• Tidak ada hasil yang ditemukan

Panjang paragraf dalam sebagai tulisan tidak sama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Panjang paragraf dalam sebagai tulisan tidak sama"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

DINAMIKA BAHASA

Zul Fitrah Ramadhan (1651141019), Ratna Sari Dewi (1651141018), Nur Iyam(1651141020), St. Fatimah (1651141021), Andi Tenri Rawe (1651141022), Rismayanti (1651141023), Ilmiah

Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Makassar

ABSTRAK

Artikel ini menjelaskan mengenai proses dinamika suatu bahasa. Dinamika bahasa dapat terjadi melalui proses perubahan, pergeseran, pemertahanan, kepunahan bahasa. Perubahan bahasa meliputi

perubahan fonologi, perubahan morfologi, perubahan sintaksis, perubahan kosakata, perubahan semantik. Pergeseran bahasa mencakup berbagai fenomena pergeseran bahasa yang terjadi dalam

suatu masyarakat. Pemertahanan bahasa mencakup proses dalam pemakaian bahasa baru secara menetap. Kepunahan bahasa mencakup fenomena pemakaian bahasa lama yang mulai lenyap dari

masyarakat, serta tipe utama kepunahan bahasa.

Kata kunci: perubahan bahasa, pergeseran bahasa, pemertahanan bahasa, kepunahan bahasa, kasus Oberwart.

1. PENDAHULUAN

Pemakaian bahasa dalam suatu masyarakat kadang mengalami berbagai fenomena seperti perubahan kaidah bahasa, pergeseran, pemertahanan bahasa, dan kepunahan bahasa. Senyatanya, bahasa mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu. Namun kenyataannya, bahasa dalam satu masyarakat mengalami kepunahan akibat bahasa ibu yang digunakan lenyap akibat adanya bahasa baru (pendatang). Contoh penggunaan bahasa Inggris yang bukan pada tempatnya seperti dalam kata “free ongkir”.

2. METODE

Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah metode konseptual. Metode ini digunakan dengan menemukan beberapa teori kemudian menerapkannya ke dalam artikel ini.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Perubahan Bahasa

Bahasa tidak bersifat statis, melainkan dinamis. Oleh karena itu, bahasa akan terus mengalami perubahan, baik itu dari kaidah kebahasaan seperti fonologi, morfologi, sintaksis, kosa kata, maupun semantik.

Menurut Rahardi (2006: 124), sosok bahasa yang hidup (living leanguage) pada dasarnya selalu bergerak dan berkembang maju. Dia berubah secara natural-dinamis sesuai dengan perubahan-perubahan dan

pergeseran-pergeseran yang terjadi pada lingkungan masyarakat dan kebudayaan yang menjadi wadah tersebut. Itulah yang di dalam tulisan-tulisan terdahulu telah disampaikan oleh pengasuh sebagai fakta dinamika bahasa yang dinamis. Semakin para pemakainya bergerak dinamis, semakin mereka aktif-kreatif menggunakan dan mengembangkan bahasa yang dimilikinya, akan semakin cepat pulalah gerak-gerak dinamika bahasa yang menjadi instrumennya itu.

3.1.1 Perubahan fonologi

Fonologi merupakan salah satu tataran linguistik yang menjadikan bunyi bahasa sebagai objeknya. Seiring berjalannya waktu, kaidah fonologi mengalami perubahan. Contoh dalam penggunaan ejaan Van Ophuijsen. Pada ejaan tersebut, terdapat bunyi /tj/. Misal pada kata mentjoba, kini bunyi /tj/ sudah tidak digunakan lagi dan berubah menjadi bunyi /c/. Berikut adalah beberapa kata dalam ejaan Van Ophuijsen dan perubahan bunyinya.

Van

Ophuijsen PUEBI

Perubahan Bunyi Sajang Sayang /j/ /y/ Goeroe Guru /oe/ /u/ Ma’moer Makmur /?/ /k/

(2)

Dalam bahasa serapan Arab-Indonesia, perubahan bunyi dalam pembentukan kata. Perubahan bunyi tersebut disebabkan oleh proses penyesuaian ejaan bahasa Indonesia terhadap bahasa Arab.

