• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Hakim Dalam Memediasi Perkara Perceraian Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Peran Hakim Dalam Memediasi Perkara Perceraian Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

Hakim dan pegawai Pengadilan Agama Ternate yang telah bersedia memberikan data dan informasi yang penulis perlukan untuk penelitian disertasi ini. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana PERMA (Peraturan Mahkamah Agung) Nomor 1 Tahun 2016 diterapkan di Pengadilan Agama Ternate, seberapa efektif mediasi di Pengadilan Agama Ternate dan bagaimana mediator-hakim mengefektifkan mediasi dalam menyelesaikan perkara perceraian. di Pengadilan Agama Ternate. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan mediasi di Pengadilan Agama Ternate telah berlangsung sesuai dengan PERMA mediasi dan konsep perdamaian dalam hukum Islam.

Dalam hal ini, Hakim Pengadilan Agama Ternate selalu memberikan solusi dan petunjuk yang baik kepada para pihak yang berperkara agar dapat membangun rumah tangga dengan rukun. Namun segala upaya hakim untuk mencapai hasil yang baik dengan proses mediasi tidak maksimal karena banyaknya kasus perceraian di Pengadilan Agama Ternate; hanya beberapa kasus yang berhasil dimediasi. Di antaranya disertasi Helmiriyadussalihin, Mediasi Penyelesaian Sengketa Cerai di Pengadilan Agama Sungguminasa, dan disertasi Mutiah Sari Mustakim, Efektivitas.

شسجٌا ضّخٍِ

خؼ٠ششٌا ذٕػ

ك١جطر ف١و خفشؼِ ٌٝإ شسجٌا از٘

PERMA

لس )ُ١ظؼٌا خّىسٌّا ْ

ربٔشر

PERMA ٚ .خؼ٠ششٌاٚ

از٘

Vokal

Artinya negara Indonesia menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin seluruh warga negaranya mempunyai kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu tanpa kecuali. Fungsi ini dijalankan oleh suatu lembaga bernama peradilan yang mempunyai kewenangan menyelidiki, menilai dan memberikan keputusan terhadap konflik. Bismar Siregar menyatakan, undang-undang tersebut jelas menegaskan bahwa tanggung jawab seorang hakim bukan kepada negara, bukan kepada bangsa, melainkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kemudian kepada dirinya sendiri.

8 Mochtar Kusumaatmadja, “Pembaruan Pendidikan Hukum dan Pengembangan Profesi”, Jurnal Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, Universitas Padjadjaran, (Bandung: 1974), hal. 9 Bernard Arief Sidharta, Etika dan Kode Etik Profesi Hukum, Jurnal Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, Volume V, (Bandung: 1974), hal. Selain itu, dalam setiap perkara yang diajukan ke hadapannya, hakim harus membantu lembaga peradilan dengan berupaya menyelenggarakan peradilan yang sederhana, cepat dan murah,11 sehingga akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan, yang pada gilirannya akan meningkatkan kewenangan lembaga peradilan. lembaga.

Di luar itu, keadilan yang dapat diterima merupakan salah satu faktor yang paling mendukung tercapainya kemajuan ekonomi yang lebih besar yang dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk suatu negara, dalam artian sistem hukum yang mampu menyelesaikan perselisihan dengan cepat dan berbiaya rendah. 12 Oleh karena itu, dengan bergeraknya perkembangan perekonomian dan kegiatan praktek bisnis, tidak mungkin tercapai hasil yang gemilang dan lancar tanpa dukungan sistem hukum. Menurut Nurnaningsih Amriani, dalam kutipan Komar Kantaatmadja, ia menilai sistem hukum Indonesia saat ini belum memberikan kemampuan bagi aparat penegak hukum, yaitu hakim yang profesional, untuk menyelesaikan perkara.13 Akibatnya, sistem hukum terus tertinggal. di belakang. Di balik itu, lembaga peradilan dinilai tidak mampu menangani perkara. 11 Ketentuan ini termasuk dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehakiman, sedangkan termasuk dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kehakiman, menggantikan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970. tidak ditemukan. ketentuan.

Sedangkan terhadap Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kehakiman, menggantikan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, ketentuan tersebut termasuk dalam Pasal 4 ayat (2). Mahkamah Agung (selanjutnya disebut Mahkamah Agung) sebagai lembaga peradilan di Indonesia, sesuai dengan amanat UUD 1945, menyadari pentingnya mengintegrasikan mediasi ke dalam sistem hukum.

