• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN DAN EFEKTIVITAS MEDIATOR HAKIM DALAM MENEKAN ANGKA PERCERAIAN (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2017-2018) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERAN DAN EFEKTIVITAS MEDIATOR HAKIM DALAM MENEKAN ANGKA PERCERAIAN (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2017-2018) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN DAN EFEKTIVITAS MEDIATOR HAKIM DALAM

MENEKAN ANGKA PERCERAIAN

(Studi Kasus Di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2017-2018)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh :

ACHMAD MUBAROK

NIM : 21114003

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

Permudahlah dan jangan mempersulit,

gembirakanlah dan janganlah menakut-nakuti

”JUST DO IT”

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas limpahan rahmat serta karunian-Nya, shalawat salam semoga tetap tercurah kepada rasulullah SAW, skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Bapak dan Ibuku tercinta, karya ini terangkai dari keringat, kasih sayang dan do’a kalian. Setiap keringat dan kasih sayangmu yang keluar karenaku menjelma dalam setiap huruf, setiap do’a yang terpanjat menyatu menyampuli karya hidupku.

2. Kakak dan Adikku yang aku sayangi dan ku banggakan, semangat semagat kalian menjadi cambuk dan semangatku pula tuk belajar selalu. Semoga karya ini mampu membuat kalian bangga dan mampu menggantikan peranku sebagai kakak dan adik yang selama ini belum bisa menjadi saudara yang baik bagi kalian karena masih terabai oleh ego dan inginku.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala piji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya kejalan yang benar sekaligus menyempurnakan akhlak. Berkat limpahan rahmat, taufiq,

dan hidayahnya akhirnya penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul: “PERAN DAN EFEKTIFITAS MEDITOR HAKIM DALAM MENEKAN ANGKA PERCERAIAN (Studi Kasus di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2017-2018)” Skripsi ini penulis susun guna memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana dalam

ilmu hukum syari’ah pada fakultas Syari’ah IAIN Salatiga. Dengan berkat bantuan dari berbagai pihak, penulis menyampaikan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M. Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M.Ag., Selaku Dekan Fakultas Syariah.

3. Bapak Sukron Ma‟mun, M.Si., selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga Islam

dan pengasuh Ma’had Al-Jami’ah IAIN Salatiga.

4. Bapak Farkhani, M.H. selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya guna membimbing hingga terselesaikannya skripsi ini. 5. Seluruh dosen IAIN Salatiga, yang telah memberikan ilmunya yang sangat

bermanfaat.

6. Ketua Pengadilan Agama Salatiga, Hakim, dan beserta seluruh stafnya yang mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian dan telah memberikan waktu dan ilmunya untuk memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian penulis.

7. Kepada Ibu, Bapak, Kakak, adik dan seluruh saudara penulis yang telah

memberikan dan mencurahkan segala kemampuan dan do’anya untuk

(8)

8. Seluruh teman-teman seperjuanganku di Jurusan Hukum Keluarga Islam angkatan 2014 atas segala semangat dan hiburannya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini

9. Seluruh keluarga besar Ma’had Al-jami’ah IAIN Salatiga, Direktur, Pengasuh, Pengurus dan seluruh santri.

10. Keluarga Mahasiswa Wonosobo (KMW) di Salatiga.

11. Serta kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah berupa skripsi ini. Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas

semua bantuan dan do’a yang diberikan, semoga Allah Swt senantiasa membalas amal baik mereka dengan sebaik-baik balasan atas naungan ridhanya.

(9)

ABSTRAK

Mubarok, Achmad. “PERAN DAN EFEKTIVITAS MEDIATOR HAKIM DALAM MENEKAN ANGKA PERCERAIAN (Studi Kasus Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2017-2018)”. Skripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan Hukum

Keluarga Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing Farkhani, M.H.

Kata kunci: Peran, Efektivitas, Mediasi

Mahkamah Agung merevisi atau merubah Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Perubahan Perma ini dituangkan dalam Perma No.1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Perubahan Perma mediasi ini merupakan perubahan ketiga. Sebelumnya, aturan proses mediasi diatur Perma No. 2 Tahun 2003 dan Perma No.1 Tahun 2008. Perma No.1 Tahun 2016 diterbitkan karena tingkat keberhasilan Perma No.1 Tahun 2008 belum sesuai harapan. Adapun permasalahan dalam skripsi ini yaitu, bagaimana peran dan efektivitas mediator hakim dalam menekan angka perceraian di Pengadilan Agama Salatiga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran dan efektivitas mediator hakim dalam menekan angka perceraian di Pengadilan Agama Salatiga dan menggali prosedur mediasi, faktor penghambat dan pendukung keberhasilan mediasi, serta upaya yang dilakukan mediator dalam meningkatkan keberhasilan mediasi.

Penelitian ini termasuk dalam jenis empiris. Karena penulis terjun langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data primer melalui penelitian lapangan untuk menganalisa peran dan keefektifan suatu hukum. Penelitian jenis empiris ini terdiri dari penelitian terhadap identifikasi peran dan efektivitas mediasi. Pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini adalah kualitatif namun untuk lebih meyakinkan hasil penelitian, maka terdapat data kuantitatif, maka untuk menyusun dan menganalisis data-data penulis menggunakan metode campuran antara kualilatif dan kualitatif.

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LOGO ... ii

NOTA PEMBIMBING ... Error! Bookmark not defined. PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. PERNYATAAN KEASLIAN ... Error! Bookmark not defined. MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Kegunaan Penelitian ... 5

E. Penegasan Istilah ... 6

F. Penelitian Terdahulu ... 7

(11)

H. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II: KAJIAN TEORITIS

A.Kajian Peran dan Efektivitas ... 13

B.Kajian Umum tentang Mediasi ... 17

BAB III: TEMUAN PENELITIAN

A.Gambaran Lokasi Penelitian Pengadilan Agama Salatiga ... 32

B.Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Salatiga ... 42

C.Faktor Pendukung dan Penghambat Keberhasilan Mediasi ... 48

D.Upaya yang dilakukan Hakim Mediator Dalam Mengatasi Masalah

Mediasi ... 52

BAB IV: ANALISIS DATA PENELITIAN

A.Analisis Peran Dan Efektivitas Mediator Hakim Dalam Menekan

Angka Perceraian ... 55

BAB V: PENUTUP

A.Kesimpulan ... 65

B.Saran ... 66

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Secara umum perceraian merupakan suatu keadaan yang tidak

diinginkan bagi pasangan menikah dimanapun. Karena pada dasarnya

pernikahan adalah sebuah usaha dari pasangan laki-laki dan perempuan

untuk membentuk sebuah keluarga yang harmonis, dalam perceraian

menyangkut beberapa aspek, seperti ekonomi maupun sosial. Meskipun

diperbolehkan, namun perceraian dianggap sebagai suatu masalah sosial.

Indonesia merupakan negara dengan angka perceraian yang cukup

tinggi, khususnya kasus perceraian di Kota Salatiga yang setiap tahunnya

cenderung meningkat, dalam satu hari, pasangan atau salah satu pasangan

suami isteri yang mendaftarkan perceraian ke Pengadilan Agama Salatiga

bisa mencapai angka puluhan. Sementara rata-rata dalam satu hari majelis

hakim Pengadilan Agama Salatiga mengeluarkan 5-8 putusan cerai, dan dari

data pengadilan selama tahun 2016 tercatat ada 1.457 perkara, baik perkara

permohonan maupun gugatan, sementara pada tahun 2017 terdapat 1.744

perkara dan pada tahun 2018 sampai pada bulan agustus sudah terdapat 1225

perkara dan kemungkinan terus bertambah.

penyebab utama perceraian masih didominasi faktor ekonomi. Banyak

pasangan yang tidak bisa bertahan lantaran terhimpit masalah ekonomi.

(13)

berdampak pada kasus perceraian. Kemajuan tekonologi yang terus

berkembang, juga memiliki korelasi dengan semakin meningkatnya kasus

perceraian. banyak pasangan yang mengajukan perceraian lantaran pasangan

lainnya berselingkuh baik lewat handphone maupun internet dan juga

tingginya angka perceraian, satu di antaranya disebabkan oleh belum

terkendalinya warga yang menikah di usia dini

Melihat fenomena perceraian di Pengadilan Agama Salatiga, dengan

angka pertumbuhan yang meningkat, akan sangat bertentangan dengan

prinsip dalam perkawinan yang mengharapakn kehidupan yang rukun dan

damai. Meskipun memungkinkan untuk terjadi, perceraian harus dilakukan

dihadapan pengadilan berdasarkan atas alasan-alasan serta telah diupayakan

untuk didamaikan oleh hakim melalui nasehat-nasehat dalam proses

mediasi. Upaya perdamaian dalam menyelesaikan suatu masalah merupakan

hal yang wajib dilakukan oleh setiap pihak yang bersengketa agar tetap

menjaga komunikasi dan menata berbagai aspek kehidupan di dunia dengan

baik antar sesama manusia (Mujahidin,2012:15). Walaupun dalam

prakteknya, upaya perdamaian oleh mediator telah ditempuh, tetapi tetapa

saja angka perceraian di Pengadilan Agama Salatiga cukup sulit untuk

diturunkan jumlahnya.

