• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemampuan Berbahasa Inggris Anak dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kemampuan Berbahasa Inggris Anak dengan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Kemampuan Berbahasa Inggris Anak

dengan Pembelajaran Bilingual

Itta The*)

*) Kepala TKK 3 BPK PENABUR Jakarta

eberapa Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak di Jakarta menerapkan pembelajaran bilingual bahasa I ndonesia dan bahasa I nggris. Para ahli masih belum sependapat tentang pengaruh pembelajaran itu terhadap perkembangan kognitif anak. Penelitian ini ingin mengetahui pendapat para ibu tentang kemampuan anak dan hasil pembelajaran bilingual di Kelompok Bermain. Penelitian dilakukan di Kelompok Bermain (KB) TKK 6 BPK PENABUR Jakarta dengan menyebar angket kepada ibu-ibu anak KB tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para ibu berpendapat kemampuan anak mereka dalam bahasa I nggris dan perkembangan kognitif anak serta hasil belajar mereka pada rentang baik sampai sangat baik.

Kata Kunci : Persepsi, Kelompok Bermain, bilingual

A number of play group and kindergarten in Jakarta use bilingual instruction, I ndonesia and English. I n general there are still controversial opinions on using bilingual at play group and kindergarten. This research aims at discovering the opinion of the children’s mothers on the children’s learning

achievement of the children at Play Group of TKK 6 BPK PENABUR Jakarta. The findings show

according to the opinion of the children’s mothers, the children’s ability in English and their learning achievement are at the range of good and very good.

Abst rak

B

Pendahuluan

Kemajuan ilmu dan teknologi menuntut setiap orang untuk terus menerus melakukan usaha peningkatan diri. Penguasaan bahasa asing menjadi salah satu aspek penting sebagai modal utama keunggulan sumber daya manusia berkualitas. Bahasa yang dimiliki oleh bangsa yang unggul dalam bidang ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki peluang menjadi wahana komunikasi global. Bahasa Inggris nampaknya menjadi pemenang dalam percaturan komunikasi global (Huda, 1999). Bahasa Inggris dianggap sebagai bahasa Internasional cukup penting dipelajari untuk

memasuki era globalisasi, dan dapat dimulai dari pendidikan di Taman Kanak Kanak.

(2)

tinggi dari pada anak monolingual (Lambert dalam Takakuwa, 2000).

Pembelajaran secara bilingual bagi anak di TK adalah upaya pengenalan bahasa kedua bagi anak selain bahasa Indonesia yang dikenalnya, melalui kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan sehari-hari di tempat anak TK bermain dan belajar. Agar memiliki kemampuan bilingual anak harus mendapatkan banyak masukan dan latihan melalui kegiatan mendengarkan dan mengucapkan dari kedua bahasa yang dipelajari, dengan strategi yang mempertimbangkan kualitas dan kuantitas dalam mengenalkan bahasa yang akan dipelajari, supaya dapat diperoleh hasil yang nyata dalam perkembangan bilingualisme (Baker, 2000).

Dengan melihat adanya beberapa taman kanak-kanak yang telah melakukan pembelajaran secara bilingual dan adanya pendapat yang menyatakan bahwa bilingual memberi pengaruh negatif yang berbahaya bagi perkembangan kognitif anak (Sulivan, Ausubel, Ives, dalam Takakuwa, 2000), penelitian dilakukan untuk melihat manfaat penggunaan bilingual di Taman kanak-kanak. Penelitian dilakukan di Kelompok Bermain TKK 6 BPK PENABUR, untuk menyibak bagaimanakah pandangan para ibu dari anak kelompok bermain terhadap kemampuan anak berbahasa Inggris dengan pembelajaran bilingual yang telah dilakukan.

Identifikasi Masalah

1. Bagaimanakah kemampuan bahasa Inggris guru TK, dalam rangka mempersiapkan diri untuk melakukan pembelajaran secara

bilingual di TK?.

2. Bagaimanakah program pembelajaran yang disiapkan oleh sekolah dalam rangka pelaksanaan pembelajaran secara bilingual ?.

3. Bagaimanakah kemampuan anak dalam

berbahasa Inggris dengan pembelajaran bilingual di kelompok Bermain TKK 6 BPK PENABUR Jakarta?.

Pembatasan Masalah

Berdasarkan umpan balik para ibu selaku orangtua murid Kelompok Bermain terhadap kemampuan berbahasa Inggris anak dengan

pembelajaran bilingual di TKK 6 BPK PENABUR pada tahun ajaran 2005-2006. Penelitian ini dibatasi pada masalah yang ketiga yaitu berkaitan dengan kemampuan berbahasa Inggris anak dengan pembelajaran bilingual di kelompok bermain TKK 6 BPK PENABUR Jakarta. Kemampuan yang dimaksud didasarkan pada pendapat ibu selaku orang tua anak. Dengan pembatasan masalah tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: Bagaimanakah umpan balik para ibu terhadap kemampuan berbahasa Inggris anak dengan pembelajaran secara bilingual di Kelompok Bermain di TKK 6 PENABUR ?.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kemampuan berbahasa Inggris anak dengan pembelajaran bilingual di Kelompok Bermain TKK 6 BPK PENABUR berdasarkan pendapat ibu anak . Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Kepala TKK 6 BPK PENABUR.

