• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSILANGAN INTERSPESIFIK TANAMAN GANDUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERSILANGAN INTERSPESIFIK TANAMAN GANDUM"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS II

MATA KULIAH REKAYASA TANAMAN III

PERSILANGAN INTERSPESIFIK TANAMAN GANDUM (Triticum turgidum) DENGAN TANAMAN RYE (Secale cereale) UNTUK MENDAPATKAN TANAMAN GANDUM TAHAN

KARAT DAUN DAN CARA MEMANIPULASI BERBAGAI HAMBATAN PERSILANGAN

AGROTEKNOLOGI - E

KELOMPOK 1

HEDI PARAMITA 150510100157

AHMAD ZEIN 150510110011

VALENTINA NAIBAHO 150510100105

AHMAD DANNY H 150510110131

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PENDAHULUAN

Gandum (Triticum spp.) termasuk dalam suku padi-padian (famili Poaceae atau Graminae) merupakan tanaman pangan penting didunia, dan termasuk ke dalam urutan pangan penting di dunia setelah jagung, yaitu gandum kaya akan sumber karbohidrat dan protein. Di Indonesia komoditas ini sebagai bahan subtitusi pangan pokok, yaitu bahan baku tepung terigu untuk berbagai produk olahan (kue, roti, pasta, biskuit) sedangkan di luar negeri bahkan dunia khususnya daerah Eropa, tanaman gandum merupakan pangan utama terutama dalam pembuatan bahan baku olahan sereal.

Gandum budidaya memiliki banyak spesies yaitu terdiri dari Triticum turgidum, Triticum aestivum, T. monococcum, T. durum, T. specta, T. diccocum, T. aethiopicum, T. araraticum, T. boeoticum, T. carthlicum, T. compactum, T. dicoccoides, T. dicoccon, T. durum. Dengan kriteria gandum yang berbeda yaitu hard wheat mempunyai ciri-ciri kulit luar berwarna coklat, bijinya keras, dan berdaya serap air tinggi dan digunakan untuk pembuatan roti, soft wheat yaitu, bijinya lunak, berdaya serap air rendah dan berkadar protein rendah, dan digunakan untuk biskuit dan roti dan durum wheat jenis gandum yang khusus, bagian dalam (endosperma) yang berwarna kuning, memiliki biji yang lebih keras, jenis ini digunakan untuk membuat pasta. Sedangkan untuk gandum liar (kekerabatan dekat gandum) yang memiliki sifat ketahan penyakit dan cekaman lingkungan dengan kekurangannya pada hasil kualitas yaitu Triticum urartu, dengan rumput Aegilops searsii (syn: Aegilops speltoides), Selain genus Triticum, serealia yang dikategorikan sebagai gandum (kerabat dekat gandum) adalah barley (Hordeum vulgare, Hordeum distichum dan Hordeum tetrastichum), oat (Avena sativa) dan rye (Secale cereale).

Kebutuhan tepung terigu di Indonesia meningkat setiap tahun sejalan dengan perkembangan ekonomi dan jumlah penduduk. Indonesia merupakan negara yang mengkonsumsi tepung terigu cukup besar di dunia berkisar antara 3-4 juta ton dan setiap tahun meningkat. Masalah yang dihadapi di Indonesia adalah produktivitas gandum yang rendah, yaitu salah satunya selain kekeringan adalah masalah hama dan penyakit.

Salah satu penyakit terkenal pada gandum yang menurunkan hasil produksi karena yaitu karat daun oleh cendawan (Puccinia graminis). Karat dikenal menjadi sangat merusak pada tanaman biji-bijian seperti gandum, oat dan barley dengan menyebabkan kekurangan produksi yang mengakibatkan kelaparan dan merusak perekonomian seluruh negara. (Deptan, 2012)

(3)

TUJUAN PEMULIAAN

 Meningkatkan keragaman genetic (variabilitas genetik)

 Memperoleh gandum dengan kualitas baik dan mempunyai sifat ketahanan terhadap penyakit oleh cendawan karat daun

 Menemukan varietas baru yang lebih baik dari tetua

PEMILIHAN TETUA UNTUK PERSILANGAN

Penentuan tetua sedapat mungkin menggunaan nama riil varietas sesuai dengan tujuan persilangan interspesifik yang ingin dituju.

