TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Das Deli
Pengertian DAS atau Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan
yang menerima, menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian
menyalurkan ke laut atau danau melalui satu sungai utama. Dengan demikian
suatu DAS akan dipisahkan dari wilayah DAS lain di sekitarnya oleh batas alam
(topografi) berupa punggung bukit atau gunung. Dengan demikian seluruh
wilayah daratan habis berbagi ke dalam uni-unit Daerah Aliran Sungai (DAS)
Secara Hidrologis wilayah hulu dan hilir merupakan satu kesatuan organis yang
tidak dapat terpisahkan, keduanya memiliki keterkaitan dan ketergantungan yang
sangat tinggi (Asdak, 1995).
Karakteriskik DAS Deli terletak di Kabupaten Karo, Deli serdang dan
Kota Madya Medan, Propinsi Sumatera Utara. DAS Deli mencakup 2 Kabupaten
yaitu Deli Serdang dan Karo, dan Kota madya Medan dengan luas DAS berkisar
56.848,88 Ha. DAS Deli disebelah timur berbatasan dengan DAS Percut,
sedangkan disebelah barat berbatasan dengan DAS Belawan. DAS tersebut terdiri
dari tujuh Sub DAS yakni Sub DAS Petani, Sub DAS Simai-mai, Sub DAS Deli,
Sub DAS Babura, Sub DAS Bekala, Sub DAS Sei Kambing dan Sub DAS Paluh
Besar. Letak Sub DAS tersebut dalam DAS antara lain; Sub Das Petani terletak
dihulu, yakni ujung selatan berbatasan langsung dengan DAS yang alirannya
mengalir ke selatan. Sub DAS Simai-mai berada pada bagian hulu sebelah timur
Sub DAS Petani, berbatasan langsung dengan DAS Percut. Sub DAS Deli terletak
ditengah berbatasan langsung dengan Sub DAS Simai-mai, DAS Percut dan Sub
Petani, Sub DAS Bekala, Sub DAS Deli dan Sub DAS Sei Kambing
(BPDAS Wampu Sei Ular, 2003).
Letak dan Luas DAS Deli
DAS (Daerah Aliran Sungai) Deli merupakan Daerah Aliran Sungai di
Provinsi Sumatera Utara dengan luas 47,298.01 Ha. Daerah Aliran Sungai Deli
terbentang antara 3° 13' 35,50'' s/d 3° 47' 06,05'' garis Lintang Utara dan meridian
98° 29' 22,52'' s/d 98° 42' 51,23'' Bujur Timur.
Secara adminitrasi DAS Deli berada pada 3 (tiga) Kabupaten yaitu
Kabupaten Karo seluas 1,417.65 Ha (3 %), Kabupaten Deli Serdang seluas
29,115.20 Ha (61.56 %) dan Kota Medan seluas 16,765.16 ha (35.45 %). Adapun
Batas DAS Deli Adalah
Sebelah Utara : Daerah Aliran Sungai Belawan
Sebelah Selatan : Daerah Aliran Sungai Wampu
Sebelah Barat : Daerah Aliran Sungai Belawan
Sebelah Timur : Daerah Aliran Sungai Batang Kuis
(BPDAS Wampu Sei Ular Medan, 2011).
Pengertian Tentang Erosi dan Sedimentasi
Erosi adalah peristiwa berpindahnya atau terangkutnya tanah atau
bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa
erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut
yang kemudian diendapkan ditempat lain. Pengikisan dan pengangkutan tanah
tersebut terjadi oleh media alami, yaitu air dan angin. Proses erosi tanah yang
lapangan, yaitu tahap pertama pemecahan bongkah-bongkah atau agregat tanah
kedalam bentuk butir-butir kecil atau partikel tanah, tahap kedua pemindahan atau
pengangkutan butir-butir yang kecil sampai sangat halus tersebut, dan tahap ketiga
pengendapan partikel-partikel tersebut di tempat yang lebih rendah atau di dasar
sungai atau waduk. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan
baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk
menyerap dan menahan air. Tanah yang terangkut tersebut akan terbawa masuk
sumber air yang dinamai sedimen, dimana sedimen ini akan diendapkan di tempat
yang aliran airnya melambat; di dalam sungai, waduk, danau, reservoir, saluran
irigasi, di atas tanah pertanian dan sebagainya (Arsyad, 2010).