Bunyi-bunyi bersuara dipandang sebagai bunyi yang lebih kuat daripada bunyi-bunyi tak bersuara. Bunyi-bunyi-bunyi hambat lebih kuat daripada bunyi kontinuan, konsonan lebih kuat daripada semivokal, bunyi oral lebih kuat daripada bunyi glotal, vokal depan dan belakang lebih kuat daripada vokal pusat. (Hadi dkk, 2003: https://journal.ugm.ac.id, diakses 7 September 2017)

Kata

Serapan Asal Transliterasi Alam ’َ َ ‘Ᾱlam Ijazah ةز ا ijāzah kurban ن qurbān nasehat nashīchah

Selanjutnya, dalam bahasa serapan Arab-Indonesia juga mengalami reduksi konsonan rangkap, yaitu pengurangan salah satu fonem yang bunyi konsonannya rangkap.

Konsonan rangkap adalah konsonan – konsonan yang berurutan di dalam sebuah kata tanpa ada vokal yang disisipkan di antaranya. Adapun yang dimaksud dengan reduksi konsonan rangkap adalah pelepasan satu konsonan pada konsonan rangkap. (Hadi dkk, 2003: https://journal.ugm.ac.id, diakses 7 September 2017)

Kata

Serapan Asal Transliterasi tamat ّ tammat musala ّ ﻣ mushalla tasawuf فّ tashawwuf

Perubahan bunyi dalam sistem fonologi bahasa Indonesia pun dapat kita lihat. Sebelum berlakunya EYD, fonem /f/, /x/, dan /s/ belum dimasukkan dalam khasanah fonem bahasa Indonesia, tetapi kini ketiga fonem itu telah menjadi bagian dari khasanah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia lama hanya mengenal empat pola silabel, yakni, V, VK,

KV, dan KVK tetapi kini pola KKV, KKVK, KVKK telah pula menjadi pola silabel dalam bahasa Indonesia. (Saleh & Mahmudah, 2006: 95)

3.1.2. Perubahan morfologi

Perubahan bahasa dapat juga terjadi dalam bidang morfologi yakni dalam proses pembentukan kata. Umpamanya, dalam bahasa Indonesia ada proses penasalan dalam proses pembentukan kata dengan prefiks me- dan pe-. (1) apabila kedua prefiks itu di imbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /I/, /w/, /y/ tidak ada terjadi penasalan ; (2) kalau diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /b/ dan /p/ diberi nasal /m/ ; (3) bila di imbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /d/ dan /t/ diberi nasal /n/ ; (4) kalau di imbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /s/ di beri nasal /ny/ ; dan bila di imbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /g/, /k/, /h/, dan semua vokal diberi nasal /ng/ kaidah itu menjadi agak susah di terapkan setelah bahasa indonesia menyerap kata kata yang bersuku satu dari bahasa asing, seperti kata sah, tik, bom. Menurut kaidah di atas kata tersebut di beri prefiks /me dan /pe/ sehingga bentuknya menjadi menyah (kan), menik, dan membom., dan penyah, menik dan pembom. Akan tetapi dalam kenyataan sekarang digunakan bentuk mensah (kan) atau mengesah (kan), mentik atau mengetik, membom atau mengebom atau pengebom. Jadi, jelas dalam data tersebut telah terjadi penyimpanan kaidah dan munculnya alomorf menge-dan penge-. (Saleh & Mahmudah, 2006: 96)

3.1.3. Perubahan sintaksis

(3)

itu sangat mengecewakan. (Saleh & Mahmudah, 2006: 96)

3.1.4. Perubahan kosakata

Perubahan bahasa yang paling mudah terlihat adalah bidang kosakata. Perubahan kosakata berarti bertambahnya kosakata baru, hilangnya kosakata lama dan berubahnya makna kata lama. Dalam kamus bahasa indonesia terdapat 65.000 kosakata berkat tambahan dari berbagai sumber termasuk bahasa asing dan bahasa nusantara.