 Tanaman gandum durum (Triticum turgidum) tetraploid (4n = 28) merupakan bahan baku pembuatan roti, diketahui peka terhadap penyakit cendawan karat daun, dan bijinya menghasilkan roti yang enak rasanya

 Tanaman rye/ rogge (Secale sereal) diploid (2n = 14) memiliki gen ketahanan terhadap penyakit karat, mempunyai ciri batang kuat, umur genjah, hasil tinggi, tahan terhadap serangan cendawan karat daun, yang memiliki kemampuan menekan gulma melalui potensi alelopatinya dapat digunakan untuk mengendalikan gulma (Liebman dan Dyck, 1993).

MORFOLOGI BUNGA

Gandum (Triticum turgidum)

(4)

Tanaman Rye (Secale cereale)

Morfologi bunganya sama dengan gandum (Triticum turgidum) bedanya memiliki satu spikelet tidak memiliki beberapa bunga atau floret hanya satu.

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PERSILANGAN

 Waktu pelaksanaan.

Waktu melakukan polinasi adalah pagi hari (kira-kira 08.00-09.00 wib) dimana bunga betina belum mekar sempurna tetapi bunga jantan sudah menunjukkan kematangan serbuk sari.

 Kondisi bunga jantan dan bunga betina, waktu anthesis dan reseptivitas putik

Yaitu matang atau tidaknya/ siap atau tidaknya dilakukan persilangan. Untuk bunga jantan dikatakan matang bila bunganya sudah mekar sempurna, dan warna serbuk sarinya kuning agak jingga sedangkan untuk bunga betina, bunga yang belum mekar atau masih kuncup. Karena apabila bunga tersebut sudah mekar dapat dikatakan sudah melakukan polinasi sendiri.

(5)

Dalam persilangan harus diperhatikan: (1) penyesuaian waktu berbunga. Waktu tanam tetua jantan dan betina harus diperhatikan supaya saat anthesis dan reseptif. waktunya bersamaan, (2) waktu emaskulasi dan penyerbukan. Pada tetua betina waktu emaskulasi harus diperhatikan, seperti pada bunga kacang tanah' padi hams pagi hari, bila melalui waktu tersebut polen telah jatuh ke stigma. Juga waktu penyerbukan harus tepat ketika stigma reseptif. Jika antara waktu antesis bunga jantan dan waktu reseptif bunga betina tidak bersamaan, maka perlu dilakukan singkronisasi. Caranya dengan membedakan waktu penanaman antara kedua tetua, sehingga nantinya kedua tetua akan siap dalam waktu yang bersamaan. Untuk tujuan sinkronisasi ini diperlukan informasi tentang umur tanaman berbunga.

 Cuaca.

Cuaca Saat Penyerbukan Cuaca sangat besar peranannya dalam menentukan keberhasilan persilangan buatan. Kondisi panas dengan suhu tinggi dan kelembaban udara terlalu rendah menyebabkan bunga rontok. Demikian pula jika ada angin kencang dan hujan yang terlalu lebat. Cuaca lebih ditekankan pada saat hari cerah karena bila persilangan dilakukan pada saat mendung atau menandakan akan hujan, kemungkinan besar persilangan tersebut tidak akan berhasil melainkan busuk.

 Suhu dan Kelembaban

Menurut Darjanto dan Satifah (1990) suhu yang cocok untuk perkecambahan polen sekitar 15 - 35oC sedangkan suhu optimumnya berkisar pada 25oC. Pada suhu sekitar 40 - 50o C polen tidak akan berkecambah, karena pada suhu tinggi terjadi penguapan sehingga polen akan mengering. Sebaliknya jika suhu terlalu rendah, misalnya di bawah 10o C polen tidak akan berkecambah, karena pada suhu ini polen dehidrasi dan akan mengerut.

Kelembaban yang terlalu rendah atau kurang air juga dapat menyebabkan gagalnya persilangan karena bunga yang gugur atau anther yang tidak segar sehingga tidak berkecambah.

 Ketelitian peletakan serbuk di atas putik.

