• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH DAN HUKUM DAGANG MEDIASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH DAN HUKUM DAGANG MEDIASI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH HUKUM DAGANG

MEDIASI

RAFDI SIDDIK

NIM : 1203101010081

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

SYIAH KUALA

(2)

PENDAHULUAN

Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup berinteraksi satu dengan yang lainnya. Interaksi sosial ini dimulai dari tingkat yang paling sederhana sehingga ke tahap yang lebih besar dan kompleks. Hal tersebut terwujud dalam bentuk kehidupan bermasyarakat yang beradab dan terus berkembang dari masa ke masa. Perkembangan peradaban tersebut terjadi karena pada setiap diri manusia dilengkapi oleh daya cipta, rasa,dan karsa. Penerapan interaksi sosial dalam kehidupan bermasyarakat tidak selamanya berjalan selaras dan harmonis. Seringkali yang terjadi adalah perbedaan pemikiran, pendapat, dan keinginan antar manusia yang satu dengan yang lain. Perbedaan ini kemudian menjadi cikal bakal lahirnya sengketa atau konflik dalam masyarakat. Konflik ini pun senantiasa berkembang mengikuti perkembangan peradaban masyarakat atau suatu bangsa.

Hal tersebut kemudian mendorong bagi yang mulai berpikir modern untuk membentuk suatu mekanisme penyelesaian konflik (sengketa) mulai dari bentuk yang paling sederhana hingga menjadi suatu sistem yang kini disebut sebagai sistem peradilan yang senantiasa mengacu pada hukum positif dan norma-norma atau kaidah-kaidah dalam masyarakat.

Sistem peradilan yang dimiliki oleh setiap negara dipandang sebagai jalan terbaik dalam menyelesaikan sengketa. Sehingga setiap kali muncul konflik maka yang timbul dalam pikiran adalah penyelesaiannya harus melalui pengadilan (litigasi) padahal dalam proses pengadilan terdapat banyak tahap dan segudang aturan main yang harus dipenuhi. Belum lagi apabila kasus tersebut berlarut-larut dan berlanjut ke tingkat yang lebih tinggi. Tentu saja penyelesaiannya memakan waktu yang lama dan biaya yang besar bagi setiap pencari keadilan.

(3)

yang berlaku. Hal tersebut membuka pintu baru bagi masyarakat selaku pencari keadilan, agar setiap sengketa tidak selalu diproses di pengadilan dengan waktu yang lama dan biaya yang mahal serta untuk tetap membantu pencapaian tujuan hukum (keadilan, kepastian, dan kemanfaatan.) Maka dikeluarkanlah beberapa peraturan yang secara khusus mengatur tentang alternative penyelesaian sengketa.

Misalnya undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Dalam pasal 1 angka 10 dan alinea kedua dari penjelasan undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 menjelaskan bahwa masyarakat dimungkinkan memakai alternatif lain dalam usaha penyelesaian sengketa, antara lain dengan cara : konsultasi, negosiasi, mediasi, dan konsiliasi atau penilaian ahli. Hal ini kemudian semakin dipertegas dengan dikeluarkannya peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan.

ISI

a. Pengertian Mediasi

Sebagai bentuk dari alternative Dispute Rosolutian (ADR), terdapat devinisi yang beragam tentang mediasi yang dikemukakan oleh para pakar hukum. Namun secara umum, banyak mengakui bahwa mediasi adalah proses untuk menyelesaikan sengketa dengan melakukan bantuan pihak ketiga. Peran pihak ketiga itu adalah dengan melibatkan diri dari bantuan para pihak dalam mengidientifkasi masalah-masalah yang disengketakan. Dalam Perma No. 1 Tahun 2008, pengertian mediasi disebutkan pasal 1 butir 7, yaitu:

“Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator”.

(4)

yang netral. Tugas utama dari pihak yang netral tersebut (mediator) adalah menolong para pihak memahami pandangan pihak lain sehubungan dengan masalah yang disengketakan. Selanjutnya mediator membantu mereka melakukan penilaian yang objektif dari seluruh situasi untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak, guna mengakhiri sengketa yang terjadi.

b. Dasar Hukum Mediasi

Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa dasar hukum yang mengatur pengintegrasian mediasi kedalam sistem peradilan pada dasarnya bertitik tolak pada ketentuan pasal 130 HIR maupun pasal 154 R.Bg.