Memberi masukan kepada kepala sekolah agar dapat mengetahui sampai sejauh mana keberhasilan pembelajaran bilingual, melalui umpan balik para ibu Kelompok Bermain di TKK 6 BPK PENABUR

2. Guru TKK 6 BPK PENABUR.

Memberi masukan kepada para guru agar dapat melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara bilingual lebih baik.

3. Para ibu Kelompok Bermain TKK 6 BPK

PENABUR.

Memberi masukan kepada para ibu dari anak-anak Kelompok Bermain bahwa belajar bilingualmemberi peluang untuk mengembangkan kemampuan anak dalam hal (1) kemampuan berkomunikasi, (2) mengenal budaya, (3) mengembangkan kognitif, (4) mengembangkan kepribadian, (5) meningkatkan prestasi pendidikan 4. Yayasan BPK PENABUR Jakarta.

Hasil penelitian dapat digunakan untuk mengevaluasi dan memperbaiki pelaksanaan bilingual.

5. Penelitian lebih lanjut.

(3)

Kajian Teoretis

Bilingual

1. Pengertian Bilingual

Pengertian Bilingual dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996) mampu atau biasa memakai dua bahasa dengan baik dan bersangkutan dengan atau mengandung dua bahasa. Bilingual yang dipergunakan oleh guru Kelompok Bermain dalam melaksanakan pembelajaran di TKK 6 BPK PENABUR adalah bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Menurut Hurlock (1993), dwibahasa (bilingualism) adalah kemampuan menggunakan dua bahasa. Kemampuan ini tidak hanya dalam berbicara dan menulis tetapi juga kemampuan memahami apa yang dikomunikasikan orang lain secara lisan dan tertulis. Anak yang memiliki kemampuan dwibahasa memahami bahasa asing dengan baik seperti halnya pemahaman anak terhadap bahasa ibunya. Anak mampu berbicara, membaca dan menulis dalam dua bahasa dengan kemampuan yang sama. Pelaksanaan pembelajaran secara bilingual yang dilakukan di Kelompok Bermain TKK 6 BPK PENABUR lebih mengutamakan agar anak memiliki kemampuan memahami komunikasi lisan dan dapat berbicara dalam dua bahasa.

2. Manfaat Bilingual

Baker (2000) menuliskan pendapatnya, bahwa bilingual memberi dampak pada kehidupan anak dan orangtuanya. Bilingual atau

monolingual akan mempengaruhi identitas anak saat dewasa yaitu, sekolah, pekerjaan, pernikahan, area tempat tinggal, perjalanan dan cara berpikir. Kemampuan bilingual bukan hanya sekedar mempunyai dua bahasa, akan tetapi juga mempunyai konsekuensi pendidikan, sosial, ekonomi, dan budaya. Menurut Baker banyak keuntungan dan sangat sedikit kerugian dengan menguasai bilingual. Baker juga mengatakan dengan menguasai bilingual membuat anak mampu berkomunikasi dengan anggota keluarga lainnya dengan bahasa yang sama dimiliki anggota keluarga tersebut karena anak menguasai dua bahasa. Anak yang memiliki kemampuan bilingual mempunyai kesempatan untuk berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda bangsa dan etnis dalam ruang lingkup yang lebih luas dan bervariasi dibanding anak yang monolingual. Selanjutnya

Baker mengatakan keuntungan lain dalam berkomunikasi secara bilingualadalah ketika anak belajar dalam dua bahasa, saat dewasa dapat mengakses dua literatur, memahami tradisi yang berbeda, juga cara berpikir dan bertindak. Anak atau orang dewasa yang memiliki kemampuan bilingualakan memiliki dua atau lebih pengalaman di dunia, karena setiap bahasa berjalan dengan sistem perilaku yang berbeda, pepatah kuno, cerita, sejarah, tradisi, cara berkomunikasi, literatur yang berbeda, musik, bentuk hiburan, tradisi religius, ide dan kepercayaan, cara berpikir,dan bentuk kepedulian. Dengan dua bahasa maka akan didapat pengalaman budaya yang lebih luas dan sangat mungkin untuk menghasilkan toleransi yang lebih besar antara budaya-budaya yang berbeda serta akan menipiskan rasa rasialis.

Monolingual juga bisa mengenal perbedaan budaya, tapi untuk mengenal budaya-budaya yang berbeda dibutuhkan bahasa dari budaya tersebut. Memiliki kemampuan bilingual memberi kesempatan yang lebih besar untuk secara aktif mengenal budaya, karena menguasai bahasa dari budaya tersebut. Baker juga mengatakan terlepas dari aspek sosial, budaya, ekonomi, hubungan pribadi dan keuntungan komunikasi, riset telah menunjukkan bahwa bilingual memberi keuntungan tertentu dalam berpikir, anak yang memiliki kemampuan bilingual akan memiliki dua atau lebih kata-kata untuk setiap obyek dan ide. Menurut Baker ketika perbedaan asosiasi terdapat pada setiap kata, anak yang memiliki kemampuan bilingual dapat berpikir lebih tajam, fleksibel, kreatif, dan dapat membawa seseorang menjadi lebih hati-hati dalam berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda bahasa.