Dalam meletakkan serbuk sari di atas kepala putuk haruslah sesuai dan tepat. interspesifik. Pada dasarnya kendala yang menyebabkan sulitnya persilangan interspesifik terjadi pada pra dan pasca fetilisasi ( Khush dan Brar, 1988 )

(6)

Persilangan antar spesies ini memiliki hambatan dan peluang yang sama-sama besar. Keberhasilan persilangan antar spesies jauh lebih rendah daripada keberhasilan persilangan antar tanaman dalam satu spesies. Beberapa hambatan persilangan antar spesies, diantaranya:

1. Jauhnya jarak hubungan kekerabatan antar spesies. Semakin jauh hubungan kekerabatan antar spesies, maka peluang kegagalan untuk mendapatkan tanaman F1 (keturunan pertama) semakin besar. Kegagalan ini disebabkan oleh ketidakmampuan bersatunya genetic atau plasma sel pada pembentukan zigot.

2. Hambatan lain dapat juga disebabkan oleh ketidaksesuaian antara perkembangan embrio dan endosperma.

3. Interaksi antara genotip hasil persilangan dengan plasma sel yang berasal dari salah satu tetua berpeluang menghasilkan keturunan tidak normal tumbuhnya atau sama sekali gagal.

4. Rendahnya biji yang dihasilkan, hibrida yang lemah, hibrida mandul, dan kurangnya rekombinasi kromosom.

CARA MENGATASI HAMBATAN PERSILANGAN INTERSPESIFIK

 Penyelamatan Embrio (Embryo Rescue)

Kultur embrio merupakan salah satu metode bioteknologi yang dapat digunakan untuk membantu mengatasi adanya kegagalan dalam persilangan kerabat jauh. Embrio diisolasi kemudian dikulturkan pada medium buatan aseptic sehingga akan dapat diperoleh tanaman hibrida yang diharapkan. Embrio rescue dilakukan untuk mengatasi dormansi benih dan sterilitas benih. Dengan menyilangkan tanaman, pemulia berusaha untuk menggabungkan karakter terbaik dari 2 tanaman yang berbeda. Melalui seleksi, pemulia mencoba untuk menyeleksi anakan yang memiliki kombinasi kualitas yang optimal dari kedua tanaman induk. Proses ini tentu saja sangat tergantung pada produksi benih viable. Jika benih viabel tidak terbentuk, tidak akan ada keturunan yang akan diseleksi. Tidak ada anakan tidak berarti fertilisasi tidak terjadi setelah polinasi. Kemungkinan terjadi keguguran embryo pada fase dini perkembangan biji, akibat penyebab yang tidak diketahui. Dengan teknik kultur jaringan, embryo yang belum matang ini dapat diselamatkan.

(7)

1 generasi, sehingga mengurangi waktu yang diperlukan dalam membuat varietas yang uniform (true bred).

 Modifikasi tingkat ploidi.

Bila persilangan dua spesies yang berbeda tingkat ploidinya, maka memodifikasi tingkat ploidi pada spesies yang berbeda tingkat plodinya, maka memodifikasi tingkat ploidi pada spesies yang akan disilangkan dengan spesies lainnya akan berhasil membentuk zigot. Tingkat ploidi dapat dimodifikasi dengan mengandakan kromosom dengan kolkisin atau melakukan persilangan antar tanaman dari spesies yang sama yang tingkat ploidinya berbeda.

 Fusi Protoplast

Fusi protoplas adalah salah satu metode persilangan atau hibridisasi spesies dengan memanfaatkan rekayasa genetika konvensional. Teknik fusi protoplas dapat digunakan untuk mencampur sifat genetik dari spesies yang sama ataupun dari spesies yang berbeda. Selain itu, teknik ini menguntungkan untuk diterapkan dalam persilangan tanaman steril ataupun tanaman dengan siklus hidup yang panjang. Ketika dua protoplas bersatu, dapat terjadi pemisahan atau penggabungan dua inti sel (nukleus) sehingga menghasilkan tanaman dengan sifat baru hasil pencampuran kedua tetua.

 Persilangan berbalasan

Digunakan apabila persilangan spesies memiliki jumlah kromosom yang berbeda, yaitu dengan cara memilih tetua betina yang mempunyai jumlah kromosom lebih banyak tetapi untuk beberapa kasus menggunan spesies dengan jumlah kromosom lebih sedikit sebagai tetua betina.

TEKNIK PERSILANGAN

Pada garis besarnya persilangan mencakup kegiatan (1) persiapan, (2) kastrasi, (3) emaskulasi, (4) Isolasi, (5) pengumpulan serbuk sari, (6) penyerbukan dan (7) pelabelan.