Erosi dapat juga disebut pengikisan atau kelongsoran sesungguhnya
merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air
dan angin, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat tindakan
atau perbuatan manusia. Erosi secara ilmiah dapat dikatakan tidak menimbulkan
musibah yang hebat bagi kehidupan manusia atau keseimbangan lingkungan dan
kemungkinan kerugian hanya kecil saja, ini dikarenakan banyaknya
partikel-partikel tanah yang dipindahkan atau terangkut seimbang dengan banyaknya tanah
yang terbentuk ditempat-tempat yang lebih rendah itu disebut dengan Sedimen
(Kartasapoetra, 1985).
Sedimen adalah hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi
parit, atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap di bagian
bawah kaki bukit, di daerah genangan banjir, di saluran air, sungai, dan waduk.
Hasil sedimen (sediment yield) adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi
tertentu. Hasil sedimen biasanya diperoleh dari pengukuran sedimen terlarut
dalam sungai (suspended sediment) atau dengan pengukuran langsung di dalam
waduk, dengan kata lain bahwa sedimen merupakan pecahan, mineral, atau
material organik yang ditransferkan dari berbagai sumber dan diendapkan oleh
media udara, angin, es, atau oleh air dan juga termasuk di dalamnya material yang
diendapakan dari material yang melayang dalam air atau dalam bentuk larutan
kimia (Asdak, 2007).
Faktor yang mempengaruhi erosi oleh air faktor utama yang
mempengaruhi erosi tanah adalah iklim, tanah, vegertasi, dan topografi. Vegetasi,
dan sampai batas tertentu tanah dan topografi, dapat dikendalikan. faktor iklim
berada di luar kekuasaan manusia untuk dikendalikan (Glenn dkk, 1996).
Bentuk-bentuk Erosi
Bentuk-bentuk Erosi dibagi menjadi:
1. Erosi Lembar / Kulit (Sheet Erosion atau Interrill Erosion), yaitu Pengangkutan
lapisan tanah yang merata tebalnya dari suatu permukaan tanah. Dari segi
energi, pengaruh butir-butir hujan lebih besar karena kecepatan jatuhnya
sekitar 6 hingga 10 meter/detik, sedangkan kecepatan aliran air dipermukaan
tanahnya hanya 0,3 hingga 0,6 meter/detik. Karena erosi yang terjadi seragam
maka bentuk erosi ini tidak segera tampak. Jika proses erosi telah berjalan
lanjut barulah disadari yaitu setelah tanaman mulai ditanam diatas lapisan
bawah tanah (subsoil) yang tidak baik bagi pertumbuhan tanaman.
2. Erosi Alur (Rill Erosion), terjadi karena air terkonsentrasi dan mengalir pada
tempat-tempat tertentu dipermukaan tanah sehingga pemindahan tanah lebih
dapat dihilangkan dengan pengelolahan tanah. Erosi alur biasanya terjadi pada
tanah-tanah yang ditanami dengan tanaman yang ditanam berbaris menurut
lereng atau akibat pengelolahan tanah menurut lereng atau bekas tempat
menarik balok-balok kayu.
3. Erosi Parit (Gully Erosion), yaitu proses terjadinya sama dengan proses erosi
alur, tetapi saluran-saluran yang terbentuk sudah demikian dalamnya sehingga
tidak dapat dihilangkan dengan pengolahan tanh biasa. Erosi parit yang baru
terbentuk berukuran sekitar 40 cm lebarnya dengan kedalaman 25 cm. erosi
parit yang telah lanjut dapat mencapai 30 m dalamnya. Erosi parit dapat
berbentuk V atau U, tergantung dari kepekaan erosi substratnya. Bentuk V
adalah bentuk yang umum terdapat, tetapi pada daerah-daerah yang substratnya
mudah lepas, umumnya berasal dari batuan sedimen maka akan terjadi bentuk
U. Tanah-tanah yang telah mengalami erosi parit sangat sulit untuk dijadikan
lahan pertanian. Diantara bentuk tersebut diatas bentuk U lebih sulit diperbaiki
daripada bentuk V.