Beberapa kemampuan potensial dari bilingual (Baker,2000)

a. Kemampuan komunikasi

1) Komunikasi lebih luas 2) Memahami dua bahasa

Penggunaan bilingual dapat mengembangkan kemampuan komunikasi, anak dapat berkomunikasi dengan menggunakan dua bahasa yang dipelajari atau bahasa yang biasa digunakan oleh anak terhadap orang anggota keluarga dan juga terhadap orang lain.

b. Kemampuan mengenal budaya

1) Penyerapan budaya asing 2) Toleransi lebih besar

(4)

berjalan dengan sistem perilaku dan budaya yang berbeda. Dengan mengenal bahasa, anak dapat mengenal budaya dari bahasa tersebut, juga menumbuhkan sikap toleransi anak terhadap orang lain yang memiliki budaya berbeda.

c. Kemampuan perkembangan kognitif 1) Kreatif

2) Sensitif dalam berkomunikasi

Penggunaan bilingual mengembangkan kemampuan berpikir anak, anak menjadi kreatif dan memiliki dua atau lebih kata-kata untuk setiap obyek dan ide, juga membuat anak lebih hati-hati dalam berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda bahasa.

d. Kemampuan mengembangkan kepribadian

1) Menaikkan rasa percaya diri 2) Rasa aman dalam identitas

Penggunaan bilingual dapat menumbuhkan dan menaikkan rasa percaya diri pada anak, karena dengan menguasai dua bahasa anak lebih berani untuk berkomunikasi dan tetap merasa aman dalam lingkungan yang menggunakan dua bahasa yang dipahami oleh anak.

e. Kemampuan Pendidikan

1) Meningkatkan prestasi pendidikan 2) Lebih mudah mempelajari bahasa ketiga Penggunaan bilingual akan memudahkan anak mempelajari bahasa yang ketiga, ketika anak sudah menguasai dua bahasa. Di samping itu prestasi belajar anak meningkat karena anak memperoleh kata-kata baru dalam bahasa Inggris, untuk kata yang sama dalam bahasa Indonesia.

Hurlock (1993) juga mengatakan, pada waktu anak diharapkan mempelajari dua bahasa secara serempak, anak harus mempelajari dua kata yang berbeda untuk setiap obyek yang mereka sebut dan untuk setiap pikiran yang ingin anak ungkapkan. Anak harus mempelajari dua perangkat bentuk tata bahasa, selain itu anak harus mempelajari bagaimana mengucapkan huruf yang sama atau kombinasi huruf yang sama secara berbeda.

3. Keterampilan Menguasai Bilingual Keterampilan menguasai bilingual adalah suatu hal yang menyenangkan bagi anak usia dini, ketika anak memperoleh kemampuan tersebut dari hasil proses bilingualyang dilakukan. Saat usia anak 3 sampai 5 tahun, semua anak berkompeten setidaknya dalam satu bahasa dan dalam waktu yang sama anak dapat menguasai dua bahasa. Hal yang penting untuk diketahui orangtua dan pendidik anak usia dini tentang

bilingualism pada masa kanak-kanak (www.earlychildhood.com):

a. Semua anak mampu belajar dua bahasa.

b. Penting untuk mengetahui salah satu

bahasa orangtua, sebagai komponen identitas budaya anak dan rasa kebersamaan.

c. Kemampuan bilingual menjadi lengkap, jika anak mempunyai pengalaman kaya di dua bahasa tersebut.

d. Bahasa yang lebih sering digunakan di masyarakat akan lebih banyak memberi dukungan.

e. Orangtua dapat melengkapi kemampuan

bilingual dengan menggunakan bahasa yang paling anak ketahui dan menggunakannya secara bervariasi. Para ahli mendukung pandangan yang menyatakan bahwa semakin dini anak belajar bahasa asing, semakin mudah bagi anak untuk menguasai bahasa asing tersebut. Untuk dapat membimbing anak-anak menjadi bilingual, ada beberapa hal yang dapat dilakukan

(www.literacytrust.org.uk):

a. Membiasakan anak secara kontinu terlibat dalam suasana berbahasa asing, melalui lagu-lagu anak, cerita, dan buku cerita berbahasa asing.

b. Mengupayakan agar anak dapat

berhadapan langsung dan mendengar secara teratur kalimat, atau kata-kata asing. c. Biasakan anak dengan aktivitas mendengar yang bersifat alamiah, yaitu kegiatan bermain sesuai minat dan perkembangan usia anak, yang dilakukan dalam bahasa asing.

d. Memasukkan anak ke lingkungan

prasekolah yang memakai konsep bilingual, karena pada umumnya sekolah-sekolah jenis ini akan membiasakan anak mengenal bahasa ibu dan bahasa asing.

Anak Kelompok Bermain

1. Pengertian Anak Kelompok Bermain Berdasarkan pembagian periode anak usia Kelompok Bermain, termasuk dalam periode masa kanak-kanak awal yang berlangsung dari usia 2-6 tahun, dan anak Kelompok Bermain adalah anak usia 2-3 tahun. (Hurlock, 1994).