Untuk lebih memberdayakan dan mengefektifkannya, Mahkamah Agung menuangkan ketentuan tersebut ke dalan suatu bentuk yang bersifat memaksa, yaitu dengan mengaturnya kedalam UU No. 2 Tahun 2003 tentang prosedur mediasi. Namun belakangan Mahkamah Agung menyadari bahwa Perma tersebut kurang teraplikasikan sebagai landasan hukum mediasi karena tidak tampak perubahan sistem dan prosedural perkara masih berlangsung secara konvensional melalui proses litigasi.

Jenis- Jenis Mediasi

Secara umum, mediasi dapat dibagi kedalam dua jenis yakni Mediasi dalam Sistem Peradilan dan Mediasi di Luar Pengadilan. Mediasi yang berada di dalam pengadilan diatur oleh Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2008 yang mewajibkan ditempuhnya proses mediasi sebelum pemeriksaan pokok perkara perdata dengan mediator terdiri dari hakim-hakim Pengadilan Negeri tersebut sedangkan mediasi di luar pengadilan ditangani oleh mediator swasta, perorangan, maupun sebuah lembaga independen alternatif penyelesaian sengketa.

(5)

Dalam pasal 130 HIR dijelaskan bahwa mediasi dalam sistem peradilan dilaksanakan dalam bentuk perdamaian yang menghasilkan produk berupa akta persetujuan damai (akta perdamaian).

Hukum di Indonesia mengatur bahwa hasil mediasi harus dalam bentuk tertulis. Hal tersebut tidak hanya berlaku untuk mediasi dalam lingkup pengadilan tetapi juga bagi mediasi di luar pengadilan.

Dalam Perma No. 1 Tahun 2008 disebutkan bahwa: jika mediasi menghasilkan kesepakatan, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak. Kesepakatan tersebut wajib memuat klausul-klausul pencabutan perkara atau pernyataan perkara telah selesai [pasal 17 ayat (1) dan (6)].

b. Mediasi di Luar Pengadilan

Pada dasarnya dalam kehidupan sehari-hari, mediasi yang berlangsung di luar pengadilan sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya peraturan hukum adat yang melekat dan mendarah daging pada kebanyakan masyarakat Indonesia. Misalnya seorang kepala adat atau kepala kerabat bertindak sebagai penengah dalam memecahkan sebuah masalah/ sengketa dan memberi putusan terhadap masalah tersebut. Karena mediasi di luar pengadilan ini merupakan bagian dari adat istiadat atau budaya daerah tertentu maka penyebutan dan tata cara pelaksanaannya juga berbada-beda sesuai dengan budaya yang berlaku pada masyarakat dan daerah tersebut.

(6)

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan lain sebagainya.

c. Mediasi – Arbitrase

Mediasi- Arbitrase adalah bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang merupakan kombinasi antara mediasi dan arbitrase. Dalam bentuk ini, seorang yang netral diberi kewenangan untuk mengadakan mediasi, namun demikian ia pun mempunyai kewenangan untuk memutuskan setiap isu yang tidak dapat diselesaikan oleh para pihak. Sedangkan menurut Priyatna Abdurrasyid bahwa mediasi-arbitrae dimulai dengan mediasi, dan jika tidak menghasilkan penyelesaian dilanjutkan dengan arbitrase yang putusannya fnal mengikat.

d. Mediasi Ad-Hoc dan Mediasi Kelembagaan

Dengan mengacu pada ketentuan pasal 6 ayat 4 undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, mediasi ad-hoc terbentuk dengan adanya kesepakatan para pihak dalam hal menentukan mediator untuk menyelesaikan perselisihannya, yang mempunyai sifat tidak permanen. Jenis ini bersifat sementara atau temporer saja, karena dibentuk khusus untuk menyelesaikan perselisihan tertentu sesuai dengan kebutuhan saat itu dan ketika selesai maka mediasi ini akan bubar dengan sendirinya. Sebaliknya, mediasi kelembagaan merupakan mediasi yang bersifat permanen atau terbentuk secara institusional/ melembaga, yakni suatu lembaga mediasi yang menyediakan jasa mediator untuk membantu para pihak.

4. Tugas dan Fungsi Mediator

(7)

berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian,” dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada setiap proses mediasi, mediator memegang peranan yang sangat penting. Mediasi tidak akan terlaksana tanpa usaha seorang mediator untuk mempertemukan keinginan para pihak dan mencari solusi yang sama-sama menguntungkan atas permasalahan yang terjadi.

