• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROBLEMATIKA PERAN HAKIM MEDIASI DI PA BANTUL DALAM MENEKAN ANGKA PERCERAIAN (STUDI KASUS DI PA BANTUL TAHUN )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROBLEMATIKA PERAN HAKIM MEDIASI DI PA BANTUL DALAM MENEKAN ANGKA PERCERAIAN (STUDI KASUS DI PA BANTUL TAHUN )"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

PROBLEMATIKA PERAN HAKIM MEDIASI DI PA BANTUL DALAM MENEKAN ANGKA PERCERAIAN (STUDI KASUS DI PA BANTUL

TAHUN 2019-2021)

HALAMAN JUDUL

SKRIPSI

DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT-SYARAT

MEMPEROLEH GELAR SARJANA STRATA SATU DALAM ILMU HUKUM ISLAM

OLEH:

SYAHREZA AZHARI 14350052

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2021

(2)

PROBLEMATIKA PERAN HAKIM MEDIASI DI PA BANTUL DALAM MENEKAN ANGKA PERCERAIAN (STUDI KASUS DI PA BANTUL

TAHUN 2019-2021)

HALAMAN JUDUL

SKRIPSI

DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT-SYARAT

MEMPEROLEH GELAR SARJANA STRATA SATU DALAM ILMU HUKUM ISLAM

OLEH:

SYAHREZA AZHARI 14350052

PEMBIMBING

DRA. Hj. ERMI SUHASTI SYAFE’I, MSI.

NIP: 196209081989032006

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2021

(3)

i

HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR

(4)

ii

SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI

Hal : Skripsi Saudara Syahreza Azhari Kepada

Yth. Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Di Yogyakarta

Assalaamu’alaikum wr.wb.

Setelah membaca, meneliti, memberikan petunjuk dan mengoreksi serta mengadakan perbaikan seperlunya, maka kami selaku pembimbing berpendapat bahwa skripsi saudara:

Nama : Syahreza Azhari NIM : 14350052

Prodi : Hukum Keluarga Islam

Judul Skripsi : Problematika Peran Hakim Mediasi Di Pa Bantul Dalam Menekan Angka Perceraian (Studi Kasus Di Pa Bantul Tahun 2019-2021)

Sudah dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Prodi Hukum Keluarga Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu.

Dengan ini kami mengharap agar skripsi saudara tersebut di atas dapat segera dimunaqasyahkan. Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.

Wassalaamu’alaikum wr.wb.

Yogyakarta, 1 Muharam 1443 H.

10 Agustus 2021 M.

Pembimbing

Dra. Hj. Ermi Suhasti Syafei, MSI.

NIP: 196209081989032006

(5)

iii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN DAN BEBAS PLAGIARISME

(6)

iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

Sebagai salah satu civitassakademik UIN SunannKalijaga Yogyakarta, saya yanggbertanda tanganndibawah ini:

Nama : Syahreza Azhari NIM : 14350052

Program Studi : Hukum Keluarga Islam Fakultas : Syariah dan Hukum Jenis Karya : Skripsii

Demi pengembangannilmu pengetahuan, menyetujuiiuntuk memberikan kepadaaUIN SunannKalijaga YogyakartaaHak Bebas RoyaltiiNonekslusif (non exclusiveeroyalty freeeright) atas karya ilmiahhsaya yanggberjudul:

“Problematika Peran Hakim Mediasi Di Pa Bantul Dalam Menekan Angka Perceraian (Studi Kasus Di Pa Bantul Tahun 2019-2021)”

Beserta perangkattyang adaa(jika diperlukan). DengannHak BebassRoyalti Nonekslusiffini, UIN SunannKalijaga Yogyakarta berhakkmenyimpan, mengalih media/formatkan, mengelolaadalam bentukkpangkalan data (database), merawat dannmempublikasikan tugassakhir saya selamaatetap tercantumkannnama saya sebagaiipenulis/penciptaadan sebagai pemilikkhak cipta.

Demikian pernyataan iniisaya buat dengannsebenarnya.

Dibuattdi: Yogyakarta Pada tanggal : 8 Agustus 2021

Yanggmenyatakan,

Syahreza Azhari NIM.14350052

(7)

v

MOTTO

“Talk less do more.”

(8)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Allahumma sholli’alaa Muhammad wa ‘alaa ali Muhammad

Untuk kedua orang tuaku tercinta yang tanpa lelah mendo’akan dan memberikan dukungan. Untuk Kakak dan Abang ipar dan untuk adik-adikku,. Untuk teman-

teman seperjuangan yang telah mendukung dan mendo’akan. Dan untuk almamaterku UIN Sunan Kalijaga yang telah memberikan ruang untuk belajar dan

mengenal ilmu pengetahuan.

(9)

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN

Transliterasi kata-kata arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543b/U/1987.

A. Konsonan Tunggal Huruf

Arab

Nama Huruf Latin Nama

ا Alif Tidak

dilambangkan

Tidak dilambangkan

ب Ba’ B Be

ت Ta’ T Te

ث Sa’ Ś Es (dengan titik di atas)

ج Jim J Je

ح Ha’ H Ha (dengan titik di

bawah)

خ Kha’ Kh Ka dan ha

د Dal D De

ذ Dzal Z Zet

ر Ra’ R Er

ز Zai Z Zet

س Sin S Es

ش Syin Sy Es dan ye

ص Shad Sh Es (dengan titik di

bawah)

(10)

viii

ض Dhad Dh De (dengan titik di

bawah)

ط Tha’ Th Te (dengan titik di

bawah)

ظ Zha’ Zh Zet (dengan titik di

bawah)

ع ‘ain ‘ Koma terbalik di atas

غ Gain Gh Ge dan ha

ف Fa’ F Ef

ق Qaf Q Ki

ك Kaf K Ka

ل Lam L El

م Min M Em

ن Nun N En

و Waw W We

ه Ha’ H Ha

ء Hamzah ‘ Apostref

ي Ya Y Ye

B. Konsonan Rangkap karena Syaddah Ditulis Rangkap

ةدّدعتم Ditulis Muta’addidah

ةّدع Ditulis ‘iddah

(11)

ix C. Ta’ Marbuttah

Semua ta’ marbuttah ditulis dengan h, baik berada pada kata tunggal ataupun berada di tengah penggabungan kata (kata yang diikuti oleh kata sandang “al”). Ketentuan ini tidak diperlukan bagi kata-kata arab yang sudah terserap dalam bahasa Indonesia, seperti shalat, zakat dan sebagainya kecuali dikehendaki kata aslinya.

ةمكح Ditulis Hikmah

ةّلع Ditulis ‘illah

ةمرك ءایلولآا Ditulis Karamah al auliya’

D. Vokal Pendek dan Penerapannya

--- َ--- Fathah Ditulis A

--- َ --- Kasrah Ditulis I

--- َ --- Dammah Ditulis U

لعف Fathah Ditulis Fa’ala

ركذ Kasrah Ditulis Zukira

بھذی Dammah Ditulis Yazhabu

E. Vokal Panjang

1. fathah + alif Ditulis A

(12)

x

ةّیلھاج Ditulis Jahiliyyah

2. fathah + ya’ mati Ditulis A

ىسنت Ditulis Tansa

3. kasrah + ya’ mati Ditulis I

میرك Ditulis Karim

4. dhammah + wawu mati

Ditulis U

ضورف Ditulis Furud

F. Vokal Rangkap

1. fathah + ya’ mati Ditulis Ai

مكنیب Ditulis Bainakum

2. fathah + wawu mati

Ditulis Au

لوق Ditulis Qaul

G. Vokal pendek yang berurutan dalam satu kata yang dipisahkan dengan Apostof

متنأأ Ditulis a’antum

تّدعأ Ditulis u’iddat

نئلمتركش Ditulis la’in syakartum

H. Kata Sandang Alif + Lam

1. Bila diikuti huruf qamariyyah maka ditulis menggunakan

(13)

xi huruf awal“al”

نآرقلا Ditulis Al-Quran

سایقلا Ditulis Al-Qiyas

2. Bila diikuti huruf Syamsiyyah maka ditulis sesuai dengan huruf pertama Syamsiyyahtersebut

ءامّسلا Ditulis As-sama’

سمّشلا Ditulis Asy-syams

3. Penulisan Kata-Kata dalam RangkaianKalimat

ضورفلا يوذ Ditulis Zawi al-furud

ةنّسللاھأ Ditulis Ahl as-sunnah

(14)

xii

KATA PENGANTAR

الله مسب يحرلا نمحرلا

نيملاعلا بر لله دمحلا

نيدلاو ايندلا روما ىلع نيعتسن هبو ىلع ملاسلاو ةلاصلا

دعب اما ,نيعمجا هبحصو هلا ىلعو دمحمانديس نيلسرملاو ءايبنلاا فرشا .