1) Persiapan

Teknik hibridisasi buatan, pertama dilakukan dengan pemilihan tetua. Pemilihan tetua tergantung pada karakter apa yang dibutuhkan oleh pemuli tanaman. Pemilihan karakter kualitatif jauh lebih mudah dibandingkan dengan karakter kuantitatif, karena perbedaan fenotip belum tentu disebabkan oleh genotip yang berbeda (Nasir, 2001).

2) Kastrasi

(8)

krem coklat kehitaman. Munculnya bungah jantan pada tandan bunga berkisar antara 6-12 hari. Kastrasi dilakukan setiap hari sesuai dengan kemunculan bungah jantan tersebut.

3) Emaskulasi

Emaskulasi adalah kegiatan membuang alat kelamin jantan (stamen) pada tetua betina, sebelum bunga mekar atau sebelum terjadi penyerbukan sendiri. Emaskulasi terutama dilakukan pada tanaman berumah satu yang hermaprodit dan fertil. Cara emaskulasi tergantung pada morfologi bunganya.

4) Isolasi

Isolasi dilakukan agar bunga yang telah diemaskulasi tidak terserbuki oleh serbuk sari asing. Dengan demikian baik bunga jantan maupun betina harus dikerudungi dengan kantung. Kantung bisa terbuat dari kertas tahan air, kain, plastik, selotipe dan lain-lain.Ukuran kantung disesuaikan dengan ukuran bunga tanaman yang bersangkutan. Kantong tersebut harus memenuhi syarat-syarat berikut :1. Kuat dan tahan hujan lebat dan panas terik matahari; 2. Tidak mengganggu pernafasan bunga yang dibungkus; 3. Bila terkena air hujan dapat lekas kering, airnya dapat lekas menguap; 4.Bahan yang dipakai untuk kantong tidak enak rasanya, agar tidak dimakan oleh serangga atau binatang-binatang lainnya; 5. Kantongnya cukup besar, sehingga bila ada hujan turun, bunganya tidak akan menempel pada kantong. Kantong tersebut dapat berbentuk silinder, yang diperkuat dengan kerangka dari kawat atau bambu. Bila bunga yang dibungkus itu kecil, bunga cukup ditutup dengan sebuah tudung plastik berukuran kecil.

5) Pengumpulan serbuk sari

Pengumpulan serbuk sari dari pohon tetua jantan dapat dimulai beberapa jam sebelum kuncup-kuncup bunga itu mekar. Bila letak pohon tetua betina jauh dari pohon tetua jantan, maka pengangkutan kuncup-kuncup bunga dari tetua jantan ke tetua betina akan memakan waktu yang lama. Agar kuncup bunga itu tidak lekas layu dan tahan lama dalam keadaan segar, hendaknya kuncup bunga itu dipetik dan diangkut pada pagi hari sebelum matahari terbit atau pada sore hari setelah matahari terbenam.

6) Penyerbukan

Penyerbukan buatan dilakukan antara tanaman yang berbeda genetiknya. Pelaksanaannya terdiri dari pengumpulan polen (serbuk sari) yang viabel atau anter dari tanaman tetua jantan yang sehat, kemudian menyerbukannya ke stigma tetua betina yang telah dilakukan emaskulasi. Cara melakukan penyerbukan :

 Menggunakan kuas, pinset, tusuk gigi yang steril, yaitu dengan mencelupkan alat-alattersebut ke alkohol pekat, biarkan kering kemudian celupkan ke polen dan oleskan kestigma.

 Mengguncangkan bunga jantan di atas bunga betina, sehingga polen jantan jatuh ke stigma bunga tetua betina yang telah diemaskulasi. Cara ini biasanya digunakan untuk persilangan padi dan jagung.

(9)

Ukuran dan bentuk label berbeda-beda. Pada dasarnya label terbuat dari kertas keras tahan air, atau plastik. Pada label antara lain tertulis informasi tentang: (1) Nomor yang berhubungan dengan lapangan, (2) Waktu emaskulasi, (3) waktu penyerbukan, (4) Nama tetua jantan dan betina, (5) Kode pemulia/penyilang

TAHAPAN TEKNIK UNTUK MENGATASI HAMBATAN PERSILANGAN YANG DIGUNAKAN

Melihat embrio yang lemah digunakan teknik embryo culture dan embryo rescue pada dasarnya melibatkan 3 tahapan, yaitu:

1). Sterilisasi eksplan

Embrio pada prinsipnya berada dalam keadaan steril. Hal ini disebabkan karena embrio berada di dalam buah (di dalam biji) terlindung oleh jaringan-jaringan buah dan biji yang berada di luar embrio, antara lain oleh kulit buah, daging buah dan kulit biji. Keadaan ini menyebabkan sterilisasi embrio tidak perlu dilakukan.

Sterilisasi permukaan perlu dilakukan pada buah ataupun biji untuk mensterilkan permukaan buah/biji sehingga pada waktu isolasi embrio tidak terdapat sumber kontaminan. Karena embrio berada di dalam, sterilisasi dapat dilakukan dengan pembakaran buah/biji atau dengan sterilan kimia seperti sodium hypochlorite dengan konsentrasi cukup tinggi (>2 %).

2). Isolasi dan penanaman embrio

Seringkali masalah timbul saat isolasi embrio terutama untuk embrio berukuran kecil sehingga isolasinya harus dilakukan di bawah mikroskop. Untuk embrio berukuran besar, isolasi embrio tidak menjadi masalah. Isolasi harus dilakukan secara hati-hati agar embrio tidak rusak dan kehilangan salah satu atau lebih bagian-bagiannya (radicula, plumula, hypocotil, coleoptyl, dll). Selain itu harus tetap dijaga juga agar isolasi dilakukan dalam kondisi tetap aseptis. Embrio yang telah diisolasi selanjutnya ditanam pada media yang telah dipersiapkan.

(10)

vitamin C, vitamin B perlu ditambahkan pada media kultur embrio muda ini. Hormon tanaman umumnya tidak ditambahkan dalam media kultur embrio karena penambahan hormon tanaman kemungkinan dapat merangsang terbentuknya kalus pada embrio. Kalus umumnya tidak diinginan pada kultur embrio mengingat tujuan kulturnya adalah untuk merangsang perkecambahan embrio. Pada beberapa kasus, terutama untuk embrio muda atau embrio yang mengalami dormansi, penambahan giberellin dalam media kultur dapat dilakukan. Untuk pengecambahan embrio umumnya digunakan media padat sehingga agar pada konsentrasi 0,8 sampai 1,6 % ditambahkan ke dalam media.

3). Aklimatisasi

Aklimatisasi dilakukan setelah embrio berkecambah dan diperoleh plantlet yang siap untuk dipindahkan ke lapangan. Teknik aklimatisasi untuk plantlet hasil regenerasi kultur embrio pada prinsipnya sama dengan aklimatisasi plantlet hasil regenerasi dari teknik kultur jaringan lainnya.

(11)

Usaha untuk mentransfer sifat/gen ketahanan tersebut dilakukan melalui hibridisasi interspesifik. Dalam pelaksanaanya, upaya persilangan sangat sulit. Keberhasilan dibatasi oleh rendahnya biji yang dihasilkan, hibrida yang lemah, hibrida mandul, dan kurangnya rekombinasi kromosom (Sitch et al, 1989) Rendahnya biji yang dihasilkan merupakan masalah yang biasa ditemukan pada persilangan antar spesies, akibat genom tetua yang berbeda. Dicirikan dengan rendahnya biji yang terbentuk, < 10%. (Sitch et al, 1989)

Persilangan antarspesies umumnya menghasilkan tanaman F1 yang fertil parsial hingga steril penuh/ murni, karena genom berasal dari tetua yang berbeda, sehingga ketika pembelahan sel meiosis terjadi pembentukan multivalen (Poespodarsono 1988). Akibatnya gamet yang terbentuk memiliki kromosom yang khimera (terdiri dari dua jenis sel yang berbeda genetik

dari spesies yang sama atau berbeda) (Hansen dan Andersen 1998). Tanaman F1 fertil dari

persilangan dengan genom yang berbeda dapat diperoleh bila terbentuk amphidiploid atau allotetraploid. Tanaman ampidiploid dapat diperoleh dengan menggandakan genom tanaman F1 dan genom tetua yang akan disilangkan.

(12)

KESIMPULAN

Untuk mengatasi permintaan gandum yang semakin meningkat, tegak lurus dengan jumlah penduduk yang berkembang secara eksponensial, perlunya diciptakan varietas unggul tahan penyakit, terutama penyakit karat daun yang merupakan penyakit yang sangat merusak dan berpengaruh lebih dalam menurunkan produktivitas gandum secara signifikan.