ي ِلَع َلاَق

Permasalahan

  • Identifikasi Masalah
  • Pembatasan Masalah
  • Perumusan Masalah
  • Manfaat Penelitian

9 Hal ini disebabkan karena praktek di lapangan bahwa di pengadilan agama hakim juga merupakan mediator yang tidak memiliki sertifikat mediator. Sosialisasi mengenai pentingnya digunakan di pengadilan agama dalam suatu perkara perceraian masih kurang, sehingga ketika dilakukan mediasi para pihak hanya menganggap bahwa mediasi hanya sekedar formalitas yang perlu dilakukan. Dari beberapa identifikasi permasalahan yaitu semakin banyaknya kasus perceraian di Pengadilan Agama Ternate, tidak semua hakim tersertifikasi sebagai mediator, kurangnya sosialisasi tentang mediasi itu sendiri, kemudian adanya pihak ketiga seperti keluarga yang menginisiasi para pihak untuk tetap melakukan mediasi. harus bercerai, emosi pelanggan yang benar-benar memuncak di setiap persoalan.

Agar tidak terjadi pembahasan yang berlebihan, maka dalam penelitian ini perlu dilakukan pembatasan permasalahan secara jelas, yaitu: hanya peran hakim dalam mediasi perkara perceraian menurut hukum Islam dan hukum positif, tingkat keberhasilan mediasi dan faktor-faktor yang menghambat mediasi. di Pengadilan Agama Ternate. Bagaimana peran mediasi menurut hukum Islam dan hukum positif di Pengadilan Agama Ternate dalam perkara perceraian. Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama Ternate.

Memahami peran mediasi menurut hukum Islam dan hukum positif dalam kerangka Pengadilan Agama Ternate terkait perkara perceraian. Diharapkan dapat dijadikan landasan teoritis dan praktis dalam pelaksanaan mediasi perkara perceraian di Pengadilan Agama Ternate, sehingga penelitian ini dapat bermanfaat dalam hal lain. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi kemajuan ilmu hukum mengenai proses mediasi dalam penerapannya pada sistem peradilan perdata.

Memberikan wawasan dan pemahaman kepada masyarakat luas mengenai keterpaduan proses mediasi dalam penyelesaian perkara di pengadilan agama. Penulis saat ini sedang menempuh konsentrasi keilmuan syariah bidang studi agama Islam pada program pascasarjana di Institut Ilmu Al-Qur'an Jakarta. Penelitian ini akan semakin memperkaya dan memperdalam wawasan penulis mengenai peran hakim. dalam memediasi kasus perceraian, serta memenuhi persyaratan penyelesaian program studi di Institut Ilmu Al-Quran Postdoctoral, Jakarta.

Kajian Pustaka

11 Sejauh ini, setelah meneliti beberapa literatur yang ada, penulis menemukan beberapa penelitian mengenai mediasi dalam penyelesaian kasus perceraian. Permasalahan yang Dihadapi Hakim Mediator dalam Mediasi Perceraian Suami Istri di Pengadilan Agama Yogyakarta, Skripsi Abdul Gopur.28. Efektivitas mediasi dalam penyelesaian perkara perceraian di Pengadilan Agama Maros, tesis Mutiah Sari Mustakim.30.

Peran (BP4) Dewan Pertimbangan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan Dalam Pencegahan Perceraian di Kabupaten Wonosobo, Tesis Siti Marhamah.31. Beberapa studi literatur di atas menunjukkan bahwa gambaran Mediasi berdasarkan syariat dan hukum Islam sama dengan apa yang akan penulis jelaskan, namun terdapat perbedaan letak objek penelitian yang mungkin menimbulkan permasalahan dan kesimpulan yang berbeda.

Metode Penelitian

Pendekatan normatif yaitu pemahaman tentang mediasi yang dilaksanakan di Pengadilan Agama Ternate berpedoman pada teori hakam menurut etika berdasarkan Al-Qur'an, hadis dan kitab hukum Islam. Pendekatan Hukum, yaitu pendekatan yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang mengatur tata cara dan mekanisme perdamaian atau mediasi di pengadilan.

Sistematika Penulisan

Pada bab ini terdapat subbab yang membahas tentang analisis implementasi Perma no. I Tahun 2016 di Pengadilan Agama Ternate, Maluku Utara, Analisis Efektivitas Mediasi di Pengadilan Agama Ternate, Upaya Hakim Mediator dalam Mediasi yang Efektif dalam Menyelesaikan Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Ternate. Hal ini merupakan bentuk upaya hakim mediator Pengadilan Agama Ternate untuk mengoptimalkan perdamaian antar pihak yang berkonflik dalam kasus perceraian. Permohonan ini telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat ini dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2016 (yang merupakan pembaharuan PERMA Nomor 1 Tahun 2008) pada Pasal 3 Ayat 1 yaitu (1) Setiap hakim, mediator, para pihak dan/atau kuasa hukum wajib mempertimbangkan memperhatikan tata cara penyelesaian sengketa melalui mediasi dan pada ayat 2, hakim penyidik ​​perkara, ketika memutus putusan, wajib menunjukkan bahwa telah dilakukan upaya penyelesaian perkara melalui mediasi, dengan menyebutkan nama mediator.