(5)

pengalaman (Irwanto,1996) Perubahan yang terjadi mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Gunarsa juga mengatakan, belajar selalu mempunyai hubungan dengan perubahan, baik yang meliputi keseluruhan tingkah-laku maupun pada beberapa aspek kepribadian. (Gunarsa,S. 1990)

Pembelajaran anak usia Kelompok Bermain dilaksanakan melalui program KBK (kurikulum berbasis kompetensi) TK untuk usia 2 dan 3 tahun, yang didasarkan pada tugas perkembangan anak sesuai dengan tahap perkembangannya. Isi program kegiatan belajar TK dipadukan dalam program kegiatan belajar, yang mencakup Program Kegiatan Belajar dalam rangka pembentukan perilaku dan pengembangan kemampuan dasar. (Puskur Depdiknas, 2002)..

3. Tugas Perkembangan Masa Kanak-kanak Awal a. Perkembangan Kognitif

Jean Piaget mengatakan bahwa perkembangan kognitif masa kanak-kanak awal disebut tahap praoperasional yaitu pada usia 2-7 tahun. Pada tahap ini kemampuan berpikir anak mulai menggunakan bahasa dan menggene-ralisasikannya, dan pemerolehan bahasa anak berdasarkan teori cognitive development Piaget anak usia 2 sampai 7 tahun, anak memperoleh bahasa melalui kegiatan simbolik seperti berbicara.

Syah juga mengatakan pada periode perkembangan praoprasional, anak di samping memperoleh kemampuan yang terkait dengan kemampuan berpikir juga memperoleh kemampuan berbahasa. Pada periode ini anak mulai mampu menggunakan kata-kata yang benar dan mampu pula mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif. (Syah M, 2000:71) .

b. Perkembangan Bahasa

Menurut Hurlock bahasa adalah bentuk komunikasi di mana pikiran dan perasaan disimbolkan agar dapat menyampaikan arti kepada orang lain. Hal yang mencakup bentuk bahasa menurut Hurlock yaitu bahasa lisan, bahasa tulisan, bahasa isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah, pantomim dan seni. Bicara adalah bentuk bahasa yang menggunakan kata-kata yang digunakan untuk menyampaikan suatu maksud serta merupakan bentuk komunikasi yang paling efektif, penggunaanya paling luas dan paling penting. (Hurlock, 1993).

Sudono, A (2000) mengutip dari Lerner(1982) menyatakan bahwa dasar utama perkembangan bahasa adalah melalui pengalaman-pengalaman berkomunikasi yang kaya. Pengalaman–pengalaman yang kaya itu akan menunjang faktor-faktor bahasa yang lain, yaitu: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Mendengarkan dan membaca termasuk keterampilan berbahasa yang menerima atau reseptif, sedangkan berbicara dan menulis merupakan keterampilan yang ekspresif.

Hurlock juga mengatakan, awal masa kanak-kanak umumnya merupakan saat berkembang pesatnya tugas pokok dalam belajar berbicara, yaitu menambah kosa kata, menguasai pengucapan kata-kata dan menggabungkan kata-kata menjadi kalimat. Kosa kata anak-anak meningkat pesat ketika ia belajar kata-kata baru dan arti-arti baru untuk kata-kata lama. (Hurlock,1994).

Selama masa awal kanak-kanak, anak-anak memiliki keinginan yang kuat untuk belajar bicara. Hal ini disebabkan karena dua hal, pertama belajar berbicara merupakan sarana pokok di dalam sosialisasi. Anak yang mampu berkomunikasi akan lebih mudah mengadakan kontak sosial dan lebih mudah diterima sebagai anggota kelompok teman sebaya daripada anak yang kemampuan berkomunikasinya terbatas. Kedua, belajar berbicara merupakan sarana untuk memperoleh kemandirian. Anak-anak yang tidak dapat mengemukakan keinginan dan kebutuhannya atau yang tidak dapat berusaha agar dimengerti orang lain cenderung diperlakukan untuk selalu dibantu dan tidak berhasil memperoleh kemandirian yang diinginkan.

Untuk meningkatkan komunikasi terdapat dua unsur penting, pertama anak harus menggunakan bentuk bahasa yang bermakna bagi orang yang mereka ajak berkomunikasi, dan kedua dalam berkomunikasi anak harus memahami bahasa yang digunakan orang lain.(Hurlock,1993).

(6)

c. Perkembangan Afektif

Perkembangan afektif adalah perkembangan yang terkait dengan sikap, sikap dalam arti sempit menurut Syah (2000) mengutip dari Bruno (1987) adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu.

Syah juga mengatakan tingkah laku afektif adalah tingkah laku yang berkaitan dengan keanekaragaman perasaan, seperti takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya. (Syah, 2000)

Hurlock juga mengatakan emosi memainkan peran yang penting dalam kehidupan, maka penting diketahui bagaimana perkembangan dan pengaruh emosi terhadap pribadi dan sosial, pola Emosi yang umum pada anak menurut Hurlock adalah (1993): a) Rasa takut, b) Rasa Marah, c) Rasa cemburu, d) Dukacita, e) Kegembiraan, Keriangan, Kesenangan, f) Kasih sayang.

d. Perkembangan Psikomotorik

Hurlock mengatakan awal masa kanak-kanak merupakan masa yang ideal untuk mempelajari keterampilan tertentu dan dianggap sebagai “saat belajar”, ( Hurlock, 1994) karena :

1) Anak senang mengulang-ngulang, sehingga dengan senang hati mau mengulang suatu aktifitas sampai mereka terampil melakukannya.