Segala puji dan syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah memberikan petunjuk dan membimbing umatnya ke jalan yang diridhoi Allah SWT.

Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah-Nya, penyusun dapat menyelesaikan tugas akhir/skripsi ini. Penyusun menyadari bahwa penulisaan tugas akhir/skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna, baik dari segi penulisan, penyusunan maupun isinya. Hal teresebut dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman yang penyusun miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penyusun harapkan.

Tugas skripsi ini tidak akan selesai dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penyusun ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian tugas akhir/skripsi ini, di antaranya kepada:

(15)

xiii

1. Prof. Dr. Phil. Al Makin, S.Ag., M.A. Selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

2. Prof. Dr. Drs. H. Makhrus, S.H., M.Hum. Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

3. Yasin Baidi, S.Ag, M.Ag, Selaku Ketua Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

4. Prof. Dr. Khoiruddin Nasution, MA, selaku Dosen Pembimbing Akademik saya yang telah memberikan arahan dan masukan dalam bidang akademik.

5. Dra. Hj. Ermi Suhasti Syafe’i, MSI., selaku pembimbing skripsi yang telah tulus ikhlas membimbing, meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya demi membantu penyusun selama proses pengerjaan skripsi.

6. Drs. H. Sarnidi, S.H., M.H. Selaku Ketua Pengadilan Agama Bantul yang telah menjadi fasilitator dalam penelitian ini.

7. H. Muh Dalhar Asnawi, SH. Selaku Hakim Pembimbing dari Pengadilan Agama Bantul yang telah bersedia menjadi narasumber untuk di wawancarai.

8. Ibu Rahmawati, S.Ag Selaku Panitra Muda Pengadilan Agama Bantul yang telah membantu selama proses penelitian ini.

9. Segenap Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan KalijagaYogyakarta yang telah memberikan pengetahuan dan wawasan selama menempuh pendidikan di kampus tercinta.

(16)

xiv

10. Seluruh Bapak dan Ibu pegawai staf TU Prodi, Jurusan, dan Fakultas di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan KalijagaYogyakarta yang telah membantu proses belajar di kampus tercinta ini.

11. Ayahanda Syarifuddin dan Ibunda Suriana kedua orang tua tercinta yang tak pernah lelah selalu memberikan do’a dan dukungannya motivasi, semangat dalam bentuk dukungan yang tiada henti demi keberhasilan putra-putrinya.

12. Untuk Ayundaku tersayang Sabrina Maulini dan abang iparku Dindin Syahrul Alif Abidin dan adik-adikku Soraya Khairunnisa dan Nabila Rahmadini yang telah memberikan cinta kasihnya semangat serta motivasinya kepada penulis.

13. Untuk Dewi Nurhayati, terimakasih atas hadirmu hingga detik ini setia menemani dalam setiap langkah hidup ini. Semoga Allah selalu mengiringi langkah kita berdua.

14. Terimakasih untuk semua teman-teman seperjuangan angkatan 2014 Hukum Keluarga Islam fakultas syari'ah dan hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

15. Terimakasih untuk semua teman-teman seperjuangan ikatan alumni raudhatul ulum sakatiga yogyakarta 2014, dan

16. Semua pihak yang tak bisa penyusun sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan berkah, rahmat, dan hidayah-Nya serta membalas semua jasa-jasa mereka yang telah banyak membantu penyusun dalam proses penyususnan skripsi ini. Besar harapan bagi penyusun atas kritik, saran, dan masukan yang membaca berikan untuk perbaikan selanjutnya. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat kepada penyusun khususnya dan kepada pembaca pada umumnya. Amin.

(17)

xv

Bantul , 10 Zulhijjah 1442H 20 Juli 2021 M

Penyusun,

Syahreza Azhari 14350052

(18)

xvi ABSTRAK

Dalam pandangan ulama pernikahan adalah suatu perjanjian yang membolehkan istimta', yaitu persetubuhan dengan seorang wanita, boleh bagi seorang wanita, bukan dengan wanita yang tidak sah baik karena keturunan atau karena menyusui. Namun di sisi lain dalam dunia pernikahan ada konflik antara suami dan istri yang mengakibatkan perselisihan antara suami istri yang memuncak dapat membuat rumah tangga tidak harmonis, sehingga akan mendatangkan kemudaratan. Selanjutnya, Islam memberikan jalan untuk perpisahan/percearaian.

Dari konflik tersebut ikhtiar demi ikhtiar dilakukan setiap pasangan, salah satunya dengan mediasi dari kedua pihak. Hal ini sesuai dengan peraturan yang telah di perbarui dan dijadikan landasan di Pengadilan Agama Bantul ialah PERMA No. 1 Tahun 2016. Dengan demikian penelitian ini menjelaskan bagaimana problematika peran hakim mediasi di pa bantul dalam menekan angka perceraian (studi kasus di pa bantul tahun 2019-2021)

Penelitian ini juga meruapakan penelitian lapangan yang menggunakan pendekatan yuridis empiris. Sifat penelitian deskriptif analitis, menjelaskan dan menganalisis pendapat Hakim mediator di Pengadilan Agama Bantul. Data primer yang digunakan adalah wawancara dengan salah satu hakim mediator di Pengadilan Agama Bantul. Data sekunder yang digunakan ialah literatur yang berkaitan dengan mediasi Sifat penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis dimana suatu penelitian yang dilakukan bertujuan untuk memberikan gamabran dan deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif dan untuk memecahkan dan menjawab persoalan yang sedang dihadapi sekarang.

Hasil penelitian ini telah ditemukan bahwa peran hakim mediator di Pengadilan Agama Bantul kurang maksimal. Hakim mediator dalam perkara perceraian sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memutuskan rantai perkara agar tidak berkepanjangan. Peran hakim mediasi di Pengadilan Bantul belandaskan Perma No.1 Tahun 2016 dan dilaksanakan dengan damai. Dalam mengambil Putusan perdamaian hakim di Pengadilan Agama Bantul berusaha seadil-adilnya.

Permasalahan yang dimediasikan harus diselesaikan, karena salah satu pihak ada yang tetap bersikukuh ingin bercerai, maka dilakukan jalan terakhir yaitu perceraian. Putusan Hakim mediator Pengadilan Agama Bantul didasarkan pada alasan-alasan yang dapat dibuktikan. Proses mediasi dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Bantul oleh Hakim mediator telah dilakukan sesuai Perma No 1 tahun 2016 dan sesuai dengan surah An-Nisa ayat 128 dan 130 bahwa menjelaskan perdamaian lebih baik secara mutlak dari pada pertikaian. Jika hubungan suami istri sulit untuk dibangun kembali dan didamaikan, maka islam juga tidak memberatkan mereka untuk berpisah. Selain itu dalam hadist diajarkan bahwa mendamaikan dua orang yang sedang berseteru, maka harus ada hakam atau mediator dengan memberikan kabar baik antara suami dan istri agar hati semakin tenang dan damai.

