• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembelajaran Matematika Realistik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pembelajaran Matematika Realistik"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Individu

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN

MATEMATIKA

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

Matematika merupakan dasar atau pondasi untuk meningkatkan daya

prediksi dan kontrol terhadap ilmu pengetahuan lainnya sehingga pelajaran

Matematika di sekolah merupakan pelajaran yang dipandang sangat penting

dan dipelajari oleh siswa pada setiap jenjang pendidikan. Misalnya di

“kelompok bermain atau play group” dan di Taman Kanak-Kanak (TK),

matematika informal sudah diberikan sebagai pengenalan awal terhadap

matematika kemudian pada jenjang sekolah dasar (SD) atau Madrasah

Ibtidaiyah (MI) siswa mulai diarahkan pada pelajaran matematika formal.

Begitu besarnya peranan matematika dalam kehidupan sehingga ada

pepatah yang mengatakan bahwa “Siapa yang menguasai matematika maka

ia akan menguasai dunia”. Peran penting matematika juga diakui oleh

pembelajaran matematika sekolah tersebut dilakukan dengan melakukan

penyesuaian pembelajaran matematika dengan perubahan teknologi.

(3)

diprakarsai oleh Wijdeveld dan Goffree. Pembelajaran matematika realistik

hadir sebagai reaksi terhadap gerakan “New Math” dari Amerika yang

membanjiri dunia pada tahun 1970an. Saat ini pembelajaran matematika

realistik di Belanda banyak dikembangkan oleh Freudenthal Institute. Hans

Freudenthal dan rekan-rekannya di bekas IOWO meletakan dasar bagi

Freudenthal Institute. Hans Freudenthal

merupakan salah satu

matematikawan

yang menolak ‘new math’ sebagai pendekatan

pembelajaran, di Belanda dikenal dengan sebutan ‘pendidikan matematika

mekanistik’. Kemudian pada tahun 1970an beliau mengajukan gagasan apa

yang dikenal sekarang sebagai pendekatan matematika realistik.

Pembelajaran matematika realistic yang berkembang saat ini dilandasi oleh

pemikiran Freudenthal bahwa matematika sebagai aktivitas manusia (human

activity). Dalam pembelajarannya, matematika harus dihubungkan dengan

kenyataan (realitas), dekat dengan pengalaman anak-anak dan relevan bagi

masyarakat, agar matematika bernilai bagi manusia (human value).

Matematika bukanlah suatu subyek yang harus diteruskan (ditransmisikan)

oleh guru kepada siswa. Dalam pembelajaran matematika siswa harus

diberikan panduan (dipandu) agar mendapatkan kesempatan melakukan

‘penemuan kembali matematika’ dengan cara melakukannya. Siswa tidak

dapat dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi. Ini

berarti bahwa dalam pendidikan matematika, titik fokus tidak pada

matematika sebagai sebuah sistem tertutup, tetapi pada kegiatan atau

proses matematisasi (Freudenthal, 1968 dalam Van den Heuvel-Panhuizen,

2000).

(4)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.PENGERTIAN MATEMATIKA

Secara etimologi, matematika berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu

μάθημα (máthēma), yang berarti pengkajian, pembelajaran, ilmu, yang

ruang lingkupnya menyempit.

(5)

pengukutan tanah, pelukisan dan berbagai pola hiasan atau tenunan.

Sebelum tahun 3000 SM, matematika tidak pernah berkembang luas. Baru

kemudian orang Babylonia dan Mesir Kuno mulai menggunakan

matematika untuk perhitungan pajak negara dan urusan keuangan

lainnya. Penggunaan matematika yang lebih sistematis dimulai pada

zaman Yunani Kuno pada sekitar tahun 300 SM. Matematika sejak saat itu

segera berkembang luas, dan terdapat interaksi bermanfaat antara

matematika dan sains, menguntungkan kedua belah pihak.

Penemuan-penemuan matematika dibuat sepanjang sejarah dan berlanjut hingga

sekarang. (Wikipedia.org)

Dalam pandangan formal, matematika adalah penelaahan

struktur

abstrak

yang didefinisikan secara aksioma dengan menggunakan

logika

simbolik

dan notasi matematika. Pembelajaran Matematika berkaitan

dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hierarkis

dan saling berkaitan erat satu sama lain. Dalam belajar matematika harus

bertahap dan berurutan secara sistematis serta harus didasarkan pada

pengalaman belajar sebelumnya. Seseorang akan mampu mempelajari

matematika yang baru apabila didasarkan kepada pengetahuan yang

telah dipelajari. Pengajaran yang lalu akan mempengaruhi proses belajar

materi matematika berikutnya.