Mediasi perceraian sebagai salah satu penyelesaian sengketa yang hadir

untuk meminimalisir efek dari masalah yang hadir dalam sengketa

perceraian. maksud dari mediasi ini pun sudah jelas yaitu menghasilkan

(14)

para pihak dalam perkara perceraian (Rachmadi,2003:79). Mediator yang

dipilih para pihak atau ditentukan majelis hakim mempunyai peran penting

agar tercapainya perdamaian antara kedua belah pihak dan bekerja atas dasar

peraturan tentang mediasi yang dibuat oleh lembaga yang berwenang.

Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman di Indonesia

sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945 melihat pentingnya integrasi

mediasi dalam sistem peradilan. Bertolak pada pasal 130 HIR/Pasal 145

R.Bg, MA memodifikasikannya ke arah yang lebih bersifat memaksa.

Berangkat dari pemahaman demikian, maka diterbitkanlah Surat Edaran

Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 01 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan

Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai. Tujuan penerbita

SEMA adalah pembatasan perkara secara substansif dan prosedural. Sebab

apabila peradilan tingkat pertama mampu menyelesaikan perkara melalui

perdamaian, akan berakibat berkurangnya jumlah perkara pada tingkat

kasasi.

Belum genap 2 tahun dikeluarkannya SEMA Nomor 01 tahun 2002, MA

mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 02 Tahun

2003 yang berjudul Prosedur Mediasi di Pengadilan. Salah satu alasan

PERMA diterbitkan karena SEMA Nomor 01 Tahun 2002 belum lengkap

atas alasan SEMA belum sepenuhnya mengintegrasikan mediasi ke dalam

sistem peradilan yang secara memaksa tetapi masih bersifat sukarela dan

akibatnya SEMA itu tidak mampu mendorong para pihak secara intensif

(15)

Setelah dilakukan evaluasi terhadap prosedur pelaksanaan mediasi di

pengadilan sesuai PERMA Nomor 02 Tahun 2003 ternyata ditemukan

permasalahan yang bersumber dari PERMA tersebut. Kemudian untuk

mendayagunakan mediasi yang dilakukan di Pengadilan, MA merevisi

PERMA Nomor 02 Tahun 2003 menjadi PERMA Nomor 01 Tahun 2008

tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Namun karena PERMA tersebut

dirasa belum optimal memenuhi kebutuhan pelaksanaan mediasi yang lebih

berdayaguna dan mampu meningkatkan keberhasilan mediasi, maka

kemudian disahkanlah PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur

mediasi di Pengadilan. Dengan peraturan yang terus disempurnakan oleh

Mahkamah Agung, tentunya sangat diharapkan bagi para hakim meditor

untuk bekerja lebih efektif lagi menangani masalah perceraian agar

jumlahnya bisa diminimalisir.

Dalam penelitian ini penyusun menjadikan Pengadilan Agama Kota

Salatiga sebagai subjek penelitian dengan alasan Pengadilan Agama Kota

Salatiga terletak di daerah yang setiap tahunnya angka perceraian terus

mengalami peningkatan, seperti yang telas dijelaskan sehingga dengan

penelitian ini dapat diketahui sejauh mana peran dan fungsi lembaga mediasi

(mediator hakim) di Pengadilan Agama Salatiga berperan aktif dalam

(16)

B. Rumusan Masalah

Pokok masalah dalam pembahasan skripsi ini terkait dengan “Peran dan

Efektivitas Mediator Hakim Dalam Menekan Angka Perceraian Di Pengadilan

Agama Kota Salatiga. Dari pokok masalah ini, selanjutnya akan dikembangkan

menjadi dua sub masalah, yaitu:

1. Bagaimana peran dan efektifitas mediator hakim dalam menekan angka

perceraian di Pengadilan Agama Salatiga tahun 2017-2018?

2. Apa faktor-faktor penghambat keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama

Salatiga?

C.Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan penelitian ini untuk

mengetahui peran dan upaya dalam menekan angka perceraian di Pengadilan

Agama Salatiga;

1. Untuk mengetahui peran dan efektivitas mediator hakim dalam menekan

angka perceraian di Pengadilan Agama Salatiga tahun 2017-2018.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat keberhasilan mediasi di

Pengadilan Agama Salatiga.

D.Kegunaan Penelitian

penelitian ini diharapkan dapat memberikan maanfaat atau

pengaruh terhadap peneliti dan yang hendak diteliti:

(17)

Sebagai bahan referensi dan sumbangan pemikiran untuk pembaca

yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut tentang peran mediator hakim

dalam menekan angka perceraian.

2. Secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan ilmu

pengetahuan bagi semua pihak, khususnya bagi:

a. Peneliti

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Jurusan Hukum

Keluarga Islam dan sebagai wawasan ilmu pengetahuan yang berguna

ketika peneliti sudah berperan aktif dalam masyarakat.

b. Masyarakat Umum

sumbangan bagi khazanah keilmuan dan kepustakaan terutama

terkait dengan penelitian serupa yaitu upaya hakim mediator dalam

menekan angka perceraian di Kota Salatiga.

E. Penegasan Istilah

1. Hakim adalah seorang yang mempunyai fungsi mengadili serta

mengatur administrasi pengadilan.

2. Mediator adalah pihak ketiga atau fasilitator yang bersifat netral dan

tidak memihak, yang akan membantu para pihak untuk mencapai

kesepakatan para pihak yang bersengketa.

3. Mediasi adalah proses pengikut sertaan pihak ketiga dalam

(18)

4. Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami isteri

dengan keputusan pengadilan dan ada cukup alasan bahwa diantara

suami isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri.

F. PenelitianTerdahulu

Untuk memperjelas permasalahan yang diangkat, maka diperlukan kajian

pustaka untuk membedakan penelitian ini dengan penelitian yang telah ada. Dari

penelusuran yang dilakukan, ditemukan karya ilmiah yang berkenaan dengan

penelitian yang akan dilakukan, di antaranya:

Karya ilmiah dari Ainur Rofiq yang memuat tentang hakim mediasi

berjudul “Penerapan Mediasi di Pengadilan Agama Yogyakarta Pasca SEMA

No. 01 Tahun 2002”, dalam skripsi ini dijelaskan upaya hakim dalam

mendamaikan pihak berperkara melalui jalan mediasi, dengan harapan

perceraian dapat dihindarkan dan dapat memulihkan kembali tujuan perkawinan.

Skripsi berjudul “PRAKTIK MEDIASI PERCERAIAN (STUDI DI

PENGADILAN AGAMA TEMANGGUNG TAHUN 2009-2011)” karya

Muhammad Irfa’i yang menjelaskan faktor pendorong untuk terbantunya

keberhasialan mediasi antara lain, mediasi jangan dianggap sekedar formalitas

tetapi hal yang substansial serta urgen, motivasi adanya penghargaan bagi

mediator yang berhasil memediasi, kultur masyarakat yang tetap menganut

musyawarah mufakat, penekanan pada tujuan pernikahan pada setiap keluarga,

disediakannya ruangan yang kondusif, santai sekaligus memberikan informasi

(19)

Skripsi yang ketiga oleh Intan Atiqoh adalah “Efektifitas Mediasi dalam

Perkara Perceraian (Studi di Pengadilan Agama Klaten), menjelaskan bahwa

proses mediasi yang terjadi cenderung tidak efektif dari tingkat biaya dan

waktu yang cukup lama. Terlebih lagi mediasi memiliki tingkat keberhasilan

yang minim, namun secara kualitatif mediasi dapat mempengaruhi sikap para

pihak dalam persidangan setelah dilakukannya mediasi.

Berdasarkan hasil pembacaan terhadap literatur-literatur tersebut penulis

jadikan sebagai rujukan dan kajian pustaka, sebab berhubungan dengan masalah

yang akan diteliti oleh penulis, namun penelitian yang akan dilakukan penulis

berbeda dengan penelitian yang ada, selain berbeda tempat, penelitian tersebut

masih bersumber pada PERMA No.1 tahun 2008 di mana penulis akan meneliti

permasalahan yang menitikberatkan pada bagaimana peran dan upaya hakim

dalam menekan angka perceraian di Pengadilan Agama Kota Salatiga dan cuga

factor-faktor penghambat keberhasilan mediasi dengan peraturan yang telah

diperbarui yaitu PERMA No.1 tahun 2016 tentang mediasi.