Kata Kunci: Perceraian, Mediasi, Peran Hakim Mediator

(19)

xvii DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR ... i

SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI ... ii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN DAN BEBAS PLAGIARISME ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN ... vii

KATA PENGANTAR ... xii

ABSTRAK ... xvi

DAFTAR ISI ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Rumusan Masalah...7

C. Tujuan dan Kegunaan...8

D. Telaah Pustaka...8

E. Kerangka Teoretik...12

F. Metode Penelitian ...19

G. Sistematika Pembahasan ...24

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG HAKIM, MEDIASI DAN PERCERAIAN ... 27

A. Tinjauan Umum Tentang Hakim Mediator...27

B. Tugas dan Fungsi Hakim Mediator...30

C. Tinjauan umum Mediasi ...33

D. Tinjaun umum tentang Perceraian...46

BAB III PERAN HAKIM MEDIASI PA BANTUL DALAM MENANGANI PERKARA PERCERAIAN ... 53

A. Gambaran Umum Tentang Pengadilan Agama Bantul...53

(20)

xviii

1. Sejarah Pengadilan Agama Bantul...53

2. Saran dan prasarana Pengadilan Agama Bantul...58

3. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Bantul...59

4. Yuridiksi Pengadilan Agama Bantul...60

5. Visi dan misi Pengadilan Agama Bantul...66

6. Tugas pokok dan fungsi pengadilan Agama Bantul...66

B. Peran Hakim Mediasi Dalam Penyelesaian Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Bantul...69

C. Faktor Yang Menjadi Penghambat Dan Pendukung Dalam Pelaksanaan Mediasi Dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Bantul...71

BAB IV ANALISIS NORMATIF YURIDIS TERHADAP PERAN HAKIM DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BANTUL ... 76

A. Analisis Yuridis Peran Hakim Dalam Proses Mediasi Perkara di Pengadilan Agama Bantul di Tahun 2019-2021 ... 76

B. Analisis Normatif Peran Hakim Dalam Proses Mediasi Perkara di Pengadilan Agama Bantul di Tahun 2019-2021 ... 82

BAB V PENUTUP ... 88

A. KESIMPULAN...88

B. SARAN...89 DAFTAR PUSTAKA...xc LAMPIRAN ... xc I. DAFTAR TERJEMAHAN...xc I. SURAT PENELITIAN...ci II. CURICULUM VITAE...cii

(21)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan dalam bahasa Arab berarti nikah atau zawaj. Kedua kata ini digunakan dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan ditemukan dalam Al-Qur'an dan hadits Nabi.

Al-Nikah memiliki arti penting al-wath‟i, al-dhommu, al-jam‟u, atau seperti al-wath wa al aqd yang mengandung arti persetubuhan, persetubuhan, afiliasi, jima' dan kontrak.

Dalam arti kata, (perkawinan) adalah suatu perjanjian yang membolehkan istimta' (persetubuhan dengan seorang wanita, boleh bagi seorang wanita, bukan dengan wanita yang tidak sah baik karena keturunan atau karena menyusui). 1

Dalam pandangan lain ulama mendefiniskan pernikahan adalah perjanjian yang memberikan faedah hukum yang sah dari diterimanya hubungan keluarga (pasangan) antara seorang pria dan seorang wanita dan berbagi bantuan dan membatasi hak-hak pemilik dan kepuasan komitmen khusus mereka.2

Selain itu, pernikahan adalah hal yang sakral. Oleh karena itu, mengenai perkawinan, Islam telah menetapkan aturan-aturan yang arif dan baku serta sesuai dengan fitrah manusia, yaitu dengan menetapkan beberapa rukun dan syarat perkawinan seperti adanya calon mempelai pria dan calon mempelai wanita dengan syarat baik calon mempelai maupun calon mempelai wanita. calon mempelai wanita. pengantin pria hadir.

Pengantin wanita harus beragama Islam. , dewasa, cerdas, sehat jasmani dan rohani, harus

1 Mardani, Hukum Perkawinan Islam Di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), Cet. 1, hlm 4

2 Ibid…, hlm 4

(22)

ada kesepakatan bebas antara kedua calon mempelai (nikah tidak boleh dipaksakan), harus ada wali nikah, harus ada dua saksi (Islami, dewasa, dan adil), mahar, ijab kabul, dan nikah sunnah sebagai walimah..1 . Oleh karena itu, setiap manusia harus menikah, mencari pasangan hidup dan berkembang biak.

Kehidupan yang terikat (rumah tangga) adalah pencarian naluri manusia sebagai makhluk yang bersahabat. Keluarga atau rumah tangga merupakan tonggak utama keberadaan umat Islam secara keseluruhan dan landasan Islam secara khusus. Ini semua adalah akibat langsung dari luar biasa yang dilakukan oleh keluarga, khususnya untuk membuat dan mengembangkan masa depan, kolom yang menjunjung tinggi peningkatan individu, dan pembela pemberani negara..2

Tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa Keluarga adalah proses kemajuan masyarakat dan negara. Dengan demikian, keamanan dan kesucian keluarga merupakan komponen penentu bagi kesejahteraan dan kesucian ( skral) wilayah setempat, seperti halnya penentu kekuatan, ketangguhan, dan keamanan struktur negara. Dari sini dapat disimpulkan dengan sangat baik bahwa jika suatu keluarga atau rumah tangga runtuh maka sebagai hasil perhitungan, masyarakat dan bangsa pasti akan musnah.

Perkawinan juga akan melahirkan keturunan yang merupakan pelanjut generasi manusia di muka bumi. Perkawinan menjadi kebutuhan naluriah

1 Mohd. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dari Segi Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta : Hillco, 1986), Hlm, 52.

2 Must}afa Masyhur, Qudwah di jalan Dakwah, terjemah oleh Ali Hasan (Jakarta:

Citra Islami Press, 1999), hal. 71.

(23)

manusia, karena manusia cenderung untuk hidup berpasang- pasangan yang melahirkan keturunan yang sah, sehingga kedudukan manusia sebagai makhluk mulia dan bermartabat akan tetap terjaga.3 Hal ini juga dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dalam Pasal 1 dijelaskan bahwa perkawinan adalah perkawinan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Satu Ketuhanan.

dalam realita masyarakat dewasa ini, angka perceraian semakin tinggi.

Terbukti dari banyaknya kasus gugatan cerai yang dipersidangkan dimuka Pengadilan. Dalam hal peradilan ini, adalah hakim yang berwenang menjawab problematika keadilan. Sebelum menginjak pada persidangan, adanya upaya perdamaian antara kedua belah pihak yang berperkara adalah hal yang penting adanya. Dalam konteks perceraian, adalah suami dan istri yang menjadi pihak berperkara.

Perselisihan antara suami istri yang memuncak dapat membuat rumah tangga tidak harmonis, sehingga akan mendatangkan kemudaratan.

