti kinerja perekonomian Amerika Serikat juga ikut membaik. Amerika sebagai salah satu
Negara tujuan ekspor Indonesia,
pertumbuhan perekonomian Amerika dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi
dunia baik (Samsul, 2008). Sebagai akibat semakin luasnya globalisasi, maka tidak menutup kemungkinan investor-investor asing menanamkan modalnya pada pasar modal Indonesia sehingga indeks di Pasar modal Indonesia akan semakin meningkat.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hipotesis terhadap pengaruh tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, dan Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2014 dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1)Variabel tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), artinya apabila tingkat suku bunga SBI semakin tinggi, maka Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan semakin rendah. 2) Variabel kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS berpengaruh positif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), artinya apabila kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS semakin tinggi, maka Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga semakin tinggi. 3) Variabel Indeks Dow Jones berpengaruh positif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), artinya apabila Indeks Dow Jones semakin tinggi, maka Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga semakin tinggi.
SARAN
Bagi manajemen perusahaan,
sebaiknya lebih memperhatikan aspek tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, dan Indeks Dow Jones, karena sesuai dengan hasil penelitian ini keempat variabel tersebut menjadi acuan bagi investor dalam memilih saham yang masuk dalam daftar Bursa Efek Indonesia (BEI). Hal ini terjadi karena
investor cenderung berkepentingan
terhadap kemampuan perusahaan
menghasilkan keuntungan di masa yang akan datang.
Keterbatasan penelitian ini variabel independen yang digunakan hanya tiga variabel, yaitu tingkat suku bunga SBI, kurs mata uang Rupiah atas Dollar AS, dan Indeks Dow Jones sehingga bagi peneliti selanjutnya dapat menggunakan variable
lain yang mempengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) namun tidak masuk dalam model yang diuji dalam penelitian ini
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, Sri dkk. 1998. Perangkat Analisis dan Teknik Analisis Investasi di Pasar Modal Indonesia. Jakarta: PT Bursa Efek Jakarta.
Anto, Dajan. 1996, Pengantar Metode Statistik jilid II, cetakan kedelapan belas. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES.
Bank Indonesia. 2006. Surat Ederan Bank Indonesia No.8/15/DNP/2006 tentang laporan berkala Bank umum
---. 2004. Peraturan Bank Indonesia No.6/23/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
Darmawi, H. 2006. Manajemen Asuransi. Jakarta: Bumi Aksara,
Fabozzi, E.J. and Francis, J.C. 1996.Capital Markets and Institution and Instrument. New Jersey: Upper
Saddle River Hamdy, Hady.
2010.Manajemen Keuangan
Internasional. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.
Samsul, Muhamad. 2006. Pasar Modal dan Manajemen Portofolio. Jakarta: Erlangga
Samuelson, Paul A. dan William P. Nordhaus. 1997. Makro ekonomi. Edisi Keempat belas. Jakarta: Erlangga.
Suad, Husnan. 2003. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (keputusan Jangka Pendek), Edisi keempat,Yogyakarta: BPFE.