4. Erosi Tebing Sungai (Stream atau River Bank Erosion), yaitu terjadi sebagai
akibat pengikisan tebing oleh air yang mengalir dari bagian atas tebing atau
oleh terjangan arus air yang kuat pada kelokan sungai. Erosi tebing akan hebat
terjadi jika vegetasi penutup tebing telah habis atau jika dilakukan pengolahan
tanah terlalu dekat tebing. Oleh karena itu sempadan sungai atau riparian zone
harus dijadikan kawasan lindung.
5. Longsor (landslide), yaitu suatu bentuk erosi yang pengangkutan atau
pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat dalam volume yang besar.
lapisan agak kedap air yang jenuh air. Lapisan tersebut terdiri dari liat atau
mengandung kadar liat tinggi yang setelah jenuh air berperan sebagai bidang
luncur. Longsor dapat terjadi jika terpenuhi tiga syarat yaitu: (1) Lereng yang
cukup curam; (2) Terdapat lapisan dibawah permukaan tanah yang agak kedap
air dan lunak yang akan berperan sebagai bidang luncur; dan (3) Terdapat
cukup air dalam tanah sehingga lapisan tanah terdapat di atas lapisan kedap air
tadi menjadi jenuh (Arsyad, 2010).
Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas
komponen-komponen padat, cair, dan gas dan mempunyai sifat serta perilaku yang dinamik
(Arsyad, 2010). Buckman dan Brandy (1969) mengemukakan bahwa secara garis
besar tanah (mineral) terdiri atas empat komponen utama yaitu bahan mineral,
bahan organik, air, dan udara, dengan komposisi kandungan ruang pori
(udara dan air) lebih kurang 50%, bahan mineral 45%, dan bahan organik 5%.
Selanjutnya pada kelembaban optimum untuk kehidupan tumbuhan ruang pori
terdiri dari 25% udara dan 25% air.
Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu, liat,
yang dinyatakaan dengan persentase. Pengamatan tekstur tanah dapat dilakukan
dengan cara merasa dengan tangan (Texture by feel), analisis mekanis
dilaboratorium. Penetapan tekstur tanah dengan cara merasa dengan tangan
(Texture by feel) dilakukan dengan cara merasa dengan cara memijit tanah dengan
jari dan kemudian dirasakan. Ada 12 kelas tekstur tanah yaitu : pasir, debu, liat,
pasir berlempung, lempung pasir, lempung, lempung berdebu, lempung berliat,
Penetapan tekstur tanah di laboratorium ialah dengan cara pipet dan cara
hydrometer yaitu penetapan tekstur tanah dengan menggunakan Hydrometer.
Struktur Tanah
Struktur menyatakan penyusunan butir-butir primer (pasir, debu, dan liat)
jadi butir-butir majemuk (agregat) yang dibatasai satu sama lain oleh
bidang-bidang lemah. Tujuannya adalah untuk menentukan bentuk, ukuran dan
kematangan struktur tanah. Menentukan struktur ini adalah dengan mengambil
gumpalan tanah dalam keadaan utuh (sedapat mungkin dalam keadaan lembab),
kemudian dipecah dengan cara menekan dengan jari. Pecahan gumpalan tanah
tersebut merupakan agregat atau gabungan agregat.
Tabel 1. Kode Struktur Tanah
Kelas Struktur Tanah (Ukuran Diameter) Kode Granuler Sangat Halus (<1mm)
Granuler Halus (1 hingga 2mm)
Granuler Sedang Sampai Kasar (2 hingga 10 mm) Kubus/Gumpal, Gumpal Bersudut, Plat, Masif
1 2 3 4 Sumber : Arsyad (2010).