2) Anak-anak bersifat pemberani, sehingga tidak terhambat oleh rasa takut kalaupun dirinya mengalami sakit atau diejek teman-temannya.

3) Anak mudah dan cepat belajar karena tubuh mereka masih sangat lentur dan keterampilan yang dimiliki baru sedikit, sehingga keterampilan yang baru dikuasai tidak mengganggu keterampilan yang sudah ada.

Persepsi

Persepsi adalah proses diterimanya rangsang yang diperoleh dari suatu objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun peristiwa, sampai rangsang tersebut disadari dan dimengerti, (Irwanto, 1996). Sarwono mengatakan objek-objek yang ada di sekitar ditangkap melalui alat-alat indera, dan diproyeksikan pada bagian tertentu di otak sehingga dapat mengamati objek tersebut, (Sarwono, 1976:44 ). Rachmat juga mengatakan persepsi adalah pengalaman tentang objek,

peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. (Rachmat, 1985).

Metode Penelitian

Sampel dalam penelitian adalah ibu dari anak-anak Kelompok Bermain TK Kristen 6 BPK PENABUR Jakarta tahun ajaran 2005-2006, sebanyak 92 orang untuk data penelitian. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik sampling Proportional Stratified Random Sampling yaitu mengambil sampel secara proporsi seimbang dari tiap kelas Kelompok Bermain. Pengambilan data pada hari Sabtu tanggal 25 Maret 2006, di TKK 6 BPK PENABUR. Alasan memilih ibu yang mewakili orangtua untuk diteliti karena dalam kehidupan sehari-hari anak, seorang ibu mempunyai waktu lebih banyak bersama anaknya daripada sang ayah. Gambaran data subyek penelitian yang diperoleh berdasarkan latar belakang pendidikan, responden yang mengisi instrumen penelitian berjumlah 92 ibu dari anak Kelompok Bermain, terdiri dari lulusan pendidikan SLTA sampai dengan S2.

Variabel dalam penelitian ini adalah pendapat para ibu terhadap kemampuan berbahasa Inggris anak dengan pembelajaran bilingual. Pendapat para ibu adalah, ungkapan atau masukan yang diberikan para ibu anak Kelompok Bermain kepada sekolah, tentang kemampuan berbahasa Inggris anaknya setelah dilakukan pembelajaran secara dua bahasa di sekolah. Umpan balik yang diberikan para ibu itu mencakup kemampuan komunikasi anak berbahasa Inggris, kemampuan mengenal budaya, perkembangan kognitif, perkembangkan kepribadian, peningkatkan prestasi pendidikan.

(7)

41%

35%

16%

6%

2%

2% 3%

20% 22%

53%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%

SL SR KD SK TP

Analisis Kemampuan Komunikasi (pernyataan +) Analisis Kemampuan Komunikasi (pernyataan -)

Grafik 1 : Persentase Komponen Kemampuan Komunikasi

balik para ibu “sangat baik” terhadap kemampuan komunikasi anak didik, komunikasi anak lebih luas dan anak dapat memahami dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan Inggris.

Data dalam grafik dua menunjukkan, pada komponen kemampuan mengenal budaya, memperoleh 57% total responden yang menjawab selalu dan sering pada pernyataan positif, sedangkan pada pernyataan negatif memperoleh 58% total responden yang menjawab sesekali (SK) dan tidak pernah. Persentase tersebut menunjukkan tingkat umpan balik para ibu “baik” terhadap kemampuan mengenal budaya bagi anak didik. Anak secara umum dapat menyanyikan lagu anak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, mengucap syair, dan mengerti film kartun dalam bahasa Inggris.

Grafik 2 : Persentase Komponen Kemampuan Mengenal Budaya

26%

31%

29%

9%

5% 4%

8%

29%

15%

43%

0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40% 45% 50%

SL SR KD SK TP

Analis Kemampuan Mengenal Budaya (pernyataan +) Analis Kemampuan Mengenal Budaya (pernyataan -)

7 responden. Dalam instrumen penelitian terdapat

60 pernyataan yang meliputi komponen berdasarkan manfaat dari bilingual. Data dianalisis dengan analisis rasional dan uji coba terpakai kepada 92 orang responden, kemudian diolah untuk mendapatkan pernyataan yang valid dengan menggunakan rumus korelasi produk moment, dengan menggunakan bantuan program SPPS (Statistical Package for Social Sciences) versi 11,0, dan ada 54 pernyataan yang valid. Pernyataan dianggap valid apabila r-hitung memiliki koefisien korelasi lebih besar dari r-tabel yaitu 0,207 dengan taraf signifikan 5%.

Reabilitas, instrumen diukur dengan menggunakan rumus koefisien Reliabilitas Alpha yang hasilnya sebesar 0.883. Pengujian reliabilitas dengan menggunakan koefisien alpha dengan menggunakan program. SPPS. (Statistical Package for Social Sciences) versi 11,0. Analisis Data Penelitian menggunakan rumus sebagai berikut.