Selanjutnya, Islam memberikan jalan untuk perpisahan. Perpisahan adalah jalan terakhir yang dapat dicapai oleh pasangan, jika keluarga mereka saat ini tidak dapat mempertahankan. Perpisahan dalam Islam memiliki interaksi yang panjang. Perdebatan pasangan tidak benar-benar menjadi pembenaran atas pilihan hubungan, namun mengandung siklus intervensi dan kompromi,

3 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, (Jakarta: Prenada Media, 2011), Cet. 2, hlm176

(24)

dengan tujuan agar keluarga mereka dapat tetap terjaga seperti halnya dalam menjalankan bahtera keluarga umumnya tidak mulus dan ada kesalah pahaman. Pertanyaan ini dalam mengelola masalah keluarga, ada pasangan yang bisa mengalahkannya. kadang-kadang ada kebutuhan di tengah-tengah kerumitan hubungan sebagai semangat untuk keselarasan dan keragaman keluarga dan ini biasanya tidak terlalu banyak.4

Menjadi persoalan mendasar jika para pihak atau kuasa hukum yang berperkara tidak mempunyai keinginan atau kemauan untuk melakukan mediasi, hal itu akan menyebabkan keadaan atau situasi yang tidak efektif terhadap keharusan melakukan Mereka mesti melakukan rekonsiliasi dengan setiap pihak, karena rekonsiliasi atau mediasi. Meskipun demikian, pada dasarnya penting untuk dipahami bahwa kemampuan para pihak melihat alternatif dalam menyelesaikan kasus-kasus saat ini biasanya terbatas, sehingga penting untuk melihat dan mengetahui cara-cara yang tidak dipertimbangkan dan dibayangkan sebelumnya. Dengan kondisi seperti ini, dengan adanya kemanfaatan dalam proses mediasi maka diharapkan mediasi menjadi tawaran penting bagi publik dalam menyelesaikan perkara.5

Upaya mendamaikan pihak berperkara dalam peradilan disebut dengan istilah mediasi. Perma No. 1 tahun 2016 pasal 7 mengatur tentang kewajiban melaksanakan mediasi dengan iktikad yang baik. Para pihak yang terlibat

4 Yayan Sopyan, Islam-Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam Hukum Nasional, (Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), Cet. 1, hlm. 172

5 Maskur Hidayat, Strategi dan Taktik Mediasi Berdasarkan Perma No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, (Jakarta: Kencana, 2016), hlm 67-69

(25)

dalam proses mediasi harus mempunyai iktikad yang baik sehingga dengan iktikad yang baik tersebut proses mediasi dapat terlaksana dan berjalan dengan baik.6

Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak di bantu mediato dalam pertemuan tersebut. tanda utama dari mediasi adalah musyawarah dan perundingan, jadi seharusnya tidak ada intimidasi untuk mengakui atau menolak pemikiran atau penyelesaian selama mediasi berlangsung. Semuanya harus disetujui oleh para pihak.

Mediasi menurut Priatna Abdurrasyid adalah proses damai di mana pertemuan pertanyaan menyerahkannya untuk mencapai hasil akhir yang wajar, Pihak mediator juga berperan sebagai pendamping dan penasihat.

Sebagai salah satu mekanisme untuk menyelesaikan sengketa, mediasi digunakan di berbagai jaringan dan diterapkan pada berbagai kasus konflik.7

Mediasi dari sisi kebahasaan lebih menekankan pada pihak ketiga yang menjembatani para pihak bersengketa untuk Pihak ketiga inilah yang disebut mediator. Mediator berada pada posisi tengah dan netral di antara para pihak yang bersengketa, dan mencari sejumlah kesepakatan untuk mencapai hasil yang memuaskan para pihak yang bersengketa.8

6 Ibid.., hlm 172

7Gatot P. Soemartono, Arbitrase dan mediasi di Indonesia.(Bandung, PT. Alfabeta 2004).

hlm 135

8 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional,(Jakarta: Kencana, 2011), Cet. 2, hlm. 3

(26)

Dalam pasal 1851 KUH Perdata dikemukakan bahwa yang dimaksud Perdamaian ialah suatu persetujuan atau perjanjian dimana kedua belah pihak

dengan menyerahkan, manjanjikan ataumenahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara.9

Peneliti menyadari bahwa mendamaikan para pihak yang berperkara di pengadilan bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi jika sentimen pribadi lebih menonjol daripada masalah sebenarnya. Ada banyak variabel yang dapat menghambat pencapaian dalam mencapai keharmonisan, salah satunya adalah tidak adanya aksesibilitas organisasi yang sah yang dapat membantu majelis dalam memilih teknik penyelesaian yang tepat.

Tugas Pengadilan Agama yang memutus dalam sidang pendahuluan adalah yang terpenting, tujuannya mengakomodir jaksa, dengan alasan akomodatif merupakan kebutuhan pokok. Mengingat pada pemisahan perkara pasal 28 ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, dinyatakan “selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.

Dari observasi peneliti bahwa dalam Pengadilan Agama bantul proses mediasi yang dilaksanakan belum maksimal hal ini dibuktikan dari laporan tahunan kinerja Pengadilan Agama bantul dalam menyelesaikan perkara. Di tahun 2019, 425 kasus di mediasi, 23 kasus yang mediasinya berhasil, 87

9 R. Subekti, R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2004),hlm 468-469

(27)

perkara mediasi yang tidak berhasil , dan 193 kasus gagal, Tahun 2020 ada 425 kasus, 17 kasus berhasil mediasi, 304 kasus gagal, dan 47 kasus gagal. Di Tahun 2021 terdapat 734 perkara cerai gugat yang diterima dari bulan januari- juni 2021, yang telah di mediasi sebanyak 545 dan cerai talak perkara yang diterima di bulan januari-juni 2021 246 perkara diterima dan 181 yang telah dimediasi. Terdapat 734 perkara cerai gugat yang diterima dari bulan januari- juni 2021, yang telah di mediasi sebanyak 545 dan cerai talak perkara yang diterima di bulan januari-juni 2021 246 perkara diterima dan 181 yang telah dimediasi.10

Berdasarkan hal di atas peneliti ingin melakukan penelitian mediasi dalam perkara perceraian dalam bentuk skripsi yang judul “Problematika Peran Hakim Mediasi Di Pa Bantul Dalam Menekan Angka Perceraian (Studi Kasus Di Pa Bantul Tahun 2019-2021)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan masalah yang akan diajukan dalam penelitian ini adala

1. Bagaimana peran hakim dalam proses mediasi perkara perceraian di Pengadilan Agama Bantul tahun2019-2021 ?

2. Bagaimana tinjauan hukum islam terhadap peran hakim dalam mediasi perkara perceraian di Pengadilan Agama Bantul tahun2019-2021?

10 https://www.pa-bantul.go.id/diakses pada tanggal 29 Juli 2021 buku laporan tahunan 2020

(28)

C. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Menjelaskan bagaimana peran hakim dalam mediasi perkara perceraian studi di Pengadilan Agama Bantul tahun 2019-2021.

2. Menjelaskan Bagaimana tinjauan hukum islam terhadap peran hakim mediasi dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Bantul tahun 2019-2021.

Adapun kegunaan penelitian ini, di antaranya sebagai berikut:

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi keilmuan terkait mediasi, terutama dalam hal proses hakim mediasi dalam menyelesaikan perkara. Hasil penelitian ini juga diharapkan akan berguna sebagai rujukan bagi setiap pihak yang berkepentingan dengan permasalahan ini, baik itu pejabat pemerintahan, mahasiswa maupun para pengajar dan dosen yang ingin menggali informasi berkenaan dengan isu perkara perceraian dan proses penyelesaian masalah dilihat dari proses hakim mediasi menyelesaikan perkara.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan akan berguna sebagai acuan pertimbangan dalam pengambilan keputusan bagi pemerintah, para aktivis dan seluruh ummat Islam yang ingin mengambil manfaat darinya.

D. Telaah Pustaka

Setidaknya ada lima penelitian yang secara spesifik menjelaskan perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian yg telah dilakukan sebelumnya, berkaitan dengan permasalahan mediasi, perlu kiranya penelitian

(29)

terdahulu dikaji secara seksama. Selanjutnya peneliti menjelaskan letak perbedaan skripsi ini dengan penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakukan. Penelitian pertama yaitu, Rahmiyati, Mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, Skripsi tahun 2010 dengan judul

“Pandangan Hakim Mediator Terhadap Keberhasilan Mediasi di Pengadilan Agama Kota dan Kabupaten Malang”.11

Penelitian ini mentitik beratkan pada pandangan hakim mengenai keberhasilan mediasi. Menurutnya mediasi yang berhasil bukan yang gugatannya dicabut dan rukun kembali, tetapi menerima putusan hakim juga sudah dapat dikatakan berhasil. Berbedadengan penulis yang menilai peran hakim mediator dalam penyelesaian perkara mediasi perceraian dilihat berdasarkan perkara yang dicabut dan rukun kembali serta pengaruh hakim yang menentukan keberhasilan mediasi berdasarkan perkara yang di cabut dan rukun kembali.