Oleh karena itu, apapun upaya yang dilakukan oleh hakim mediasi untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa, apabila para pihak tetap teguh pada pendiriannya mengenai perceraian, maka perceraian di antara para pihak tidak akan mampu dicegah. Oleh karena itu, mediator yang menguasai teknik penanganan konflik dan berkomunikasi dengan baik dengan pihak-pihak yang terlibat kasus akan lebih mengutamakan tercapainya kesepakatan di antara para pihak dan mendorong mudahnya perdamaian di antara pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut. 220. Niat atau keinginan para pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan damai dan tidak bercerai dapat menjadi faktor pendukung keberhasilan mediasi.

Keterlibatan atau campur tangan pihak ketiga oleh masing-masing pihak dalam perkara juga dapat menghambat upaya perdamaian yang dilakukan mediator di Pengadilan Agama Ternate. Seperti keterlibatan keluarga dari kedua belah pihak yang juga berharap pasangan tersebut bercerai karena sudah tidak ada lagi kecocokan di antara mereka. Keterbatasan waktu dalam pelaksanaan proses mediasi juga sangat minim dan banyaknya perkara yang harus diselesaikan oleh hakim, sehingga hasil maksimal dalam mendamaikan pihak-pihak yang berperkara tidak mudah dicapai.

Sebab, jika salah satu pihak dalam perkara tidak hadir, otomatis sidang mediasi tidak dapat terlaksana dengan baik. Hal ini sangat mempengaruhi efektivitas upaya hakim mediasi dalam mengubah keinginan para pihak yang ingin bercerai.

Saran

221 Mahkamah Agung lebih luas dan membangun ruang dan fasilitas mediasi yang lebih baik untuk mendukung pelaksanaan mediasi di peradilan agama. Pentingnya mediasi yang berlaku di Pengadilan Agama dalam perkara perceraian harus disosialisasikan agar pihak-pihak yang berselisih dapat lebih matang memahami arti hidup damai. Amriani Nurnaningsih, SH, MH, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet I, 2011.

Hamid, Zahry, Pokok-pokok Hukum Perkawinan Islam dan Hukum Perkawinan di Indonesia, Yogyakarta: Bina Cipta, 1978. Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Irsan Alham Gafur, Panitera Pengadilan Agama Ternate, pada tanggal 9 Juni 2016. Hasil Penelitian wawancara pribadi Wawancara dengan Bapak Salahuddin Latukau, Mediator Hakim Pengadilan Agama Ternate pada tanggal 9 Juni 2016 Hasil wawancara pribadi dengan Nurzannah, Kepala Subbagian Umum dan.

Keuangan Pengadilan Agama Ternate, 9 Juni 2016 Hazm, Ibnu, Al-Muhalla, Kairo: Dar al-Fikr, t.th. Helmiriyadusshalihin, H, “Mediasi Penyelesaian Sengketa Cerai di Pengadilan Agama Sungguminas”, Skripsi Universitas Hasanuddin Makassar, Makassar: 2014. Mustakim, Mutiah Sari, SH, “Efektifitas Mediasi dalam Penyelesaian Perkara Cerai di Pengadilan Agama Maros “, Skripsi Universitas Hasanuddin Makassar, Makassar: 2014.

Idris, Hukum Perkawinan Islam Analisis Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2002. Samuddin Muhammad Ashri dan Rapung, Hukum Internasional dan Hukum Islam Tentang Perselisihan dan Perdamaian, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002. Disertasi Mutiah Sari Mustakim, Efektivitas Mediasi dalam Penyelesaian Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Maros, Makassar: 2014.

Sumiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Hukum Perkawinan (UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan), Yogyakarta: Merdeka, 1982.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pengertian dari mediator menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam

Ketentuan Pasal 23 ayat (1) PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan menggariskan : “para pihak dengan bantuan mediator bersertifikat yang

Proses mediasi dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Bantul oleh Hakim mediator telah dilakukan sesuai Perma No 1 tahun 2016 dan sesuai dengan surah An- nisa ayat

Proses mediasi perkara perceraian di Pengadilan Agama Buntok setelah terbitnya PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, telah dilaksanakan

Mediasi diartikan penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan di bantu oleh mediator, yaitu pihak netral yang membantu para pihak dalam proses

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran dan efektivitas mediator hakim dalam menekan angka perceraian di Pengadilan Agama Salatiga dan menggali prosedur

Dalam proses mediasi ini mediator diharuska bersifat netral dan tidak memihak.215 Dalam Kamus Hukum: Dictionary of Law Complete Edition, didefinsikan tentantang Mediasi yang kurang

Implementasi mediasi bagi para Pihak Yang bersengketa perkara waris di Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Surabaya sudah berjalan sesuai dengan prosedur mediasi yang di atur dalam Perma