G.Metode Penelitian

Dalam penulisan Skripsi ini penulis akan menggunakan metode

sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), dalam arti

data-data diperoleh berdasarkan survai lapangan, yang dilakukan dengan cara

(20)

interview) terhadap sejumlah responden dari hakim mediator di lingkungan

Pengadilan Agama Salatiga.

2. Pendekatan Penelitian

a. Pendekatan Empiris

Pendekatan empiris adalah usaha mendekati masalah yang

diteliti dengan sifat hokum yang nyata atau sesuai dengan

kenyataan hidup dalam masyarakat, jadi penelitian dengan

pendekatan empiris harus dilakukan di lapangan, dengan

menggunakan Teknik penelitian lapangan.

b. Pendekatan Yuridis

Penyusun menganalisis hasil penelitian dengan dasar

PERMA No.1 tahun 2016 tentang mediasi beserta peraturan

perundang-undangan lainnya yang terkait dengan PERMA

tersebut.

3. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Pengadilan Agama Kota Salatiga,

sebab angka perceraian cukup tinggi sehingga sejauh mana fungsi dari

lembaga mediator ini dalam upaya menekan angka perceraian.

4. Sumber data

Karena penelitian ini menggunakan adalah penelitian

lapangan, maka data diambil dari berbagai sumber, yaitu:

a. Sumber data primer

(21)

narasumber, yakni berupa kata-kata dan tindakan dari narasumber. Sumber

data utama ini dicatat dan direkam. Narasumber dipilih dan diurutkan

sesuai kapasitasnya.

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder yaitu data tangan kedua yang merupakan data

yang diperoleh dari sumber lain, tidak langsung diperoleh dari subyek

penelitiannya, data didapat secara langsung dari bahan-bahan pustaka.

5. Metode Pengumpulan Data

a. Observasi

Mengadakan pengamatan langsung terhadap mekanisme mediasi di

Pengadilan Agama Salatiga dan sejauh mana perannya dalam upaya

menekan jumlah perceraian.

b. Wawancara

Wawancara ini digunakan untuk memperoleh beberapa jenis data

dengan teknik komunikasi secara langsung. Wawancara dalam penelitian

ini dengan menggunakan dialog langsung dengan beberapa Hakim

mediator di Pengadilan Agama Salatiga

c. Dokumentasi

Penyusun menggunakan beberapa sumber tertulis dalam penelitian

ini, yaitu: surat keputusan, putusan-putusan perkara, data, dokumen, dan

variabel lain yang berkaitan dengan proses mediasi di Pengadilan Agama

(22)

6. Metode analisis data

Dalam analisis data penulis akan menggunakan metode deskriptif

analisis, yaitu suatu metode dalam meneliti suatu subyek, kondisi, sistem

pemikiran dan suatu relevansi peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari

metode ini adalah untuk membuat gambaran secara sistematis dan akurat

mengenai fakta-fakta, dan juga untuk mengetahui sifat-sifat serta hubungan

antar fenomena yang diselidiki. Setelah data terkumpul semua maka penulis

menentukan bentuk analisa terhadap data-data tersebut. Analisa data

merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah. Karena dengan

analisalah data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam

memecahkan masalah peneletian.

H.Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Skripsi ini terdiri atas 5 (lima) bab dan

tiap bab terdiri atas beberapa sub-bab yang masing-masing saling

berkaitan dari awal hingga akhir bab. Adapun Perincian bab yang

dimaksud dari penulisan Skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I merupakan pendahuluan yang menjadi landasan pokok

untuk mengkaji masalah yang akan diteliti. Landasan pokok tersebut

terdiri dari; latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan

kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian dan

(23)

BAB II pada bab ini berisi kajian teoritis yang meliputi: kajian

mengenai peran dan efektifitas, pengertian hakim, meditor dan mediasi

dalam sistem peradilan, dasar hukum mediasi dalam hukum islam dan

hukum positif, tahapan tugas mediator, pengangkatan dan syarat

mediator, prosedur dan tahapan proses mediasi.

BAB III memaparkan tentang hasil penelitian, gambaran tempat

penelitian, prosedur mediasi di Pengadilan Agama Salatiga, hal-hal yang

mendukung dan menghambat keberhasilan mediasi kasus perceraian di

Pengadilan Agama Salatiga, serta peran dan upaya yang dilakukan hakim

mediator dalam mengatasi problem-problem mediasi dalam menekan angka

perceraian.

BAB IV berisi pembahasan atau analisis terkait dengan temuan

data-data yang didapat saat melakukan penelitian di lapangan dari sisi peran dan

efektifitas mediator hakim dalam menekan angka perceraian.

BAB V merupakan bab terakhir dalam pembahasan Skripsi ini. Bab ini

terdiri dari; kesimpulan dan saran yang diberikan penulis kepada pihak-pihak

(24)

BAB II

KAJIAN PERAN DAN EFEKTIVITAS MEDIASI

A.Kajian Peran Dan Efektivitas

1. Peran

Istilah “peran” dalam bahasa Inggris disebut the role, berarti

keterlibatan atau keikutsertaan secara aktif dalam suatu proses pencapaian

tujuan yang dilakukan oleh pribadi atau kelompok yang diorganisir serta

berlandaskan kemampuan dan kemauan yang memadai, turut serta dalam

mewujudkan tujuan dengan rasa tanggung jawab yang dijiwai oleh rasa turut

memiliki atau kesadaran dalam melaksanakan kegiatan (Rafid, 2009: 39).

Berdasarkan kamus besar Bahasa Indonesia, peranan adalah sesuatu

yang menjadi bagian atau memegang pimpinan terutama dalam terjadinya

suatu hal atau peristiwa Peranan dapat diartikan juga sebagai suatu proses

kegiatan yang dilakukan oleh manusia dengan sadar, yang mengikutsertakan

baik jiwa maupun harta bendanya, untuk mendukung terlaksananya suatu

kegiatan tertentu baik langsung maupun tidak langsung dalam rangka

mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Konsep tentang Peran (role) menurut Komarudin (1994: 768), yaitu

sebagai berikut:

a. Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan oleh manajemen.

b. Pola prilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status.

(25)

d. Fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik

yang ada padanya.

e. Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil pengertian bahwa

peranan merupakan penilaian sejauh mana fungsi seseorang atau bagian

dalam menunjang usaha pencapaian tujuan yang ditetapkan atau ukuran

mengenai hubungan 2 (dua) variabel yang merupakan hubungan sebab akibat.

2. Efektivitas

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti

berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah

populer mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna

atau menunjang tujuan. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai

tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan

ataupun program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran

seperti yang telah ditentukan (Soewarno, 2006: 16).

Efektivitas memiliki arti berhasil atau tepat guna. Efektif merupakan

kata dasar, sementara kata sifat dari efektif adalah efektivitas. Efektivitas

merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target

dapat tercapai. Pendapat tersebut menyatakan bahwa efektivitas merupakan

suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target yang telah

ditetapkan sebelumnya oleh lembaga atau organisasi dapat tercapai. Hal

tersebut sangat penting peranannya di dalam setiap lembaga atau organisasi

(26)

suatu lembaga atau organisasi itu sendiri (Sedarmayanti, 2006: 61).

Menurut Soerjono Soekanto (2007: 8), efektif tidaknya suatu hukum

ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor ini mempunyai arti netral,

sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor

tersebut, yaitu:

a. Faktor hukum itu sendiri (undang-undang)

Maksudnya adalah undang-undang dalam arti materil adalah

peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa pusat

maupun daerah yang sah.

b. Faktor penegak hukum

Ruang lingkup dari istilah penegak hukum adalah luas sekali, oleh

karena mencangkup mereka yang secara langsung dan secara tidak

langsung berkecimpung dibidang penegakkan hukum.

c. Faktor perilaku masyarakat terhadap penegakan hukum

Salah satu faktor yang mempengaruhi proses penegak hukum adalah

kesadaran hukum msyarakat, maka akan semakin memungkinkan

penegakan hukum yang baik, sebaliknya semakin rendah tingkat

kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin sukar untuk

melaksanakan penegakan hukum. Kalau semua hal-hal tersebut tidak

terpenuhi maka mustahil penegakan hukum akan tercapai tujuannya.

Tingkat efektivitas juga dapat diukur dengan membandingkan antara

rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan.

(27)

tepat sehingga menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran yang

diharapkan, maka hal itu dikatakan tidak efektif.

Menurut Mahmudi (2005: 92), efektivitas merupakan hubungan

antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output

terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program

atau kegiatan. Berdasarkan pendapat tersebut, bahwa efektivitas

mempunyai hubungan timbal balik antara output dengan tujuan, semakin

besar kontribusi output, maka semakin efektif suatu program atau

kegiatan.