Permeabilitas Tanah
Cepat atau lambatnya tanah meneruskan air atau udara dalam tanah dapat
dilihat pada kelas permeabilitas. Permeabilitas merupakan kemampuan tanah
untuk meneruskan air atau udara. Permeabilitas umumnya diukur sehubungan laju
aliran air melalui tanah dalam suatu massa waktu dan dinyatakan sebagai cm per
jam. Ini mengakibatkan pergerakan udara yang berhubungan dengan volume
tanah yang kosong, bukan ukuran pori dan kesinambungan ruang pori
Tabel 2. Kode Permeabilitas Profil Tanah
Kelas Permeabilitas Kecepatan (cm/jam) Kode Sangat Lambat Sumber : Arsyad (2010).
Permeabilitas tanah diukur dengan metode De Boodt. Permeabilitas tanah
ditetapkan dalam keadaan jenuh pada contoh tanah yang tidak terganggu yang
dirumuskan dengan:
K = Q x L / t x h x A
Keterangan :
K = Permeabilitas (cm/jam)
Q = Banyaknya air setiap pengukuran (cm3) L = Tebal contoh tanah (cm)
h = Tinggi permukaan air dari permukaan tanah (cm2) A = Luas permukaan contoh tanah (cm2)
t = Waktu (jam)
(Sutanto, 2005).
C-Organik
Karbon merupakan bahan organik yang utama yaitu berkisar 47%, karbon
diserap tanaman berasal dari CO2 udara, kemudian bahan organik
didekomposisikan kembali dan membebaskan sejumlah karbon. Sejumlah CO2
bereaksi dalam bentuk asam Carbonat Ca, Mg, K atau Bikarbonat (Hakim, 1986).
Pengaruh pemberian bahan organik terhadap sifat biologi tanah adalah
meningkatkan aktivitas mikroorganisme, sehingga kegiatan mikroorganisme
dalam menguraikan bahan organik juga meningkat, dengan demikian unsur hara
Penambahan bahan organik dalam tanah dapat memperbaiki sifat fisik,
kimia dan biologi tanah seperti meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang
dapat melepaskan asam organik yang tersedia dalam tanah, meningkatkan total
ruang pori tanah, menurunkan kepadatan tanah yang dapat menyebabkan
kemampuan mengikat air dalam tanah tinggi. Bahan organik juga dapat
menyumbangkan unsur hara N, P, K, Ca, Mg serta mengurangi fiksasi fosfat oleh
Al dan Fe dalam tanah (Sutanto, 2002).
Prediksi Erosi dan Erosi yang Masih Dapat Dibiarkan
Laju erosi yang masih dapat ditoleransi (Tolerable Soil Loss : TSL) adalah
laju erosi terbesar yang masih dapat dibiarkan/ditoleransikan, agar terpelihara
kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman sehingga memungkinkan
tercapainya produktivitas tinggi secara lestari. Penetapan nilai erosi ini perlu,
karena tidak mungkin menekan laju erosi menjadi 0 pada tanah-tanah yang
diusahakan terutama tanah-tanah berlereng, dan biaya konservasi tanah dapat
lebih efisien, dengan kata lain TSL merupakan batas maksimum suatu erosi yang
diperbolehkan (Irwan, 2013).