F

% = x 100 % N

Keterangan :

F : frekuensi jawaban N : jumlah responden

Hasil Penelitian

Deskripsi Data

Frekuensi jawaban para ibu dari anak Kelompok Bermain disajikan dalam bentuk persentase. Persentase tingkat umpan balik para ibu terhadap kemampuan berbahasa Inggris anak dengan pembelajaran bilingual yang kurang baik 0 – 25 % dari skor maksimal, tingkat umpan balik yang cukup baik sebesar 26 % - 50 % dari skor maksimal, tingkat umpan balik yang baik sebesar 51 % - 75 % dari skor maksimal, dan tingkat umpan balik yang sangat baik sebesar 76 % - 100 % dari skor maksimal.

(8)

Grafik 3 : Persentase Komponen Kemampuan Perkembangan Kognitif

Data dalam grafik tiga menunjukkan, pada komponen kemampuan perkembangan kognitif, memperoleh 74% total responden yang menjawab selalu dan sering pada pernyataan positif, sedangkan pada pernyataan negatif memperoleh 67% total responden yang menjawab sesekali dan tidak pernah. Persentase tersebut menunjukkan tingkat umpan balik para ibu “baik” terhadap kemampuan perkembangan kognitif anak didik.

Data dalam grafik empat menunjukkan, pada komponen kemampuan perkembangan kepribadian, memperoleh 86% total responden yang menjawab selalu dan sering pada pernyataan positif, sedangkan pada pernyataan negatif memperoleh 95% total responden yang menjawab sesekali dan tidak pernah. Persentase tersebut menunjukkan tingkat umpan balik para ibu “sangat baik” terhadap kemampuan perkembangan kepribadian anak didik.

Data dalam grafik lima menunjukkan, pada komponen kemampuan meningkatkan prestasi kependidikan, memperoleh 94% total responden yang menjawab selalu dan sering pada

Grafik 4 : Persentase Komponen Kemampuan Perkembangan Kepribadian

60%

34%

5%

1% 0%

3% 2%

13% 14%

68%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

SL SR KD SK TP

Analisis Prestasi Pendidikan (pernyataan +) Analisis Prestasi Pendidikan (pernyataan -)

Grafik 5 : Persentase Komponen Kemampuan Prestasi Pendidikan

pernyataan positif, sedangkan pada pernyataan negatif memperoleh 82% total responden yang menjawab sesekali dan tidak pernah. Persentase tersebut menunjukkan tingkat umpan balik para ibu “sangat baik” terhadap peningkatkan prestasi pendidikan bagi anak didik.

Peneliti juga membuat hasil analisis data tentang persepsi para ibu terhadap manfaat bilingual di kelompok bermain TKK 6 BPK PENABUR, dapat dilihat pada tabel 1.

(9)

l

memperoleh 82% dari total responden yang menjawab sesekali dan tidak pernah.

Hasil Analisis Data

Untuk mengetahui tingkat umpan balik para ibu terhadap kemampuan berbahasa Inggris anak dengan pembelajaran bilingual, maka dibuat klasifikasi umpan balik para ibu, dengan cara sebagai berikut: skor maksimal 270 didapat dari 54 pernyataan yang valid dikalikan dengan bobot skor alternatif jawaban tertinggi yaitu lima (54 pernyataan x bobot skor 5), dan skor minimal 54 didapat dari 54 pernyataan yang valid dikalikan dengan bobot skor alternatif jawaban terendah yaitu satu (54 pernyataan x bobot 1).

Data dalam tabel dua menunjukkan, jumlah para ibu dengan tingkat umpan balik sangat baik terhadap kemampuan berbahasa Inggris anak dengan pembelajaran bilingualsebanyak 67 ibu, tingkat umpan balik yang “ baik” sebanyak 24

(10)

ibu, tingkat umpan balik “cukup baik” sebanyak 1 ibu, dan tidak ada ibu yang menyatakan tingkat umpan balik “kurang baik”. Dengan demikian, umpan balik para ibu terhadap kemampuan berbahasa Inggris anak dengan pembelajaran bilingual pada umumnya berada pada klasifikasi “sangat baik” dan “ baik”.

Pembahasan

Hasil penelitian tentang kemampuan berbahasa Inggris anak dengan pembelajaran bilingual menunjukkan bahwa para ibu yang tergolong memiliki tingkat umpan balik “sangat baik” dengan skor 216 - 270 terdiri dari 67 ibu (72,82 %). Para ibu yang tergolong memiliki tingkat umpan balik “baik” dengan skor 162 - 215 terdiri dari 24 ibu (26,08%).Umpan balik “cukup baik” dengan skor 108 - 161 terdiri dari 1 ibu (1,10%), dan tingkat umpan balik “kurang baik” dengan skor 54 - 107 terdapat 0 ibu (0%). Dengan demikian umpan balik para ibu tergolong pada tingkat “sangat baik” dan “baik”.

Peneliti melakukan wawancara singkat kepada tiga orang ayah dari anak Kelompok Bermain pada saat peneliti menyebarkan instrumen penelitian kepada para ibu, dan untuk mengetahui lebih dalam tentang manfaat bilingual bagi anak, peneliti melakukan wawancara dengan seorang ayah dari anak Kelompok Bermain. Berdasarkan wawancara ini, ayah tersebut menyatakan senang anaknya menerima pembelajaran secara bilingual, anak dapat mengerti komunikasi dalam bahasa Inggris dan dapat berbicara dalam bahasa Inggris walaupun dengan kalimat-kalimat yang pendek, anak tidak merasa takut walaupun sekolah menggunakan dua bahasa.

Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dikatakan bahwa pelaksanaan bilingual di Kelompok Bermain TKK 6 BPK PENABUR, meningkatkan kemampuan anak Kelompok Bermain di tempat tersebut. Hasil penelitian kemampuan komunikasi menunjukkan pandangan para ibu mengenai kemampuan komunikasi anak dalam bahasa Inggris dengan pembelajaran bilingual “sangat baik”, penggunaan bilingual membuat komunikasi anak dengan orangtua dalam bahasa Inggris lebih baik karena anak dapat mengerti dan berbicara dengan bahasa Inggris yang sederhana, demikian pula komunukasi dengan

native speaker, dan guru kelas. Hal ini didukung

oleh pendapat Baker (2000) bahwa bilingual memberi manfaat dalam komunikasi pada anak, mereka lebih pandai berkomunikasi dari pada anak yang hanya belajar monolingual.

Hasil penelitian mengenal budaya menunjukkan pandangan para ibu “baik”, dengan pembelajaran bilingual anak dapat mengenal budaya dari bahasa yang digunakan. Dari hasil persentase menunjukkan bahwa persentase umpan balik para ibu terhadap kemampuan mengenal budaya paling kecil jika dibandingkan dengan persentase umpan balik para ibu terhadap kemampuan lainnya dari pembelajaran bilingual. Menurut pendapat peneliti para ibu kurang memahami bahwa bilingual juga dapat meningkatkan kemampuan anak untuk mengenal budaya. Dengan dua bahasa anak diharapkan lebih mengenal berbagai macam budaya, bilingual membuat anak dapat menyanyikan lagu, mengucapkan syair serta mengerti film-film kartun dalam bahasa Inggris, hal ini sesuai yang dikatakan oleh Baker, bahwa anak atau dewasa yang memiliki kemampuan bilingual akan memiliki dua atau lebih pengalaman di dunia, karena setiap bahasa berjalan dengan sistem perilaku yang berbeda, pepatah kuno, cerita, sejarah, tradisi, cara berkomunikasi, literatur yang berbeda, musik, syair, bentuk hiburan, tradisi religius, ide dan kepercayaan, cara berpikir, dan bentuk kepedulian.

(11)

bahasa melalui kegiatan simbolik seperti berbicara. Hal ini juga didukung oleh Syah (2000) bahwa dalam periode perkembangan praoperasional, anak di samping memperoleh kemampuan yang terkait dengan kemampuan berpikir juga memperoleh kemampuan berbahasa.Pada periode ini anak mulai mampu menggunakan kata-kata yang benar dan mampu pula mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.

Pada hasil penelitian perkembangan kepribadian menunjukkan pandangan para ibu “sangat baik”, hasil penelitian menunjukan anak tetap merasa aman dan tidak takut ke sekolah walaupun bahasa yang dipergunakan dalam kegiatan belajar mengajar menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Anak juga lebih percaya diri, mandiri dan berani saat berbicara dengan guru kelas dan native speaker

dengan bahasa Inggris. Hal ini juga didukung oleh Hurlock (1994) belajar berbicara merupakan sarana untuk memperoleh kemandirian. Anak-anak yang tidak dapat mengemukakan keinginan dan kebutuhannya atau yang tidak dapat berusaha agar dimengerti orang lain cenderung diperlakukan untuk selalu dibantu dan tidak berhasil memperoleh kemandirian yang diinginkan.

Hasil penelitian peningkatan prestasi pendidikan menunjukkan pandangan para ibu “sangat baik”, dari hasil penelitian diketahui bahwa anak yang telah memiliki kemampuan bilingual yaitu bahasa ibu (bahasa mandarin atau bahasa daerah) dan bahasa Indonesia, mudah mempelajari bahasa Inggris sebagai bahasa anak yang ketiga. Di samping itu prestasi belajar anak meningkat karena anak memperoleh kata-kata baru dalam bahasa Inggris, untuk kata yang sama dalam bahasa Indonesia. Hal ini didukung oleh Hurlock bahwa, awal masa kanak-kanak umumnya merupakan saat berkembang pesatnya tugas pokok dalam belajar berbicara, yaitu menambah kosa kata, menguasai pengucapan kata-kata dan menggabungkan kata-kata menjadi kalimat. Kosa kata anak-anak meningkat pesat ketika ia belajar kata-kata baru dan arti-arti baru untuk kata-kata lama. (Hurlock, 1994).

Kesimpulan

1. Komponen kemampuan komunikasi dari pembelajaran bilingual menunjukkan hasil

sebesar 76%, para ibu berpendapat bahwa karena belajar bilingual anak-anak mereka mengalami peningkatan berkomunikasi dalam bahasa Inggris, anak juga dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan orangtua, guru, sanak keluarga lain, dan native speaker.