Efektifitas berfokus pada outcome (hasil), program atau kegiatan yang

dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang

diharapkan atau dikatakan spending wisely, untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada table dibawah mengenai hubungan arti efektivitas.

Hubungan Efektivitas

𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 =𝑂𝑈𝑇𝐶𝑂𝑀𝐸𝑂𝑈𝑇𝑃𝑈𝑇 x 100%

Sehubungan dengan hal tersebut, maka efektivitas adalah

menggambarkan seluruh siklus input, proses dan output yang mengacu

pada hasil guna daripada suatu organisasi, program atau kegiatan yang

menyatakan sejauhmana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah

dicapai, serta ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai

(28)

efektivitas yang dipentingkan adalah semata-mata hasil atau tujuan yang

dikehendaki.

Berdasarkan pejelasantersebut diatas, maka pengukuran merupakan

penilaian dalam arti tercapainya sasaran yang telah ditentukan sebelumnya

debgan menggunakan sasaran yang telah tersedia. Jelasnya bila sasaran

atau tujuan telah tercapai sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya

dalah efektif. Jadi, apabila suatu tujuan atau sasaran itu tidak sesuai dengan

waktu yang telah ditentukan, maka tidak efektif. Efektivitas merupakan

fungsi dari manejemen, dimana dalam sebuah efektivitas diperlukan

adanya prosedur, strategi, kebijaksanaan, program dan pedoman.

Tercapainya tujuan itu adalah efektif sebab mempunyai efek atau

pengaruh yang besar terhadap kepentingan bersama.

B.Kajian Umum Tentang Mediasi

1. Pengertian

a) Hakim

Hakim berasal dari kata dalam bahasa arab yaitu hakimun yang

diambil dari akar kata hakama-yahkumu-hakaman yang artinya

memimpin, memerintah, menetapkan, memutuskan. al-hakimu bisa

diartikan sebagai hakim pengadilan, bisa juga diartikan sebagai orang yang

arif, orang yang bijaksana. Ada juga yang diartikan sebagai orang yang

(29)

Sedangkan menurut undang-undang Republik Indonesia nomer 48

tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa yang dimaksud dengan

hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan

peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,

lingkungan peradilan agama, lingkunganperadilan militer, lingkungan

peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang

berada dalam lingkungan peradilan tersebut.

b) Mediator

Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses

perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa

tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian,

mediator yang dilibatkan dalam proses mediasi baik perorangan maupun

dalam bentuk lembaga independen yang bersifat netral yang tidak

memihak, karena pemihakan mediator kepada salah satu pihak akan

mengancam gagalnya mediasi. Mediator berupaya menemukan

kemungkinan alternatif penyelesaian sengketa para pihak (Zaidah, 2010:

29).

Dalam PERMA No.01 Tahun 2016 menyebutkan bahwa mediator

adalah hakim atau pihak lain yang memiliki sertifikat mediator sebagai

pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna

mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa

(30)

Mediator yang dimaksud dalam PERMA ini adalah mediator yang

menjalankan tugasnya di Pengadilan. Mediator yang bertugas pada

Pengadilan dapat saja berasal dari hakim pengadilan atau dari mediator

luar pengadilan. Hakim mediator adalah hakim yang menjalankan tugas

mediasi setelah ada penunjukan dari ketua majelis

Mediator di Pengadilan Agama adalah hakim yang ditunjuk oleh

majelis hakim yang berusaha untuk mendamaikan perkara yang masuk

ke Pengadilan Agama. Ketua pengadilan menunjuk mediator hakim

yang bukan hakim pemeriksa perkara yang memutus. Pada umumnya

perkara yang dimediasi di Pengadilan Agama adalah perkara

perceraian, poligami dan perkara kebendaan dengan prosedur yang

terdapat pada PERMA No.01 Tahun 2016 yang berlaku untuk Pengadilan

Umum dan Pengadilan Agama, seperti yang tercantum pada pasal 1 ayat

14, yaitu: “Pengadilan adalah Pengadilan tingkat pertama dalam

lingkungan peradilan umum dan peradilan agama”.

c) Mediasi

Mediasi adalah salah satu bentuk penyelesaian sengketa alternatif

yang bersifat konsensus. Secara etimologi (bahasa) mediasi berasal dari

bahasa latin yaitu “mediare” yang berarti ditengah “berada ditengah”

karena orang yang melakukan mediasi (mediator) harus berada ditengah

orang yang bertikai. Mediator harus bersikap netral dan tidak memihak

dalm penyelesaian sengketa, ia harus menjaga kepentngan para pihak yang

(31)

dari para pihak yang bersengketa (Abbas, 2009: 2).

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), kata mediasi diberi arti

sebagai proses pengikut sertaan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa

sebagai penasehat. Pengertian mediasi dalam KBBI sendiri mempunyai

tiga unsur penting, pertama, mediasi merupakan penyelesaian sengketa

yang terjadi antara du pihak atau lebih. Kedua, pihak yang terlibat dalam

penyelesaian sengketa adalah pihak dari luar pihak yang bersengketa.

Ketiga, pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa tersebut bersifat

sebagai nasehat dan tidak memiliki kewenangan apa-apa dalam

pengambilan keputusan.

Di Indonesia, pengertian mediasi secara lebih konkrit dapat

ditemukan dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No.01 Tahun 2016,

mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan

untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.

Dari ketentuan Pasal 1 PERMA dapat dipahami bahwa esensi dari

mediasi adalah perundingan antara para pihak bersengketa yang dipandu

oleh pihak ketiga (mediator). Perundingan akan menghasilkan sejumlah

kesepakatan yang dapat mengakhiri persengketaan. Dalam perundingan

akan dilakukan negosiasi antara para pihak mengenai kepentingan masing-

(32)

2. Dasar Hukum Mediasi

a. Mediasi dalam Islam

Mediasi dalam literatur hukum islam dapat disamakan dengan

Tahkim” yang secara etimologis berarti menjadikan seseorang atau pihak

ketiga yang disebut hakam sebagai penengah suatu sengeketa. Tahkim

adalah “menjadikan hakim” atau dapat juga diartikan “berlindungnya dua

pihak yang bersengketa kepada orang yang mereka sepakati dan setujui

serta rela menerima keputusannya menyelesaikan persengketaanya

mereka (Dahlan, 2001: 720).

Dasar hukum mediasi sebagai usaha untuk mencapai perdamaian,

firman Allah swt. Dalam surah Al-Hujurat: 9

َتۡقٱ َنيِنِم ۡؤُمۡلٱ َنِم ِناَتَفِئٓاَط نِإَو

ۡتَغَب ۢنِإَف ۖاَمُهَنۡيَب ْاوُحِل ۡصَأَف ْاوُلَت

نِإَف َِِّۚللّٱ ِر ۡمَأ ٰٓىَلِإ َءٓيِفَت ٰىَّتَح يِغۡبَت يِتَّلٱ ْاوُلِتَٰقَف ٰىَر ۡخُ ۡلۡٱ ىَلَع اَمُهٰىَد ۡحِإ

َنيِطِسۡقُمۡلٱ ُّبِحُي َ َّللّٱ َّنِإ ْۖآوُطِسۡقَأَو ِل ۡدَعۡلٱِب اَمُهَنۡيَب ْاوُحِل ۡصَأَف ۡتَءٓاَف

Artinya: “Dan apabila ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antar keduanya. Jika salah salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.

Tafsir ayat ini memerintahkan untuk melakukan perdamaian diantara

dua kelompok orang yang beriman. Seruan itu menggunakan lafadz

(33)

tiadanya atau terhentinya kerusakan atau diraihnya manfaat. Ishlah adalah

upaya menghentikan kerusakan atau meningkatkan kualitas sehingga

manfaatnya lebih banyak lagi. Dalam kontek hubungan manusia,

nilai-nilai itu tercermin dalam keharmonian hubungan. Jika hubungan diantara

dua pihak retak atau terganggu, akan terjadi kerusakan dan hilang atau

berkurangnya kemanfaatan yang dapat diperoleh dari mereka. Sehingga

menuntut adannya ishlah, yakni perbaikan agar kembali harmonis

sehingga akan menimbulkan kemaslahatan.

Kata damai dalam bahasa Arab juga dikenal dengan al-Sulhu, yang

artinya perdamian, penghentian perselisihan, pengehentian peperangan.