Dalam perkembangan sebuah bahasa bisa juga karena berbagai sebab, akan kehilangan kosakata. Artinya, pada masa yang lalu kata-kata tersebut digunakan, tetapi kini tidak lagi. Misalnya kempe ‘stempel, cap’, centang perenang’ tidak rapi, berantakan’, engku’ sebutan untuk menyapa guru laki-laki’, ungkai’ terbuka, terkoyak’, terban’runtuh’, tingkap’ jendela’, dan ‘sanggat’ kandas’. Namun, kini dalam upaya pengembangan kosakata dan istilah banyak kosakata lama yang sudah menghilang digunakan kembali, misalnya mengelolah, sempada, kudapan, dan ragangan. (Saleh & Mahmudah, 2006: 97) 3.1.5. Perubahan semantik

Perubahan semantik yang umum adalah berupa perubahan pada makna butir-butir leksikal yang mungkin berupa total, meluas atau juga menyempit. Perubahan yang bersifat total, maksudnya kalau pada waktu dulu bermakna A sekarang bermakna B. Misalnya pena dulu bermakna ‘bulu (angsa)’ tetapi kini bermakna alat tulis bertinta.

Perubahan makna yang sifatnya meluas maksudnya dulu kata tersebut memiliki suatu makna, tetapi kini memiliki makna lebih dari satu. Misalnya kata saudara dulu’ orang yang lahir dari ibu yang sama’, tetapi kini dapat juga berarti ‘kamu’

Perubahan makna yang menyempit, artinya kalau pada mulanya kata itu memiliki makna yang luas, tetapi kini menjadi lebih sempit maknanya. Misalnya kata sarjana pada mulanya bermakna “orang cerdik pandai”, tetapi kini hanya bermakna orang yang sudah lulus dari perguruan tinggi. (Saleh & Mahmudah, 2006: 97)

3.2. Pergeseran Bahasa

Bahasa mengalami pergeseran jika suatu masyarakat tutur berpindah ke masyarakat tutur yang lain. dengan kata lain, pergeseran bahasa dapat terjadi jika masyarakat tersebut beradaptasi terhadap bahasa yang digunakan masyarakat asli di wilayah tersebut.

Menurut Chaer (2010: 144), pergeseran bahasa biasanya terjadi di negara, daerah, atau wilayah yang memberi harapan untuk kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik, sehingga mengundang imigran/transmigran untuk mendatanginya.

Berikut adalah alur pergeseran bahasa ang dialami oleh imigran:

Monolingual (B-ib) bilingual bawahan (B-ib-B-in) bilingual setara (B-ib-B-in)

bilingual bawahan (B-in-B-ib) monolingual (B-in)

Keterangan :

B-ib : Bahasa ibu B-in : Bahasa Inggris

Pada mulanya, imigran tersebut masih berbicara dalam satu bahasa (monolingual). Tentunya ia hanya menganut bahasa ibu. Selanjutnya, setelah beberapa lama ia berimigrasi di lingkup masyarakat baru, para imigran sudah berada dalam tahap bilingual bawahan. Maksudnya bahasa Inggris dan bahasa ibu sudah berbaur dalam masyarakat tersebut. Tetapi bahasa ibu masih dominan daripada bahasa Inggris. Lama-kelamaan bahasa ibu dan inggris sudah setara dalam tahap bilingual setara. Setelah kedua bahasa itu setara, selanjutnya akan kembali menuju tahap bilingual bawahan. Tapi bahasa Inggris lebih dominan daripada bahasa ibu. Terakhir, pada tahap monolingual yang kedua, bahasa Inggris sudah menjadi bagian dari masyarakat. Bahasa ibu maupun bahasa leluhur telah dilupakan.

(4)

Faktor selanjutnya yang mendorong pergeseran bahasa yakni perkembangan ekonomi. Menurut Sumarsono (2002: 237), salah satu faktor ekonomi itu adalah industrialisasi (yang kadang-kadang bergabung dengan faktor imigrasi). Kemajuan ekonomi kadanh-kadang mengangkat posisi sebuah bahasa menjadi bahasa yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Bahasa Inggris misalnya, menjadi minat banyak orang untuk menguasai dan kalau perlu meninggalkan bahasa pertama.