Dalam praktik, mediator sangat membutuhkan kemampuan personal yang memungkinkannya berhubungan secara menyenangkan dengan para pihak. Kemampuan pribadi yang terpenting adalah sifat tidak menghakimi, yaitu dalam kaitannya dengan cara berfkir masing- masing pihak. Dengan bekal berbagai kemampuan yang dimilikinya, mediator diharapkan dapat menjalankan peranannya untuk menganalisis dan mendiagnosa sengketa yang ada. Kemudian mendisain dan mengendalikan proses mediasi untuk menuntun para pihak mencapai suatu kesepakatan. Adapun hal-hal yang perlu dilakukan oleh seorang mediator dalam praktik, antara lain sebagai berikut:

a. Melakukan diagnosis konflik

b. Mengidientifkasi masalah serta kepentingan-kepentingan kritis para pihak c. Menyusun agenda

d. Memperlancar dan mengendalikan komunikasi

e. Mengajar para pihak dalam proses dan keterampilan tawar- menawar

f. Membantu para pihak mengumpulkan informasi penting, dan menciptakan pilihan-pilihan untuk memudahkan penyelesaian problem.

(8)

Menurut Fuller4 salah seorang pakar hukum menyebutkan bahwa fungsi dari seorang mediator ada 7, yakni:

a. Sebagai “katalisator”, mengandung pengertian bahwa kehadiran mediator dalam proses perundingan mampu mendorong lahirnya suasana yang konstruktif bagi diskusi.

b. Sebagai “pendidik”, berarti seorang harus berusaha memahami aspirasi, prosedur kerja, keterbatasan politis, dan kendala usaha dari para puhak. c. Sebagai “penerjemah”, berarti mediator harus berusaha menyampaikan dan merumuskan usulan pihak yang satu kepada pihak yang lainnya melalui bahasa atau ungkapan yang baik dengan tanpa mengurangi sasaran yang dicapai oleh pengusul.

d. Sebagai “nara sumber” berarti seorang mediator harus mendayagunakan sumber-sumber informasi yang tersedia.

e. Sebagai “penyandang berita jelek”, berarti seorang mediator harus menyadari bahwa para pihak dalam proses perundingan dapat bersikap emosional. Untuk itu, mediator harus mengadakan pertemuan terpisah dengan pihak-pihak terkait untuk menampung berbagai usulan.

f. Sebagai “agen realitas”, berarti mediator harus berusaha memberikan pengertian secara jelas kepada salah satu pihak bahwa sasarannya tidak mungkin/ tidak masuk akal tercapai melalui perundingan.

g. Sebagai “kambing hitam”, berarti seorang mediator harus siap disalahkan, misalnya dalam membuat kesepakatan hasil perundingan.

5. Proses Mediasi di Pengadilan Negeri

Dalam Perma nomor 1 Tahun 2008, prosedur pelaksanaan mediasi dibagi dalam dua tahap sebagaimana yang diatur dalam Bab II, yaitu: Tahap Pramediasi dan tahap mediasi . Tahap-tahap tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut:

(9)

Tahap pramediasi merupakan tahap persiapan kea rah proses tahap mediasi, yang terdiri atas:

1) Hakim Memerintahkan Menempuh Mediasi

Langkah pertama yang dilakukan seorang hakim pada tahap pramediasi adalah sebagai berikut

a) Memerintahakan lebih dahulu menempuh mediasi

Perma telah memberikan fungsi dan kewenangan kepada hakim sebagai berikut:

(1) Memerintahkan para pihak yang berperkara wajib lebih dahulu menempuh penyelesaian melalui proses mediasi

(2) Kewajiban menempuh lebih dahulu penyelesaian proses mediasi bersifat imperative, dan bukan regulative sehingga harus ditaati oleh para pihak. (3) Saat hakim penyampaian perintah pada siding pertama, berarti keberadaan dan fungsi siding pertama hanya acara tunggal, yaitu memerintahkan para pihak wajib lebih dahulu untuk menempuh proses mediasi.

b) Syarat Menyampaikan Perintah

Syarat yang harus dipenuhi agar penyampaian perintah yang mewajibkan para pihak mesti lebih dahulu menempuh mediasi, diatur dalam pasal 2 ayat 3.