Al-Sulhu dikategorikan sebagai salah satu akad yang berisi perjanjian

antara kedua orang yang berselisih atau mereka yang sedang berperkara

untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi diantara keduanya (Shihab,

2012: 71). Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hujurat: 10

ۡمُكَّلَعَل َ َّللّٱ ْاوُقَّتٱَو ِۚۡمُكۡيَوَخَأ َنۡيَب ْاوُحِل ۡصَأَف ٞةَو ۡخِإ َنوُنِم ۡؤُمۡلٱ اَمَّنِإ

َنوُمَح ۡرُت

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan

bertaqwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.”

Berdasarkan dua ayat di atas memberikan petunjuk bahwa Alla swt.

Sangat menganjurkan penyelesaian perkara atau sengketa di antara

keluarga atau masyarakat pada umumnya secara damai melalui

(34)

Salah satu kegiatan dalam mediasi adalah pada hakekatnya para pihak

melakukan musyawarah untuk mencapai suatu kesepakatan

(Wirhanudin,2014:41).

Landasan Al-Qur’an yang menjelaskan tentang anjuran

menyelesaikan konflik dengan cara mediasi juga terdapat dalam QS. An-

Nisa’: 35.

نِإ ٓاَهِلۡهَأ ۡنِّم ا ٗمَكَحَو ۦِهِلۡهَأ ۡنِّم ا ٗمَكَح ْاوُثَعۡبٱَف اَمِهِنۡيَب َقاَقِش ۡمُتۡفِخ ۡنِإَو

َع َناَك َ َّللّٱ َّنِإ ٓۗٓاَمُهَنۡيَب ُ َّللّٱ ِقِّفَوُي ا ٗحَٰل ۡصِإ ٓاَديِرُي

ا ٗريِبَخ اًميِل

Artinya: “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara

keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya

Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Juru damai dalam ayat di atas adalah lafadz “hakam”, fungsi

utamanya adalah mendamaiakan. Menurut satu riwayat hakam disini

kedudukannya hanya sebagai penengah yang mendamaikan antara suami

dan istri yang sedang bertingkai. Hakam tidak memiliki kewenangan untuk

mengambil keputusan bercerai atau tidak, kewenangan tetap berada

ditangan pasangan tersebut (Shihab, 2012: 521).

b. Mediasi dalam hukum positif

Beberapa landasan yuridis upaya damai pada lembaga peradilan

mengenai mediasi untuk penyelesaian perkara perdata di Indonesia,yaitu

(35)

1) Pancasila dan UUD 1945, disiratkan dalam filosofinya bahwa asas

penyelesaian sengketa adalah musyawarah dan mufakat.

2) HIR Pasal 130/Pasal 154 RBg, tentang kewajiban hakim untuk

mengadakan perdamaian.

3) Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor.01 Tahun 2002

tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan

Lembaga Damai.

4) Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor.02 Tahun 2003

tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan.

5) Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor.01 Tahun 2008

Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan.

6) Mediasi atau APS Di Luar Pengadilan diatur dalam pasal 6 UU

Nomor.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa.

7) Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor.01 Tahun 2016

tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan.

3. Tahapan tugas mediator

Dalam menjalankan tugas sebagai seorang mediator, mediator juga

mempunyai sejumlah tahapan tugas dalam proses mediasi. Mediator

memperoleh tugas dan kewengan tersebut dari para pihak dimana mereka

“mengizinkan dan setuju” adanya para pihak ketiga dalam pada upaya

menjaga mempertahankan dan memastikan bahwa mediasi sudah berjalan

(36)

menjalankan fungsinya, mediator bertugas:

a. memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada para pihak untuk

saling memperkenalkan diri.

b. menjelaskan maksud, tujuan, dan sifat mediasi kepada para pihak.

c. menjelaskan kedudukan dan peran mediator yang netral dan tidak

mengambil keputusan.

d. membuat aturan pelaksanaan mediasi bersama para pihak.

e. menjelaskan bahwa mediator dapat mengadakan pertemuan dengan satu

pihak tanpa kehadiran pihak lainnya (kaukus).

f. menyusun jadwal mediasi bersama para pihak.

g. mengisi formulir jadwal mediasi.

h. memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan

permasalahan dan usulan perdamaian.

i. menginventarisasi permasalahan dan mengagendakan pembahasan

berdasarkan skala proritas.

j. memfasilitasi dan mendorong para pihak untuk:

1) menelusuri dan menggali kepentingan para pihak.

2) mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak dan

3) bekerja sama mencapai penyelesaian.

k. membantu para pihak dalam membuat dan merumuskan kesepakatan

perdamaian.

l. menyampaikan laporan keberhasilan, ketidakberhasilan dan/atau tidak

(37)

m.menyatakan salah satu atau para pihak tidak beriktikad baik dan

menyampaikan kepada hakim pemeriksa perkara.

n. tugas lain dalam menjalankan fungsinya.

4. Pengangkatan dan syarat mediator

Pengankatan mediator sangat tergantung pada situasi dimana mediasi

dijalankan. Bila mediasi dijalankan oleh lembaga formal seperti pengadilan

maupun lembaga penyedia jasa mediasi, maka pengangkatan mediator

mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan sedangkan bila mediasi

dijalankan oleh mediator yang berasal dari anggota masyarakat, maka

pengangkatan mediator tidak mengikat dengan ketentuan aturan formal.

Prinsip utama untuk pengangkatan mediator adalah harus memenuhi

persyaratan kemampuan personal dan persyaratan yang berhubungan dengan

masalah sengketa para pihak. Jika persyaratan ini telah di penuhi baru

mediator dapat menjalankan mediasi. Akan tetapi jika ini tdak dipenuhi maka

akan sangat sulit untuk menjalankan mediasi, di sebabkan posisi yang sangat

lemah dan ketidakberdayaannya dalam menerapkan kemampuan personal.

Penyelesaian sengketa melalui mediasi dalam sistem peradilan, dibantu

oleh mediator. Sehubungan dengan siapa yang dapat bertindak sebagai

mediator dijelaskan dalam PERMA No.01 Tahun 2016 pasal 13 tentang

sertifikasi mediator, yaitu:

a. Setiap mediator wajib memiliki Sertifikat Mediator yang diperoleh setelah

(38)

diselenggarakan oleh Mahkamah Agung atau lembaga yang telah

memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung.

b. Berdasarkan surat keputusan ketua pengadilan, hakim tidak bersertifikat

dapat menjalankan fungsi Mediator dalam hal tidak ada atau terdapat

keterbatasan jumlah mediator bersertifikat.

c. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara sertifikasi Mediator

dan pemberian akreditasi lembaga sertifikasi Mediator ditetapkan dengan

Keputusan Ketua Mahkamah Agung.

5. Prosedur dan tahapan mediasi

Prosedur mediasi adalah tahapan proses mediasi, ada beberapa prosedur

mediasi yang dilaksanakan di pengadilan sesuai dengan PERMA No.01 tahun

2016. Adapun prosedur mediasi menurut PERMA No.1 Tahun 2016 adalah

sebagai berikut:

a. Tahap pra mediasi

Pasal 17 PERMA No. 1 Tahun 2016 menerangkan bahwa: “Pada hari

sidang yang telah ditentukan dan dihadiri oleh para pihak, hakim

pemeriksa perkara mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi.”

yang dimana harus disertai dengan iktikad baik sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7 ayat (1), kemudian hakim wajib menunda proses siding

perkara untuk memberi kesempatan para pihak menempuh proses mediasi.

Disamping itu hakim pemeriksa perkara wajib menjelaskan prosedur

(39)

Dalam Pasal 19 ayat (1) sampai dengan ayat (2) dijelaskan para pihak

berhak memilih seorang atau lebih mediator yang tercatat dalam daftar

mediator di Pengadilan. Jika dalam proses mediasi terdapat lebih dari satu

orang mediator, pembagian tugas mediator ditentukan dan disepakati oleh

para mediator. Honorarium mediator (biaya mediator) di jelaskan dalam

Pasal 8 ayat (1) dan (2) yang menerangkan apabila para pihak

menggunakan jasa mediator hakim dan pegawai pengadilan tidak

dikenakan biaya, tetapi apabila para pihak menggunakan jasa mediator

nonhakim dan bukan pegawai pengadilan ditanggung bersama atau

berdasarkan kesepakatan para pihak.

Batas waktu pemilihan mediator diatur dalam Pasal 20, yaitu:

1) Setelah memberikan penjelasan mengenai kewajiban melakukan

Mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (7), Hakim

Pemeriksa Perkara mewajibkan Para pihak pada hari itu juga, atau

paling lama 2 (dua) hari berikutnya untuk berunding guna memilih

Mediator termasuk biaya yang mungkin timbul akibat pilihan

penggunaan Mediator nonhakim dan bukan Pegawai Pengadilan.

2) Para pihak segera menyampaikan Mediator pilihan mereka kepada

Hakim Pemeriksa Perkara.