Bahasa yang dimiliki oleh satu masyarakat tutur dalam khasanah bahasa selalu memiliki variasi. Alasannya yaitu bahasa yang hidup dalam masyarakat selalu digunakan dalam peran-peran sosial tempat penggunaan bahasa atau variasi bahasa itu. Peran-peran sosial itu berkaitan dengan berbagai aspek sosial psikologis yang kemudian dirinci dalam bentuk komponen-komponen tutur. Dalam kajian pemilihan bahasa, tugas sosiolinguistik adalah berusaha mendeskripsikan hubungan antara gejala pemilihan bahasa dan faktor-faktor sosial, budaya, dan situasional dalam masyarakat dwibahasa atau multibahasa, baik secara korelasional maupun implikasional. (Mardikantoro, 2012: https://journal.uny.ac.id, diakses 11 September 2017)

Dalam kasus Oberwart, mayoritas petani di Oberwart menjadi dwibahasawan pada abad ke-19. Selama abad itu, Oberwart berubah dari desa petani ke kota yang secara sosial dan kulural beragam. Para imigran ekabahasawan Jerman masuk dan kemudian membentuk kelas berprestise, yaitu kelas saudagar ahli, dan pegawai pemerintah. Para petani penduduk asli menjadi lapis sosial dan ekonomi yang terendah dalam masyarakat setempat. Mereka itulah satu-satunya kelompok yang masih dwibahasawan dan satu-satunya kelompok yang berbicara bahasa Hungaria. Semua itu terjadi ketika Burgenland, provinsi Oberwart, masih menjadi bagian dari Hungaria. (Sumarsono, 2002: 238-239)

3.3. Pemertahanan Bahasa

Pemertahanan dan pergeseran bahasa merupakan dua hal yang saling berhubungan satu sama lain. Maksudnya, bahasa yang

mengalami pergeseran berarti tidak mampu mempertahankan diri. Dalam pemertahanan bahasa, masyarakat menentukan untuk mempertahankan bahasa yang dipakai.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam buku Sumarsono (2002: 250), masyarakat Montreal lebih dominan menggunakan bahasa Inggris dari pada bahasa Perancis karena meluasnya kedwibahasaan di wilayah tersebut. Di antara penduduk pria yang berbahasa ibu bahasa Perancis, sekitar 48% adalah dwibahasawan, sementara penduduk wanita lebih sedikit persentasenya dari itu. Sebaliknya, hanya 28% penduduk pria yang berbahasa ibu bahasa Inggris adalah dwibahasawan, yang wanita juga di sekitar jumlah itu.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Sumarsono (dalam Saleh & Mahmudah, 2006: 102) bahwa penguasaan B2 (bahasa Indonesia) milik mayoritas oleh kelompok minoritas sehingga warga minoritas menjadi bilingual, tidaklah selalu berakibat bergeser atau punahnya B1 (bahasa Melayu Loloan) milik kelompok minoritas sehingga warga warga minoritas menjadi bilingual, tidaklah selalu berakibat bergeser atau punahnya B1 milik kelompok minoritas itu. Selanjutnya, penguasaan B2 oleh kelompok minoritas juga tidak memunahkan B1, tetapi hanya menggeser banyak peran B2 lama (dalam hal ini bahasa Bali, yang lebih dahulu dikenal) dan beberapa peran B1.

3.4. Kepunahan Bahasa

Kepunahan bahasa juga disebabkan oleh pergeseran bahasa. Apabila dalam suatu masyarakat sudah berada dalam tahap monolinguistik (dalam hal ini bahasa baru sudah mendominasi bahasa lama) maka bahasa yang selama ini dipakai oleh masyarakat akan mengalami kepunahan.

(5)

terjadi pijinisasi atau penyederhanaan. Dalam aspek sosiolinguistik, yang dicari adalah seperangkat kondisi yang menyebabkan guyub itu menyerah dalam suatu bahasa bagi kelangsungan bahasa lain. (Saleh & Mahmudah, 2006: 104)

Ada tiga tipe utama kepunahan bahasa (Kloss), yaitu sebagai berikut:

a. Kepunahan bahasa tanpa pergeseran bahasa;

b. Kepunahan bahasa karena pergeseran bahasa; dan

c. Kepunahan bahasa nominal melalui metamorfosis.