Penelitian yang kedua yaitu Skripsi yang membahas Efektifitas Mediasi Dalam Perceraian Perspektif PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi (Studi Pasca Pemberlakuan Perma No. 1 Tahun 2008 di Pengadilan Agama Jakarta Timur. Juga menjelaskan tentang mediasi; pengertian, dasar hokum prinsip-prinsip dan prosedurnya mulai tahap pramediasi, proses, hingga putusannya. Perbedaan skripsi ini dengan skripsi peneliti lebih menjelaskan

11 Rahmiyati, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Keberhasilan Mediasi di Pengadilan Agama Kota dan Kabupaten Malang”, Skripsi (Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2010)

(30)

tentang peran hakim dalam proses pelaksanaan mediasi, dan tinjauan hukum islam terhadap peran hakim mediasi dalam perkara perceraian.12

Penelitian ketiga ditulis oleh Hanif Ummu Hapsari yang berjudul

“Mediasi Perceraian di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2012-2013”. Skripsi yang disebarluaskan oleh prodi ahwal al syakhsiyah madrasah aliyah negeri salatiga tahun 2014 ini mengungkapkan bahwa penyelidikan tersebut menjelaskan bahwa pada awalnya, beberapa persidangan yang diputuskan dalam memimpin harus ditegaskan dengan aturan PERMA dan aturan sosial.

dipatuhi. Antara lain, masalah selanjutnya yang dilihat oleh perantara dalam memediasi kasus perceraian secara keseluruhan adalah sebagian besar pasangan suami istri yang mengajukan gugatan cerai secara sah di Pengadilan Agama memiliki kondisi rumah tangga yang sangat ekstrim dan saat ini tidak dapat berdamai sebelum perkawinan dan upaya penyelesaian. hakim mediator dalam mengatasi permasalahan mediasi yang dihadapi dalam perkara perceraian adalah memberikan nasehat kepada para pihak mengenai dampak perceraian terutama terhadap anak apabila yang diceraikan sudah memiliki anak. Dan memerintahkan para pihak untuk saling mengoreksi sebelum mengambil keputusan untuk bercerai 13

12 Siti Umu Kulsum, “Efektifitas Mediasi Dalam Perceraian Perspektif PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi (Studi Pasca Pemberlakuan Perma No. 1 Tahun 2008 di Pengadilan Agama Jakarta Timur)”. Skripsi, (Jakarta:Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah 2011.

13 Hanif Ummu Hapsari, “Mediasi Perceraian Di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2012- 2013”. Skripsi, ( Salatiga: Program Studi Ahwal Al Syakhsiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga , 2014

(31)

Keempat, penelitian yang ditulis oleh Dewi Anggraini yang berjudul

“Efektivitas Mediasi Dalam Penyelesaian Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Kelas 1A Palembang”. penelitian mengungkapkan bahwa mediasi dalam perkara perceraian di pengadilan Agama kelas 1 A belum efektif. Factor penyebabnya adalah keinginan yang kuat para pihak untuk bercerai, sudah terjadi konflik yang berkepanjangan, factor psikologis, adanya pihak ketiga dan tidak hadinya salah satu pihak.14

Kelima, dalam sebuah junal yang ditulis oleh Nita Nurvita bahwa Para

hakim mediator telah menjalankan amanat Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan namun belum efektif dari hasil dikarenakan faktor fasilitas dan saran, kepatuhan masyarakat serta kebudayaan. Selain itu Kurang efektifnya hakim yang merangkap menjadi mediator dalam segi waktu karena volume perkara besar sedangkan hakim sedikit dan Belum adanya evalusi dan belum adanya peraturan mahkamah Agung tentang kriteria keberhasilan hakim dan insentif bagi hakim yang menjalankan fungsi mediator.15

Dari telaah pustaka yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa dari berbagai penelitian yang terdahulu telah dilakukan penelitian meskipun ada beberapa kesamaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya

14 Dewi Anggraini ,”Efektivitas Mediasi Dalam Penyelesaian Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Palembang,” Skripsi, ( Palembang: Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya,) 2018.

15 Nita Nurvita,” Peranan Mediator Dalam Penyelesaian Perkara Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Pekanbaru”, Jurnal online mahasiswa (JOM) Fakultas Hukum Volume III Nomor 2 , 2016, hlm. 1-14.

(32)

dalam hal tema pembahasan dan pendekatan penelitian, namun memiliki perbedaan dalam hal objek kajian penelitian dan waktu dalam proses penelitian dengan ini penelitian ini mengkaji lebih mendalam tentang Problematika Peran Hakim Mediasi Di Pa Bantul Dalam Menekan Angka Perceraian (Studi Kasus Di Pa Bantul Tahun 2019-2021)”

E. Kerangka Teoretik

Perceraian menurut bahasa Arab perceraian berasal dari kata talaq atau itlaq yang artinya lepas dari ikatan, berpisah menceraikan, pembebesan.1

Perceraian menurut kamus bahasa Indonesia disebut “cerai” yang artinya pisah, perpisahan antara suami dan istri.16

Menurut Al-Jaziry “talak” ialah menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan ikatannya dengan menggunakan kata-kata tertentu.

Menurut Abu Zakaria Al- Anshari “talak” ialah melepas tali akad nikah dengan kata talak dan yang semacamnya.17

Dalam pelajaran Islam, perpisahan ibarat pintu masuk krisis yang merupakan jalan mudah untuk mengatasi masalah keluarga, jika tidak ditemukan jalan alternatif untuk mengatasinya. Selanjutnya, pada dasarnya pelajaran Islam tidak menganjurkan talak karena Allah SWT melihat perpisahan di antara pasangan sebagai demonstrasi hukum dan sangat Allah benci. Ibnu Umar menyatakan, Rasulullah Saw bersabda:

16 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir, Kamus Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), hlm. 861

17 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), hlm. 192

(33)

18

قلاطلا الله دنع للاحلا ضغبا

Untuk menjamin bahwa pintu perceraian hanya digunakan dalam keadaan krisis dalam keberadaan pasangan, Al-Quran sebenarnya menetapkan bahwa ahli untuk berpisah hanyalah milik pasangan, yang pada umumnya tidak terlihat oleh seorang istri dalam membuat dan memutuskan mentalitas. Dalam Al-Qur'an telah di jelaskan bahwa :

ءاسنلا متقلط اذإو نهوحرس وأ فورعمب نهوكسمأف نهلجأ نغلبف

و ۚ اودتعتل ارارض نهوكسمت لاو ۚ فورعمب ظ دقف كلذ لعفي نم

ۚ هسفن مل

نم مكيلع لزنأ امو مكيلع الله تمعن اوركذاو ۚ اوزه الله تايآ اوذختت لاو

19

ميلع ءيش لكب الله نأ اوملعاو الله اوقتاو ۚ هب مكظعي ةمكحلاو باتكلا

Berdasarkan sumber hukumnya, maka hukum talak ada empat :

a. Wajib atau harus dilaksanakan, yaitu perceraian yang harus dilakukan oleh hakim terhadap seseorang yang telah bersumpah untuk tidak bersetubuh dengan istrinya sampai jangka waktu tertentu, sedangkan ia juga tidak mau membayar kafarah sumpahnya. sehingga dia bisa bergaul dengan istrinya.

Tindakannya menyakiti istrinya.