2) Hakim Wajib Menunda Persidangan

Tindakan selanjutnya yang harus dilakukan oleh seorang hakim dalam tahap ini diatur dalam pasal 7 ayat (2), yaitu:

a) Hakim Wajib Menunda Persidangan

Bersamaan dengan perintah yang mewajibkan para pihak lebih dahulu menempuh mediasi, hakim wajib menunda persidangan perkara. Secara mutlak hakim dilarang melakukan pemeriksaan perkara tetapi harus menundanya.

(10)

Pada saat hakim menyampaikan perintah agar para pihak harus lebih dahulu menempuh mediasi dibarengi dengan menuda pemeriksaan perkara, hakim harus menjelaskan bahwa meksud penundaan itu adalah dalam rangka member kesempatan kepada para pihak menempuh proses mediasi. 3) Hakim Wajib Memberi Penjelasan tentang Prosedur dan Biaya Mediasi Tindakan berikutnya yang harus dilakukan oleh seorang hakim yaitu: a) Wajib Memberi Penjelasan Prosedur Mediasi

Pada sidang pertama hakim juga wajib memberi penjelasan tata cara dan prosedur mediasi yang meliputi tata cara pemilihan mediator, cara pertemuan, perundingan, jadwal pertemuan, tenggang waktu berkenaan dengan pemilihan mediator, proses mediasi dan penendatanganan hasil kesepakatan.

b) Menjelaskan Biaya Mediasi

Hakim juga wajib menjelaskan hal-hal yang brekenaan dengan biaya mediasi, terutama biaya yang disebut dalam pasal 10 ayat (3) dan (4), yaitu: (a) Bila mediasi dilakukan ditempat lain, biaya ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan.

(b) Bila mediator yang disepakati bukan hakim tetapi berasal dari luar lingkup daftar mediator yang ada di pengadilan, biaya mediator tersebut ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan para pihak.

4) Wajib memilih mediator

Tata cara pemilihan mediator diatur dalam pasal 8 yaitu: a. Para pihak berhak memilih mediator.

(11)

d. Jika dalam sebuah proses mediasi terdapat lebih dari satu orang mediator, pembagian tugas mediator ditentukan dan disepakati oleh para mediator sendiri.

b. Tidak tercapai kesepakatan

Apabila para pihak atau kuasa mereka tidak menghasilkan kesepakatan dalam memilih mediator sampai batas waktu yang telah ditetapkan, para pihak wajib memilih mediator dari daftar pengadilan yang telah tersedia. Hak para pihak untuk memilih mediator dari luar pengadilan telah tertup.

c. Ketua majelis berwenang menunjuk mediator

Jika para pihak gagal memilih mediator dari daftar maupun luar daftar mediator yang disediakan pengadilan, kemudian gagal pula memilih mediator dari daftar pengadilan dalam waktu satu hari kerja sebagai tindak lanjut dari kegagalan pertama maka penunjukan mediator dilimpahkan kewenangannya kepada ketua majelis hakim yang memriksa perkara secara

ex-officio, yang dituangkan ke dalam penetapan.

1. Proses Mediasi oleh Mediator Luar

Perlakuan khusus proses mediasi yang menggunakan mediator di luar daftar mediator yang dimiliki pengadilan. Perlakuan tersebut mengenai hal-hal sebagai berikut:

a. Proses mediasinya 40 hari

b. Tindakan para pihak selanjutnya adalah menghadap kembali pada hakim yang memeriksa perkara dan meminta penetapan akta perdamaian atau menyatakan pencabutan gugatan apabila proses mediasi mengahasilkan kesepakatan.

I. Tahap Mediasi

(12)

1. Para Pihak Wajib Menyerakan Foto Kopi Dokumen

Setelah mediator terpilih atau ditunjuk, para pihak wajib menyerahkan foto kopi dokumen yang memuat duduk perkara dan fotokopi surat-surat yang diperlukan paling lambat dalam jangka waktu tujuh hari kerja terhitung dari tanggal para pihak memilih mediator atau ketua mejelis menunjuk mediator. Penyerahan dokumen ini tidak hanya kepada mediator tetapi juga kepada pihak lain, artinya para pihak secara timbale balik saling menyerahkan dikumen dan surat-surat yang dimaksud.