3) Apabila Para pihak tidak dapat bersepakat memilih Mediator dalam

jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketua majelis

Hakim Pemeriksa Perkara segera menunjuk Mediator Hakim atau

(40)

4) Jika pada Pengadilan yang sama tidak terdapat Hakim bukan

pemeriksa perkara dan Pegawai Pengadilan yang bersertifikat, ketua

majelis Hakim Pemeriksa Perkara menunjuk salah satu Hakim

Pemeriksa Perkara untuk menjalankan fungsi Mediator dengan

mengutamakan Hakim yang bersertifikat.

5) Jika Para pihak telah memilih Mediator sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) atau ketua majelis Hakim Pemeriksa Perkara menunjuk

Mediator sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4), ketua

majelis Hakim Pemeriksa Perkara menerbitkan penetapan yang

memuat perintah untuk melakukan Mediasi dan menunjuk Mediator.

6) Hakim Pemeriksa Perkara memberitahukan penetapan sebagaimana

dimaksud pada ayat (5) kepada Mediator melalui panitera pengganti.

7) Hakim Pemeriksa Perkara wajib menunda proses persidangan untuk

memberikan kesempatan kepada Para pihak menempuh Mediasi.

b. Tahapan proses mediasi

Pasal 24 ayat (1) sampai (4) mengenai tahapan proses mediasi,

diawali dengan penyerahan resum perkara dan jangka waktu proses, yaitu

sebagai berikut:

1) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak penetapan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5), Para pihak dapat

menyerahkan Resume Perkara kepada pihak lain dan Mediator.

2) Proses Mediasi berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung

(41)

3) Atas dasar kesepakatan Para pihak, jangka waktu Mediasi dapat

diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhir

jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

4) Mediator atas permintaan Para pihak mengajukan permohonan

perpanjangan jangka waktu Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) kepada Hakim Pemeriksa Perkara disertai dengan alasannya.

Kewajiban beriktikad baik dalam menempuh mediasi diatur dalam

Pasal 7 ayat (1) dan (2), para pihak atau kuasa hukumnya wajib menempuh

mediasi dengan iktikad baik. Salah satu pihak atau para pihak dan/atau

kuasa hukumnya dapat dinyatakan tidak beriktikad baik oleh mediator

dalam hal yang bersangkutan;

1) tidak hadir setelah dipanggil secara patun 2 (dua) kali berturut-turut

dalam pertemuan mediasi tanpa alasan sah.

2) menghadiri pertemuan mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada

pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua)

kali berturut-turut tanpa alasan sah.

3) ketidak hadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan

mediasi tanpa alasan sah.

4) menghadiri pertemuan mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak

menanggapi resume perkara pihak lain.

5) tidak menandatangani konsep kesepakatan perdamaian yang telah

(42)

Pasal 26 ayat (1) dan (2) atas persetujuan para pihak dan atau kuasa

hukum, mediator dapat menghadirkan seorang atau lebih ahli, tokoh

masyarakat, tokoh agama, atau tokoh adat. Para pihak harus terlebih

dahulu mencapai kesepakatan tentang kekuatan mengikat atau tidak

mengikat dari penjelasan dan atau penilaian ahli dan atau tokoh

(43)

BAB III

PERAN DAN EFEKTIVITAS MEDIASI DI PENGADILAN

A.Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pengadilan Agama Salatiga

1. Sejarah Pengadilan Agama Salatiga

a. Masa sebelum penjajahan

Pengadilan Agama Salatiga dalam bentuk yang kita kenal sekarang

ini embrionya sudah ada sejak agama islam masuk ke Indonesia.

Pengadilan Agama Salatiga timbul bersama dengan perkembangan

kelompok masyarakat yang beragama islam di Salatiga dan Kabupaten

Semarang, masyarakat islam di Salatiga dan di daerah Kabupaten

Semarang pada saat itu apabila terjadi suatu sengketa, mereka

menyelesaikan perkaranya melalui Qodli (Hakim) yang diangkat oleh

sultan atau raja, yang kekuasaannya merupakan tauliyah dari waliyul amri

yakni penguasa tertinggi. Qodli (Hakim) yang diangkat oleh sultan adalah

alim ulama’ yang ahli di bidang agama islam.

b. Masa penjajahan Belanda sampai dengan Jepang

Ketika penjajah Belanda masuk pulau Jawa khususnya di Salatiga,

dijumpainya masyarakat Salatiga telah berkehidupan dan menjalankan

syari’at islam, demikian pula dalam bidang peradilan umat islam Salatiga

dalam menyelesaikan perkaranya menyerahkan keputusannya kepada para

hakim sehingga sulit bagi Belanda menghilangkan atau menghapuskan

(44)

Oleh karena kesulitan pemerintah Kolonial Belanda menghapus

pegangan hidup masyarakat islam yang sudah mendarah daging di

Indonesia pada umumnya dan khususnya di Salatiga, maka kemudian

pemerintah Kolonial belanda menerbitan pasal 134 ayat 2 IS ( Indische

Staatsregaling ) sebagai landasan formil untuk mengawasi kehidupan

masyarakat islam di bidang peradian yaitu berdirinya Raad agama,

disamping itu pemerintah kolonial Belanda menginstruksikan kepada para

bupati yang termuat dalam Staatblad tahun 1820 No. 22 yang menyatakan

bahwa perselisihan mengenai pembagian warisan di kalangan rakyat

hendaknya diserahkan kepada alim ulama.

Sejarah Pengadilan Agama Salatiga terus berjalan sampai tahun

1940, kantor yang ditempatinya masih menggunakan serambi Masjid

Kauman salatiga dengan ketua dan hakim anggotanya diambil dari

alumnus pondok pesantren. Pegawai yang ada pada waktu itu 4 orang yaitu

K. Salim sebagai Ketua, K. Abdul Mukti sebagai Hakim Anggota dan

Sidiq sebagai Sekretaris merangkap Bendahara serta seorang pesuruh.

Wilayah Hukum Pengadilan Agama Salatiga meliputi Kota Salatiga dan

Kabupaten Semarang terdiri dari 14 Kecamatan.

Adapun Perkara yang ditangani dan diselesaikan yaitu perkara waris,

perkara gono-gini, gugat nafkah dan cerai gugat. Pada waktu penjajahan

Jepang keadaan Pengadilan Agama Salatiga atau Raad Agama Salatiga

masih belum ada perubahan yang berarti yaitu pada tahun 1942 sampai

(45)

dihadapkan dengan berbagai pertempuran dan Ketua beserta stafnya juga

masih sama.

c. Masa kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, Pengadilan

Agama Salatiga berjalan sebagaimana biasa, kemudian pada tahun 1949,

ketua dijabat oleh K. Irsyam yang dibantu 7 pegawai, kantor yang

ditempati masih menggunakan serambi Masjid Al-Atiq Kauman Salatiga

dan bersebelahan dengan Kantor Urusan Agama Kecamatan Salatiga yang

sama-sama mengunakan serambi masjid sebagai kantor.

Kemudian kantor Pengadilan Agama Salatiga pindah dari serambi

Masjid Al-Atiq ke kantor baru di Jl. Diponegoro No. 72 Salatiga sampai

tanggal 30 April 2009 dan setelah sekian lama kantor Pengadilan Agama

Salatiga pindah ke gedung baru pada tanggal 1 Mei 2009 di Jl. Lingkar

Selatan, Jagalan, Cebongan, Argomulyo, Salatiga. Kemudian kantor lama

digunakan sebagai arsip-arsip dan rumah dinas. kemudian pada tahun 1953

Ketua dijabat oleh K. Moh Muslih, pada tahun 1963 Ketua dijabat oleh

KH. Musyafa’.Pada tahun 1967 Ketua dijabat oleh K. Sa’adullah, semua

adalah alumnus Pondok Pesantren.

d. Masa berlakunya undang-undang nomor 1 tahun 1974

Sejak kehadiran dan berlakunya Undang-undang Nomor 14 Tahun

1970 pada tanggal 17 Desmber 1970 kedudukan dan posisi Peradilan

Agama semakin jelas dan mandiri termasuk Pengadilan Agama Salatiga,

(46)

mempunyai undang-undang yang mengatur tentang keluarga muslim.

Melalu proses kehadirannya pada akhir tahun 1973 membawa suhu politik

naik, para ulama dan umat islam di Salatiga juga berjuang ikut

berpartisipasi, akan terwujudnya undang-undang perkawinan, maka

akhirnya terbitlah undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang

diundangkan pada tanggal 2 Januari 1974.Setelah secara efektif

Undang-undang Perkawinan berlaku yaitu dengan terbitnya Peraturan Pemerintah

Nomor 9 Tahun 1975.