Arsyad (1989) mengemukakan bahwa Prediksi erosi dari sebidang tanah
adalah metoda untuk memperkirakan laju erosi yang akan terjadi dari tanah yang
dipergunakan dalam penggunaan lahan dan pengelolaan tertentu. Jika laju erosi
yang akan terjadi telah dapat diperkirakan dan laju erosi yang masih dapat
dibiarkan atau ditoleransikan (Permissible atau Tolerable erosion) sudah dapat
ditetapkan, maka dapat ditentukan kebijaksanaan penggunaan tanah dan tindakan
dapat dipergunakan secara produktif dan lestari. Tindakan konservasi tanah dan
penggunaan lahan yang diterapkan adalah yang dapat menekan laju erosi agar
sama atau lebih kecil dari laju erosi yang masih dapat dibiarkan. Metoda prediksi
juga merupakan alat untuk menilai apakah suatu program tau tindakan konservasi
tanah telah berhasil mengurangi erosi dari suatu bidang tanah atau suatu daerah
aliran sungai (DAS). Prediksi erosi adalah alat bantu untuk mengambil keputusan
dalam perencanaan konservasi tanah pada suatu areal tanah. Erosi dikaji hasil
prediksi erosi dari USLE dan membandingkan erosi > ETol. Kondisi hidrologi
yang dikaji meliputi; infiltrasi, aliran permukaan, koefisien aliran permukaan,dan
Qmax, Qmin, rasio Qmax dan Qmin menggunakan persaman SCS dalam
Arsyad (2006).
Banyak cara yang dapat dilakukan dalam menetapkan besarnya nilai TSL;
Thompson (1957, dalam Arsyad, 2010) menyatakan bahwa nilai TSL sangat
ditentukan oleh:
a. Kedalaman Tanah. Pada tanah dangkal nilai TSL harus rendah bahkan 0,
karena pada tanah-tanah sangat dangkal bila TSL tinggi, maka umur guna
tanah akan singkat, lebih-lebih bila langsung diatas batuan, sehingga
produktivitas tinggi dan lestari sulit dipertahankan.
b. Permeabilitas Lapisan Bawah. Apabila tanah lapisan bawah lebih
permeabel, maka TSL dapat lebih besar, daripada tanah yang kedap air,
hal ini berhubungan dengan kecepatan pembentukan tanah pada areal
tersebut.
c. Kondisi Substratum. Apabila kondisi substratum tidak terkonsolidasi
sehingga nilai TSL dapat lebih besar daripada substratum yang
terkonsolidasi.
Tabel 3. Faktor Kedalaman Beberapa Sub-Order Tanah No Sub-Order Harkat Kemerosotan Sifat Fisika dan
Kimia
Sumber : Hammer (1981) dalam Arsyad (2010).
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) ditentukan dengan membandingkan erosi
potensial (A) dengan erosi yang masih dapat ditoleransikan (T) didaerah itu
dengan rumus:
Tabel 4. Penilaian Erosi Hasil Prediksi Metode USLE
Kelas Keterangan Erosi Tanah (Ton/Ha/Tahun)
I Sangat Rendah < 15
II Rendah 15 – 60
III Sedang 60 – 180
IV Tinggi 180 – 480
V Sangat Tinggi > 480
Sumber : Rahmawaty, dkk, (2011).
Tabel 5. Kriteria Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
Nilai TBE Keterangan
< 1,0 Rendah
1,0 – 4,0 Sedang
4,01 – 10,0 Tinggi
>10,01 Sangat Tinggi
Sumber : Arsyad (2010).
Aliran permukaan merupakan penyebab utama terjadinya proses
pengangkutan partikel-partikel tanah. Kemampuan limpasan permukaan dalam
mengangkut partikel tanah tergantung dari besarnya energi potensial yang dimiliki
oleh aliran permukaan tersebut, semakin besar energi potensial yang dimiliki
maka semakin besar pula kemampuan limpasan tersebut dalam mengangkut
partikel tanah. Hudson (1976), memandang erosi dari dua segi yakni :
1. Faktor penyebab erosi, yang dinyatakan dalam erosivitas hujan, dan
2. Faktor ketahanan tanah terhadap erosivitas hujan, yang dinyatakan sebagai
erodibilitas tanah.
Erosi merupakan fungsi dari erosivitas dan erodibilitas. Pada dasarnya
proses erosi adalah akibat interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, topografi,
vegetasi dan manusia terhadap tanah. Secara umum, faktor-faktor tersebut dapat
Kehilangan Tanah (PUKT), yaitu kehilangan tanah (A) dipengaruhi oleh indeks
Erosifitas (R), Faktor Erodibilitas (K), Faktor Panjang Kemiringan (L), Fakor
Kemiringan (S), Faktor Pengelolaan Tanaman (C), Faktor Pengendali Erosi (P)
(CD. Soemarto,1995).