18 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Alih Bahasa A. Hassan, Bulughul Maram, Diponegoro, Bandung, 1999, hlm. 476

19 Al-Baqarah(2): 231

(34)

b. Sunnah, jika suami tidak mampu lagi membayar kewajibannya (penghidupan) atau wanita tidak menghargai harga dirinya.

c. Haram, dalam dua keadaan: pertama; membatalkan perceraian saat istri sedang haid, kedua; cerai selama waktu suci yang dia campur dalam waktu suci itu.

d. Mubah atau Dibolehkan dapat dilakukan jika perlu terjadi perceraian dan tidak ada pihak yang dirugikan oleh perceraian, tampaknya juga bermanfaat.20

Dalam perceraian tentu tidak langsung cerai perlu diketahui alasan dalam proses perceraian Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam sebagai bentuk kodifikasi hukum Islam, sebab atau penjelasannya telah diatur tersendiri. Pasal 38 UU Perkawinan menyatakan bahwa perpisahan terjadi karena: Kematian suatu pertemuan, Perceraian karena perceraian dan perpisahan karena gugatan, dan Putusan Pengadilan.21

Pengertian mediasi yaitu upaya untuk menyelesaikan sengekta melalui proses perundingan pihak-pihak yang bersengketa dengan dibantu

20 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm 201

21 H. Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 74

(35)

pihak ketiga sebagai mediator. Dalam sidang pertama perkara perceraian, ketika kedua belah pihak yang berperkara hadir di persidangan, maka hakim mewajibkan kedua belah pihak pada hari itu juga atau paling lama dua hari kerja berikutnya untuk berunding guna memilih mediator, yang kemudian dilaksanakan proses mediasi.22

Kemudian pada pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ditegaskan bahwa pemisahan harus diselesaikan sebelum sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan runtuh untuk menampung dua pertemuan tersebut.23

Suatu peristiwa harus memiliki wawasan yang dapat diperoleh, seperti halnya pada perpisahan, juga dikenal adanya kecerdasan yang akan kita dapatkan baik untuk pasangan atau istri. Perpisahan pada dasarnya adalah suatu demonstrasi yang sah namun yang umumnya dibenci oleh Allah SWT, kecerdasan yang diperbolehkan oleh perpisahan adalah dengan alasan bahwa unsur-unsur kehidupan rumah tangga sekarang dan kemudian mengarah pada sesuatu terlepas dari motivasi di balik pengembangan keluarga. Dalam keadaan sekarang, jika itu berlanjut, itu akan melukai kedua pasangan, baik itu suami atau istri, bahkan anak.24

22 Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Hukum Syari’ah, Hukum Adat dan Hukum Nasional, (Jakarta:

Kencana Prenada, 2011), Cet. Ke-2, hlm. 310

23 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), hlm. 248

24 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm.109-200

(36)

Penyelesaian perkara perceraian melalui mediasi menjadi penting dalam rangkaian hukum Islam secara keseluruhan. Ketika ada bentrokan besar dalam keluarga yang sulit untuk ditentukan sendiri oleh pasangan, Islam memerintahkan agar kedua pasangan tersebut mengirimkan hakam (pembawa damai atau perantara dengan niat penuh untuk menemukan jalan keluar). Sebagaimana Allah berfirman dalam Al Qur'an,

نإو هنيب قاقش متفخ اديري نإ اهلهأ نم امكحو هلهأ نم امكح اوثعباف ام

25

امهنيب الله قفوي احلاصإ

Penjelasan/klarifikasi mediasi dari sisi fonetik (etimologis) lebih banyak tentang adanya perkumpulan penanya dari luar untuk menentukannya. mediator berada di tengah dan situasi non-partisan antara pertemuan interogasi, dan mencari berbagai pengaturan untuk mencapai hasil yang menyenangkan untuk pertemuan interogasi. Klarifikasi fonetis ini masih sangat luas dan belum menggambarkan secara utuh perwujudan dari peran mediasi secara menyeluruh. Dengan demikian, mediasi ini dapat diketahui apakah jumlah keterampilan sangat terbatas. Kemampuan tersebut diperoleh melalui berbagai pendidikan, persiapan dan pengalaman dalam menyelesaikan bentrokan atau pertanyaan. Mediator sebagai pihak

25 An-Nisa’ (4): 35

(37)

yang netral dapat menampilkan peran sesuai dengan kapasitasnya guna mendapatkan perdamaian dari dua pihak.26

Dengan tercapainya kerukunan di antara pasangan yang terlepas dari perdebatan, bukan hanya kehormatan pernikahan yang bisa dicapai. Secara bersamaan, itu dapat bekerja pada pemeliharaan dan pengembangan anak- anak pada umumnya. Konkordansi antara sisi yang berbeda dapat dilanjutkan. Sumber daya bersama dalam pernikahan secara ekonomi dapat menopang kehidupan keluarga. pasangan dapat menjauh dari masalah komunikasi sosial. Perkembangan mental dan mental anak-anak terlindung dari sensasi keterasingan dan ketidakmampuan dalam aktivitas publik.

Upaya untuk mengakomodasi dalam pertanyaan, adalah latihan yang terpuji dan lebih dari upaya untuk mengakomodasi di berbagai bidang.27

Ketentuan mengenai mediasi di pengadilan diatur dalam Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1 Tahun 2008 tentang Tata Cara mediasi di Pengadilan Perma menempatkan mediasi sebagai salah satu komponen cara penyelesaian perkara yang diajukan oleh sidang-sidang ke pengadilan.

Hakim tidak serta merta menyelesaikan kasus melalui jalur hukum (perkara), namun pada awalnya harus mencari mediasi. mediasi merupakan komitmen yang harus dipenuhi dalam memilih perkara di pengadilan.

mediasi di pengadilan membentengi upaya kerukunan sebagaimana

26 Syahrizal Abbaas, Mediasi, Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, hlm.2-3

27 Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: PT.

Sarana Bakti Semesta, 1989) hlm. 49

(38)

dinyatakan dalam hukum acara pasal 130 HIR (HetHerzien Indonesische Reglement) atau pasal 154 Rbg ( Rechtreglement Buiten Gewesten).28

Hal ini ditegaskan dalam Pasal 2 Perma No. 1 Tahun 2008, yang menyatakan bahwa semua perkara sopan yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama diperlukan untuk kepentingan mediasi, dan dapat dianggap sebagai pelanggaran dalam hal tidak melakukan mediasi. dan jika tidak dilakukan strategi mediasi maka mengakibatkan putusan batal.29

Mahkamah Agung memberikan Perma Nomor 1 Tahun 2016 tentang Tata Cara Mediasi di Pengadilan yang merupakan penyempurnaan dari Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 tentang Tata Cara Mediasi di Pengadilan. Pada tahun 2008 ada beberapa masalah, dengan tujuan agar penggunaanmediasi di pengadilan tidak memaksa. Mahkamah Agung mengetahui bahwa Perma No.1/2008 memiliki kendala dalam pelaksanaannya, misalnya, kurangnya komitmen untuk pertemuan saat mediasi secara langsung dan kurangnya pedoman yang berbeda, sehingga dapat dikatakan demikian. tidak berjalan sesuai dengan bentuk, karena tidak adanya altruisme dari perkumpulan untuk menuju perdamaian.30

28 Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, (Jakarta: Sinar Grafika,2011), hlm 159.

29 Republik Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, bab I, pasal II.

30 Susanti Adi Nugroho, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa,(Cet. II;

Tangerang: PT.Telaga Ilmu Indonesia, 2011), hlm. 183.

(39)

Terdapat kendala dalam pelaksanaannya, misalnya kurangnya komitmen para pihak untuk langsung menghadiri pertemuan mediasi dan tidak memadainya pedoman yang berbeda, sehingga bisa dikatakan tidak mengisi formulir yang sebenarnya, ini sebagian besar karena tidak adanya kemurahan hati dari perkumpulan untuk menuju perdamaian.31

F. Metode Penelitian

Dalam proses penyusunan penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan, yaitu mencari data mediasi dan perceraian di Pengadilan Agama Bantul pada tahun 2019-2020.