Pengadilan Agama Salatiga dilihat dari fisiknya masih tetap seperti

dalam keadaan sebelumnya, namun fungsi dan peranannya semakin

mantap karena banyak perkara yang harus ditangani oleh Pengadilan

Agama.di Pengadilan Agama Salatiga banyak perkara masuk yang

menjadi kewenangannya. Volume perkara yang naik yaitu perkara Cerai

Talak disamping Cerai Gugat dan juga banyak masuk perkara Isbat Nikah

(Pengesahan Nikah), karena di Pengadilan Agama Salatiga yang

wilayahnya sangat luas yaitu meliputi Daerah Kota Salatiga dan

Kabupaten Semarang, maka melalui SK Menteri Agama Nomor 95 tahun

1982 tanggal 2 Oktober 1982 Jo. KMA Nomor 76 Tahun 1983 tanggal 10

Nopember 1982 berdirilah Pengadilan Agama Ambarawa di Ungaran.

Adapun penyerahan wilayah yaitu dilaksanakan pada tanggal 27 April

1984 dari Ketua Pengadilan Agama Salatiga Drs. A.M. Samsudin Anwar

kepada Ketua Pengadilan Agama Ambarawa yaitu sebagian wilayah

(47)

yang ada sekarang tinggal 13 Kecamatan yaitu:

1. Wilayah Kota Salatiga ada 4 Kecamatan: Kecamatan Sidorejo,

Kecamatan Sidomukti, Kecamatan Argomulyo, Kecamatan Tingkir.

2. Wilayah kabupaten Semarang ada 9 Kecamatan: Kecamatan Bringin,

Kecamatan Bancak, Kecamatan Tuntang, Kecamatan Getasan,

Kecamatan tengaran, Kecamatan Susukan, Kecamatan Suruh,

Kecamatan Pabelan, Kecamatan kaliwungu.

e. Masa berlakunya undang-undang nomor 7 tahun 1989

Sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 posisi

Pengadilan Agama Salatiga semakin kuat, Pengadilan Agama berwenang

menjalankan keputusannya sendiri tidak perlu lagi melalui Pengadilan

Negeri, selain itu hukum acara yang berlaku di Pengadilan Agama sama

dengan hukum acara yang berlaku di Pengadilan Negeri. Untuk

melaksanakan tugas pemanggilan dan pemberitahuan, sudah ada petugas

Jurusita. Untuk menyesuaikan dengan Undang-undang Pengadilan Agama

ini, Pengadilan Agama Salatiga mendapatkan bimbingan dan pembinaan

dari Departemen Agama RI dan secara teknis Yustisial mendapatkan

pembinaan dari Mahkamah Agung RI dan Pengadilan Tinggi Agama.

Struktur organisasi Pengadilan Agama juga disesuaikan dengan

Peradilan Umum dan Peradilan lainnya, sehingga status kedudukannya

menjadi sederajat dengan Peradilan lain yang ada di Indonesia, dari segi

fisik dan jumlah personil Pengadilan Agama Salatiga masih ketinggalan

(48)

sarana fisik kurang memadai, namun kwalitas sumber daya manusia

Pegawai Pengadilan Agama Salatiga sama dan sejajar dengan Peradilan

Umum bahkan melebihi, karena tenaga yang direkrut harus malalui seleksi

yang ketat dan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.Sejak Pengadilan

Agama mendapatkan pembinaan dari Mahkamah Agung RI mulai

diadakan pemisahan jabatan antara Kepaniteraan dan Kesekretariatan

begitu juga rangkap jabatan antara Jurusita dan Panitera Pengganti, bagi

para Hakim juga diberi tugas Pengawasan bidang-bidang. Upaya

pembenahan di Pengadilan Agama Salatiga selalu ditingkatkan.

2. Kewenangan Pengadilan Agama Salatiga

Pengadilan Agama Salatiga melaksanakan tugasnya sesuai dengan

ketentuan Pasal 2 dan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang

Peradilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara

tertentu antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:

a. Permohonan.

1) Izin beristri lebih dari satu (poligami).

2) Dispensasi nikah.

3) Wali adhol.

4) Pengangkatan anak/ adopsi.

(49)

b. Gugatan.

1) Cerai.

a) Yang diajukan suami (talak).

b) Yang diajukan istri (gugat).

c) Karena melanggar shighot tahlik talak (khuluk).

2) Pembagian harta bersama.

3) Waris.

4) Ekonomi syariah.

5) Nafkah yang lalu.

6) Pemeliharaan anak (khadhonah).

3. Identitas tempat kegiatan praktikum

Gedung Pengadilan Agama Salatiga yang baru, ditempati sejak tanggal

1 Mei 2009 berdiri di atas tanah seluas 5425 m2, dengan luas bangunan 1300

m2. Status gedung tersebut adalah hak pakai dari Pemerintah RI c.q

Mahkamah Agung RI.Pengadilan Agama Salatiga beralamat di Jalan Raya

Lingkar Selatan, Dusun Jagalan, Kelurahan Cebongan, Kecamatan

Argomulyo, Kota Salatiga. Dengan nomor telepon (0298) 322853, fax (0298)

325243, e-mail web pa-salatiga.co.id., e-mail tabayun

(50)

Pengadilan Agama Salatiga memiliki wilayah yuridiksi sebagai berikut:

a. Wilayah Kota Salatiga

1) Kecamatan Sidorejo, terdiri dari 6 (enam) kelurahan, yaitu: Kelurahan

Pulutan, Kelurahan Blotongan, Kelurahan Bugel, Kelurahan Salatiga,

Kelurahan Kauman Kidul, Kelurahan Sidorejo Lor.

2) Kecamatan Argomulyo, terdiri dari 6 (enam) kelurahan, yaitu:

Kelurahan Cebongan, Kelurahan Ledok, Kelurahan Tegalrejo,

Kelurahan Noborejo, Kelurahan Kumpulrejo, Kelurahan Randuacir.

3) Kecamatan Tingkir, terdiri dari 5 (lima) kelurahan, yaitu: Kelurahan

Tingkir Tengah, Kelurahan Tingkir Lor, Kelurahan Sidorejo Kidul,

Kelurahan Kutowinangun, Kelurahan Gendongan.

4) Kelurahan Sidomukti, terdiri dari 4 (empat) kelurahan, yaitu:

Kelurahan Dukuh, Kelurahan Mangunsari, Kelurahan Kalicacing,

Kelurahan Kecandran.

b. Wilayah Kabupaten Semarang

1) Kecamatan Bringin, terdiri dari 15 (lima belas) desa, yaitu: Desa

Bringin, Desa Popongan, Desa Pakis, Desa Banding, Desa Lebak, Desa

Sendang, Desa Tanjung, Desa Kalijambe, Desa Rembes, Desa

Gogodalem, Desa Tempuran, Desa Wiru, Desa Nyemoh, Desa

Kalikurmo, Desa Sambirejo.

2) Kecamatan Bancak, terdiri dari 9 (sembilan) desa, yaitu: Desa Boto,

Desa Bancak, Desa Wonokerto, Desa Jlumpang, Desa Bantal, Desa

(51)

3) Kecamatan Suruh, terdiri dari 17 (tujuh belas) desa, yaitu: Desa

Kebowan, Desa Beji Lor, Desa Jatirejo, Desa Suruh, Desa Plumbon,

Desa Dersansari, Desa Purworejo, Desa Ketanggi, Desa Medayu, Desa

Reksosari, Desa Sukorejo, Desa Krandon Lor, Desa Bonomerto, Desa

Gunung Tumpeng, Desa Cukilan, Desa Dadapayam, Desa

Kedungringin.

4) Kecamatan Tuntang, terdiri dari 16 (enam belas) desa, yaitu: Desa

Kalibeji, Desa Rowosari, Desa Gedangan, Desa Sraten, Desa Jombor,

Desa Candirejo, Desa Tuntang, Desa Lopait, Desa Karanganyar, Desa

Karangtengah, Desa Tlogo, Desa Tlompakan, Desa Ngajaran, Desa

Delik, Desa Watu Agung, Desa Kesongo.

5) Kecamatan Getasan terdiri dari 13 (tiga belas) desa, yaitu: Desa

Sumogawe, Desa Samirono, Desa Polobogo, Desa Getasan, Desa

Kopeng, Desa Tolokan, Desa Ngrawan, Desa Jetak, Desa Batur, Desa

Wates, Desa Nogosaren, Desa Tajuk, Desa Manggihan.

6) Kecamatan Pabelan terdiri dari 17 (tujuh belas) desa, yaitu: Desa

Ujung-ujung, Desa Kauman Lor, Desa Pabelan, Desa Jimbrak, Desa

Sukoharjo, Desa Bejaten, Desa Kadirejo, Desa Giling, Desa Padaan,

Desa Glawan, Desa Tukang, Desa Bendungan, Desa Karanggondang,

Desa Segiri, Desa Terban, Desa Sumberejo.

7) Kecamatan Tengaran, terdiri 15 (lima belas) desa, yaitu: Desa Klero,

Desa Bener, Desa Butuh, Desa Tegalwaton, Desa Sruwen, Desa

(52)

Desa Barukan, Desa Patemon, Desa Sugihan, Desa Duren, Desa

Karangduren

8) Kecamatan Susukan, tediri dari 13 (tiga belas) desa, yaitu: Desa

Badran, Desa Ketapang, Desa Bakalrejo, Desa Gentan, Desa Koripan,

Desa Tawang, Desa Kenteng, Desa Kemetul, Desa Susukan, Desa

Timpik, Desa Sidoharjo, Desa Muncar, Desa Ngasinan.

9) Kecamatan Kaliwungu, terdiri dari 11 desa, yaitu: Desa Rogomulyo,

Desa Kaliwungu, Desa Papringan, Desa Payungan, Desa Udanwuh,

Desa Mukiran, Desa Pager, Desa Kener, Desa Jetis, Desa Kradenan,

Desa Siwa.

4. Struktur organisasi

Ketua pengadilan : Drs. H. Umar Muchlis

Hakim : 1. Drs. M. Syaifudin Zuhri, S.H.

2. Drs. Silachudin

3. Drs. H. Anwar Rosidi

4. Drs. H. Salim, S.H, M.H.

5. Drs. Moh. Rusdi, M.H

6. Drs. M. Muslih

Panitera : Drs. H. Muhadi

Panitera muda Hukum : Mu’asyarotul A, S.H.

Panitera muda gugatan : Fannanie, S.H.

(53)

Panitera pengganti : 1.Hj. Wasilatun, S.H.

2.Mujahidah, S.H.

3.Dra. Hj. Siti Zulaikah

4.Fitri Ambarwati, S.H

Juru sita : M. Nawal Annaji

Juru sita pengganti : 1. Danang Prasetyo N, S.Sy.

2. Ria Hakima Surya, S.H.

3. Syarif Nurul Huda, S.Ag.

4. Badriyah

Sekretaris : Siti Khalimah, S.H.

Kasubag perencanaan, TI, dan : Ruly Arista Wardani, S.Kom.

Pelaporan

Kasubag umum dan keuangan : Suhardi

Kasubag kepegawaian, : Mir’atul Hidayah, S.H.I.

organisasi, dan tata laksana

B.Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Salatiga

Dengan ditetapkanya PERMA Nomor 01 Tahun 2016 tentang prosedur

mediasi di Pengadilan, telah terjadi perubahan dalam praktek peradilan di

Indonesia. Pengadilan tidak hanya bertugas dan berwenang memeriksa,

mengadili dan menyelesaikan perkara yang diterima, tetapi juga berkewajiban

(54)

yang selama ini berkesan sebagai lembaga penegakan hukum dan keadilan,

tetapi sekarang pengadilan juga menampakan diri sebagai lembaga yang

mencarikan solusi damai antara pihak-pihak yang bertikai.

Pemberlakuan PERMA tentang mediasi yang terbilang masih baru ini juga

dipraktikan di Pengadilan Agama Salatiga sebagai salah satu institusi yang

mempraktikan mediasi, karenanya Pengadilan Agama Salatiga butuh waktu

penyesuaian untuk memaksimalkan tingkat keefektifitas keberhasilan mediasi.

Menurut Bapak Moh Rusdi yang merupakan salah satu hakim mengatakan

bahwa:

“antara PERMA yang lama (PERMA Nomor 01 Tahun 2008) dengan yang telah diberbarui (PERMA Nomor 1 Tahun 2018) sebenarnya tidaklah jauh berbeda, hanya saja PERMA yang baru lebih menitik beratkan pada itikad baik dari kedua belah pihak yang berperkara dengan hadir langsung pada saat proses

mediasi dengan ataupun tidak didampingi oleh kuasa hukum”

Adapun penerapan tahapan mediasi di Pengadilan Agama Salatiga menurut

data yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Tahapan pra mediasi

Dimulai dengan pendaftaran gugatan di Kepaniteraan Pengadilan

Agama Salatiga, kemudian melunasi pembayaran panjar biaya perkara dan

penandatanganan surat kuasa untuk membayar (SKUM) dan dilanjutkan

dengan penunjukan majelis hakim pemeriksa perkara oleh Ketua Pengadilan

Agama dan juga hari sidangnya.

Ketika para pihak hadir dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim

memberikan penjelasan kepada para pihak untuk melaksanakan mediasi

(55)

Pengadilan Agama Salatiga, dan berikut daftar hakim di Pengadilan Agama

Salatiga baik yang sudah memperoleh sertifikasi mediator maupun belum,

yaitu:

No. Nama Hakim Sertifikasi mediasi

1. Drs. H. Umar Muchlis Belum

2. Drs. M. Syaifudin Zuhri, S.H. Belum

3. Drs. Silachudin Belum

4. Drs. H. Anwar Rosidi Belum

5. Drs. H. Salim, S.H, M.H Belum

6. Drs. Moh. Rusdi, M.H Sudah Sertifikasi

7. Drs. M. Muslih Belum

Pada hari dan tanggal persidangan yang telah ditentukan dan dihadiri

kedua belah pihak, majelis hakim Pengadilan Agama Salatiga menjelaskan

tentang kewajiban para pihak untuk menempuh proses mediasi dan

keharusan adanya iktikad baik selama menempuh proses mediasi serta

menjelaskan prosedur mediasi menurut Peraturan Mahkamah Agung.

Jika para pihak memilih hakim mediator, para pihak berhak memilih

salah satu atau lebih mediator yang tertera di dalam daftar mediator. Hakim

yang memeriksa perkara tidak boleh ditunjuk sebagai mediator kecuali

dalam hal tidak terdapat mediator lain. Setelah para pihak telah memilih

mediator, ketua majelis hakim pemeriksa perkara menerbitkan penetapan

(56)

Hakim pemeriksa perkara memberitahukan penetapan kepada mediator

melalui panitera pengganti. Selanjutnya sidang ditunda untuk memberikan

kesempatan menempuh proses mediasi.

2. Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Salatiga

Mediasi dilaksanakan di ruang mediasi Pengadilan Agama Salatiga,

atau di tempat lain di luar pengadilan yang disepakati oleh para pihak,

apabila mediator bukan dari hakim. Proses mediasi berlangsung paling lama

30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penetapan perintah melakukan mediasi.

Danatas persetujuan para pihak/atau kuasa hukum, mediator dapat

mengahadirkanseorang atau lebih ahli, tokoh masyarakat, tokoh agama, atau

tokoh adat. Pada hari pelaksanaan mediasi yang dihadiri oleh kedua pihak

terlebih dahulu mediator melakukan hal-hal diantaranya berikut:

a. Memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada para pihak untuk

saling memperkenalkan diri.

b. Menjelaskan kedudukan dan peran mediator yang netral dan tidak

mengambil keputusan.

c. Memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan

permasalahan dan usulan perdamaian.

d. Mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.

Dalam hal kedua belah pihak tidak hadir maka mediasi ditunda untuk

memanggil para pihak. Apabila telah dipanggil 2 kali berturut-turut tidak

hadir tanpa alasan yang sah, tidak menanggapi atau mengajukan resume, dan

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Demikian pula dengan kabanti sebagai karya sastera dalam masyarakat Buton, secara implisit maupun eksplisit memuat esensi dari dakwah, yaitu mengajak individu maupun

zahtev za u č eš ć e kao i deo koji se finansira iz sopstvenih izvora, odnosno sredstava koja ne poti č u iz budžeta Republike Srbije, budžeta lokalne samouprave ili

Di mana variabel yang mempengaruhi penggunaan layanan sebagai fasilitas komunikasi data dan suara pada penelitian ini meliputi PU (perceived usefulness), PEOU (perceived easy of

* Ditahan oleh penyidik Polda Sulawesi Selatan dan Barat karena dituduh melanggar Pasal 27 Ayat 3 subs Pasal 45 ayat 1 UU RI Nomor 11 tahun 2008, tentang ITE, jo Pasal 310 dan

Diharapkan dengan dilakukan promosi konsumen akan merasa puas terhadap service dan produk yang ditawarkan, dan dapat mempromosikan kepada orang lain untuk membeli kue kering

/pelebon diperlukan sarana upacara seperti wadah / bade dan petulangan. Bade bangunan dengan atap bertingkat tingkat, untuk tempat jenasah pada pada waktu diusung

Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini antara lain: (a) mencatat setiap spesies anggrek baik epifit maupun terresterial yang ditemukan pada setiap titik sampling di