• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK KELEBIHAN KAPASITAS NARAPIDANA DI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DAMPAK KELEBIHAN KAPASITAS NARAPIDANA DI"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK KELEBIHAN KAPASITAS NARAPIDANA DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN/RUMAH TAHANAN NEGARA BAGI PSIKOLOGI NARAPIDANA DAN PARA PETUGAS LEMBAGA PEMASYARAKATAN DI INDONESIA

Oleh Dippo Alam*)

Abstrak

Secara yuridis, kejahatan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang melanggar undang-undang atau ketentuan yang berlaku dan diakui secara legal. Pasal 10 KUHP menyatakan bahwa salah satu pidana pokok adalah pidana penjara. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) merupakan institusi dari sub sistem peradilan pidana yang mempunyai fungsi sebagai pelaksana pidana penjara dan sekaligus tempat pembinaan narapidana. Permasalahan yang mendasar adalah kelebihan hunian (overcapacity)

narapidana hampir di seluruh lapas di Indonesia. Overcapacity terjadi karena laju

pertumbuhan penghuni lapas tidak sebanding dengan sarana hunian lapas. Overcapacity cenderung berimplikasi negatif terhadap beberapa hal antara lain rendahnya tingkat pengamanan/pengawasan. Upaya penyelesaian permasalahan overcapacity telah dilaksanakan melalui kegiatan Pembangunan Lapas Rutan, Pemindahan narapidana, Percepatan pemberian PB, CB, dan CMB sampai dengan 17 Agustus sebesar 31.746 orang, Pidana alternatif (restoratif justice, pidana bersyarat, kerja sosial, rehabilitasi).

Keywords: Narapidana, Overcapacity, Lembaga Pemasyarakatan, Psikologi.

Kata Kunci : Narapidana, Overcapacity, Lembaga Pemasyarakatan, Psikologi

A. PENDAHULUAN

Secara yuridis, kejahatan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang melanggar undang-undang atau ketentuan yang berlaku dan diakui secara legal. Secara kriminologi yang berbasis sosiologis kejahatan merupa-kan suatu pola tingkah laku yang merugikan masyarakat (dengan kata lain terdapat korban) dan suatu pola tingkah laku yang mendapatkan reaksi sosial dari masyarakat.1

Salah satu faktor yang menyebab-kan meningkatnya angka kriminalitas

1 Muhammad Mustafa. 2007. Kriminologi.

Depok: FISIP UI PRESS. Halaman 16.

menurut Neta S. Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) yaitu menghilangnya patroli polisi, baik menggunakan mobil maupun motor, menjadi penyebab utamanya.2

Kenda-raan tersebut disinyalir banyak meng-alami kerusakan sehingga berdampak pada pengurangan patroli rutin.3

2

Ahmad Reza Safitri dan Heri Ruslan.

(2015-15-01). Kriminalitas Meningkat, Ini Faktor Penyebabnya Versi IPW. Republika Online.

http://www.republika.co.id/berita/regional

/jabodetabek/12/01/15/lxud0j-

kriminalitas-meningkat-ini-faktor-penyebabnya-versi-ipw diakses tanggal 30 Mei 2016.

(2)

Kerusakan itu, menurut Pane disebabkan oleh minimnya jatah bensin yang diberikan, yakni hanya 10 liter per

hari dengan jenis pertamax. “Nah

karena saking minimnya, para petugas mengganti bahan bakarnya yang awalnya pertamax menjadi premium. Itulah yang membuat mobil itu menjadi

cepat rusak,” ujarnya.4

Faktor penyebab kriminalitas secara sosiologis antara lain5:

1. Ketidakmampuan beradaptasi

da-lam menghadapi perubahan sosial,

2. Urbanisasi,

3. Kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi,

4. Ketatnya persaingan dalam melaku-kan mobilitas sosial,

5. Disorganisasi keluarga,

6. Pola pikir yang materialistis,

7. Heterogenitas masyarakat perkota-an, dan

8. Memudarnya nilai dan norma

agama,

1. Kemajuan teknologi, industrialisasi, modernisasi dan globalisasi di kotaan mengakibatkan adanya per-ubahan sosial dari masyarakat

yang kompleks menjadi multi

kompleks. Struktur sosial masyara-kat perkotaan yang multikompleks menyulitkan seseorang untuk ber-adaptasi. Hal tersebut menyebab-kan kebingungan, kecemasan dan berbagai konflik baik secara eksternal maupun secara internal. Oleh sebab itu, maka munculah tindakan-tindakan yang tidak sela-ras dengan aturan hukum dan

4Ibid.

5 Trisna Nurdiaman. (2014). Faktor Penyebab Kriminalitas Perkotaan Secara Sosiologis.

http://sosiatoris.mywapblog.com/faktor-penyebab-kriminalitas-perkotaan-s.xhtml diakses tanggal 30 Mei 2016.

norma sosial yang berlaku di masyarakat tersebut.6

2. Salah satu dampak negatif dari adanya urbanisasi adalah mening-katnya angka kriminalitas di perko-taan. Gemerlapnya dunia perkotaan menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat desa untuk melakukan mobilitas sosial vertikal naik. Na-mun, ternyata realitas sosial perko-taan tidak semudah yang diba-yangkan. Persaingan yang ketat dan diperlukannya keterampilan khusus membuat tantangan utama untuk meraih kesuksesan. Diskre-pansi atau ketidaksesuaian antara harapan-harapan dengan realitas sosial perkotaan menimbulkan ada-nya disorientasi yang memicu untuk bertindak asosial.

3. Sebagaimana telah dikemukakan oleh Aristoteles dan Thomas Van Aquino yang mengemukakan bah-wa kemiskinan menyebabkan terja-dinya kejahatan. Kesenjangan eko-nomi antar kelas sosial meng-akibatkan adanya kecemburuan sosial kelas bawah terhadap kelas

atas. Kemelaratan mendorong

orang untuk berbuat jahat. Begitu-pun juga dengan gelandangan dan pengangguran akan menimbulkan kejahatan.7

4. Persaingan yang ketat dan banyak-nya orang yang berambisi menga-kibatkan probabilitas untuk mela-kukan mobilitas sosial vertikal naik semakin kecil. Hal tersebut memicu

terjadinya tindak kecurangan

dalam persaingan.8

5. Disorganisasi keluarga adalah perpecahan keluarga sebagai suatu

6 Rhenald Kasali, Recode (your change DNA). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007, hlm. 6, sebagaimana dalam ibid.

(3)

unit karena anggota-anggotanya gagal memenuhi

kewajiban-kewa-jibannya yang sesuai dengan

peranan sosialnya.9

6. Pola pikir masyarakat perkotaan yang materialistis dan lebih me-mentingkan nilai ekonomis mem-buat hubungan sosial antara ang-gota masyarakatnya sangat reng-gang. Hal tersebut menumbuhkan sikap acuh tak acuh terhadap penderitaan orang lain dan sikap individualistis. Sehingga perilaku tolong-menolong di masyarakat kota sangat rendah. Konsep tolong-menolong dalam masyarakat kota yang materialistis tidak lagi dipan-dang sebagai suatu hal yang pen-ting karena tidak bernilai eko-nomis.10

7. Keanekaragaman masyarakat per-kotaan bisa dilihiat dari segi mata

pencahariannya, agamanya dan

asal budayanya.

Perbedaan-per-bedaan tersebut menimbulkan

adanya ketidaksamaan persepsi dalam menentukan nilai-nilai sosial, sehingga berdampak pada tim-bulnya konflik antar golongan.11 8. Ketika nilai-nilai dan norma-norma

agama sudah ditinggalkan, maka cara-cara untuk mencapai tujuan akan dilakukan dengan cara yang menyimpang.12

Pasal 10 KUHP menyatakan bahwa salah satu pidana pokok adalah pidana penjara.13 Di dalam Bab II KUHP pun banyak memuat hukuman mengenai

kejahatan-kejahatan yang berupa

pidana penjara. Dengan demikian dapat

diketahui jika semakin banyak

9Ibid.

10Ibid. 11 Ibid. 12 Ibid.

13 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Republik Indonesia, Pasal 10.

narapidana dihukum penjara, maka lembaga pemasyarakatan akan ber-tambah penuh dengan terpidana-ter-pidana baru. Terlebih lagi jika yang

dihukum penjara seumur hidup

semakin banyak, maka akan semakin penuhlah lembaga-lembaga pemasyara-katan di Indonesia. Untuk itu, perlu dicarikan solusi agar tujuan pelak-sanaan pidana penjara dapat tercapai dengan baik.

B. PEMBAHASAN

KONDISI LEMBAGA PEMASYARA-KATAN DAN PERMASALAHAN NARA-PIDANA DI INDONESIA

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) merupakan institusi dari sub sistem peradilan pidana yang mempunyai fungsi sebagai pelaksana pidana pen-jara dan sekaligus tempat pembinaan narapidana sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Fungsi lapas ini sesungguhnya sudah sangat berbeda dan jauh lebih baik diban-dingkan dengan fungsi penjara jaman dahulu dengan dasar hukum Peraturan Penjara (Gestichten Reglement S. 1917 no. 708).14

Surat Keputusan Menteri Kehakim-an Republik Indonesia No. 02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan

Narapidana/Tahanan, lapas dalam

sistem pemasyarakatan selain sebagai tempat pelaksanaan pidana penjara (kurungan) juga mempunyai beberapa sasaran strategis dalam pembangunan nasional. Tujuan tersebut antara lain dinyatakan bahwa lapas mempunyai

14 Angkasa, Over Capacity Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, Faktor Penyebab, Implikasi Negatif, serta Solusi dalam Upaya Optimalisasi Pembinaan Narapidana. (2012). Jurnal Fakultas Hukum Universitas

(4)

fungsi ganda yakni sebagai lembaga pendidikan dan lembaga pembangu-nan.15

Dalam Perjalanan waktu tampak jelas bahwa tujuan pembinaan napi banyak menghadapi hambatan dan berimplikasi pada kurang optimalnya bahkan dapat menuju pada kegagalan fungsi sebagai lembaga pembinaan. Permasalahan yang mendasar adalah kelebihan hunian (overcapacity) nara-pidana hampir di seluruh lapas di Indonesia. Hal ini diungkapkan antara lain oleh mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mattalatta maupun Dirjen Pemasyarakatan Depar-temen Hukum dan HAM Untung Sugiyono. Hal tersebut juga diung-kapkan oleh mantan napi seperti Roy Marten.16

Pemikiran dan tujuan Sahardjo menetapkan pemasyarakatan sebagai tujuan pidana penjara:

1. Sebagai upaya mengatasi kecen-derungan buruk yang terjadi di

penjara pada masa kolonial

Belanda, di mana pada masa ini, walaupun penjara sudah “modern”

namun dalam pelaksanaannya

banyak menimbulkan efek negatif dari pelaksanaan hukuman, di samping itu juga, perlakuan ter-hadap narapidana yang cenderung mengabaikan hak-haknya.

2. Pemasyarakatan sebagai tujuan

pidana penjara adalah suatu cara untuk membimbing terpidana agar bertobat, dengan jalan mendidik. Dalam hal ini, bimbingan dan didikan diarahkan untuk memben-tuk kesadaran hukum maupun kesadaran bermasyarakat.

3. Pemasyarakatan sebagai tujuan

pidana penjara adalah suatu proses di mana metodenya adalah sistem

15Ibid. 16Ibid.

pemasyarakatan dijadikan suatu pedoman maupun arah pembinaan

yang harus dipedomani oleh

petugas maupun narapidana pada saat menjalani pidana.

4. Di samping bertujuan

mengem-balikan narapidana ke masyarakat, pemasyarakatan juga bertujuan agar narapidana tidak merasa terasing dari lingkungan sosialnya, yang dilakukan melalui asimilasi. Dalam pada masa itu juga, ada keterkaitan emosi yang hendak dicapai dari keterlibatan masyara-kat dalam proses penerimaan kem-bali. Oleh karena itu, masyarakat menjadi salah satu unsur yang berpengaruh dalam proses pemu-lihan hubungan sosial, di sini masyarakat atau keluarga yang dirugikan setidak-tidaknya dapat

mempercayai proses pembinaan

dan didikan yang dijalani nara-pidana.17

Narapidana di Indonesia juga seringkali menghadapi berbagai macam permasalahan di dalam lembaga pema-syarakatan. Permasalahan-permasalah-an tersebut di Permasalahan-permasalah-antarPermasalahan-permasalah-anya:

1. Perkelahian antar napi,18

2. Kemewahan di dalam sebagian sel lembaga pemasyarakatan,19

17 Petrus Irawan Pandjaitan dan Samuel Kikilaitety, Pidana Penjara Mau Ke Mana, Jakarta: CV Indhill Co, 2007. Hal. 103-104. 18 Mardani, Perkelahian Antar Napi di Nusakambangan, Slamet Tewas Ditusuk, Merdeka,

http://www.merdeka.com/peristiwa/perkel ahian-antar-napi-di-nusakambangan-slamet-tewas-ditusuk.html, diakses tanggal 31 Mei 2016.

19 Pinta Karana, Ketika Sel Penjara Seperti Kamar Kost, BBC Indonesia,

(5)

3. Kerusuhan di lembaga pemasyara-katan,20

4. Keracunan makanan yang berasal dari dalam lembaga pemasyara-katan,21.

5. Terjadinya penawaran prostitusi dari dalam lapas,22 bahkan

6. Lembaga pemasyarakatan salah

membebaskan napi.23

1. Keributan dan tidak terlaksananya proses pembinaan napi diakibatkan rendahnya tingkat pengamanan/ pengawasan.24

2. Dalam Pasal 4 angka 9, 10, dan 11 Peraturan Menteri Hukum dan Aak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaha

Pemasyarakatan dan Rumah

Tahanan Negara disebutkan bahwa setiap narapidana atau tahanan dilarang melengkapi kamar hunian dengan alat pendingin, kipas angin, televisi, dan/atau alat elektronik lainnya, memiliki, membawa dan/ atau menggunakan alat elektronik,

20 BBC Indonesia, Kerusuhan LP Banceuy Bandung Terkait Kematian Napi 'di Sel Khusus',

http://www.bbc.com/indonesia/berita_ind onesia/2016/04/160423_indonesia_rusuh_ penjarabanceuy, diakses tanggal 31 Mei 2016.

21 Fani Ferdiansyah, Minum Susu, 10 Napi Lapas Kelas IIB Garut Keracunan,

Sindonews.com,

http://daerah.sindonews.com/read/90355 3/21/minum-susu-10-napi-lapas-kelas-iib-garut-keracunan-1411211193 diakses tanggal 31 Mei 2016.

22 Gede Nadi Jaya, Bobroknya Lapas Kerobokan, Prostitusi Hingga Salah Lepas Napi, Merdeka,

http://www.merdeka.com/peristiwa/bobro knya-lapas-kerobokan-prostitusi-hingga-salah-lepas-napi.html diakses tanggal 31 Mei 2016.

23Ibid.

24 Angkasa, Op. Cit.

seperti laptop atau komputer, kamera, alat perekam, telepon genggam, pager, dan sejenisnya, melakukan pemasangan instalasi listrik di dalam kamar hunian. Jadi apabila terjadi pelanggaran seperti ini, dikuatirkan dampak

kesenjang-an tersebut dapat membuat

narapidana-narapidana yang lain menjadi iri, terlebih lagi jika pelanggaran ini tidak dikenai sanksi seperti dalam Pasal 10 ayat (3) angka 12 Peraturan Menteri ini.25

3. Kerusuhan yang terjadi di Lapas Banceuy, Bandung terjadi karena seorang narapidana yang diduga bunuh diri dan narapidana yang lain tidak terima sehingga meng-akibatkan terjadinya kerusuhan tersebut. Hal ini sangat disayang-kan, karena akhirnya timbul per-tanyaan mengenai tingkat keaman-an Lapas seperti pada poin 1 di atas.

4. Peristiwa keracunan di dalam lapas di Garut sangat disayangkan, karena susu yang diduga menjadi sumber penyakit berasal dari kan-tin lapas itu sendiri. Jika sumber persediaan dalam lapas sudah

ter-kontaminasi kuman berbahaya,

narapidana akan sulit bertahan

hidup dengan makanan atau

minuman yang tidak sehat.

5. Jika narapidana melakukan tindak

asusila atau penyimpangan

seksual, maka narapidana tersebut telah melanggar pasal 10 ayat (3)

angka 13 Peraturan Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata

(6)

Tertib Lembaga Pemasyarakatan

dan Rumah Tahanan Negara. 26

Terlebih lagi jika seorang nara-pidana bisa menjadi mucikari dari balik jeruji besi, maka patut diduga narapidana tersebut paling tidak memegang alat komunikasi yang jelas-jelas dilarang dalam peraturan menteri ini.27

6. Ini kesalahan lembaga pemasya-rakatan yang amat fatal. Menurut pendapat penulis, seharusnya lem-baga pemasyarakatan memiliki foto diri narapidana dan juga data-data lengkap yang lain untuk meng-hindarkan dari kesalahan identifi-kasi narapidana. Perlu ada perbaik-an data-data narapidana yang sangat detail agar peristiwa ini tidak terulang kembali.

Permasalahan mengenai Petugas Lembaga Pemasyarakatan yang dinilai obral remisi oleh masyarakat, sehingga memunculkan Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan

Kedua Atas Peraturan Pemerintah

Nomor 32 Tahun 1999 Syarat dan Tata cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Keberadaan PP ter-sebut dirasakan begitu besar dam-paknya di seluruh lapas yang ada, dan lahirnya aturan ini juga memberi tugas baru yang mungkin dinilai tidak sesuai

dengan keahlian, yakni misalnya

pemberian terapi dan rehabilitasi yang seharusnya dilakukan dengan supervisi ahli kesehatan. Penanganan terhadap teroris juga dirasa menjadi sebuah hambatan, misalnya deradikalisasi.28

26Ibid., Pasal 10 ayat (3) angka 13. 27Ibid., Pasal 4 angka 10.

28 Laporan Singkat Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR-RI dengan PLH Dirjen

Pemasyarakatan, Direktur AKIP, dan Kalapas Seluruh Indonesia, Tahun Sidang 2013-2014, Senin, 26 Agustus 2013.

Mengenai permasalahan yang ter-jadi dikaitkan dengan PP No. 99 Tahun 2012 bahwa dampak dari lahirnya PP tersebut adalah sulitnya pemberian remisi bagi napi disebabkan oleh persyaratan yang rumit. Selain itu, alokasi anggaran untuk keamanan menjadi tinggi (misalnya bantuan dari TNI/Polri).29

Permasalahan yang dihadapi pema-syarakatan saat ini meliputi; Posisi pemasyarakatan dalam SPPT (Sistem Peradilan Pidana Terpadu), Organisasi, Sumber Daya Manusia, (SDM), Peren-canaan dan Penganggaran, optimalisasi tugas dan fungsi, pengawasan dan partisipasi publik, manajemen peru-bahan, dan over kapasitas.30

Permasalahan yang paling sering

terjadi adalah overcapacity atau

kelebihan kapasitas di dalam lembaga pemasyarakatan. Menurut data Direk-torat Jenderal Pemasyarakatan yang diakses pada tanggal 31 Mei 201631, total tahanan dan narapidana seluruh Indonesia pada tanggal tersebut ber-jumlah 191.174 orang, sementara total kapasitas lapas dan rutan berjumlah 118.728 orang. Itu artinya terdapat kelebihan 72.446 orang di seluruh lapas dan rutan di seluruh Indonesia.

Hanya terdapat 6 (enam) Kantor Wilayah Provinsi yang tidak mengalami

overcapacity, yaitu Kanwil D.I.

Yogyakarta, Kanwil Maluku, Kanwil Maluku Utara, Kanwil Papua, Kanwil Papua Barat, dan Kanwil Sulawesi Barat. Sisanya sebanyak 27 (dua puluh tujuh) Kanwil mengalami overcapacity. Kanwil yang mengalami overcapacity

29Ibid.

30Ibid.

31 Sistem Database Pemasyarakatan bulan Mei 2016,

(7)

dilihat dari persentase tertinggi di antaranya adalah Kanwil Kalimantan Selatan sebanyak 209%, Kanwil Riau sebanyak 199%, dan Kanwil Sumatra Utara sebanyak 160%.32

Kanwil Kalimantan Selatan adalah kanwil dengan tingkat overcapacity terburuk di Indonesia saat ini.33 Kanwil ini memiliki 13 (tiga belas) lapas dan rutan. Dua di antaranya tidak meng-alami overcapacity, yaitu di Lapas Kelas III Banjarbaru dan di Lapas Kelas III Tanjung.

Ternyata, masalah overcapacity bahkan terjadi juga di beberapa lapas di Kanwil D.I. Yogyakarta, di mana kanwil ini tidak dianggap overcapacity. Dari 7 lapas dan rutan di Kanwil tersebut, overcapacity terjadi di Lapas Kelas IIB Sleman, Rutan Kelas IIA Yogyakarta, dan Rutan Kelas IIB Wates.34

Indeks perkembangan overcapacity sebesar 44% yang terbagi dalan tiga kategori, yakni Kategori I (lebih dari 50%), Kategori II (di bawah 50%), dan Kategori III (tidak mengalami over-capacity.35

Jumlah pegawai pemasyarakatan seluruh wilayah Indonesia sebanyak 30.181 orang, sementara jumlah ideal petugas pemasyarakatan 44.900 orang, sehingga masih membutuhkan pegawai sebanyak 14.719 orang. Adapun jum-lah paramedis dan tenaga medis saat ini sebanyak 803 orang, sementara kebutuhannya sebanyak 1.892 orang, dan masih membutuhkan paramedis

32 Ibid.

33Ibid. 34 Ibid.

35 Laporan Singkat Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR-RI dengan PLH Dirjen

Pemasyarakatan, Direktur AKIP, dan Kalapas Seluruh Indonesia, Tahun Sidang 2013-2014, Senin, 26 Agustus 2013, Op. Cit.

dan tenaga medis sebanyak 1.089 orang.36

Petugas pengamanan sejumlah 12.311 orang apabila dibagi menjadi 4 regu pengamanan, maka rata-rata jumlah petugas pengamanan dalam satu regu yang bertugas menjaga narapidana/tahanan adalah sebanyak 3.077 orang. Apabila jumlah petugas pengamanan dalam satu regu tersebut dibandingkan dengan jumlah penghuni saat ini adalah 3.077:155.914 atau 1:53, artinya setiap 1 orang petugas pengamanan akan menjaga dan meng-awasi sebanyak 53 orang tahanan/ narapidana. 37 Penulis berpendapat bahwa perbandingan ini terlalu sig-nifikan. Untuk mengakomodir 53 orang sendirian bukanlah tugas yang mudah. Seandainya terjadi penyerangan oleh 53 napi ini, tentu petugas pengamanan tersebut akan terancam keselamatan-nya.

Permasalahan selanjutnya menge-nai indeks kebutuhan hidup nara-pidana/tahanan. Untuk indeks kebu-tuhan hidup napi/tahanan per orang per hari idealnya sebesar Rp. 58.863,-, mengingat keterbatasan anggaran di Kemenkumham maka indeks kebu-tuhan hidup napi/tahanan per orang per hari saat ini rata-rata sebesar Rp. 29.189,- atau baru terpenuhi 50%. Anggaran saat ini diperuntukkan bagi 130.000 penghuni, padahal kondisi riil saat ini 156.194 penghuni (data 18 Agustus 2013).38

Permasalahan perlakuan yang tidak adil kepada para tahanan yang dilakukan dengan kekerasan pada saat penyidikan dan tawar-menawar pasal dengan oknum kejaksaan. Kerusuhan banyak terjadi karena juga oleh penambahan akumulasi tahanan dan

36Ibid.

(8)

implikasi psikologis dengan mendapat perlakuan tidak adil dari penegak hukum.39

Permasalahan untuk penanganan kekerasan adalah seharusnya dengan metode pendekatan terhadap warga binaan. 40 Selanjutnya mengenai per-masalahan dalam pemberian remisi oleh lembaga-lembaga tertentu, terkait terhambatnya pemberian hak-hak warga binaan yang sering tertunda oleh lembaga penegak hukum dan putusan pengadilan yang seringkali terlambat diterima oleh warga binaan.41

Permasalahan kondisi bangunan, sarana, dan prasarana yang sangat tidak memadai, seperti kondisi bangun-an ybangun-ang tidak layak dbangun-an terendam air.42 Permasalahan selanjutnya adalah pela-yanan kesehatan yang sering menemui hambatan, dan anggaran kesehatan yang sangat minim, di mana petugas lapas memiliki kewajiban terhadap kesehatan para warga binaan.43

Permasalahan sanitasi, serta per-masalahan listrik dan air, yang ter-kadang membutuhkan swadana untuk mendapatkan sumber air.44 Peraturan dari PP No. 99 Tahun 2012 menim-bulkan kekecewaan terhadap pemberi-an remisi.45

Permasalahan mengenai tidak ada-nya pemisahan khusus terhadap para narapidana dari berbagai jenis pidana, ditakutkan dapat mempengaruhi satu sama lain.46 Di dalam penjara yang terjadi adalah transformasi ilmu dan pengalaman diantara pelaku kejahatan. Penjahat kelas teri naik kelas menjadi

39Ibid.

40 Ibid. 41 Ibid. 42 Ibid. 43 Ibid. 44 Ibid. 45 Ibid. 46Ibid.

kelas kakap, seperti lelucon ketika seseorang dijatuhi hukuman karena mencuri sepeda, maka setelah bebas dan kembali ke masyarakat, seseorang itu akan menjadi pencuri sepeda motor.47

Pengakuan tersebut bahkan pernah meluncur dari bibir mantan Menteri Hukum dan HAM RI, Patrialis Akbar, bahwa manajemen penjara membuat pelanggar hukum tidak menjadi lebih baik daripada sebelum mereka di-penjarakan, bahkan mereka dapat menjadi lebih berperilaku kriminal.48 Bagi pelaku kejahatan tertentu, penjara bukan tempat pertobatan melainkan wadah untuk merekrut dan mem-bangun jaringan yang lebih luas.49

Permasalahan mengenai lapas yang overcapacity menjadi permasalahan yang dialami hampir seluruh lapas.50 Hal ini seperti yang telah penulis sampaikan dalam deskripsi data Ditjenpas di atas.51

Dalam kamar sel setiap lapas, bisa jadi sel berukuran 20 meter persegi harus diisi puluhan napi. Sempit, gerah dan susah tidur menjadi keseharian para napi. Maka, wajar napi bisa berubah menjadi beringas karena

47 Pedomanbengkulu.com, Sekolah Tinggi Kejahatan,

http://pedomanbengkulu.com/2016/03/se kolah-tinggi-kejahatan/ diakses tanggal 2 Juni 2016.

48Ibid. 49 Ibid.

50 Laporan Singkat Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR-RI dengan PLH Dirjen

Pemasyarakatan, Direktur AKIP, dan Kalapas Seluruh Indonesia, Tahun Sidang 2013-2014, Senin, 26 Agustus 2013, Op. Cit.

(9)

terpicu dengan apapun yang mengusik-nya.52

Dirjen Pemasyarakatan Kemenkum dan HAM I Wayan Kushmiantha Dusak menuturkan bahwa pada dasarnya, over kapasitas di lapas memang menjadi problem utama. Over kapasitas ini terjadi di sebagian besar lapas.53

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KELE-BIHAN KAPASITAS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN/RUMAH

TAHANAN NEGARA

Salah satu faktor penyebab ter-jadinya kerusuhan di Lembaga Pema-syarakatan Tanjung Gusta, Medan, beberapa waktu lalu adalah kurangnya daya tampung penjara (overcapacity). Jumlah narapidana di lapas tersebut mencapai 2.600 orang, sementara kapasitas lapas hanya 1.054 nara-pidana.54

Overcapacity terjadi karena laju pertumbuhan penghuni lapas tidak sebanding dengan sarana hunian lapas. Prosentase input narapidana baru dengan output narapidana sangat tidak seimbang., dengan perbandingan input narapidana baru jauh melebihi output narapidana yang selesai menjalani masa pidana penjaranya dan keluar dari lapas.55

Ada beberapa faktor pendorong lain untuk terjadinya overcapacity, yaitu paradigma atau faktor hukumnya itu sendiri. Hukum yang dimaksud di sini utamanya hukum pidana materiil,

52Aduhh… Lapas Jadi „Sekolah Kejahatan‟, http://sumutpos.co/aduhh-lapas-jadi-sekolah-kejahatan/ diakses tanggal 2 Juni 2016.

53Ibid.

54 Dani Prabowo, DPR: "Over Capacity" Masalah Lama Penjara, Kompas.com, http://regional.kompas.com/read/2013/07 /13/1339542/DPR.Over.Capacity.Masalah. Lama.Penjara, diakses tanggal 1 Juni 2016. 55 Angkasa, Op. Cit.

formil, serta hukum pelaksanaan pidana penjara.56 Patra M. Zein sebagai ketua YLBHI menyatakan bahwa politik pemidanaan saat ini yang tidak tepat sehingga setiap orang dapat dengan mudah masuk penjara dan menye-babkan kondisi lapas overcapacity.57

DAMPAK KELEBIHAN KAPASITAS BAGI NARAPIDANA DAN PETUGAS LEMBAGA PEMASYARAKATAN

Overcapacity cenderung berimpli-kasi negatif terhadap beberapa hal an-tara lain rendahnya tingkat penga-manan/pengawasan. Dirjen Pemasya-rakatan Departemen Hukum dan HAM Untung Sugiyono mencontohkan, jum-lah narapidana dan tahanan yang ada mencapai 130.075 orang, sementara petugas keamanan yang tersedia cuma 10.617 orang. Konsekuensinya 1 orang petugas Lapas harus mengawasi 48 orang. Jumlah ini jelas jauh dari kondisi ideal, rasio idealnya 1 banding 25.58

Pengamanan yang rendah dapat memicu berbagai masalah antara lain kaburnya napi, banyak terjadi keri-butan dan tidak terlaksananya proses pembinaan napi sebagaimana yang seharusnya terjadi. Implikasi lain atas lemahnya pengawasan ini berimbas pula pada tingkat kriminalitas di lapas.59 Catur Sapto Edy selaku Wakil Ketua Komisi III DPR RI juga menya-takan bahwa overcapacity juga menye-babkan kerawanan berupa kaburnya napi, perkelahian dan transaksi nar-koba.60

Telah terjadi juga kerusuhan di Rutan Malabero yang diduga dika-renakan overcapacity. Kerusuhan Lapas

56 Ibid.

(10)

Bengkulu yang menewaskan lima orang napi, Jumat 25 Maret 2016 malam lalu, menguatkan dugaan bahwa kondisi penjara se-Indonesia saat ini bak api dalam sekam. Polri, Badan Nasional Narkotika (BNN), dan Kejaksaan Agung (Kejagung) mau tak mau harus ikut berperan dalam over kapasitas yang terjadi di 477 lapas se-Indonesia.61

Secara teoritik dapat dijelaskan bahwa overcapacity dapat menimbul-kan prisonisasi (prisonization). Sykes

dengan “pains of imprisonment theory” mengatakan bahwa pada hakikatnya prisonisasi terbentuk sebagai respon terhadap masalah-masalah penyesuai-an ypenyesuai-ang dimunculkpenyesuai-an sebagai akibat pidana penjara itu sendiri dengan segala bentuk perampasan (deprivation) 8. Penyesuaian di sini sebagai mereda-kan rasa sakit terhadap penderitaan sebagai akibat perampasan. 9 Peram-pasan di sini adalah hilangnya sesuatu yang biasanya dimiliki dan/atau dinik-mati oleh orang-orang yang bebas, sehingga menimbulkan suatu pende-ritaan termasuk dalam hal ini adalah penderitaan harus berdesak-desakan di dalam lapas sebagai akibat dari overcapacity.62

Beberapa bentuk prisonisasi antara lain terjadinya perampasan sesama napi, pencurian di dalam kamar napi, perkelahian kelompok, perploncoan khususnya bagi napi yang baru masuk, pengelompokan berdasarkan kedaerah-an, bahasa khusus untuk tidak mudah dikenali oleh orang luar, homoseksual serta kode etik untuk saling melindungi rahasia sesama napi.63

Prisonisasi pada hakikatnya juga mempunyai dampak negatif terutama

61Aduhh… Lapas Jadi „Sekolah Kejahatan‟,

http://sumutpos.co/aduhh-lapas-jadi-sekolah-kejahatan/ Op. Cit.

62Angkasa, Op. Cit.

63 Ibid.

bagi penjahat kebetulan, pendatang baru di dunia kejahatan. Hal tersebut tercermin dari pernyataan Bernes dan Teeters yang menyatakan bahwa pen-jara telah tumbuh menjadi tempat pencemaran yang pada hakikatnya jus-teru oleh penyokong-penyokong penjara dicoba untuk dihindari, sebab di tempat-tempat ini penjahat-penjahat kebetulan (accidental offenders) dirusak melalui pengalaman-pengalamannya dengan penjahat kronis. Bahkan per-sonil yang baikpun telah gagal untuk menghilangkan keburukan yang sangat besar dari penjara ini.64

Pergaulan narapidana dengan nara-pidana yang lain secara intens tanpa diimbangi dengan kegiatan yang positif berupa pembinaan spiritual dan mental serta keikutsertaan pada program ke-terampilan kerja selama menjalani pidana penjara di dalam Lapas, maka seorang narapidana ketika selesai men-jalani pidana penjara dan hidup bebas di masyarakat luar bukannya menjadi baik dalam arti berbuat sebagaimana diatur dalam norma yang hidup dalam masyarakat meliputi norma agama, kesusuilaan, kesopanan serta hukum namum cenderung akan mengulangi melakukan tindak pidana lagi. Pada banyak kasus ditemukan bahwa justru terjadi peningkatan secara kualitatif dan kuntitatif dalam hal tindak pidana yang dilakukan serta hasil yang dipe-roleh dari tindak pidana yang dilaku-kan. Modus operandi dalam melakukan tindak pidana mengalami peningkatan yang diperoleh dari hasil pembelajaran dari narapidana yang lain.65

64 Ibid.

65

(11)

LANGKAH-LANGKAH UNTUK MENGA-TASI KELEBIHAN KAPASITAS DI

LEMBAGA PEMASYARAKATAN/

RUMAH TAHANAN NEGARA

Pengalaman penjara demikian membahayakan sehingga merusak atau menghalangi secara serius kemampuan si pelanggar untuk mulai lagi ke ke-adaan patuh pada hukum setelah ia dikeluarkan dari penjara. Dalam keter-kaitan dengan bahaya-bahaya yang ditimbulkan dalam pidana penjara Konggres Kedua PBB mengenai Pen-cegahan Kejahatan dan Pembinaan Pelanggar hukum pada tahun 1960 di London – berkaitan dengan diterimanya Standard Minimum Rules – telah mengeluarkan rekomendasi untuk membatasi atau mengurangi peng-gunaan yang luas dari pidana penjara pendek.66

Upaya penyelesaian permasalahan overcapacity telah dilaksanakan melalui kegiatan Pembangunan Lapas Rutan, Pemindahan narapidana, Percepatan pemberian PB, CB, dan CMB sampai dengan 17 Agustus sebesar 31.746 orang, Pidana alternatif (restoratif justice, pidana bersyarat, kerja sosial, rehabilitasi). 67 Penyelesaian permasa-lahan pemasyarakatan tidak dapat diselesaikan sendiri oleh Kemenkum-ham, Penyelesaian permasalahan pe-masyarakatan memerlukan dukungan dari semua pihak. Perlu adanya pemahaman dan komitmen yang sama dari seluruh stakeholder dalam melak-sanakan perubahan pemasyarakatan, Perlu adanya kemandirian organisasi pemasyarkatan, yaitu UPT

66Ibid.

67 Laporan Singkat Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR-RI dengan PLH Dirjen

Pemasyarakatan, Direktur AKIP, dan Kalapas Seluruh Indonesia, Tahun Sidang 2013-2014, Senin, 26 Agustus 2013, Op. Cit.

rakatan bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Jenderal Pemasyara-katan, Perlu segera revisi UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.68

Untuk terpidana yang dihukum mati dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, serta telah ditolak peng-ajuan grasinya oleh Presiden, jika mengajukan, maka dimohon untuk di-percepat pelaksanaan eksekusi hu-kuman mati tersebut, dan diberikan batas waktu yang jelas terkait pelak-sanaan hukuman mati tersebut 69 Mengenai Sistem permasyarakatan yang diarahkan pada deinstitusio-nalisasi/kebijakan non pemenjaraan (Community Base Corrections) yang juga memberi perlakuan khusus bagi anak, perempuan dan kelompok rentan. Per-masalahan dalam SPPT ini adalah be-lum dipahaminya secara utuh konsep dan misi permasyarakatan dalam be-kerjanya SPPT oleh Lembaga Penegak hukum lainnya. Hubungan antara lem-baga-lembaga yang bernaung dalam sistem peradilan pidana cenderung tidak sinergis. Langkah yang perlu di-laksanakan adalah internalisasi kon-sepsi permasyarakatan ke dalam sub-sistem peradilan pidana lainnya yakni dibentuk Desk Koordinasi pelaksaan SPPT, Pola Koordinasi di tingkat teknis, dan Konfigurasi peraturan SPPT.70

Pada konsep manajemen organisasi, yakni melakukan evaluasi struktur or-ganisasi Kemenkumham untuk men-capai bentuk dan model koordinatif dan kejelasan dalam restrukturisasi organi-sasi; melakukan evaluasi struktur organisasi dan tata kerja tugas dan fungsi permasyarakatan, dan melaku-kan pembenahan SOP dan jabatan fungsional di semua UPT. Pembenahan SDM dilakukan dengan penguatan

68Ibid.

69Ibid. 70

(12)

sistem perencanaan dan pengadaan pegawai, perbaikan pola karier dan jabatan fungsional penegak hukum, perbaikan Diklat terutama bagi jabatan fungsional, dan Alokasi Tunjangan fungsional petugas. Dalam hal mana-jemen perencanaan dan penganggaran, yang juga dinilai mengalami kelemahan dalam polanya, untuk itu diperlukan perencanaan yang sesuai dengan ke-butuhan teknis, mekanisme perenca-naan dan penganggaran yang kondusif berdasarkan performa, pelatihan khu-sus, dan pemenuhan sarana dan pra-sarana. Optimalisasi Tusi Pemasyara-katan yang saat ini pelaksanaan tugas dan fungsinya belum optimal, yang kemudian dilakukan perbaikan dengan revisi aturan tentan pembinaan, penyu-sunan model pembinaan, penyupenyu-sunan modul pelatihan, penyusunan manual pemasyarakatan, dan kerjasama dalam bidang latihan kerja, pendidikan, dan organisasi profesi.71

Selain itu dilakukan peningkatan pengawasan dan partisipasi publik, manajemen perubahan dan identifikasi permasalahan over kapasitas. Sedang-kan langkah yang dilakuSedang-kan untuk penanganan terhadap over kapasitas adalah pembangunan lapas rutan dan pemindahan narapidana; selain itu juga dilakukan perceparan pemberian PB, CB, dan CMB melalui kegiatan Crash Program, dan pemberlakuan program Pidana Alternatif.72

Kerusuhan banyak terjadi dikare-nakan penambahan jumlah tahanan dan implikasi psikologis tahanan yang mendapat perlakuan tidak adil dari penegak hukum. Terkait permasalahan untuk penanganan kekerasan seharus-nya dengan metode pendekatan ter-hadap warga binaan. Permasalahan di Lapas Nusakambangan, diantaranya

71Ibid.

72

Ibid.

over kapasitas serta meminta agar status Lapas Nusakambangan diper-jelas dengan peraturan perundang-undangan. Meminta agar diberikan tunjangan khusus bagi petugas Lapas di pulau-pulau seperti Nusakambangan. Permasalahan dampak psikologis warga binaan terhadap lahirnya PP No. 99 Tahun 2012, yang memicu naiknya tingkat ketegangan, misalnya karena rekomendasi dari lembaga terkait yang mengatakan bahwa pemohon tidak menjadi Justice Collaborator selama proses hukum. meminta agar Komisi III dapat memberikan suatu intervensi terhadap manajemen pemberian remisi, permasalahan fasilitas yang kurang memadai dan tidak adanya tunjangan resiko. Petugas lapas juga memohon dukungan agar tidak selalu disudutkan oleh publik, tingkat kapasitas petugas dan pegawai pun perlu ditingkatkan.73

Permasalahan mengenai minimnya personil, dan adanya PP No.99 Tahun 2012, Hal ini mengakibatkan setiap lapas mendapat bantuan keamanan dari TNI dan Polri yang berdampak pada peningkatan biaya makan. Untuk mengurangi berkembangnya jaringan teroris di lapas, diusulkan untuk men-dirikan Lapas tersendiri bagi para tero-ris, dan untuk mengurangi beredarnya penggunaan handphone dalam lapas maka diusulkan setiap lapas disedia-kan jammer. 74 Usulan penggunaan jammer sangat bagus untuk meng-halangi sinyal handphone, artinya jika usulan ini diberlakukan, maka lapas butuh tambahan anggaran penyediaan jammer. Anggaran jammer berpotensi menjadi ladang korupsi jika tidak diawasi dengan baik.

Beberapa tindakan yang bersifat non-institutional antara lain pidana bersyarat, probation, pidana yang

73 Ibid.

74

(13)

ditangguhkan, kompensasi, restitusi dan sebagainya. Dalam perkembangan yang terkini melalui model restorative justice tampaknya dapat mengurangi populasi napi dalam lapas dan aspek keadilan tetap dapat tercapai dengan baik.75

Pidana bersyarat (voorwaardelijk veroordeling) secara normatif diatur dalam ketentuan Pasal 14 A KUHP sampai Pasal 14 F KUHP dengan segala peraturan pelaksanaannya. Penjatuhan pidana terhadap terpidana dengan pidana bersyarat menjadikan yang bersangkutan tidak harus menjalani pidana penjara dalam lapas asalkan memenuhi syarat-syarat tertentu. Hal ini mengandung arti pula bahwa pidana bersyarat dapat mengurangi populasi napi di Lapas. Muladi mengatakan bahwa ditinjau dari segi masyarakat secara finansial maka pidana bersyarat yang merupakan pembinaan di luar lembaga akan lebih murah dibanding-kan dengan pembinaan di dalam lembaga.76

Tentang Restitusi dalam hal ini dalam perspektif viktimologi. Hakikat-nya restitusi berkaitan dengan per-baikan atau restorasi perper-baikan atas kerugian fisik, moral mau pun harta benda, kedudukan dan hak-hak korban atas serangan pelaku tindak pidana (penjahat). Restitusi merupakan suatu tindakan restitutif terhadap pelaku tindak pidana yang berkarakter pidana dan menggambarkan suatu tujuan koreksional dalam kasus pidana. Res-titusi dalam kaitannya dengan over-capacity, mempunyai manfaat apabila diintegrasikan dengan lembaga pidana bersyarat, implikasinya mengurangi po-pulasi hunian penjara (lapas) sekaligus penghematan dana pengeluaran peme-rintah. Dengan tidak masuknya pelaku

75Angkasa, Op. Cit.

76

Ibid.

menjalani pidana penjara di lapas maka pemerintah dapat menghemat dana yang seharusnya dikeluarkan untuk memberi makan, perawatan serta pem-binaan bagi napi.77

Pengembangan model penyelesaian kasus pidana yang bermanfaat pula untuk mengurangi populasi napi dalam lapas dengan penyelesaian secara per-damaian antara pelaku dan korban. Dalam hal ini pelaku tidak harus masuk dalam lapas apabila proses perdamaian tercapai. Model ini dikenal dengan restorative justice. Keuntungan restorative justice antara lain sebagai selain sebagai sarana untuk mengurangi populasi napi di lapas, juga lebih mendorong terciptanya reintegrasi sosial pelaku tindak pidana ke dalam kehidupan masyarakat, serta mengu-rangi terjadinya stigma.78

Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, mengatakan, pihaknya kini sedang me-nyusun peraturan di RUU KUHP yang mengatur agar pelaku tindak pidana tertentu tidak harus dijebloskan ke penjara. Nantinya, pelaku bisa men-dapatkan sanksi pidana sosial, seperti menyapu jalan dan lainnya, yang bermanfaat bagi masyarakat luas.79

Asrul juga menyatakan bahwa men-cemarkan nama baik hukumannya tak harus penjara, tetapi kerja sosial.80 Jika aturan ini hendak diberlakukan, berarti KUHP harus mengalami perubahan terlebih dahulu.

Pemerintah Indonesia berencana membangun penjara baru untuk mem-bantu sejumlah penjara yang kelebihan

77 Ibid.

78 Ibid. 79

Ihsanuddin, Pidana Sosial Bisa Jadi Solusi 'Overcapacity' Lapas,

http://nasional.kompas.com/read/2016/04/30/1414077 1/.Pidana.Sosial.Bisa.Jadi.Solusi.Overkapasitas.Lapas ., diakses tanggal 3 Juni 2016.

80

(14)

kapasitas huni, termasuk penjara Banceuy di Bandung, Jawa Barat. Men-kopolhukam Luhut Binsar Panjaitan juga mengatakan pemerintah tengah membahas penempatan terdakwa ka-sus narkoba untuk dipenjarakan di lapas atau di pusat rehabilitasi.81

Dalam menerangkan seseorang yang mengalami gangguan psikologis, penting untuk membuat daftar fakta tentang mereka, dan menjelaskan kela-kuannya secara akurat. Apa yang dila-kukan napi dan seperti apa? Hindari penjelasan yang kabur dan terlalu umum. Cobalah seakurat mungkin dalam memberikan kererangan. Aturan umum ini berlaku dalam menulis laporan apapun dan akan sangat rele-van ketika anda ditanya tentang seorang napi yang terganggu.82

Perubahan perilaku bisa merupa-kan tanda yang penting. Jika anda mengenal napi dengan baik, anda akan mengetahui kebiasaannnya dan bagai-mana kelakuannya sehari-hari. Jika napi berubah, anda akan mulai ber-tanya-tanya apa yang terjadi. Mungkin saja ia telah bergaul dengan kelompok yang berbeda, atau ada kabar dari luar, tetapu apapun itu, telah terjadi perubahan perilaku dan perubahan ini penting untuk disimak.83 Oleh karena itu, sepertinya perlu untuk meng-adakan sesi konseling bagi napi yang mengalami gejala-gejala gangguan psikologis akibat keadaan lapas/rutan yang overcapacity.

81

Bayu Prasetyo, Pemerintah Rencanakan Penjara Baru Atasi Kelebihan Kapasitas,

http://www.antaranews.com/berita/557137/pemerinta

h-rencanakan-penjara-baru-atasi-kelebihan-kapasitas,diakses tanggal 3 Juni 2016.

82

David J Cooke, Pamela J Baldwin, & Jaqueline Howison, 2008 Menyingkap Dunia Gelap Penjara. Diterjemahkan oleh: Hary Tunggal. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal. 144-145.

83

Ibid., hal. 145.

Tugas utama seorang petugas lapas adalah mengendalikan para napi. Sebagian lapas menjalankan tugas ini dengan menjadi agresif, tetapi seorang petugas yang baik menjalankan tugas ini dengan bersikap tegas. Jika petugas agresif, napi akan sangat mungkin menjadi agresif juga, sebagai balasan. Tegas, berarti petugas menyempaikan maksudnya tanpa harus menjadi agre-sif, tanpa harus berteriak di muka orang lain. Bersikap tegas sangatlah penting, karena anda bisa menyam-paikan pandangan anda tanpa konflik. Bersikap tegas bisa menghentikan napi yang mencoba memanipulasi petugas, dan bisa menumbuhkan rasa percaya diri dalam menangani situasi sulit.84

Anggota Komisi III DPR RI, Taufiqulhadi menyatakan, salah satu solusi mengurangi overcapacity pada Lembaga Permasyarakatan (lapas) yak-ni dengan meyak-ninjau kembali pelang-garan apa yang telah dilakukan. Bukan semata mata, orang melakukan kesala-han langsung dimasukkan ke penjara. Ia berkata bahwa tidak seluruh orang yang bersalah divonis itu tidak harus dipenjarakan, dengan catatan kalau menjadi baik. Misalnya, dia mencuri kayu di kebun orang lain, itu tidak perlu dipenjarakan, sanksinya bisa sanksi lain, misalnya kerja sosial. Narapidana yang dibina di lembaga kemasyarakatan nantinya sudah tidak lagi membawa masa lalunya. Sehingga eks narapidana tersebut dapat menjadi orang yang lebih baik.85

84

Ibid., hal. 131.

85

Salsabila Qurrataa'yun, Ini Solusi Komisi III Agar Lapas Tak Over Capacity,

(15)

C. PENUTUP

Dapat diketahui jika semakin banyak narapidana dihukum penjara, maka lembaga pemasyarakatan akan bertambah penuh dengan terpidana-terpidana baru. Terlebih lagi jika yang dihukum penjara seumur hidup sema-kin banyak, maka akan semasema-kin pe-nuhlah lembaga-lembaga pemasyara-katan di Indonesia. Untuk itu, perlu dicarikan solusi agar tujuan pelak-sanaan pidana penjara dapat tercapai dengan baik.

Tujuan pembinaan napi banyak menghadapi hambatan dan berimpli-kasi pada kurang optimalnya bahkan dapat menuju pada kegagalan fungsi

sebagai lembaga pembinaan.

Over-capacity cenderung berimplikasi negatif terhadap beberapa hal antara lain rendahnya tingkat pengamanan/penga-wasan. Pengamanan yang rendah dapat memicu berbagai masalah. Impli-kasi lain atas lemahnya pengawasan ini berimbas pula pada tingkat krimina-litas di lapas.

Saran penulis supaya masalah overcapacity dapat dikurangi adalah dengan melaksanakan segala solusi yang ditawarkan di atas dengan saksama dan sebaik-baiknya.

D. DAFTAR PUSTAKA

Buku

David J Cooke, Pamela J Baldwin, & Jaqueline Howison, 2008 Menyingkap Dunia Gelap Penjara. Diterjemahkan oleh: Hary Tunggal. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kasali, Rhenald. 2007 Recode (your change DNA). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Mustafa, Muhammad. 2007. Kriminologi. Depok: FISIP UI PRESS.

Petrus Irawan Pandjaitan dan Samuel Kikilaitety. 2007. Pidana Penjara Mau Ke Mana, Jakarta: CV Indhill Co.

Internet

Ahmad Reza Safitri dan Heri Ruslan. (2015-15-01). Kriminalitas Meningkat, Ini Faktor Penyebabnya Versi IPW.

Republika Online.

http://www.republika.co.id/berita/regi onal/jabodetabek/12/01/15/lxud0j-

kriminalitas-meningkat-ini-faktor-penyebabnya-versi-ipw diakses tanggal 30 Mei 2016.

Trisna Nurdiaman. (2014). Faktor Penyebab Kriminalitas Perkotaan

Secara Sosiologis.

http://sosiatoris.mywapblog.com/fakto r-penyebab-kriminalitas-perkotaan-s.xhtml diakses tanggal 30 Mei 2016. Mardani, Perkelahian Antar Napi di Nusakambangan, Slamet Tewas

Ditusuk, Merdeka,

http://www.merdeka.com/peristiwa/pe

rkelahian-antar-napi-di-

nusakambangan-slamet-tewas-ditusuk.html, diakses tanggal 31 Mei 2016.

Pinta Karana, Ketika Sel Penjara Seperti Kamar Kost, BBC Indonesia, http://www.bbc.com/indonesia/berita_ indonesia/2013/07/130709_lapsus_ko rupsi_sukamiskin, diakses tanggal 31 Mei 2016.

BBC Indonesia, Kerusuhan LP Banceuy Bandung Terkait Kematian Napi 'di Sel Khusus',

http://www.bbc.com/indonesia/berita_ indonesia/2016/04/160423_indonesia_ rusuh_penjarabanceuy, diakses tanggal 31 Mei 2016.

Fani Ferdiansyah, Minum Susu, 10 Napi Lapas Kelas IIB Garut Keracunan, Sindonews.com,

(16)

3553/21/minum-susu-10-napi-lapas-kelas-iib-garut-keracunan-1411211193 diakses tanggal 31 Mei 2016.

Gede Nadi Jaya, Bobroknya Lapas Kerobokan, Prostitusi Hingga Salah

Lepas Napi, Merdeka,

http://www.merdeka.com/peristiwa/bo broknya-lapas-kerobokan-prostitusi-hingga-salah-lepas-napi.html diakses tanggal 31 Mei 2016.

Sistem Database Pemasyarakatan bulan Mei 2016,

http://smslap.ditjenpas.go.id/public/gr l/current/monthly diakses tanggal 31 Mei 2016.

Pedomanbengkulu.com, Sekolah Tinggi Kejahatan,

http://pedomanbengkulu.com/2016/0 3/sekolah-tinggi-kejahatan/ diakses tanggal 2 Juni 2016.

Aduhh… Lapas Jadi „Sekolah Kejahatan‟,

http://sumutpos.co/aduhh-lapas-jadi-sekolah-kejahatan/ diakses tanggal 2 Juni 2016.

Dani Prabowo, DPR: "Over Capacity" Masalah Lama Penjara, Kompas.com, http://regional.kompas.com/read/201 3/07/13/1339542/DPR.Over.Capacity. Masalah.Lama.Penjara, diakses tanggal 1 Juni 2016.

Ihsanuddin, Pidana Sosial Bisa Jadi Solusi 'Overcapacity' Lapas,

http://nasional.kompas.com/read/201 6/04/30/14140771/.Pidana.Sosial.Bis a.Jadi.Solusi.Overkapasitas.Lapas., diakses tanggal 3 Juni 2016.

Bayu Prasetyo, Pemerintah Rencanakan Penjara Baru Atasi Kelebihan Kapasitas, http://www.antaranews.com/berita/55 7137/pemerintah-rencanakan-penjara-baru-atasi-kelebihan-kapasitas,diakses tanggal 3 Juni 2016.

Salsabila Qurrataa'yun, Ini Solusi

Komisi III Agar Lapas Tak Over Capacity, http://news.okezone.com/read/2016/0 4/27/337/1374196/ini-solusi-komisi-iii-agar-lapas-tak-over-capacity, diakses tanggal 3 Juni 2016.

Peraturan-peraturan Pemerintah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara.

Jurnal

Angkasa, Over Capacity Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, Faktor Penyebab, Implikasi Negatif, serta Solusi dalam Upaya Optimalisasi Pembinaan Narapidana. (2012). Jurnal Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto

Lain-lain

Laporan Singkat Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR-RI

dengan PLH Dirjen

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya yang telah memberikan segala kekuatan, kemampuan dan kelancaran kepada

Toleransi arah kiblat dalam perspektif astronomi yang diterjemahkan dari hadis imam Baihaqi diperoleh dari hasil perhitungan arah kiblat berdasarkan titik acuan

Transversal Force pada H 15.945 m Analisa respon gaya geser transversal pada FPSO untuk H maksimum berdasarkan panjang kapal, menunjukkan nilai maksimum pada sudut

Oleh karena adanya perbedaan densitas antara tulang kepala dengan densitas yang tinggi dan jaringan otak dengan densitas yang lebih rendah, maka jika terjadi gaya tidak

Apakah anda setuju bahwa saat ini pegawai BM telah menguasai system komputerisasi akan mendukung pelayanan yang maksimal Apakah anda setuju bahwa perawatan inventaris kantor

Sebelum memulai pelajaran, sebaiknya guru sudah membuat daftar-daftar pertanyaan dengan model jawaban yang menuntut siswa untuk berfikir dan menyuarakan opininya, bukan

Dari hasil perancangan kawasan objek wisata Resor Pantai Ogis Muara Bono di Pelalawan dengan Pendekatan Arsitektur Pesisir, maka dapat diambil kesimpulan