32 Dalam hal ini yang menjadi objek penelitiannya adalah Hakim mediator di Pengadillan agama Bantul. Penelitian ini didukung dengan penelitian pustaka.

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis dimana suatu penelitian yang dilakukan bertujuan untuk memberikan gamabran dan deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif dan untuk memecahkan dan menjawab persoalan yang sedang dihadapi sekarang.

31 Susanti Adi Nugroho, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa,(Cet. II;

Tangerang: PT.Telaga Ilmu Indonesia, 2011), hlm. 183.

32 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta, Sinar Grafika, 2002), hlm 15-16

(40)

Penelitian deskriptif juga menjelaskan fenomena atau karakteristik indvidual,situasi,dan kelompok tertentu secara akurat dan mampu menginterpretasikan sesuatu seperti, pendapat yang berkembang,proses yang sedang berlangsung tentang kecenderungan situasi yang terjadi dengan menggunakan kusioner dan wawancara.33

Dalam hal ini penyusun melakukan analisis terhadap peran hakim mediasi dalam menyelesaikan perkara perceraian di Pengadilan Agama Bantul di tahun 2019-2020

3. Sumber Data Penelitian

Sumber data yang digunakan penyusun dalam penelitian ini terbagi ke dalam dua jenis sumber data, yakni:

a. Sumber Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh seorang peneliti langsung dari sumbernya tanpa perantara pihak lain (langsung dari objeknya), lalu dikumpulkan dan diolah sendiri atau seorang atau suatu organisasi.34 Dalam penelitian ini peneliti memperoleh data langusung dari hakim mediator pengadilan agama bantul yaitu hakim mediator Bapak H.Muh Dalhar Asnawi, S.H,

b. Sumber Data Sekunder

33 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Dilengkapi Contoh Proposal Dan Laporan Penelitian, Alfabeta,Bandung, 2014, hlm 11

34 Suteki dan Galang Taufani, Metodologi Penelitian Hukum, (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2018), hlm. 214.

(41)

Data sekunder adalah data-data yang diperoleh seorang peneliti secara tidak langsung dari sumbernya (objek penelitian), tetapi melalui sumber lain dan biasanya berbentuk tulisan.35 Dalam hal ini data sekunder penelitian berupa buku-buku teks, jurnal, peraturan perundang-undangan dan sumber lainnya yang relevan dengan penelitian. Data sekunder tersebut meliputi data primer dan sekunder.

1) Data Primer, yaitu sumber data yang terdiri dari perundang- undangan, catatan-catatan resmi hukum atau risalah dalam pembuatan seperti naskah akademik Undang-Undang Bantuan Hukum, RUU Bantuan Hukum, dan sebagainya dan putusan hakim terkait perceraian di pengadilan Agama bantul PERMA No.1 Tahun 2016 tentang mediasi.

2) Sekunder, yaitu sumber data yang berupa semua publikasi tentang hukum seperti putusan pengadilan dalam perkara cerai gugat, dan sebagainya, selain itu juga termasuk buku-buku tentang bantuan hukum, buku-buku tentang perkawinan, buku- buku bahasa asing yang berkaitan dengan bantuan hukum maupun cerai gugat, teks dan jurnal-jurnal hukum, komentar- komentar atas putusan pengadilan, dan sebagainya yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.36 Dalam hal ini sesuai

35 Ibid., hlm. 215.

36 Peter Muhammad Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 141-142

(42)

dengan penelitian tentang peran hakim dalam mengatasi perkara perceraian.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan alat yang digunakan untuk mengambil, merekam, dan menggali data dengan baik. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi dalam metode pengumpulan data. Burhan bungin mengemukakan bahwa Metode pengumpulan data adalah bagian instrument pengumpulan data yang menentukan berhasil atau tidak suatu penelitian.37

a. Observasi ( pengamatan )

Penelitian ini akan menganalisa dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai fokus masalah yang diteliti serta melakukan pengamatan data dengan cara terjun langsung atau telibat dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh objek yang akan diteliti untuk menghimpun data secara sistematik dan selektif dalam mengamati dan mendengarkan interaksi atau fenomena yang terjadi.38 Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi di pengadilan agama bantul untuk menghimpun data yang peneliti perlukan.

b. Dokumentasi

37 Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial Format-Format Kuantitatif Dan Kualitatif, (Surabaya: Airlangga University Press, 2001),hlm 129

38 Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian; Sebuah Pengenalan dan Penuntun Langkah Demi Langkah Pelaksanaan Penelitian, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm 236-237

(43)

Peneliti akan melakukan dokumentasi dengan cara mengumpulkan literatur kajian ilmiah yang masih relevan dan berhubungan dengan mediasi dalam kasus perceraian. Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.39

c. Wawancara

Wawancara dalam suatu penelitian yang bertujuan mengumpulkan keterangan, merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi (pengamatan). Data yang didapat dari wawancara.40Dalam hal ini, penyusun telah melakukan wawancara kepada Hakim mediator yaitu bapak H.Muh Dalhar Asnawi, S.H, di Pengadilan Agama Bantul .

5. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitihan ini adalah pendekatan normatif yuridis. Pendekatan normatif didasarkan pada kajian dalil-dalil nash Al-Quran, Hadis, maupun pendapat para ahli hukum Islam dalam kaitannya dengan proses mediasi dan cerai dalam segi hukum islam.

Pendekatan yuridis didasarkan pada pengkajian hukum positif yang berkaitan dengan perceraian dan mediasi.

6. Teknik Analisis Data

39 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2007, hlm 240

40 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm 62

(44)

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.41 Adapun kerangka pemikiran penelitian ini meggunakan metode induktif, yakni menggali data-data yang bersifat khusus kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum.42 Dalam hal ini penyusun menganalisa pendapat dan pertimbangan Hakim dalam melakukan proses mediasi untuk perkara perceraian yang ada di Pengadilan Agama Bantul tahun 2019-202.

G. Sistematika Pembahasan

Bab pertama merupakan pendahuluan yang diawali dengan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian yang menunjukkan bahwa penelitian tentang mediasi dalam perkara perceraian penting untuk dilakukan. Telaah pustaka menelusuri penelitian yang pernah dilakukan tentang peran hakim mediator dalam perkara perceraian. Kerangka teoretik menjelaskan teori-teori yang relevan dengan penelitian yang nantinya digunakan untuk membedah masalah-masalah yang akan diteliti. Metode penelitian mencangkup tentang cara ilmiah yang dilakukan peneliti dalam mendapatkan sejumlah data untuk menunjang hasil temuan dan terakhir simatika pembahasan.

41 Ibid., hlm. 100.

42 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persda, 2004), hlm. 4.

(45)

Bab kedua, membahas tentang gambaran umum tentang Hakim dan gambaran umum tentang Mediasi. Dalam bab ini penyusun menjelaskan mengenai hakim ini secara lebih rinci, agar dapat memulai pemahaman awal tentang hakim dan mengaitkan pembahasan ini nantinya secara komperhensif.

Yang meliputi Pengertian hakim Mediator ,Tugas dan Fungsi hakim, Bentuk Mediasi dan Mediasi Dalam Islam, dan Proses pelaksanaan mediasi secara umum.

Bab ketiga, menjelaskan gambaran umum tentang deskripsi Pengadilan Agama Bantul secara detail baik dari sejarah, Sarana dan prasarana Pengadilan Agama Bantul, struktur kelembagaan, yuridiksi pengadilan agama bantul, visi dan misi, tugas pokok dan fungsi pengadilan agama bantul, data mediasi perceraian dan Hasil wawancara menjelaskan Peran Hakim Mediasi Dalam Penyelesaian Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Bantul dan Faktor yang menjadi penghambat dan pendukung dalam pelaksanaan mediasi dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Bantu

Bab keempat, menjelaskan tentang analisis normative dan yuridis terhadap Problematika Peran Hakim Mediasi Di Pa Bantul Dalam Menekan Angka Perceraian (Studi Kasus Di Pa Bantul Tahun 2019-2021)”

Terakhir bab kelima, yakni bab terakhir dan penutup yang berisi kesimpulan yang menjawab pokok masalah. Saran dan rekomendasi bagi peneliti yang akan datang.