Maka dari itu kami merancang design pemuliaan persilangan interspesifik antara Gandum budidaya Triticum turgidum dengan tanaman rye Secale sereale yang merupakan kerabat dekat dari spesies gandum. Sehingga diharapkan mendapatkan spesies baru yang produktivitas baik dan sudah meluas, dengan memiliki sifat tahan penyakit karat daun akibat Puccinia graminis sehingga tidak menurunkan hasil produksi.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, L.W. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Hermianti. Nani. 2004. Diktat Dasar Pemuliaan Tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas Padjadajran. Bandung.

Husni, A., D. Sukmadjaja, dan I. Mariska. 1995. Variasi somaklonal tanaman panili dengan mutagen kimia colchicines secara in vitro. hlm. 8-16. Prosiding Evaluasi dan Hasil Penelitian Tanaman Industri. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor.

Kalloo, G. And J.B. Chowdhuryy. 1992. Distant hybridization of crop plants. Springer-Verlag Kosmiatin. M dan I. Mariska. 2005. Kultur Embrio dan Penggandaan Kromosom Hasil

Persilangan Kacang Hijau dan Kacang Hitam. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Bogor: Jurnal Bioteknologi Pertanian 24 , Vol. 10, No. 1, 2005, pp. 24-34

http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/bi101054.pdf (Diakses tanggal 24 Marer

2013)

Mustikasari, Iman. 2000. Produksi Zuriat F1 Interspesifik Padi Liar Oryza officinalis, O. punctata, dan O. malamphuzaensis Dengan Padi Budidaya (Oryza sativa L). Bogor: [Skripsi] Fakultas Pertanian. IPB

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/19911/A00imu.pdf (Diakses

tanggal 24 Maret 2013)

Poespodarsono, S. 1988. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor-Lembaga Sumberdaya Informasi, Institut Pertanian Bogor.

Setyowati, Mamik., Ida Hanarida, Sutoro. 2009. Pengelompokan Plasma Nutfah Gandum (Triticum aestivum) Berdasarkan Karakter Kuantitatif Tanaman. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik

Pertanian.http://indoplasma.or.id/publikasi/buletin_pn/pdf/buletin_pn_15_1_2009_5%20

Mamik-Terigu-edit.pdf (Diakses tanggal 23 Maret 2013 )

Sitch, L. A., A.D. Amante-Bordeos, R. D. Dalmacio and H. Leung. 1989. Oryza minuta, a source of blast and bacterial blight resistance for rice improvement. In A. Mujeeb-Kazi, and L. A Sitch (eds.). Review of advances in plant biotechnology, 1985-1988. 2nd Intl. Symp. Genet. Manipulataion Crops. CIMMYT Mexico DF, Mexico : 315-321

Smith, R.H. 2000. Plant Tissue Culture: Techniques and Experiments. Academic press, London. Soetarso, 1991. Ilmu Pemuliaan Tanaman. Jurusan Budidaya Pertanian, Fak. Pertanian, Univ.

Gadjah Mada, Yogyakarta. 164 h.

Strickberger. 1985. Genetics. 3rd Ed. Macmillan Publishing Company, New York, Collier Macmillan Publishers, London. 842 pp.

Sudarka, Wayan. 2009. Pemuliaan Kelainan Genetik Dan Sitogenik Pada Tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas Udayana.

http://www.fp.unud.ac.id/ind/wp-content/uploads/mk_ps_agroekoteknologi/pemuliaan_tanaman/Pemuliaan_Kelainan_Gen

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Wawancara ini bertujuan untuk mencari data atau informasi mengenai kegiatan praktik rentenir yang terjadi ditengah masyarakat serta dampaknya bagi kesejahteraan

Anak didik memiliki tingkat pemahaman tentang Pancasila yang kurang memadai untuk menyatakan bahwa Pendidikan Moral Pancasila (PMP) di SMA telah berhasil mengembang- kemampuan

The writer gives his gratitude to Allah SWT for giving him everything in his life, so that he can finish writing the skripsi entitled “The Authentic Material Used by the Students

Dari penelitian ini juga dapat digunakan untuk mendukung sebuah keputusan dalam mengambil keputusan yang memiliki nilai alternatif terbaik yang kedepannya dapat

“Seperti yang sudah saya jelaskan tadi, bahwa dengan memberikan fasilitas dan pelayanan yang baik maka penilaian santri terhadap pondok pesantren akan baik, dengan

of native language surface structure. Sources of Errors. It is very important to know the sources of errors made by

Bank Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatannya dengan aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana dan