2. Komponen kemampuan mengenal budaya menunjukan hasil sebesar 57%, para ibu berpendapat bahwa terhadap kemampuan mengenal budaya cukup baik. Anak dapat menyanyikan lagu kanak-kanak baik dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, mengucap syair, dan mengerti film kartun dalam bahasa Inggris.

3. Komponen kemampuan perkembangan

kognitif menunjukkan hasil sebesar 74%. Persentase ini menunjukkan kemampuan anak mengerti dan berbicara secara langsung dengan bahasa Inggris cukup baik dan cukup kritis bila ada yang ditanyakan.

4. Komponen mengembangkan kepribadian

menunjukkan hasil sebesar 86%. Persentase ini menunjukkan pandangan para ibu “sangat baik”, terhadap perkembangan kepribadian anaknya. Mereka memiliki rasa percaya diri, mandiri dan memiliki keberanian saat berbicara dengan guru kelas dan native speaker.

5. Komponen manfaat peningkatan prestasi pendidikan menunjukkan hasil sebesar 94%, setelah belajar bilingual anak dapat mengucapkan kata-kata dalam bahasa Inggris, dan memperoleh kata-kata baru untuk kata yang sama dalam bahasa Indonesia.

Saran

1. Bagi Guru

(12)

2. Bagi Yayasan BPK PENABUR Jakarta Yayasan BPK PENABUR Jakarta diharapkan dapat mengembangkan program bilingual lebih baik lagi, sehingga pembelajaran bilingual dapat dilakukan di sekolah-sekolah lain dibawah yayasan BPK PENABUR

Daftar Pustaka

Baker,C. (2000). A Parents’ and teachers’guide to bilingualism. second edition. Clevedon. Boston. Toronto. Sydney : Multilingual matters Ltd

Depdikbud. (1998). Pedoman kegiatan belajar mengajar TK. Jakarta

Gunarsa, D, S. (1990). Psikologi perkembangan. Jakarta : Gunung Mulia

Hadjar,I. (1996). Dasar-dasar metodologi penelitian kuantatif dalam pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers

Hadi. S. (1994). Statistik II. Yogyakarta : Andi Offset

Huda, N. (1999). Pengajaran Bahasa Inggris di Indonesia Perkembangan dan prospeknya. Bahasa dan Seni, 27, Pebuari, 1-17 Hurlock, E.B. (1993). Perkembangan anak. Jilid I.

Jakarta: Erlangga

Hurlock, E.B. . (1994). Perkembangan anak. Jilid 2. Jakarta : Erlangga

Hurlock, E.B. . (1994). Pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Edisi VI. Jakarta: Erlangga

http//:www.earlychildhood.com. Anak usia dini dan bilingualism

http//: www.literacytrust.org.uk. Keuntungan bilingual

http//:www.tabloidnova.com. Membimbing anak anak menjadi bilingual

http//: www.literacytrust.org.uk. Membantu anak belajar bahasa ibu dan bahasa Inggris

Irwanto,dkk. (1996). Psikologi umum. Jakarta : Gramedia

Munandar, U, dkk. Psikologi perkembangan pribadi. (2001). Jakarta : Universitas Indonesia

Puskur-DepDikDas. (2002). Kurikulum hasil belajar-kompetensi dasarpendidikan anak usia dini 4-6. Jakarta : DepdikBud Rachmat, J. (1985). Psikologi komunikasi. Cet 1.

Bandung : Remaja Karya

Sarwono. S.W. (1976). Pengantar umum psikologi. Jakarta : Bulan Bintang

Sudono,A. (2000). Sumber belajar dan alat permainan. Jakarta : Grasindo

Suryabrata.,S. (1984). Metodologi penelitian. Jakarta : Rajawali

Syah, M. (2000). Psikologi pendidikan. Edisi Revisi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Takakuwa, M. (2000). “What’s wrong with the concept of cognitive development in studies of bilingualism”http//: www.questia. com

Gambar

Grafik 2 :  Persentase Komponen Kemampuan
Grafik 5 : Persentase Komponen Kemampuan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menyebutkan bahwa asam lemak bebas pada lemak subkutan pada tubuh bagian atas merupakan sumber utama dari metabolisme asam lemak yang abnormal dan asam lemak

Keterangan : Dimohon membawa dokumen asli yang datanya dimasukan dalam isian dokumen kualifikasi sesuai dengan dokumen yang diunggah/diupload saat mengikuti

Dalam hal pembelian Unit Penyertaan TRIMEGAH KAS SYARIAH dilakukan oleh Pemegang Unit Penyertaan secara berkala sesuai dengan ketentuan butir 13.3 Prospektus ini,

Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah: apakah peningkatan hasil belajar IPA dapat diupayakan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games

Permasalahan penelitian ini tentang pengaruh hasil belajar membuat roti dan hasil belajar kewirausahaan terhadap minat berwirausaha roti pada siswa kelas XI THP di SMKN 1

Pada perancangan tugas akhir ini, penulis merancang pemodelan helikopter yang dapat mempertahankan ketinggian yang diinginkan dengan beberapa pilihan level ketinggian.. Pengaturan

Peserta pengadaan yang keberatan atas penetapan pemenang lelang dapat mengajukan sanggahan secara tertulis kepada Panitia Pengadaan Barang/Jasa Dinas Pekerjaan UmrIm

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Apakah ada hubungan antara