(46)

88 PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa:

1. Hakim mediator dalam perkara perceraian sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memutuskan rantai perkara agar tidak berkepanjangan. Peran hakim mediasi di Pengadilan Bantul belandaskan Perma No.1 Tahun 2016 dan dilaksanakan dengan tenang dan damai. Dalam mengambil Putusan perdamaian mempunyai hakim di pengadilan agama bantul berusaha seadil-adilnya untuk masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi para pihak pencari keadilan dan permasalahan yang dimediasikan harus benar-benar diselesaikan, karenakan ada pihak yang bersangkutan masih tetap bersikukuh ingin bercerai maka dapat dilakukan jalan terakhir yaitu perceraian yang tentu saja hakim mediator pengadilan Agama bantul harus didasari dengan alasan- alasan yang dapat dibuktikan. tujuannya agar tidak berkepanjangan dan menjadi beban dari kedua pihak mengingat permasalahan yang dialami sudah kompleks. Selain itu, permusuhan antara kedua pihak sedikit berkurang. Misalnya, pihak tergugat dikalahkan dan pelaksanaan putusan harus dilaksanakan secara paksa terlebih dalam perkara percerain itu sangat riskan

2. Proses mediasi dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Bantul oleh Hakim mediator telah dilakukan sesuai Perma No 1 tahun 2016 dan sesuai dengan surah An- nisa ayat 128 dan 130 bahwa menjelaskan perdamaian lebih baik secara mutlak dari pada pertikaian bahkan perkara perceraian dan jika hubungan suami istri sudah diaggap susah untuk di bangun kembali dan di damaikan maka islam juga tidak memberatkan

(47)

memberikan kabar baik antara suami dan istri agar hati semakin tenang dan damai hal ini bukanlah suatau dosa.

B. SARAN

Ada beberapa saran yang akan peneliti susun dianataranya :

1. Dalam proses diskusi terkait mediasi perkara peceraian di Pengadilan Agama Bantul diharapkan dalam melakukan mediasi tetap memegang prinsip netralitas dan indenpendensi yang mana mampu menjaga elektabilitas dan integritas dalam menjadi penengah perkara.

2. Di pengadilan agama bantul perlu adanya mediator yang bersertifikat mediator secara khusus agar mampu lebih profesional dan lebih maksimal dalam menjalankan tugas sehingga mendapatkan putusan yang berkeadilan dan tidak merugikan pihak lain.

3. Untuk masyarakat umum secara khusus pasangan suami dan istri bahwa perceraian bukan menjadi jalan terakhir solusi dalam rumah tanga yang menimpa dengan adanya mediasi permasalahan menjadi titik akhir dan mampu menjadi solusi terbaik dari dua pihak. Secara historis pasangan suami istri harus kembali sadar tentang sumpah dan kesepakatan ketika pertama kali menikah yaitu sama samam ingin mendapatkan ridho Allah AWT.

4. Untuk Mahkamah Agung sebagai pengadilan tingkat tertinggi harus adanya tindak lanjut dalam hal pengingkatan komptensi mediator yang siap lulus uji dan memegang sertifikat resmi sebagai mediator, khususnya di Pengadilan Agama Bantul.

(48)

xc

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya: Mekar, 2004.

Maraghi, Ahmad Musthafa Al-, Tafsir Al-Maraghi, jilid 2, juz 5, Beirut: Daar Al-Fikr, cet ke-3, 1974.

B. Hadist/Ulumul hadist

Asqalani, Ibnu Hajar Al-, Bulughul Maram, Alih Bahasa A. Hassan, Bulughul Maram, Diponegoro: Bandung, 1999.

C. Fikih/Ushul Fikih

Ghazaly, Abd., Rahman, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana, 2003.

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Mardani, Hukum Perkawinan Islam Di Dunia Islam Modern, Bantul : Graha Ilmu, 2011.

Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta: Prenada Media, 2011.

Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, Jakarta: Sinar Grafika,2011.

Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006.

Mohd. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dari Segi Hukum Perkawinan Islam, Jakarta : Hillco, 1986

Yayan Sopyan, Islam-Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam Hukum Nasional, Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011

D. Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, bab I, pasal II.

R. Subekti, R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2004.

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

E. Jurnal

Nita Nurvita,” Peranan Mediator Dalam Penyelesaian Perkara Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Pekanbaru”, Jurnal online mahasiswa (JOM) Fakultas Hukum Volume III Nomor 2 , 2016.

(49)

xci Persda, 2004.

Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial Format-Format Kuantitatif Dan Kualitatif, Surabaya: Airlangga University Press, 2001.

Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta, Sinar Grafika, 2002.

Deni, Metode Penelitian Kuantitatif, cet.ke-1 Bandung: PT Remaja Rodakarya Offset, 2013.

Emzir, Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data Cet. II; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011.

Gatot P. Soemartono, Arbitrase dan mediasi di Indonesia. Bandung, PT. Alfabeta, 2004.

Must}afa Masyhur, Qudwah di jalan Dakwah, terjemah oleh Ali Hasan, Jakarta:

Citra Islami Press, 1999

Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian; Sebuah Pengenalan dan Penuntun Langkah Demi Langkah Pelaksanaan Penelitian, Bantul : Graha Ilmu, 2010 Susanti Adi Nugroho, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, Cet. II;

Tangerang: PT.Telaga Ilmu Indonesia, 2011.

Suteki dan Galang Taufani, Metodologi Penelitian Hukum, Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2018.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2007 Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Jakarta: PT.

Sarana Bakti Semesta, 1989.

Dewi ,”Efektivitas Mediasi Dalam Penyelesaian Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Kelas 1a Palembang”, Skripsi, Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, 2018.

Hanif Ummu Hapsari, “Mediasi Perceraian Di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2012-2013”, Skripsi, Program Studi Ahwal Al Syakhsiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga, 2014.

Maskur Hidayat, Strategi dan Taktik Mediasi Berdasarkan Perma No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Jakarta: Kencana, 2016.

Rahmiyati, “Pandangan Hakim Mediator Terhadap Keberhasilan Mediasi di Pengadilan Agama Kota dan Kabupaten Malang”, Skripsi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2010.

(50)

xcii

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah 2011.

(51)

cii

Referensi

Dokumen terkait

Absentisme menjadi hal paling utama dalam evauasi kinerja para guru karena dapat diketahui berapa jam guru tersebut mengajar dan berapa jam waktu mengajar yang hilang1.

Tren pemanfaatan tumbuhan obat di Indonesia semakin meningkat seiring dengan berkembangnya industri-industri obat tradisional. Hal ini berdampak pada peningkatan permintaan bahan

Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini antara lain: (a) mencatat setiap spesies anggrek baik epifit maupun terresterial yang ditemukan pada setiap titik sampling di

model pembelajaran Creative Problem Solving lebih tinggi dari pada kemampuan pemecahan masalah mahasiswa dalam berkomunikasi mahasiswa yang dibelajarkan dengan

Periodisitas yang muncul menunjukkan bahwa perubahan dalam kecepatan angin Matahari dan indeks Dst selama aktivitas Matahari minimum lebih dominan disebabkan oleh

Demikian pula dengan kabanti sebagai karya sastera dalam masyarakat Buton, secara implisit maupun eksplisit memuat esensi dari dakwah, yaitu mengajak individu maupun

Sementara daerah yang memiliki luas wilayah kecil adalah Kecamatan Tapin Utara dengan.. luas 32,34 km² atau sebesar 1,49 persen dari luas

(3) Usaha Menengah adalah Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan