• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Persepsi Penghuni Terhadap Transformasi Bentuk Rumah Tipe 36 Di Perumnas Mandala

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Persepsi Penghuni Terhadap Transformasi Bentuk Rumah Tipe 36 Di Perumnas Mandala"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERSEPSI PENGHUNI

TERHADAP TRANSFORMASI BENTUK

RUMAH TIPE 36

DI PERUMNAS MANDALA

TESIS

OLEH

RAIMUNDUS PAKPAHAN

087020021/AR

PROGRAM MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGARUH PERSEPSI PENGHUNI TERHADAP

TRANSFORMASI BENTUK RUMAH TIPE 36

DI PERUMNAS MANDALA

TESIS

Untuk memperoleh Gelar Magister Teknik

Dalam Program Studi Magister Teknik Arsitektur

Pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH :

RAIMUNDUS PAKPAHAN

087020021/AR

PROGRAM MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PERNYATAAN

PENGARUH PERSEPSI PENGHUNI TERHADAP

TRANSFORMASI BENTUK RUMAH TIPE 36

DI PERUMNAS MANDALA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,

dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2010

(4)

Judul Tesis : Pengaruh Persepsi Penghuni Terhadap Transformasi

Bentuk Rumah Tipe 36 Di Perumnas Mandala

Nama Mahasiswa : Raimundus Pakpahan

Nomor Pokok : 087020021/AR

Program Studi : Teknik Arsitektur

Menyetujui Komisi Pembimbing

(A/Prof. Julaihi W, B.Arch, M.Arch, PhD.) (Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc, PhD.)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

Magister Teknik Arsitektur USU, Fakultas Teknik USU

(Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc, PhD.) (Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME.)

(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 2 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : A/Prof. Julaihi Wahid, B.Arch, M.Arch, PhD. Anggota : 1. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc, PhD.

2. Agus Suryadi, S.Sos, M.Si.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Raimundus Pakpahan

Alamat : Jalan Sedap Malam IX No. 25 Medan Selayang

Agama : Katolik

Tempat/Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 03 Maret 1965

Jenis Kelamin : Laki-laki

Anak ke : 3 dari 5

Warga Negara : Indonesia

Nama Ayah : Victor Mangiring Pakpahan (Alm.)

Nama Ibu : Siti Norma Br. Tampubolon

Nama Istri : Dra. Kristina Ginting, BA.

Nama Anak : Patrick Bonari Rempu Pakpahan

Grace Natama Rehulina Pakpahan

Kevin Roga Namora Pakpahan

Pendidikan Formal : SDRK Cinta Rakyat P. Siantar (tamat tahun 1978) SMPRK Cinta Rakyat P. Siantar (tamat tahun 1981)

SMA Budi Mulia P. Siantar (tamat tahun 1984)

Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Katolik St. Thomas,

SU. (tamat tahun 1991)

(7)

ABSTRAK

Kota Medan sebagai kota terbesar ke tiga di Indonesia tidak terlepas dari masalah kebutuhan perumahan dan permukiman. Pemerintah melalui Perum Perumnas ini telah berusaha memenuhi tuntutan tersebut, namun jumlah tersebut masih belum memadai. Di samping dari segi jumlah, ternyata dari segi sosial dan psikologis, perumahan tersebut juga belum mencapai sasaran yang diinginkan.

Karena pada dasarnya sifat manusia adalah bertindak, bukan sasaran tindakan, maka manusia cenderung untuk menciptakan keadaan tertentu agar sesuai dengan keinginan dan harapan mereka. Akibat tindakan ini, rumah Perumnas pada akhirnya banyak yang telah mengalami perubahan (transformasi), tidak terkecuali rumah penghuni dari golongan masyarakat berpenghasilan rendah. Perubahan untuk golongan ini biasanya dengan perencanaan dan dana seadanya saja dan tanpa terkendali. Sedangkan sebagian rumah lainnya, telah berubah menjadi rumah mewah yang akan bercampur dengan rumah-rumah yang dikembangkan dengan sangat sederhana, yang tentu akan melahirkan kekacauan pada wajah perumnas tersebut.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis perubahan (transformasi) bentuk rumah yang terjadi di perumnas dan hubungannya dengan tingkat ekonomi dan sosial budaya penghuni. Pendekatan analisis yang dilakukan adalah kuantitatif dan kualitatif dengan metode deskriptif explanatory, yaitu mengkaji kecenderungan karakterisitik fisik ruang serta kegiatan sosial, ekonomi dan budaya. Metode pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling, dilakukan melalui kuesioner dan wawancara langsung kepada pemilik rumah di Perumnas.

Hasil analisis yang dilakukan, dalam hubungannya dengan kepuasan menghuni atau persepsi terhadap hunian, dipengaruhi oleh latar belakang agama, suku dan jumlah penghuni. Sedangkan latar belakang pendidikan dan tingkat penghasilan tidak terlalu mempengaruhi kepuasan menghuni atau persepsi terhadap hunian tersebut. Dari berbagai transformasi bentuk yang telah dilakukan, hampir keseluruhan jenis transformasi tersebut dipengaruhi oleh latar belakang suku, agama, tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan.

(8)

ABSTRACT

Medan City as the third largest city in Indonesia can not be separated from issues of housing and settlement needs. Government through this Perumnas have attempted to meet these demands, but the number is still inadequate. In addition to the terms of the number, it turns out in terms of social and psychological, housing is also not achieving the desired objectives.

Because human nature is basically the act, not the target of action, then people tend to create certain conditions to suit their desires and expectations. As a result of this action, in the end many of Perumnas homes that have experienced change (transformation), no exception to house residents from low-income community groups. Changes to this type of planning and usually with only modest funds and without control. Meanwhile, some other house, has been transformed into luxury homes that will mix with the houses that was developed with a very simple, which of course will give birth to chaos in the face of such Perumnas.

This research was conducted to determine the types of change (transformation) that occur in the form of the house and its relationship with the Housing and socio-economic level of its occupant. The approach taken is the analysis of quantitative and qualitative explanatory descriptive method, namely the tendency to study the physical characteristics of space and social activities, economic and cultural. The sampling method with a purposive sampling technique, conducted through questionnaires and interviews direct to the landlord in Housing.

The results of analysis conducted, in conjunction with the satisfaction of inhabiting or perceptions of occupancy, influenced by religious background, ethnicity and number of occupants. While the educational backgrounds and income levels are not too affect satisfaction or perceptions of inhabiting such occupancy. Of the various forms of transformation that has been done, almost the whole of the transformation has been influenced by ethnic background, religion, educational level and income level.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karuniaNya

penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul ”Pengaruh Persepsi Penghuni Terhadap Transformasi Bentuk Rumah Tipe 36 Di Perumnas Mandala” Penelitian ini disusun untuk memenuhi persyaratan Mata Kuliah PPs – 699 Tesis pada Program Magister Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas

Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terimakasih yang tak terhingga

kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. D,

D.T.M.&H., M.Sc. (C.T.M.), Sp.A.(K.).

2. Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Ir.

, M.S.M.E.

3. Ketua Program Studi Magister Teknik Arsitektur, Ibu Ir. Dwira Nirfalini

Aulia, MSc, PhD.

4. Sekretaris Program Studi Magister Teknik Arsitektur, Ibu Beny

Octofryana Yousca Marpaung, ST, MT, PhD.

5. Koordinator Manajemen Pembangunan Kota, Bapak Achmad Delianur

Nasution, ST, MT, IAI.

6. Dosen Pembimbing I, Bapak A/Prof. Julaihi Wahid, B. Arch, M. Arch,

PhD, atas bimbingan dan dukungan penuh dalam menyelesaikan penelitian

ini.

7. Dosen Pembimbing II, Ibu Ir. Dwira Nirfalini Aulia, MSc, PhD atas

bimbingan dan dukungan penuh dalam menyelesaikan penelitian ini.

(10)

perkuliahan dan masukan-masukan yang sangat berarti dalam

menyelesaikan penelitian ini.

9. Ibu Novi Yanthi sebagai administrasi Program Magister Teknik Arsitektur

Universitas Sumatera Utara atas komunikasi dan administrasi yang baik

selama studi.

10.Pimpinan dan Staf Perum Perumnas Regional Wilayah I Sumbagut

Medan.

11.Yayasan dan Rektorat Universitas Katolik St. Thomas Sumatera Utara.

12.Dekan Fakultas Teknik, Ketua Jurusan Arsitektur, Staff Pengajar dan

Pegawai Fakultas Teknik Universitas Katolik St. Thomas Sumatera Utara.

13.Misereor (German Catholic Action for Human Development) melalui Assosiasi Perguruan Tinggi Katolik Indonesia (APTIK), atas dana bea

siswa yang diberikan.

14.Isteriku dan anak-anakku tercinta, Kristina Br. Ginting, Patrick Bonari

Rempu Pakpahan, Grace Natama Rehulina Br. Pakpahan, Kevin Roga

Namora Pakpahan yang telah memberikan dukungan semangat dan doa

(...maafkan aku atas keterbatasan waktu kebersamaan kita selama ini...)

15.Bapakku yang sangat kukasihi, Alm. Victor Mangiring Pakpahan (...yang

tidak sabar menunggu...) dan Ibuku yang sangat kuhormati Siti Norma Br.

Tampubolon.

16.Keluarga Besar Mertuaku Alm. Bias Ginting dan Arta Br. Sinaga atas

dukungan semangat dan doanya, teristimewa untuk Kak Nina (... semoga

tetap menjadi seorang ibu yang bijaksana...).

17.Keluarga besarku Binner Sagala, Veronika Br. Pakpahan, Erick

Hutagalung, Agnes Br. Pakpahan, Hardy Simanjuntak, Corry Br.

Pakpahan, Istamon Ginting, Marina Br. Pakpahan, beserta semua bereku,

Juan, Aldy, Fetty, Ricca, Gira, Goklas, Steven, Tito, Aurel, Theo, dan

(11)

18.Abanganda Cyprianus Pakpahan dan keluarga besar Pakpahan Oppu Raja

Singal atas dukungan dan doa, serta pengertiaannya dalam segala “ulaon

adat”.

19.Perumahan Sejahtera Indah (Bapak Franky Simatupang, ST dan Bapak

Theodorus Tanzil), CV. Biramos Konsultan (Bapak LA Sitanggang dan

Bapak Dedy Mulyana) atas kerjasama yang baik selama ini.

20.Rekan-rekan Magister Manajemen Pembangunan Kota angkatan 2008:

Lucy, Arfan, Asmadi, Bayhaki, Bernas, Jayadin, Hendra, Muara, Yani,

Sahid, Erwin, Amsuardiman, Armelia atas kebersamaan dan kerjasama

yang sudah terjalin selama ini.

21.Mahasiswa-mahasiswi jurusan arsitektur Unika St. Thomas, SU. yang

tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

22.Siswa-siswi SMP Tri Sakti II Mandala Medan.

23.Para pendukung aktifitas kampus: Fotocopy jurusan Arsitektur (Pak Jojo),

Kantin S1 Arsitektur (Bang Adi), Hotspot A Mild dan Kantin Pasca

Sarjana USU.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari terdapat

kekurangan-kekurangan yang diharapkan dapat disempurnakan atas bimbingan dan masukan

dari pembimbing, penguji, dan pembaca.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat diterima dan memberi manfaat bagi

semua pihak yang membutuhkannya. Terimakasih...!

Medan, Agustus 2010

(12)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN... ii

LEMBAR PENGESAHAN... iii

LEMBAR BERITA ACARA UJIAN ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GRAFIK ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR DIAGRAM ... xx

BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang ... 1

1. 2. Rumusan Masalah... 4

1. 3. Tujuan Penelitian ... 5

1. 4. Manfaat Penelitian ... 5

1. 5. Pertanyaan Penelitian ... 6

1. 6. Kerangka Konsep ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Rumah Sebagai Wujud Fisik Kebudayaan ... 8

2. 2. Interaksi Terhadap Lingkungan ... 9

2. 3. Perumahan dan Permukiman ... 11

2. 3. 1. Pengertian ... 11

2. 3. 2. Sistem Pengadaan Perumahan dan Permukiman ... 12

(13)

2. 3. 4. Konsep Kenikmatan Perumahan dan Permukiman ... 14

2. 3. 5. Faktor yang Mendasari Perubahan Rumah ... 17

2. 3. 6. Tindakan Umum Masyarakat Terhadap Huniannya ... 18

2. 4. Evaluasi Pasca Huni ... 19

2. 5. Perilaku Terhadap Hunian ... 20

2. 6. Transformasi Bentuk ... 22

2. 7. Kerangka Teori ... 29

BAB III TINJAUAN PERUMAHAN DI KOTA MEDAN 3. 1. Tinjauan Kota Medan ... 30

3. 2. Sejarah Perkembangan Perumahan dan Permukiman di Kota Medan . 33 3. 3. Masalah Perumahan dan Permukiman di Kota Medan ... 34

3. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengadaan Perumahan ... 39

3. 5. Data Umum Perumnas Mandala Medan ... 40

BAB IV METODE PENELITIAN 4. 1. Disain Rancangan Penelitian ... 44

4. 2. Lokasi Penelitian ... 45

4. 3. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... 46

4. 4. Variabel Penelitian ... 49

4. 5. Pengumpulan Data dan Teknik Analisis Data ... 51

4. 6. Keterbatasan Penelitian ... 54

4. 7. Rencana Jadwal Penelitian ... 55

BAB V EVALUASI PASCA HUNI PERUMNAS MANDALA MEDAN 5. 1. Karakteristik Responden ... 56

5. 1. 1. Suku ... 56

5. 1. 2. Agama ... 57

5. 1. 3. Pendidikan ...58

(14)

5. 1. 6. Jumlah Anggota Keluarga ... 60

5. 1. 7. Lama Huni ... 60

5. 1. 8. Status Rumah ... 61

5. 2. Persepsi Terhadap Perumnas ... 61

5. 2. 1. Identifikasi Fasilitas Umum Perumnas Mandala Medan... 63

5. 2. 2. Persepsi terhadap fasilitas peribadatan ... 63

5. 2. 3. Persepsi terhadap fasilitas pendidikan ... 67

5. 2. 4. Persepsi terhadap fasilitas pelayanan umum ... 70

5. 3. Persepsi terhadap lingkungan non fisik ... 72

5. 3. 1. Partisipasi dan gotong royong antar warga ... 73

5. 3. 2. Komunikasi dan saling kunjung antar warga ... 73

5. 4. Persepsi penghuni terhadap hunian (rumah) ... 75

5. 4. 1. Persepsi penghuni terhadap kondisi rumah ... 75

5. 4. 2. Persepsi penghuni terhadap luas rumah ... 77

5. 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi penghuni terhadap Kondisi Rumah ... 78

5. 5. 1. Persepsi terhadap kondisi rumah ditinjau dari latar belakang Suku ... 78

5. 5. 2. Persepsi terhadap kondisi rumah ditinjau dari latar belakang Agama ... 80

5. 5. 2. Persepsi terhadap kondisi rumah ditinjau dari latar belakang Pendidikan ... 82

5. 5. 3. Persepsi terhadap kondisi rumah ditinjau dari latar belakang Penghasilan ... 84

5. 6. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap luas rumah ... 86

5. 6. 1. Persepsi terhadap luas rumah ditinjau dari latar belakang suku ... 86

(15)

5. 6. 3. Persepsi terhadap luas rumah ditinjau dari latar belakang

Pendidikan ... 90

5. 6. 4. Persepsi terhadap luas rumah ditinjau dari latar belakang Penghasilan ... 92

5. 6. 5. Persepsi terhadap luas rumah ditinjau dari jumlah penghuni .. 94

5. 7. Perilaku Penghuni Perumnas Mandala tipe 36 ... 96

5. 7. 1. Pindah rumah ... 97

5. 7. 2. Beradaptasi tanpa melakukan perubahan ... 99

5. 7. 3. Beradaptasi dengan melakukan perubahan ... 101

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6. 1. Kesimpulan ... 109

6. 1. 1. Persepsi penghuni terhadap perumnas ... 109

6. 1. 2. Persepsi terhadap rumah ... 111

6. 1. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap kondisi rumah ... 111

6. 1. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap luas rumah ... 112

6. 1. 5. Hubungan antara persepsi dengan transformasi bentuk ... 113

6. 1. 6. Transformasi bentuk yang terjadi... 114

6. 2. Rekomendasi ... 116

DAFTAR PUSTAKA ... 118

(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel Halaman

Tabel 3.1. Kepadatan Penduduk per Kecamatan 2008 ... 35

Tabel 3.2. Jumlah Rumah Di Kota Medan ... 36

Tabel 5.1. Frekuensi berbagai suku penghuni perumnas ... 57

Tabel 5.2. Frekuensi penganut berbagai agama resmi ... 57

Tabel 5.3. Frekuensi tingkat pendidikan penghuni ... 58

Tabel 5.4. Frekuensi pekerjaan ... 59

Tabel 5.5. Frekuensi tingkat penghasilan penghuni ... 59

Tabel 5.6. Frekuensi jumlah anggota keluarga ... 60

Tabel 5.7. Frekuensi lama huni ... 61

Tabel 5.8. Frekuensi status rumah ... 61

Tabel 5.9. Frekuensi persepsi terhadap fasilitas ibadat ... 65

Tabel 5.10. Tabulasi silang antara pemeluk agama dengan fasilitas ibadat ... 66

Tabel 5.11. Frekuensi persepsi terhadap fasilitas pendidikan ... 70

Tabel 5.12. Frekuensi persepsi terhadap Fasilitas Pelayanan Umum ... 72

Tabel 5.13. Frekuensi persepsi terhadap gotong royong ... 73

Tabel 5.14. Frekuensi persepsi terhadap saling kunjung ... 74

Tabel 5.15. Frekuensi persepsi terhadap kondisi rumah ... 76

Tabel 5.16. Frekuensi persepsi terhadap luas rumah ... 78

Tabel 5.17. Tabulasi silang antara latar belakang suku dan persepsi terhadap kondisi rumah ... 79

Tabel 5.18. Tabulasi silang antara agama yang dianut dengan persepsi terhadap kondisi rumah ... 81

Tabel 5.19. Tabulasi silang antara tingkat pendidikan dan persepsi terhadap kondisi rumah ... 83

(17)

kondisi rumah ... 85

Tabel 5.21. Tabulasi silang antara suku dan persepsi terhadap luas

rumah ... 87

Tabel 5.22. Tabulasi silang antara agama yang dianut dengan persepsi

terhadap luas rumah ... 89

Tabel 5.23. Tabulasi silang antara tingkat pendidikan dengan persepsi

terhadap luas rumah ... 91

Tabel 5.24. Tabulasi silang antara tingkat pendapatan dengan persepsi

terhadap luas rumah ... 93

Tabel 5.25. Tabulasi silang antara jumlah anggota keluarga dengan

persepsi terhadap luas ... 95

Tabel 5.26. Frekuensi lama huni ... 98

Tabel 5.27. Frekuensi kepemilikan rumah selain rumah di perumnas ... 98

Tabel 5.28. Tabulasi silang antara status kepemilikan rumah dengan

kepemilikan rumah lainnya ... 100

Tabel 5.29. Frekuensi jenis perubahan yang telah dilakukan ... 103

Tabel 5.30. Frekuensi alasan melakukan perubahan (tranformasi) ... 105

Tabel 5.31. Tabulasi silang antara alasan melakukan perubahan dan

hubungannya dengan gaya hidup dan harga diri ... 105

Tabel 5.32. Frekuensi penghasilan sebelum dan sesudah tinggal di

(18)

DAFTAR GRAFIK

Nomor Nama Grafik Halaman

Grafik 5.1. Tabulasi silang antara pemeluk agama dengan persepsi

terhadap fasilitas ibadat ... 66

Grafik 5.2. Persentasi latar belakang agama dan persepsi terhadap

fasilitas ibadat ... 67

Grafik 5.3. Tabulasi silang antara latar belakang suku dengan persepsi

terhadap kondisi rumah ... 79

Grafik 5.4. Persentasi latar belakang suku dengan persepsi terhadap

kondisi rumah ... 80

Grafik 5.5. Tabulasi silang antara persepsi terhadap kondisi rumah

dengan latar belakang agama ... 81

Grafik 5.6. Persentasi latar belakang agama dengan persepsi terhadap

kondisi rumah ... 82

Grafik 5.7. Tabulasi silang tingkat pendidikan dengan persepsi terhadap

kondisi rumah ... 83

Grafik 5.8. Persentasi antara tingkat pendidikan dan eksektasi terhadap

kondisi rumah ... 84

Grafik 5.9. Tabulasi silang antara tingkat penghasilan dengan persepsi

terhadap kondisi rumah ... 85

Grafik 5.10. Persentasi antara tingkat penghasilan dan persepsi terhadap

kondisi rumah ... 86

Grafik 5.11. Tabulasi silang antara latar belakang suku dengan persepsi

terhadap luas rumah ... 87

Grafik 5.12. Persentasi antara latar belakang suku dengan persepsi

terhadap luas rumah ... 88

Grafik 5.13. Tabulasi silang antara latar belakang agama dengan persepsi

terhadap luas rumah ... 89

Grafik 5.14. Persentasi antara latar belakang agama dengan persepsi

(19)

Grafik 5.15. Tabulasi silang antara latar belakang pendidikan dengan

persepsi terhadap luas rumah ... 91

Grafik 5.16. Persentasi antara latar belakang pendidikan dengan persepsi

terhadap luas rumah ... 92

Grafik 5.17. Tabulasi silang antara latar belakang penghasilan dengan

persepsi terhadap luas rumah ... 93

Grafik 5.18. Persentasi antara latar belakang penghasilan dengan persepsi

terhadap luas rumah ... 94

Grafik 5.19. Tabulasi silang antara jumlah penghuni dengan persepsi

terhadap luas rumah ... 95

Grafik 5.20. Persentasi antara latar belakang jumlah anggota keluarga

dengan persepsi terhadap luas rumah ... 96

Grafik 5.21. Tabulasi silang antara status kepemilikan rumah dengan

(20)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Nama Gambar Halaman

Gambar 3. 1. Peta Kota Medan ... 32

Gambar 3. 2. Peta Lokasi Perumnas di Medan ... 38

Gambar 3. 3. Peta Lokasi Perumnas Mandala Medan ... 42

Gambar 3. 4. Foto Udara Perumnas Mandala ... 43

Gambar 5.1. Fasilitas peribadatan di Perumnas Mandala ... 65

Gambar 5.2. Fasilitas pendidikan di Perumnas Mandala ... 69

Gambar 5.3. Fasilitas pelayanan umum di Perumnas Mandala ... 71

Gambar 5.4. Denah dan tampak standar Perumnas Mandala tipe 36 ... 76

(21)

DAFTAR DIAGRAM

Nomor Nama Diagram Halaman

Diagram 1.1. Kerangka Konsep ... 7

Diagram 2.1. Hubungan tiga wujud fisik kebudayaan pada rumah ... 9

Diagram 2.2. Proses hubungan perilaku terhadap lingkungan ... 10

Diagram 2.3. Kenikmatan Perumahan dan Permukiman ... 16

Diagram 2.4. Perilaku terhadap rumah ... 22

Diagram 2.5. Transformasi bentuk ... 25

(22)

ABSTRAK

Kota Medan sebagai kota terbesar ke tiga di Indonesia tidak terlepas dari masalah kebutuhan perumahan dan permukiman. Pemerintah melalui Perum Perumnas ini telah berusaha memenuhi tuntutan tersebut, namun jumlah tersebut masih belum memadai. Di samping dari segi jumlah, ternyata dari segi sosial dan psikologis, perumahan tersebut juga belum mencapai sasaran yang diinginkan.

Karena pada dasarnya sifat manusia adalah bertindak, bukan sasaran tindakan, maka manusia cenderung untuk menciptakan keadaan tertentu agar sesuai dengan keinginan dan harapan mereka. Akibat tindakan ini, rumah Perumnas pada akhirnya banyak yang telah mengalami perubahan (transformasi), tidak terkecuali rumah penghuni dari golongan masyarakat berpenghasilan rendah. Perubahan untuk golongan ini biasanya dengan perencanaan dan dana seadanya saja dan tanpa terkendali. Sedangkan sebagian rumah lainnya, telah berubah menjadi rumah mewah yang akan bercampur dengan rumah-rumah yang dikembangkan dengan sangat sederhana, yang tentu akan melahirkan kekacauan pada wajah perumnas tersebut.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis perubahan (transformasi) bentuk rumah yang terjadi di perumnas dan hubungannya dengan tingkat ekonomi dan sosial budaya penghuni. Pendekatan analisis yang dilakukan adalah kuantitatif dan kualitatif dengan metode deskriptif explanatory, yaitu mengkaji kecenderungan karakterisitik fisik ruang serta kegiatan sosial, ekonomi dan budaya. Metode pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling, dilakukan melalui kuesioner dan wawancara langsung kepada pemilik rumah di Perumnas.

Hasil analisis yang dilakukan, dalam hubungannya dengan kepuasan menghuni atau persepsi terhadap hunian, dipengaruhi oleh latar belakang agama, suku dan jumlah penghuni. Sedangkan latar belakang pendidikan dan tingkat penghasilan tidak terlalu mempengaruhi kepuasan menghuni atau persepsi terhadap hunian tersebut. Dari berbagai transformasi bentuk yang telah dilakukan, hampir keseluruhan jenis transformasi tersebut dipengaruhi oleh latar belakang suku, agama, tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan.

(23)

ABSTRACT

Medan City as the third largest city in Indonesia can not be separated from issues of housing and settlement needs. Government through this Perumnas have attempted to meet these demands, but the number is still inadequate. In addition to the terms of the number, it turns out in terms of social and psychological, housing is also not achieving the desired objectives.

Because human nature is basically the act, not the target of action, then people tend to create certain conditions to suit their desires and expectations. As a result of this action, in the end many of Perumnas homes that have experienced change (transformation), no exception to house residents from low-income community groups. Changes to this type of planning and usually with only modest funds and without control. Meanwhile, some other house, has been transformed into luxury homes that will mix with the houses that was developed with a very simple, which of course will give birth to chaos in the face of such Perumnas.

This research was conducted to determine the types of change (transformation) that occur in the form of the house and its relationship with the Housing and socio-economic level of its occupant. The approach taken is the analysis of quantitative and qualitative explanatory descriptive method, namely the tendency to study the physical characteristics of space and social activities, economic and cultural. The sampling method with a purposive sampling technique, conducted through questionnaires and interviews direct to the landlord in Housing.

The results of analysis conducted, in conjunction with the satisfaction of inhabiting or perceptions of occupancy, influenced by religious background, ethnicity and number of occupants. While the educational backgrounds and income levels are not too affect satisfaction or perceptions of inhabiting such occupancy. Of the various forms of transformation that has been done, almost the whole of the transformation has been influenced by ethnic background, religion, educational level and income level.

(24)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perumahan dan pemukiman adalah salah satu masalah yang dihadapi oleh

kota-kota besar pada negara yang sedang berkembang. Kota Medan sebagai kota

terbesar ke tiga di Indonesia tidak terlepas dari masalah kebutuhan perumahan dan

permukiman ini. Kota Medan dengan luas wilayah 265,10 Km2 dengan jumlah

penduduk 2.083.156 jiwa dan dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar

1,28% pertahun, menurut Data Sumatera Utara Dalam Angka tahun 2008. Dari

jumlah penduduk tersebut 7,17 % diantaranya adalah penduduk miskin, dengan

kondisi rumah yang masih belum dianggap layak adalah sebesar 24,28 %.

Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk ditambah dengan jumlah rumah

yang dianggap belum layak dan arus urbanisasi menyebabkan Kota Medan

semakin kekurangan perumahan dan permukiman terutama bagi golongan

masyarakat berpenghasilan rendah.

Untuk mengantisipasi kebutuhan perumahan dan permukiman di Kota

Medan, baik pemerintah, swasta, maupun kelompok masyarakat telah berusaha

memenuhi tuntutan tersebut. Para pengembang telah membuat berbagai tipe

rumah dengan harga yang paling murah sampai ke rumah mewah yang tersebar

hampir di setiap penjuru Kota Medan. Sedangkan oleh pemerintah melalui Perum

(25)

(KPR-BTN), telah melaksanakan pembangunan perumahan RS/RSS terutama

yang ditujukan bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah (GMBR).

Perumahan yang sudah dibangun tersebut, antara lain:

a. Perumnas Helvetia sebanyak 4.804 unit, dibangun tahun 1978

b. Perumnas Mandala sebanyak 8.927 unit, dibangun tahun 1982

c. Perumnas Simalingkar sebanyak 4.897 unit, dibangun tahun 1986

d. Perumnas Martubung sebanyak 3.933 unit, dibangun tahun 1994

e. Rumah Susun Sukaramai di Kecamatan Medan Area sebanyak 400 unit

Walaupun pemerintah melalui Perum Perumnas ini telah berusaha

memenuhi tuntutan kebutuhan perumahan dan permukiman untuk golongan

masyarakat berpenghasilan rendah, namun jumlah tersebut masih belum memadai

bila dibandingkan dengan dengan kebutuhan Kota Medan. Di samping dari segi

jumlah, ternyata dari segi sosial, ekonomi, dan budaya, perumahan tersebut juga

belum mencapai sasaran yang diinginkan. Karena pada kenyataannya, rumah yang

telah dibeli atau dihuni biasanya akan mengalami perubahan (transformasi

bentuk) sesuai dengan keinginan dan kebutuhan penghuni.

Jika penghuni merasa rumah tersebut tidak akan dapat lagi disesuaikan lagi

dengan keinginan dan kebutuhannya, mereka akan pindah dan mengontrakkan

rumahnya, atau bahkan menjualnya kembali. Sedangkan sebagian lainnya, karena

(26)

Pembangunan perumahan dan permukiman yang dilakukan oleh Perum

Perumnas ini lebih menekankan pada pendekatan penawaran (supply approach) yang terlalu menekankan pada efisiensi, rasionalisasi, dan standarisasi. Akibatnya

rumah yang dibangun tersebut sangat bersifat standar yang dipakai secara

universal di seluruh Indonesia. Padahal tidak semua standar tersebut sesuai

dengan keinginan berbagai lapisan masyarakat dengan nilai sosial budaya yang

berbeda, sehingga produksi tersebut kurang mewakili semua golongan. Salah satu

yang menjadi penyebab permasalahan ini adalah kurangnya informasi tentang apa

sebenarnya yang menjadi kebutuhan dan harapan dari konsumen sesuai dengan

nilai-nilai yang mereka miliki.

Kebutuhan dan harapan dari konsumen ini perlu diketahui sebelum

membuat produk rumah. Pemenuhan terhadap keinginan dan harapan akan

memberikan kepuasan kepada konsumen yang merupakan salah satu penentu

keberhasilan produk tersebut. Karena pada dasarnya sifat manusia adalah

bertindak, bukan sasaran tindakan, maka manusia cenderung untuk menciptakan

keadaan tertentu agar sesuai dengan keinginan dan harapan mereka. Akibat

tindakan ini, rumah Perumnas pada akhirnya banyak yang telah mengalami

perubahan (transformasi), tidak terkecuali penghuni dari golongan masyarakat

berpenghasilan rendah (GMBR).

Perubahan untuk golongan ini biasanya dengan perencanaan dan dana

seadanya saja dan tanpa terkendali, yang pada akhirnya akan mengarah pada

kekumuhan. Sedangkan sebagian rumah, karena sudah berganti pemilik yang pada

(27)

menjadi rumah mewah. Rumah mewah ini akan bercampur dengan rumah-rumah

yang dikembangkan dengan sangat sederhana, yang tentu akan melahirkan

kekacauan pada wajah perumnas tersebut.

Untuk itu salah satu pendekatan yang penting untuk diperhatikan dalam

perancangan perumnas adalah aspek sosial, ekonomi dan budaya dari konsumen

terhadap produk rancangan tersebut. Rumah sebagai wujud fisik (produk disain)

harus dapat menampung interaksi sosial dan segala aktifitas penghuni sehingga

dapat mencerminkan pandangan dan nilai-nilai yang dimiliki oleh penghuni.

Adanya cerminan nilai budaya masyarakat pada tempat tinggal dan

lingkungannya telah menjadi sumber perbedaan fenomena perumahan di berbagai

daerah. Perbedaan ini tentu akan menimbulkan perbedaan persepsi masyarakat

terhadap rumah yang bila tidak diperhatikan akan menyebabkan tujuan

pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak tidak akan tercapai.

1.2. Rumusan Masalah

Dari belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut:

a. Terdapat ketidaksesuaian antara hasil rancangan perumnas dengan latar

belakang pengguna dan penggunaannya. Perbedaan ini disebabkan oleh

adanya hubungan antara perbedaan sosial, ekonomi dan budaya penghuni

terhadap persepsi terhadap perumahan yang belum diterjemahkan ke dalam

(28)

b. Ketidaksesuaian rancangan ini juga mengakibatkan rendahnya tingkat

kepuasan penghuni yang ditunjukkan dengan adanya perubahan-perubahan

(transformasi bentuk) atas rumah yang telah dihuni tersebut.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui kondisi sosial, ekonomi, dan budaya penghuni Perumnas

Mandala Medan .

b. Untuk mengetahui hubungan faktor sosial, ekonomi, dan budaya penghuni

dengan persepsi penghuni terhadap fisik hunian.

c. Untuk mengetahui pola perubahan fisik hunian (transformasi bentuk) yang

terjadi pada rumah di perumnas tersebut.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Untuk menambah pengetahuan tentang pengaruh faktor sosial, ekonomi, dan

budaya penghuni terhadap produk perencanaan dan perancangan perumnas.

b. Sebagai bahan masukan bagi Perum Perumnas untuk perbaikan perencanaan

(29)

c. Sebagai bahan masukan bagi developer yang terlibat dalam pengadaan

perumahan dan permukiman terutama bagi golongan masyarakat

berpenghasilan rendah, khususnya di kota Medan.

1.5. Pertanyaan Penelitian

Permasalahan tersebut di atas menimbulkan pertanyaan yang menjadi

dasar dari penelitian ini, antara lain:

a. Bagaimana kondisi sosial, ekonomi, dan budaya penghuni Perumnas Mandala

Medan?

b. Bagaimana hubungan antara faktor sosial, ekonomi, dan budaya penghuni

dengan persepsi serta hubungannya dengan perubahan (transformasi bentuk)

yang dilakukan?

c. Bagaimana pola perubahan (transformasi bentuk) yang telah dilakukan oleh

(30)

1.6. Kerangka Konsep

Diagram 1.1. Kerangka Konsep

Perkembangan Kota Medan Urbanisasi Angka Kelahiran Pertambahan Jumlah Penduduk Kekurangan Perumahan Permukiman Pengadaan Perumahan oleh Perum Perumnas Masyarakat Menengah Bawah Harga Rumah tdk Terjangkau Pengadaan Perumahan Massal bersifat Universal Sosial Budaya Beragam Persepsi Beragam Ketidaksesuaian Produk Perumnas dengan Persepsi Pindah Adaptasi Kondisi yang ada Mengadakan perubahan

Pengaruh Persepsi Penghuni terhadap Transformasi Bentuk Rumah Tipe 36

di Perumnas Mandala

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumah Sebagai Wujud Fisik Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat (1985), kebudayaan mempunyai 3 wujud,

antara lain:

a. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,

norma-norma, peraturan, adapt istiadat, dan sebagainya.

b. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas kelakuan berpola dari

manusia dalam masyarakat.

c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia (kebudayaan

fisik), merupakan total dari hasil fisik dan aktifitas, perbuatan, dan karya

manusia dalam masyarakat.

Rumah adalah salah satu dari tiga wujud kebudayaan, yaitu kebudayaan

fisik yang merupakan hasil dari dua wujud kebudayaan, yaitu ide-ide dan aktifitas

manusia. Ditinjau dari fungsi rumah sebagai pusat kegiatan berbudaya, ketiga

wujud kebudayaan tersebut tidak terpisah dan mempunyai hubungan erat yang

saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (transactional interpendency). Rumah akan melahirkan ide-ide, nilai-nilai, dan adat istiadat akan mengatur dan

memberi arah kepada perbuatan (perilaku) dan karya manusia. Ide dan perbuatan

(32)

Sebaliknya rumah akan membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang

berpengaruh terhadap pola-pola perbuatan, bahkan juga akan mempengaruhi cara

berpikir penghuninya (ide-ide). Cara berpikir (ide-ide) akan selalu berkembang

yang mengakibatkan perkembangan kebuadayaan fisik tersebut. Sebaliknya akibat

pengaruh perkembangan hasil karya fisik juga akan mempengaruhi cara berpikir

manusia.

Diagram 2.1. Hubungan tiga wujud fisik kebudayaan pada rumah

2.2. Interaksi Terhadap Lingkungan

Manusia dan lingkungan pada hakekatnya merupakan suatu kesatuan yang

tidak dapat dipisahkan. Keduanya saling berinteraksi dan menghasilkan suatu pola

perilaku tertentu. Lingkungan, dapat berupa fisik, yaitu alam sekitar baik yang

bersifat alamiah maupun yang buatan, dan lingkungan non fisik yaitu lingkungan

sosial dan budaya. Melalui interaksi dengan kedua lingkungan inilah seorang

manusia dapat disebut sebagai manusia yang lengkap. (Altman, 1985)

Dalam setiap kehidupannya, manusia selalu dalam posisi berhadapan

dengan lingkungan. Dalam posisi tersebut ia akan melakukan interaksi pertama Ide-ide

Fisik (Rumah)

(33)

sekali melalui penginderaannya untuk kemudian diproses lebih lanjut dalam alam

kesadarannya. Proses ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain memori

tentang pengalaman masa lampau, minat, sikap, motivasi dan inteligensi. Hasil

pengolahannya akan berbentuk penilaian terhadap apa yang diinderakan tadi, dan

atas dasar penilaian itulah maka muncul berbagai pola perilaku.

Diagram 2.2. Proses hubungan perilaku terhadap lingkungan

Berbicara mengenai persepsi, maka kita tidak terlepas dari 3 proses, yaitu

kognisi (cognitive), afeksi (affective), dan kognasi (cognative). Kognisi meliputi proses penerimaan (perceiving), pemahaman (understanding), dan pemikiran (thinking) tentang suatu lingkungan. Afeksi meliputi proses perasaan (feeling), emosi (emotion), keinginan (desire), serta nilai-nilai (values) tentang lingkungan.

Pengalaman dan Nilai-nilai

Sistem Kognisi

Persepsi Perilaku

Motivasi

Stimulasi Tujuan

Lingkungan Temporal dan

(34)

Kognasi meliputi munculnya tindakan atau perlakuan terhadap lingkungan

sebagai respon dari proses kognisi dan afeksi (Setiawan,1995,h.29).

Persepsi terhadap rumah dan lingkungan perumnas, pada hakekatnya

adalah proses kognisi, afeksi, dan kognasi yang dialami oleh penghuni di dalam

memahami informasi tentang rumah tersebut. Yaitu bagaimana penerimaan,

pemahaman, dan pemikiran penghuni terhadap rumah tersebut. Kognisi ini

biasanya dialami lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan

penciuman. Kognisi lingkungan yang bersifat abstrak, dapat diproyeksikan secara

spasial, yang dalam kajian arsitektur lingkungan dan perilaku disebut sebagai peta

mental (cognitive maps) yang dipengaruhi oleh faktor-faktor organismic, environmental, cultural. Karena itu, setiap orang akan mempunyai peta mental yang berbeda terhadap suatu lingkungan yang sama. Akibat proses kognisi ini

akan melahirkan proses afeksi yaitu bagaimana perasaan, emosi, keinginan, serta

nilai-nilai terhadap lingkungan tersebut. Akibat proses kognisi dan afeksi akhirnya

akan menimbulkan proses kognasi yaitu munculnya tindakan atau perlakuan

terhadap rumah tersebut.

2.3. Perumahan dan permukiman

2.3.1. Pengertian

Menurut Undang-undang Nomor 4 tahun 1992, rumah adalah bangunan

yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan

(35)

lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan

prasarana dan sarana lingkungan. Permukiman adalah bagian dari lingkungan

hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun

perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan

hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Permukiman merupakan kumpulan bangunan rumah dengan berbagai

fasilitasnya antara lain: jaringan jalan, saluran air kotor, saluran air hujan, kualitas

air bersih, sumber air bersih, kamar mandi, tempat cucui, tempat bermain,

lapangan terbuka, pusat lingkungan dan fasilitas pasar, sekolah, kantor, dan pusat

kesehatan.

2.3.2. Sistem pengadaan perumahan dan permukiman

Secara umum terdapat 2 sistem pengadaan perumahan dan permukiman,

yaitu sistem pembangunan non formal (self-governing or local housing system) dan sistem pembangunan formal (centrally administrated housing system) atau oleh Richard Barnet dan Ronald Muller disebut dengan ”heteronemy or other determined housing” dan ”autonomy or self-determined housing system”. (Turner,1982)

Di Indonesia, sistem non formal adalah pembangunan perumahan yang

perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan pembangunannya dilakukan terutama

oleh lembaga non formal, yaitu penghuni sendiri (self-help housing). Akhir-akhir ini dikembangkan dengan peran serta Koperasi Pembangunan Perumahan (KPP)

(36)

(Yodohusodo, 1991). Sedangkan sistem formal adalah pembangunan perumahan

yang perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan pembangunannya ditentukan

oleh lembaga formal, yaitu pemerintah (Perum Perumnas) atau developer swasta.

Pengadaan perumahan yang dilaksanakan dengan menggunakan sistem ini antara

lain:

a. Pemerintah melalui Perum Perumnas, membangun perumahan berupa rumah

sederhana (RS) dan rumah sangat sederhana (RSS), rumah inti, dan rumah

susun yang terjangkau oleh golongan masyarakat berpenghasilan rendah

(GMBR).

b. Swasta melalui developer atau pengusaha real estat. Produk yang dipasarkan

pada umumnya hanya untuk golongan masyarakat menengah ke atas.

2.3.3. Sistem perencanaan rumah sederhana

Pada prinsipnya, tiap perencanaan, termasuk perencanaan rumah

sederhana, ialah suatu jalan pikiran dari ide-ide ke bentuk. Yang penting pada

prinsip ini ialah bahwa ide merupakan dasar perencanaan. Pengarahan pikiran dari

ide menuju ke bentuk membutuhkan suatu konsep. Bagian konsep ini biasanya di

bagi atas 3 bidang, yaitu:

a. Bidang lingkungan: yaitu hubungan proyek yang direncanakan di dalam

lingkungan kota, maupun lingkungan kecil termasuk konsep site atau situasi,

orientasi terhadap matahari, jalan, saluran air, listrik dan sebagainya.

b. Bidang struktur bangunan: yaitu pembentuk ruang, konsep denah menurut

(37)

bentuk dan kemungkinan perluasan bangunan.

c. Bidang fungsi/hubungan: yaitu hubungan antara bagian umum dengan

bagian pribadi, hubungan antar ruang-ruang, fungsi ruang-ruang di dalam

denah, perbandingan ukuran ruang, hubungan antara bangunan dengan

lingkungan, dan sebagainya.

2.3.4. Konsep kenikmatan perumahan dan permukiman.

Konsep kenikmatan secara mendasar menunjuk pada dua keadaan, yaitu

terpenuhinya faktor kepuasan dan kepentingan. Kepuasan mengandung arti suatu

keadaan dimana hal-hal yang dinginkan dapat dicapai atau dipenuhi oleh individu

yang bersangkutan. Kepentingan lebih menekankan pada tingkat urgenitas suatu

masalah sehingga mendapatkan prioritas lebih dibandingkan dengan yang lain,

apakah sesuatu yang dianggap penting atau tidak penting, apakah sesuatu itu

mempunyai makna yang lebih bagi individu yang bersangkutan.

Menurut konsep ini, kepuasan dan kenikmatan mengandung arti suatu

keadaan dimana hal-hal yang dinginkan dapat dicapai atau dipenuhi oleh individu

yang bersangkutan. Keinginan masing-masing individu ini akan beragam sesuai

dengan latar belakang demografis dan sosial budayanya, yang antara lain meliputi

suku, agama, struktur keluarga, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan.

Menurut Morris (1987) kenikmatan pemukiman, terdiri dari 2 aspek, yaitu

kenikmatan perumahan dan kenikmatan bertetangga.

(38)

rumah sendiri atau rumah sewa (kontrakan), dari sisi kenikmatan akan

menimbulkan perasaan yang berbeda pada diri penghuninya.

b. Struktur bangunan, yang berkaitan dengan tingkat fleksibilitas fungsi

bangunan dalam upaya kemungkinan pengembangan lebih lanjut akibat

keterbatasan ruang (space).

c. Kualitas bangunan, mengacu pada standarisasi ruang dan bangunan

disesuaikan dengan kebutuhan minimum yang harus dipenuhi atau

diadakan.

d. Tipe rumah (luas ruang, jumlah ruang yang ada).

2. Kenikmatan kehidupan bertetangga, mengacu pada derajat kepuasan yang

dikaitkan dengan aspek kepentingan kehidupan bertetangga. Aspek ini

mencakup dampak sosialisasi yang ditimbulkan sebagai akibat dari bentuk

atau rancangan bangunan yang ditempati oleh penghuni.

Kepuasan penghuni terhadap perumahan ini dipengaruhi oleh format 4

modal yang telah diungkapkan Pierre Bourdie (dalam Flint, 2003) yaitu modal

ekonomi, sosial, budaya dan simbolis dan bagaimana pengaruhnya sehingga

individu menjadi ingin bertindak lebih dalam beberapa hal dibandingkan orang

lain (Bourdieu, 2000). Pierre Bourdieu menguraikan bagaimana hubungan antara

struktur sosial, budaya dan tindakan serta bagaimana reaksi tindakan individu

terhadap perubahan struktur dan divisi dalam masyarakat yang timbul akibat hal

(39)

Dengan mencoba memahami disain rumah yang sesuai dengan keinginan,

harapan, dan kebutuhan dari suatu kelompok tertentu, maka akan dicapai suatu

hasil yang lebih maksimal dan memberikan nilai tambah pada disain tersebut.

Pada kehidupan golongan masyarakat menengah bawah di kota, gaya hidup

merupakan adaptasi situational antara norma desa dan kota, yang dapat diamati

antara lain dari rumah yang dihuni, yaitu tentang bagaimana pembagian dan

penggunaan ruang. Dengan demikian diperoleh gambaran tentang rumah yang

bagaimana yang bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan golongan masyarakat

menengah bawah di kota.

Manusia pada dasarnya tidak terikat pada satu macam pola perilaku yang

tunggal dan kaku. Demikian juga terhadap golongan masyarakat menengah bawah

di kota, sekalipun mereka sudah memiliki pola hidup yang sudah mapan di desa,

pada saat berimigrasi ke kota, mereka akan mengubah lingkungannya sesuai

dengan keinginannya.

Diagram 2.3. Kenikmatan Perumahan dan Permukiman

Latar Belakang Demografis dan Sosial Budaya:

Tahapan Perkembangan Kehidupan Keluarga

Pendapatan

Pendidikan

Pekerjaan

Status Sosial Ekonomi

Aspek lain

Kepemilikan

Struktur dan Tipe Rumah

Ruang

(40)

2.3.5. Faktor yang mendasari perubahan rumah

Suatu produk dapat memuaskan konsumen bila dinilai dapat memenuhi

atau melebihi keinginan dan harapannya (Spreng dalam Budyono, 2008). Banyak

perumahan yang dibangun tidak sesuai dengan kebutuhan dan harapan

(ekspektasi) penghuni. Akibat ketidaksesuaian fisik bangunan (produk) yang

dihasilkan dengan keinginan dan harapan, perumahan yang mereka miliki akan

dirubah sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Menurut Hebraken, bahwa perubahn

rumah yang dilakukan oleh penghuni dapat dipengaruhi oleh adanya 2 faktor,

antara lain:

a. Faktor Internal, yaitu pertambahan anggota keluarga, perkembangan

kebutuhan, dan perubahan gaya hidup.

b. Faktor Eksternal, yaitu adanya perkembangan teknologi membangun.

Beberapa motivasi yang mendasari penghuni untuk merubah rumah tempat

tinggalnya, antara lain:

a. Perubahan anggota keluarga, perubahan ini mempengaruhi jumlah ruangan

dan perabot yang dibutuhkan dalam beraktifitas.

b. Teknologi baru, hal ini dimungkinkan karena umur material yang dipakai

pada rumah yang dihuni membutuhkan pergantian. Hal ini menyebabkan

perubahan pada rumah tersebut dengan alasan pemeliharaan.

c. Kebutuhan identitas diri, pada dasarnya orang mengingnkan identitas diri.

Hal ini dapat dilihat pada pemilihan segala atribut yang dikenakan, termasuk

(41)

mengembangkan rumahnya. Rumah sering dipakai sebagai sarana untuk

mengekspresikan diri bagi para pemiliknya.

d. Perubahan gaya hidup, perubahan struktur dalam masyarakat mempengaruhi

gaya hidup manusia yang pada akhirnya dapat merubah pengertian praktis

tentang baik buruknya suatu desain. (Habraken,1967,h.39-41).

2.3.6. Tindakan umum masyarakat terhadap huniannya.

Ada beberapa tindakan umum yang dilakukan masyarakat terhadap tempat

tinggalnya, yaitu:

a. Pemeliharaan, yaitu usaha akibat desakan kebutuhan tanpa perubahan dan

penggantian bahan, misalnya mengganti atap yang bocor, mengganti pintu

dan jendela yang lapuk, pengecatan, dsb.

b. Penyempurnaan sebagian yaitu peningkatan mutu bahan pada elemen rumah

dan ruang tertentu, tanpa mengubah jenis, jumlah, dan luas ruang.

c. Penyempurnaan menyeluruh, yaitu peningkatan mutu bahan yang dipakai

secara menyeluruh tanpa mengubah jenis dan jumlah elemen, luas dan

bentuk rumah.

d. Ekspansi/perluasan, yaitu perluasan keluar misalnya dengan menambah

kamar tidur, ruang keluarga/ruang makan, dapur, kamar mandi, dsb.

e. Perombakan atau perubahan struktur fisik rumah secara total, yaitu

membongkar bangunan yang sudah ada, kemudian membangun kembali

(42)

2.4. Evaluasi Pasca Huni (Post-occupancy Evaluation).

Evaluasi Pasca Huni (Post Occupancy Evaluation, POE) adalah sebuah metoda standar akademis yang digunakan oleh kalangan ilmiah dan konsultan di

bidang kawasan binaan dan arsitektur, untuk mengetahui sejauh mana hasil

sebuah karya arsitektur dan lingkungan binaan mempunyai dampak pada

penghuninya. Dampak yang dimaksud adalah dampak yang dirasakan oleh

penghuni sebuah kawasan binaan, baik tangible maupun intangible (Budiarso,2007). Metoda ini dipakai untuk mengetahui sejauh mana persepsi

penghuni menyikapi hasil sebuah lingkungan binaan setelah lebih dari 10

(sepuluh) tahun dihuni.

Evaluasi Purna Huni (EPH) adalah suatu proses evaluasi terhadap

keefektifan hasil kerja rancang bangun setelah bangunan selesai dan dipakai oleh

penghuni selama waktu tertentu (Setiawan,1995,h.116). Evaluasi ini dapat

dilakukan terhadap perencanaan, pemograman, perancangan (design), konstruksi, dan penghunian bangunan. Evaluasi ini perlu dilakukan karena adanya

kecenderungan anggapan bahwa proses kerja rancang bangun telah selesai apabila

dokumen perancangan telah terwujud menjadi wadah fisik. Tujuan evaluasi ini

adalah untuk mencari fakta-fakta hasil kerja rancang bangun untuk dipakai

sebagai masukan bagi terciptanya hasil rancang bangun dengan kualitas yang baik

di masa mendatang.

Evaluasi purna huni persepsi merupakan evaluasi terhadap aspek sosial

dan psikologis tingkat kepuasan penghuni bangunan pada perumnas Mandala di

(43)

lingkungan, rasa kepemilikan, pemahaman, dan perancangan bangunan, serta

kognisi dan orientasi lingkungan penghuni.

2.5. Perilaku Terhadap Rumah

Berbicara mengenai persepsi, maka kita tidak terlepas dari 3 proses, yaitu

kognisi (cognitive), afeksi (affective), dan kognasi (cognative). Kognisi meliputi proses penerimaan (perceiving), pemahaman (understanding), dan pemikiran (thinking) tentang suatu lingkungan. Afeksi meliputi proses perasaan (feeling), emosi (emotion), keinginan (desire), serta nilai-nilai (values) tentang lingkungan. Kognasi meliputi munculnya tindakan atau perlakuan terhadap lingkungan

sebagai respon dari proses kognisi dan afeksi. (Setiawan,1995,h.29),

Teori identitas sosial (social identity theory) mengemukakan bahwa perilaku itu sangat dipengaruhi oleh salah satu identifikasi dengan satu kelompok

sosial tertentu (Abrams & Hogg, 1990 dalam Christian, 2003). Lebih lanjut adalah

memahami konsep identitas sosial sebagai motivasi untuk membangun, peneliti

mempunyai kombinasi teori identitas sosial dan teori perencanaan perilaku

(theory planned behavior, TPB). Terry, Hogg, dan White (1999) dalam Christian (2003) menemukan bahwa identitas sosial mempunyai suatu efek langsung pada

niat, dan tidak langsung pada perilaku. Oleh karena itu, semakin orang

teridentifikasi dengan kelompok sosial seseorang, semakin mungkin untuk berniat

(44)

Barker (1963), dalam Cherulnik (2001), menggunakan istilah setting perilaku untuk menyederhanakan pandangan bahwa setting lingkungan merupakan pemahaman terbaik dalam kaitannya dengan perilaku penghuni.

Beberapa ahli teori terkemuka sudah setuju bahwa setting lingkungan biasanya diberlakukan sebagai kombinasi yang mereka kenal sebagai place (Appleyard, 1979; Evans, 1980; Moore, 1979; Stokols, 1978). Aspek hubungan timbal balik

antara phisik dan atribut sosial pada suatu tempat (places), dipengaruhi oleh persepsi seseorang pada konteks lingkungan. Maslow dan Mintz (1956), dalam

Cherulnik (2001) menemukan bahwa persepsi subjek jadi lebih senang dan lebih

rajin ketika mereka diperkenalkan pada suatu ruang yang lebih menarik.

Rosenthal dan Haley (1976) menemukan bahwa riset menilai subjek pada suatu

hasil percobaan akan dipengaruhi oleh ruang laboratorium di mana keduanya

saling berinteraksi. Canter, West, dan Wools (1974) menunjukkan bahwa

pertimbangan target seseorang bervariasi sesuai dengan jenis ruang di mana ia

berada.

Gerson (2001), dalam Kwanda (2003) mengemukakan bahwa kepuasan

konsumen adalah persepsi konsumen terhadap harapannya yang telah terpenuhi

atau terlampaui. Kepuasan konsumen akan terjadi setelah tahap pembelian dan

setelah tahap pemakaian. Adapun proses evaluasi setelah pembelian adalah

kepuasan yang akan tercapai bila terjadi kesamaan antara pengalaman dalam

mendapatkan dan menggunakan produk, dengan harapan yang diinginkan oleh

(45)

Diagram 2.4. Perilaku terhadap rumah

2.6. Transformasi Bentuk

Transformasi adalah menjadi bentuk yang berbeda namun mempunyai

nilai-nilai yang sama, perubahan dari satu bentuk atau ungkapan menjadi suatu

bentuk yang mempunyai arti atau ungkapan yang sama mulai dari struktur

permukaan dan fungsi (The New Grolier Webster International Dictionary of English Language dalam Pratiwi, 2009).

Transformasi berarti perubahan menjadi sesuatu. Transformasi dapat

dianggap sebagai sebuah proses pengalihan total dari suatu bentuk menjadi sebuah

sosok baru yang dapat diartikan sebagai tahap akhir dari sebuah proses perubahan.

Sebagai sebuah proses yang dijalani secara bertahap faktor ruang & waktu

menjadi hal yang sangat mempengaruhi perubahan tersebut (Webster Dictionary, 1970 dalam Pratiwi, 2009).

Teknis

Psikologis

Sosiologi

Fungsional

(46)

Transformasi adalah sebuah proses perubahan secara berangsur-angsur

sehingga sampai pada tahap ultimate, perubahan dilakukan dengan cara memberi

respon terhadap pengaruh unsur eksternal & internal yang akan mengarahkan

perubahan dari bentuk yang sudah dikenal sebelumnya melalui proses

menggandakan secara berulang-ulang atau melipatgandakan (Antoniades, 1990

dalam Pratiwi 2009). Perubahan fisik disebabkan oleh adanya kekuatan non fisik

yaitu perubahan budaya, sosial, ekonomi & politik (Rossi, 1982, Sari, 2007 dalam

Pratiwi 2009).

Kategori transformasi:

a. Transformasi bersifat Topologikal (geometri) bentuk geometri yang berubah

dengan komponen pembentuk dan fungsi ruang yang sama.

b. Transformasi bersifat Gramatika Hiasan (ornamental) dilakukan dengan

menggeser, memutar, mencerminkan, menjungkirbalikan, melipat, dll.

c. Transformasi bersifat Reversal (kebalikan) pembalikan citra pada figur objek yang akan ditransformasi dimana citra objek dirubah menjadi citra

sebaliknya.

d. Transformasi bersifat Distortion (merancukan) kebebasan perancang dalam beraktifitas (Laseau,1980 dlm Sembiring, 2006)

Proses transformasi:

a. Perubahan terjadi secara perlahan-lahan atau sedikit demi sedikit.

b. Tidak dapat diduga kapan dimulainya dan sampai kapan proses tersebut

(47)

c. Komprehensif dan berkesinambungan.

d. Perubahan yang terjadi mempunyai keterkaitan erat dengan emosional

(sistem nilai) yang ada dalam masyarakat

Proses transformasi mengandung dimensi waktu dan perubahan sosial

budaya masyarakat yang menempatinya yang muncul melalui proses panjang

yang selalu terkait dengan aktifitas-aktifitas yg terjadi pada saat itu (Alexander,

1987 dlm Pakilaran, 2006).

Faktor-faktor yang menyebabkan transformasi:

a. Kebutuhan identitas diri (identification). Pada dasarnya orang ingin dikenal dan ingin memperkenalkan diri terhadap lingkungan.

b. Perubahan gaya hidup (life style). Perubahan struktur dalam masyarakat, pengaruh kontak dgn budaya lain dan munculnya penemuan-penemuan baru

mengenai manusia dan lingkungannya.

c. Penggunaan teknologi baru. Timbulnya perasaan ikut mode, dimana bagian

yang masih dapat dipakai secara teknis (belum mencapai umur teknis

dipaksa untuk diganti demi mengikuti mode) (Habraken, 1976 dalam

Pakilaran, 2006).

d. Perubahan sosial. Faktor lingkungan fisik, perubahan penduduk, isolasi dan

kontak, struktur masyarakat, sikap dan nilai-nilai, kebutuhan yang dianggap

(48)

e. Perubahan budaya. Budaya sebagai sistem nilai terlihat dalam gaya hidup

masyarakat yang mencerminkan status, peranan kekuasaan, kekayaan, dan

keterampilan.

f. Perubahan ekonomi. Kekuatan yang paling dominan dalam menentukan

perubahan lingkungan fisik adalah kekuatan ekonomi.

g. Perubahan politik. Peran aspek politis melalui bentuk intervensi non fisik

melalui kebijakan pengembangan kawasan (Rossi, 1982, Sari, 2007).

Diagram 2.5. Transformasi bentuk

Dapat disimpulkan bahwa transformasi adalah suatu perubahan dari satu

kondisi (bentuk awal) ke kondisi yg lain (bentuk akhir) dan dapat terjadi secara

terus menerus atau berulang kali yang dipengaruhi oleh dimensi waktu yang dapat

terjadi secara cepat atau lambat, tidak saja berhubungan dengan perubahan fisik

tetapi juga menyangkut perubahan sosial budaya ekonomi politik masyarakat TOPOLOGIKA L GRAMATIKAL REVERSAL DISTORSI T R A N S F O R M A S I LINGKUNGAN BINAAN (RUMAH) SOSIAL BUDAYA EKONOMI POLITIK BENTUK AWAL

PROSES BENTUK

(49)

karena tidak dapat lepas dari proses perubahan baik lingkungan (fisik) maupun

manusia (non fisik).

Apabila hal ini tidak tercapai maka akan terjadi transformasi bentuk yang

dilakukan oleh penghuni. Transformasi rumah ini tujuannya adalah untuk

memperbaiki standar kualitas rumah, seperti: menyediakan ruang dan kamar yang

lebih luas kepada rumah tangga inti (main households); lebih banyak ruang per orang; menurunkan tingkat okupansi; mengakomodasi lebih banyak orang tanpa

harus memperluas kota (untuk penyewa, dan lain-lainnya.); memperbaiki

penampilan fisik rumah (konstruksi, bahan, finishing, atau perlengkapan); dan

oleh karena itu meningkatkan kepuasan pemilik dan penghuni (Tipple, 1992,

1999, 2000; Owusu & Tipple, 1995; Sueca 2003 dalam Sueca 2004).

Namun demikian, Tipple (1992) dalam Sueca 2004, mencatat bahwa

terdapat berbagai kerugian dari kegiatan transformasi rumah tersebut seperti

halnya: menambah populasi, beban terhadap jaringan utilitas yang ada, kritis

terhadap beban struktural dan keamanan serta masalah pencahayaan alami dan

ventilasi. Kellett dkk. (1993) dalam Sueca 2004, juga menyatakan beberapa

kelemahan dari kegiatan ini seperti misalnya penggunaan sumber daya secara

tidak efisien sebagai akibat dari perubahan yang tidak dipertimbangkan dengan

baik, kurangnya pengalaman dan pengetahuan yang menyebabkan penggunaan

bahan yang berlebihan dan mahal.

Menurut Gasperz (1997), Kwanda (2003) tingkat dari performa produk

(50)

faktor-a. Performance adalah faktor yang terkait dengan aspek fungsional dari produk. Untuk penelitian ini performance adalah fungsi rumah, namun tidak dibahas

secara mendalam karena keterbatasan parameter ukur dari aspek fungsional.

b. Features adalah faktor yang terkait dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya, dalam hal ini adalah desain bangunan, dimana konsumen

dihadapkan pada pilihan-pilihan desain dan pengembangan desain bangunan

yang ditawarkan oleh pengembang.

c. Reliability adalah factor yang berkaitan dengan tingkat kegagalan dalam penggunaan produk. Faktor kualitas ini tidak dilakukan analisis yang lebih

mendalam karena memerlukan jangka waktu panjang untuk dapat

mengetahui keandalan dari fungsi rumah itu sendiri.

d. Aesthetics adalah faktor yang berkaitan dengan desain dan pembungkusan dari produk itu atau rumah dalam hal ini.

e. Durability adalah factor yang berkaitan dengan daya tahan atau masa pakai dari produk. Dalam hal kualitas produk perumahan adalah seperti kondisi

lantai, kusen, dinding, dll.

f. Serviceability adalah faktor yang terkait dengan kemudahan dari kualitas produk. Bila dikaitkan dengan produk perumahan adalah seperti sarana dan

prasarana, serta factor lokasi.

g. Conformance berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan

(51)

perumahan sederhana tipe 36 yang telah ditetapkan baik untuk faktor

kualitas produk, desain bangunan, lokasi perumahan, serta sarana dan

prasarana oleh pihak terkait merupakan bagian dari faktor ukur ini.

h. Perceived quality adalah faktor yang berkaitan dengan kualitas yang dirasakan konsumen, contohnya adalah untuk meningkatkan harga diri, dan

moral. Dalam penelitian ini tidak dilakukan pengukuran faktor ini karena

(52)

2.7. Kerangka Teori

Diagram 2.6. Kerangka Teori

Kajian Pustaka Latar Belakang Masalah

Pertambahan Jumlah Penduduk Kekurangan Perumahan Permukiman Masyarakat Menengah Bawah Harga Rumah tidak Terjangkau Sistem Pengadaan Perumahan Rumah Sebagai Pusat Berbudaya Rumah Sebagai Kebutuhan Dasar

Manusia Sosial Budaya Beragam Pengadaan Perumahan Massal Kebijakan Perumahan Permukiman Interaksi terhadap Lingkungan Persepsi Beragam Perumahan Perumnas Rumah Sederhana Persepsi terhadap Rumah

Ketidaksesuaian Produk Perumnas dengan Persepsi

Tingkat Kepuasan Penghuni Terhadap Perumahan

Evaluasi Pasca Huni Perumnas Mandala Medan

(53)

BAB III

TINJAUAN PERUMAHAN DI KOTA MEDAN

3.1. Tinjauan Kota Medan

Kota Medan merupakan kota terbesar ketiga (setelah Jakarta dan

Surabaya) yang terletak di bagian Barat wilayah Republik Indonesia. Dengan

posisi 980 35’ – 980 44’ BT dan 20 27’ – 20 47’ LU, serta berada pada ketinggian 2,5 m (di bagian Utara) sampai dengan 37,5 m (di bagian Selatan) di atas

permukaan laut.

Kota Medan merupakan salah satu dari 25 Daerah Tingkat II di Sumatera

Utara dengan luas daerah sekitar 265,10 km². Kota ini merupakan pusat

pemerintahan Daerah Tingkat I Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan

Kabupaten Deli Serdang di sebelah Utara, Selatan, Barat dan Timur. Sebagian

besar wilayah Kota Medan merupakan dataran rendah yang merupakan tempat

pertemuan dua sungai penting, yaitu Sungai Babura dan Sungai Deli.

Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut

Stasiun Polonia pada tahun 2006 berkisar antara 23,0º C - 24,1º C dan suhu

maksimum berkisar antara 30,6º C - 33,1º C serta menurut Stasiun Sampali suhu

minimumnya berkisar antara 23,6º C - 24,4º C dan suhu maksimum berkisar

antara 30,2º C - 32,5º C.

Selanjutnya mengenai kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata-rata

(54)

tahun 2006 rata-rata per bulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan menurut

Stasiun Sampali per bulannya 230,3 mm dan pada Stasiun Polonia per bulannya

211,67 mm.

Populasi Medan didominasi beberapa suku: Melayu, Jawa, Batak, dan

Tionghoa. Berdasarkan data kependudukan tahun 2006, penduduk Kota Medan

saat ini diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa, dengan komposisi 1.027.607

pria dan 1.055.549 wanita. Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan

penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari

500.000 jiwa yang merupakan penduduk komuter. Dengan demikian Kota Medan

(55)

[image:55.595.128.499.108.672.2]

Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan tahun 2016

(56)

3.2. Sejarah perkembangan perumahan dan permukiman di Medan

Sejarah permukiman di Medan tidak terlepas dari proses terjadinya kota

tersebut yang dimulai oleh Guru Patimpus pada sekitar tahun 1614-1630 yaitu

dengan membuka perkampungan pada pertemuan sungai Deli dan Sungai Babura

Setelah itu banyak kampung-kampung baru tumbuh di sekitar pertemuan dan di

sepanjang sungai tersebut. Akhirnya terus berkembang sampai ke muara Sungai

Deli di kawasan Belawan. Pada perkembangan selanjutnya, perumahan dan

permukiman di kota Medan mengalami perkembangan yang berarti setelah

adanya kompleks militer pada daerah tersebut (sekarang Wisma Benteng, JI. H.

Zainul Arifin) dan perumahan opsir di sekelilingnya. Kemudian berkembang ke

arah Selatan (ke arah Bandara Polonia).

Setelah pada tahun 1879, Assisten Residen Deli dan Pamongpraja Belanda

pindah dari daerah Pelabuhan ke Medan dan menempati rumah-rumah yang

dipinjamkan Deli Maskapai perumahan tersebut mengalami perkembangan lagi.

Pada masa tersebut perumahan dan permukiman di kota Medan sudah terbagi atas

beberapa golongan, antara lain:

a. Rumah untuk golongan penjajah dan ningrat yang dibuat teratur mengikuti

pola perumahan di Eropa dan ditempatkan di Kawasan Polonia.

b. Golongan bangsawan menempati istana yang berpusat di tanah Melayu Deli

dan di Kabupaten dengan segala fasilitasnya.

c. Rumah untuk golongan pribumi, para abdi istana dan golongan pribumi

(57)

perumahan untuk golongan bangsawan.

d. Golongan Cina dan Arab/Tamil tinggal dan sekaligus berdagang di kawasan

Kesawan (umumnya merupakan pusat perdagangan dan pemerintahan).

Setelah Medan menjadi Gemeente (Kota Praja) pada tanggal 1 April 1909, maka Gemeente mengeluarkan suatu peraturan tentang pendirian kampung-kampung (kampongbouw verordering). Setahun kemudian, pada tahun 1920,

gemeente Medan mulai rnembuat perumahan rakyat di Jati Ulu, dengan jumlah penduduk kota Medan pada saat itu sebanyak 45.284 jiwa. Pada tahun 1925

Gemeente mengesahkan anggaran pembangunan atas 300 buah rumah rakyat di Kampong Sekip, Pasar Lumba dan Sidodadi. Sejak masa itu, pembangunan rumah

dan permukiman di kota Medan berkembang pesat dan tidak terkendali.

3.3. Masalah perumahan dan permukiman di Kota Medan

Seperti masalah di kota-kota besar lainnya di Indonesia, di Kota Medan

perumahan juga menjadi masalah yang belum terpecahkan hingga saat ini. Hal ini

terutama terlihat dari masih banyaknya perumahan kumuh yang tersebar hampir di

setiap sudut wilayah kota. Jumlah rumah yang ada berdasarkan data Medan dalam

Angka 2008, di Kota Medan pada tahun 2007 adalah sebanyak 520.343 unit untuk

(58)
[image:58.595.114.489.147.476.2]

Tabel 3.1. Kepadatan Penduduk per Kecamatan 2008

Sumber : Medan dalam Angka 2008

No  Kecamatan  Luas (km2)  Penduduk  (jiwa) 

Kepadatan  (Jiwa/km2) 

1  Medan Tuntungan   20.68 68,817  3,328 

2  Medan Johor  14.58 114,143  7,829 

3  Medan Amplas   11.19 113,099  10,107 

4  Medan Denai   9.05 137,443  15,187 

5  Medan Area   5.52 107,300  19,438 

6  Medan Kota   5.27 82,783  15,708 

7  Medan Maimun   2.98 56,821  19,067 

8  Medan Polonia  9.01 52,472  5,824 

9  Medan Baru   5.84 43,419  7,435 

10  Medan Selayang   12.81 84,148  6,569 

11  Medan Sunggal   15.44 108,688  7,039 

12  Medan Helvetia   13.16 142,777  10,849 

13  Medan Petisah   6.82 66,896  9,809 

14  Medan Barat   5.33 77,680  14,574 

15  Medan Timur   7.76 111,839  14,412 

16  Medan Perjuangan   4.09 103,809  25,381 

17  Medan Tembung   7.99 139,256  17,429 

18  Medan Deli   20.84 147,403  7,073 

19  Medan Labuhan   36.67 105,015  2,864 

20  Medan Marelan   23.82 124,369  5,221 

21  Medan Belawan   26.25 94,979  3,618 

(59)

Tabel 3.2. Jumlah Rumah Di Kota Medan

No.  Tahun/Kecamatan  Jumlah  Rumah  Tangga  Jumlah  Rumah  Tangga  Diperiksa  %  Diperiksa  Jumlah  Rumah  Tangga  Sehat 

% Rumah  Tangga 

Sehat 

01  Medan Tuntungan  18.711  12.571  67,2  9.340  74,30 

02  Medan Johor  22.428  13.525  60,3  10.782  79,72 

03  Medan Amplas  27.389  10.825  39,5  8.917  82,37 

04  Medan Denai  32.492  15.784  48,6  13.934  88,28 

05  Medan Area  31.780  23.364  73,5  18.767  80,32 

06  Medan Kota  26.570  15.058  56,7  12.838  85,26 

07  Medan Maimun  17.058  8.179  47,9  6.669  81,54 

08  Medan Polonia  1

Gambar

Gambar 3. 1. Peta Kota Medan
Tabel 3.1. Kepadatan Penduduk per Kecamatan 2008
Gambar 3.2. Peta Lokasi Perumnas di Medan
Gambar 3. 4. Foto Udara Perumnas Mandala
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul “ PENGARUH TARIF, FASILITAS, DAN PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN RAWAT INAP DI

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan penelitian ini dengan berbagai pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: (1) faktor-faktor apa

sinopsis cerita tayangan sitcom ini menampilkan berbagai bentuk dominasi dari seorang istri terhadap para suaminya masing-masing dengan latar belakang komedi, yang pada akhirnya

Atas dasar latar belakang diatas, untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel ekonomi makro yang meliputi tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar kurs, serta harga

Berdasarkan latar belakang di atas, dari berbagai masalah yang ditemukan di dalam aktifitas pembelajaran di sekolah, terkait dengan tingkat dan keadaaan minat belajar siswa,

Berdasarkan latar belakang tersebut, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung mengikuti perubahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS,

Disamping itu juga, Kota Denpasar terdiri dari berbagai macam tipe orang-orang yang memiliki latar belakang yang berbeda pula.Adapun yang menjadi obyek penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penanganan tingkat