(6)

B.PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

Realistic Mathematics Education (RME) merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika. Teori RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Teori ini mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994). Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan “realistik”. Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak mengacu pada realitas tetapi pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa (Slettenhaar, 2000). Prinsip penemuan kembali dapat diinspirasi oleh prosedur-prosedur pemecahan informal, sedangkan proses penemuan kembali menggunakan konsep matematisasi.

Dua jenis matematisasi diformulasikan oleh Treffers (1991), yaitu matematisasi horisontal dan vertikal. Contoh matematisasi horisontal adalah pengidentifikasian, perumusan, dan penvisualisasi masalah dalam cara-cara yang berbeda, dan pentransformasian masalah dunia real ke masalah matematik. Contoh matematisasi vertikal adalah representasi hubungan-hubungan dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model matematik, penggunaan model-model yang berbeda, dan penggeneralisasian. Kedua jenis matematisasi ini mendapat perhatian seimbang, karena kedua matematisasi ini mempunyai nilai sama (Van den Heuvel-Panhuizen, 2000) .

(7)

pengajaran penjumlahan cara panjang perlu didahului dengan nilai tempat, sehingga suatu konsep dicapai melalui matematisasi vertikal. Pendekatan realistik adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran. Melalui aktivitas matematisasi horisontal dan vertikal diharapkan siswa dapat menemukan dan mengkonstruksi konsep-konsep matematika.

2.2 Karakteristik RME

Karakteristik RME adalah menggunakan: konteks “dunia nyata”, model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif, dan keterkaitan (intertwinment) (Treffers,1991; Van den Heuvel-Panhuizen,1998).

2.2.1. Menggunakan Konteks “Dunia Nyata”

Gambar berikut menunjukkan dua proses matematisasi yang berupa siklus di mana “dunia nyata” tidak hanya sebagai sumber matematisasi, tetapi juga sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali matematika.

Gambar 1 Konsep Matematisasi (De Lange,1987)

(8)

(applied mathematization). Oleh karena itu, untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari perlu diperhatikan matematisi pengalaman sehari-hari (mathematization of everyday experience) dan penerapan matematikan dalam sehari-hari (Cinzia Bonotto, 2000).

2.2.2 Menggunakan Model-model (Matematisasi)

Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models). Peran self developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pertama adalah model situasi yang dekat dengan dunia nyata siswa. Generalisasi dan formalisasi model tersebut akan berubah menjadi model-of masalah tersebut. Melalui penalaran matematik model-of akan bergeser menjadi model-for

masalah yang sejenis. Pada akhirnya, akan menjadi model matematika formal.

2.2.3 Menggunakan Produksi dan Konstruksi

Streefland (1991) menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi-strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.

2.2.4 Menggunakan Interaktif

Interaksi antarsiswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam RME. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.

(9)

Dalam RME pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. Jika dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya aritmetika, aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain.

3. Pembahasan

3.1. Matematika Realistik (MR)

Matematika Realistik (MR) yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Pembelajaran MR di kelas berorientasi pada karakteristik-karakteristik RME, sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan mengaplikasikan konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang lain. Pembelajaran ini sangat berbeda dengan pembelajaran matematika selama ini yang cenderung berorientasi kepada memberi informasi dan memakai matematika yang siap pakai untuk memecahkan masalah-masalah.

Karena matematika realistik menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran maka situasi masalah perlu diusahakan benar-benar kontektual atau sesuai dengan pengalaman siswa, sehingga siswa dapat memecahkan masalah dengan cara-cara informal melalui matematisasi horisontal. Cara-cara informal yang ditunjukkan oleh siswa digunakan sebagai inspirasi pembentukan konsep atau aspek matematiknya ditingkatkan melalui matematisasi vertikal. Melalui proses matematisasi horisontal-vertikal diharapkan siswa dapat memahami atau menemukan konsep-konsep matematika (pengetahuan matematika formal).