Menurut Romaine dan Winford (dalam Adisaputera, 2009: http://jmb-lipi.or.id), pergeseran bahasa terjadi dalam situasi masyarakat yang dwibahasawan (biasanya disertai diglosia, sebagai awal mula menuju ke monolingual bahasa yang baru. Tentu saja, kedwibahasaan tidak menyiratkan bahwa salah satu bahasa akan mengalami kepunahan. Walaupun keberadaan kedwibahasaan, diglosia, dan alih kode sering dikutip sebagai faktor penyebab kepunahan bahasa, namun dalam beberapa hal, alih kode dan diglosia adalah implikasi dari pemertahanan kedwibahasaan. 4. SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa mengalami dinamika seperti perubahan, pergeseran, pemertahanan, dan kepunahan bahasa. Perubahan bahasa terjadi seiring berjalannya waktu, baik itu dari segi fonologi, morfologi, sintaksis, makna, dan leksikon. Bahasa serta-merta mengalami pergeseran yang kemungkinan bahasa tersebut terancam punah. Masyarakat yang telah menggunakan bahasa kedua (bahasa baru) akan mempertahankan bahasanya. Hal tersebut juga akan mengakibatkan bahasa lama akan dilupakan. Kepunahan bahasa dapat terjadi karena adanya pergeseran terhadap suatu bahasa.

5. DAFTAR PUSTAKA

Adisaputera, Abdurahman. 2009. “Potensi Kepunahan Bahasa pada Komunitas Melayu Langkat di Stabat, Kabupaten

Langkat, Sumatera Utara.” http://jmb-lipi.or.id (diakses 11 September 2017). Chaer, Abdul & Leonie Agustina. 2010.

Sosiolinguistik, Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Hadi, Syamsul dkk. 2003. “Perubahan Fonologis Kata-Kata Serapan dari Bahasa Arab dalam Bahasa Indonesia.” https://journal.ugm.ac.id (diakses 7 September 2017).

Mardikantoro, Hari Bakti. 2012. “Bentuk Pergeseran Bahasa Jawa Masyarakat Samin dalam Ranah keluarga.” https://s3.amazonaws.com/academia.edu. documents (diakses 11 September 2017). Pateda, Mansoer. 1987. Sosiolinguistik.

Bandung: Angkasa.

Saleh, Muhammad & Mahmudah. 2006. Sosiolinguistik. Makassar: Badan Penerbit UNM.

Sumarsono & Paina Partana. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tondo, Fanny Henry. 2009. “Kepunahan

Bahasa-Bahasa Daerah: Faktor

Referensi

Dokumen terkait

Persentase perkecambahan benih dengan inter- aksi antara perlakuan media simpan dan periode simpan menunjukan bahwa benih yang disimpan pada media simpan serbuk gergaji

Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan hidup yang bersifat memaksa, berisikan suatu perintah larangan atau izin untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu atau dengan maksud

Jagung merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai gizi yang baik bagi kesehatan dan dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan. Salah satu produk dari jagung yaitu dapat

Kedalaman tanam berhubungan dengan vigor tanaman, bibit normal dari benih yang memiliki kekuatan tumbuh yang baik pada kedalaman optimal namun sebaliknya jika kedalaman

List jenis ini mungkin tidak sepopuler ordered list atau unordered list , namun jika anda membutuhkan struktur HTML untuk membuat list yang berisi penjelasan

Dengan demikian dampak turunan terhadap persepsi masyarakat tidak banyak berpengaruh dengan kata lain persepsi masyarakat terhadap kegiatan yang sedang dilaksanakan di

Pola kontur tinggi muka airtanah ini juga mengindikasikan bahwa pada Kompleks Gumuk Pasir dan Beting Gisik memiliki suatu sistem airtanah yang berbeda dengan satuan

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA KOMPUTER TRIGUNA DHARMA