2. Kewajiban dan Peran Mediator

Setelah para pihak saling memberikan dokumen perkara, selanjutnya adalah mediator menentukan jadwal pertemuan yang benar-benar realistis dan harus dihadiri oleh para pihak dengan atau tanpa di dampingi oleh kuasa hukum mereka. Mediator juga dapat melakukan kaukus apabila dianggap perlu dan mengundang ahli dengan syarat-syarat disetujui oleh para pihak.

3. Sistem Proses Mediasi

Sistem proses mediasi dibedakan kedalam 3 sistem, yaitu: a. Tertutup untuk umum

Sistem ini merupakan prinsip dasar. dalam pasal 6 disebutkan: “proses mediasi pada asasnya tertutup untuk umu, kecuali para pihak menghendaki lain”.

b. Terbuka untuk umum atas persetujuan para pihak

(13)

4. Mediasi Mengahasilkan Kesepakatan

Apabila mediasi menghasilkan kesepakatan, maka para pihak wajib merumuskan kesepakatan secara tertulis dengan dibantu oleh mediator dan ditandatangani oleh para pihak setelak kesepakatan tersebut diperiksa oleh mediator untuk menghindari terjadinya kesepakatan yang betentangan dengan hukum. Dalam kesepakatan ini, wajib dicantumkan klausula-klusula pencabutan perkara atau pernyataan perkara telah selesai.

5. Proses Mediasi Gagal

Apabila proses mediasi gagal, yaitu dalam jangka waktu yang telah ditentukan (40 hari kerja) dan telah dipenpanjang selama 14 hari atas namun mediasi tidak menghasilkan kesepakatan maka mediator wajib memberitahukan kegagalan tersebut kepada hakim secara tertulis. Setelah menerima pemberitahuan tersebut maka hakim segera melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku.

KESIMPULAN

(14)

yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.

Mediasi disebut emergent mediation apabila mediatornya merupakan anggota dari sistem sosial pihak-pihak yang bertikai, memiliki hubungan lama dengan pihak-pihak yang bertikai, berkepentingan dengan hasil perundingan, atau ingin memberikan kesan yang baik misalnya sebagai teman yang solider.

Pengertian mediasi yaitu suatu proses damai dimana para pihak yang bersengketa menyerahkan penyelesaiannya kepada seorang mediator (seseorang yg mengatur pertemuan antara 2 pihak atau lebih yg bersengketa) untuk mencapai hasil akhir yang adil, tanpa biaya besar besar tetapi tetap efektif dan diterima sepenuhnya oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Pihak ketiga (mediator) berperan sebagai pendamping dan penasihat. Sebagai salah satu mekanisme menyelesaikan sengketa, mediasi digunakan di banyak masyarakat dan diterapkan kepada berbagai kasus konflik.

DAFTAR PUSTAKA

- http://id.wikipedia.org/wiki/Mediasi

- http://mediasi dalamperkara perdata .blogspot.com/

- http://elibrary.ub.ac.id/handle/123456789/32896

Referensi

Dokumen terkait

Ketentuan tentang mediator dari hakim didasarkan pada PERMA No.1 Tahun 2008 pasal 5 (5) “Jika dalam wilayah sebuah Pengadilan tidak ada hakim, advokat, akademisi hukum

1) Mediator adalah Hakim atau pihak yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perudingan guna mencari berbagai

isi dari PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi yaitu pada pasal 17 ayat 3 dan 4, karena pada pasal 17 ayat 3 dijelaskan bahwa jika para pihak tidak hadir

Menurut pertimbangan hakim tingkat banding mediasi yang dilakukan tidak sesuai dengan Pasal 1 ayat (8) Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di

Di Pengadilan telah disediakan daftar sesuai dengan Perma lalu para pihak memilih Mediator selanjutnya mereka menyerhkan kepada Majelis Hakim, maka Majelis hakim akan

Ketentuan tentang mediator dari hakim didasarkan pada PERMA No.1 Tahun 2008 pasal 5 (5) “Jika dalam wilayah sebuah Pengadilan tidak ada hakim, advokat, akademisi hukum

Defenisi mediasi Mediasi adalah proses penyelesaian konflik di mana seorang pihak ketiga yang netral, yang disebut mediator, membantu para pihak yang terlibat dalam konflik untuk

Implementasi mediasi bagi para Pihak Yang bersengketa perkara waris di Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Surabaya sudah berjalan sesuai dengan prosedur mediasi yang di atur dalam Perma