(10)

Pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivis adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep/prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi. Guru dalam hal ini berperan sebagai fasilitator. Menurut Davis (1996), pandangan konstruktivis dalam pembelajaran matematika berorientasi pada: (1) pengetahuan dibangun dalam pikiran melalui proses asimilasi atau akomodasi, (2) dalam pengerjaan matematika, setiap langkah siswa dihadapkan kepada apa, (3) informasi baru harus dikaitkan dengan pengalamannya tentang dunia melalui suatu kerangka logis yang mentransformasikan, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan pengalamannya, dan (4) pusat pembelajaran adalah bagaimana siswa berpikir, bukan apa yang mereka katakan atau tulis.

Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial (Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan Taylor,1993; Atwel, Bleicher & Cooper, 1998). Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding. Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu. Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997). Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.

(11)

mempunyai kesamaan tetapi kedua pendekatan ini dikembangkan secara terpisah. Perbedaan keduanya adalah pendekatan konstruktivis sosio merupakan pendekatan pembelajaran yang bersifat umum, sedangkan pembelajaran MR merupakan pendekatan khusus yaitu hanya dalam pembelajaran matematika.

3.3 Bagaimana Implementasi Pembelajaran MR?

Dalam pembelajaran, sebelum siswa masuk pada sistem formal, terlebih dahulu siswa dibawa ke “situasi” informal. Misalnya, pembelajaran pecahan dapat diawali dengan pembagian menjadi bagian yang sama (misalnya pembagian kue) sehingga tidak terjadi loncatan pengetahuan informal anak dengan konsep-konsep matematika (pengetahuan matematika formal). Setelah siswa memahami pembagian menjadi bagian yang sama, baru diperkenalkan istilah pecahan. Ini sangat berbeda dengan pembelajaran konvensional (bukan MR) di mana siswa sejak awal dicekoki dengan istilah pecahan dan beberapa jenis pecahan.

(12)

Gambar 2 Penemuan dan Pengkonstruksian konsep (Diadopsi dari Van Reeuwijk,1995)

3.4 Kaitan antara Pembelajaran MR dengan Pengertian

Kalau kita perhatikan para guru dalam mengajar matematika senantiasa terlontar kata “bagaimana, apa mengerti ?” Siswa pun biasanya buru-buru menjawab mengerti atau sudah. Siswa sering mengeluh seperti berikut, “Pak ... pada saat di kelas saya mengerti penjelasan Bapak, tetapi begitu sampai di rumah saya lupa”, atau “Pak ... pada saat di kelas saya mengerti contoh yang Bapak berikan , tetapi saya tidak bisa menyelesaikan soal-soal latihan” .

(13)

Mitzel (1982) mengatakan bahwa, hasil belajar siswa secara langsung dipengaruhi oleh pengalaman siswa dan faktor internal. Pengalaman belajar siswa dipengaruhi oleh unjuk kerja guru. Bila siswa dalam belajarnya bermakna atau terjadi kaitan antara informasi baru dengan jaringan representasi maka siswa akan mendapatkan suatu pengertian. Mengembangkan pengertian merupakan tujuan pengajaran matematika. Karena tanpa pengertian orang tidak dapat mengaplikasikan prosedur, konsep, ataupun proses. Dengan kata lain, matematika dimengerti bila representasi mental adalah bagian dari jaringan representasi (Hiebert dan Carpenter , 1992).

Umumnya, sejak anak-anak orang telah mengenal ide matematika. Melalui pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari mereka mengembangkan ide-ide yang lebih kompleks, misalnya tentang bilangan, pola, bentuk, data, ukuran dsb. Anak sebelum sekolah belajar ide matematika secara alamiah. Hal ini menunjukkan bahwa siswa datang ke sekolah bukanlah dengan kepala “kosong” yang siap diisi dengan apa saja. Pembelajaran di sekolah akan menjadi lebih bermakna bila guru mengaitkan dengan apa yang telah diketahui anak.

Pengertian siswa tentang ide matematik dapat dibangun melalui sekolah, jika mereka secara aktif mengaitkan dengan pengetahuan mereka. Hanna dan Yackel (NCTM, 2000) mengatakan bahwa belajar dengan pengertian dapat ditingkatkan melalui interaksi kelas. Percakapan kelas dan interaksi sosial dapat digunakan untuk memperkenalkan keterkaitan di antara ide-ide dan mengorganisasikan pengetahuan kembali.

Pembelajaran MR memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi konsep-konsep matematika berdasarkan pada masalah realistik yang diberikan oleh guru. Situasi realistik dalam masalah memungkinkan siswa menggunakan cara-cara informal untuk menyelesaikan masalah. Cara-cara informal siswa yang merupakan produksi siswa memegang peranan penting dalam penemuan kembali dan pengkonstruksian konsep. Hal ini berarti informasi yang diberikan kepada siswa telah dikaitkan dengan skema (jaringan representasi) anak. Melalui interaksi kelas keterkaitan skema anak akan menjadi lebih kuat sehingga pengertian siswa tentang konsep yang mereka konstruksi sendiri menjadi kuat. Dengan demikian, pembelajaran MR akan mempunyai kontribusi yang sangat tinggi dengan pengertian siswa.

(14)

KESIMPULAN

Pembelajaran matematika modern dimulai setelah adanya kurikulum

1975. Pembelajaran matematika modern ini muncul karena adanya

kemajuan teknologi sehingga mendorong munculnya pembaharuan

pembelajaran matematika. Selain itu penemuan-penemuan teori belajar

mengajar oleh J. Piaget, W Brownell, J.P Guilford, J.S Bruner dll.

Pelaksanaannya pembelajaran matematika modern didukung oleh

teori belajar konstruktivisme. Siswa belajar dengan mendekati setiap

persoalan baru dengan pengetahuan yang telah ia miliki (

prior

knowledge), mengasimilasi informasi baru, dan membangun pengertian

sendiri. Konstruksi pengetahuan adalah suatu proses perubahan meliputi

penambahan, penciptaan, modifikasi, penghalusan, restrukrisasi, dan

penolakan. Siswa membangun pengertian dan memperoleh

pengetahuan baru melalui konstruksi untuk dirinya sendiri dan membagi

pengertian satu sama lain melalui proses negosiasi, re-konseptualisasi

struktur pengetahuan awal.

siswa dapat belajar berpartisipasi aktif dan kreatif, yaitu;

1. Agar siswa diberikan kesempatan berfikir bebas

2. Agar siswa diberi kesempatan untuk mencari aturan dan pola

matematika

(15)

Karakteristik matematika modern yang dituliskan pada buku

Strategi Belajar Mengajar Matematika (Erman Suherman dan Udin S.

Winataputra, 1992/1993: 201) yang menuliskan bahwa matematika

modern memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Menekankan pada pengertian dan penemuan.

2. Matematika Modern memuat materi baru.

3. Pendekatan materi dalam matematika modern adalah matematika

deduktif.

4. Dalam matematika modern ketepatan bahasa sangat diperhatikan.

5. Matematika modern sangat menekankan pada struktur.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Penggunaan Pola Pikir Induktif-Deduktif .

http://

rochmad-unes.blogspot.com.

. Diakses pada tanggal 20 Maret 2011.

Anonim. 2010. Sejarah Matematika Modern .

http://

Fadlianita.blogspot.com.

.

Diakses pada tanggal 20 Maret 2011.

Anonim.

2011.

Perkembangan

Matematika.

http://sinaja4math.blogspot.com

. Diakses pada tanggal 20 maret 2011.

Anonim.

2011.

Perkembangan

Pembelajaran

Matematika.

http://jokobando.tripod.com

. Diakses pada tanggal 27 Pebruari 2011.

(16)

Gambar

Gambar 1   Konsep Matematisasi (De Lange,1987)
Gambar 2  Penemuan dan Pengkonstruksian konsep(Diadopsi dari Van Reeuwijk,1995)

Referensi

Dokumen terkait

keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi dicatat di laporan posisi keuangan konsolidasian pada nilai wajar dengan keuntungan atau kerugian

Berdasarkan dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian terutama menyangkut tentang metode penanaman akhlak dalam pembentukan perilaku siswa di

Jika ada pintu rumah yang tidak dikunci rapat maka ada anggota keluarga yang tidak pergi.. Jika semua pintu rumah ditutup rapat maka semua anggota

Hasil analisis dari ke 6 sampel, potensi korosivitas tanah di daerah penelitian menunjukkan bahwa tingkat korosivitas tanah berada pada tingkatan korosif tinggi

Hasil hipotesis penelitian menunjukkan bahwa variabel kepemimpinan dan konflik kerja secara simultan maupun parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap stres kerja

[r]

Hasil tersebut secara konsisten juga dijumpai pada variabel laki-laki, lahir kurang bulan, berat badan lahir tidak sesuai masa kehamilan, dan ibu dengan penyakit penyerta

Secara akademis diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan bagi para paraktisi pendidikan, khususnya bagi sekolah dasar dan para guru dalam memberikan layanan belajar