Metode pengukuran erosi dapat berupa : (1) Mengukur seluruh erosi yang
terjadi dalam massa yang lama (Accumulated Erossion); dan (2) Mengukur erosi
yang terjadi untuk satu kejadian hujan.
Pengertian dan Dampak Sedimentasi
Tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut oleh air dari suatu tempat
yang mengalami erosi pada suatu daerah aliran sungai (DAS) dan masuk ke dalam
suatu badan air secara umum disebut sedimen. Sedimen yang terbawa masuk ke
dalam sungai hanya sebagian saja dari tanah yang tererosi dari tempatnya.
Sebagian lagi dari tanah yang terbawa erosi akan mengendap pada suatu tempat di
lahan di bagian bawah tempat erosi pada DAS tersebut. Sedimen yang dihasilkan
oleh proses erosi dan terbawa oleh aliran air akan diendapkan pada suatu tempat
yang kecepatan airnya melambat atau terhenti. Peristiwa pengendapan ini dikenal
dengan peristiwa atau proses sedimentasi, yaitu proses yang bertanggungjawab
atas terbentuknya dataran-dataran alluvial yang luas dan banyak terdapat di dunia,
merupakan suatu keuntungan oleh karena dapat memberikan lahan untuk
perluasan pertanian atau permukiman (Arsyad, 2010).
Dampak lainnya dari proses sedimentasi di sungai adalah terjadinya
pengendapan sedimen di dasar sungai yang menyebabkan naiknya dasar sungai,
banjir yang menimpa lahan-lahan yang tidak dilindungi. Erosi tanah tidak hanya
berpengaruh negatif pada lahan dimana terjadi erosi, tetapi juga di daerah hilirnya
dimana material sedimen diendapkan. Banyak bangunan-bangunan sipil di daerah
hilir akan terganggu, saluran-saluran, jalur navigasi air, waduk-waduk akan
mengalami pengendapan sedimen. Disamping itu kandungan sedimen yang tinggi
pada air sungai juga akan merugikan pada penyediaan air bersih yang bersumber
dari air permukaan, biaya pengelolaan akan menjadi lebih mahal (Suripin, 2001).
Sedimen Melayang
Menurut sumber asalnya angkutan sedimen dibedakan menjadi muatan
material dasar (bed material load), dan muatan bilas (wash load). Sedangkan
menurut mekanisme pengangkutannya dibedakan menjadi muatan sedimen
melayang (suspendead load), dan muatan sedimen dasar (bed load).
Setiap sungai membawa sejumlah sedimen terapung (suspended sediment)
serta menggerakkan bahan-bahan padat di sepanjang dasar sungai sebagai muatan
dasar (bed load). Karena berat jenis bahan-bahan tanah adalah kira-kira 2,65 g/cc,
maka partikel-partikel sedimen terapung cenderung untuk mengendap ke dasar
alur, tetapi arus ke atas pada aliran turbulen menghalangi pengendapan secara
gravitasi tersebut. Bila air yang mengandung sedimen mencapai suatu waduk,
maka kecepatan dan turbulensinya akan sangat jauh berkurang. Muatan sedimen
terapung pada sungai-sungai dikur dengan cara mengambil contoh air,
menyaringnya untuk memisahkan sedimen, mengeringkannya, dan kemudian
menimbang bahan-bahan yang disaring tersebut. Muatan sedimen dinyatakan
kejadian hujan dapat diendapkan di alur sungai dan tinggal disana hingga hujan
berikutnya mendorongnya ke hilir. Bagian-bagian tertentu dari lembah sungai
mungkin lebih peka terhadap erosi daripada bagian-bagian lainnya, sehingga
muatan sedimen yang lebih besar dapat diharapkan bila curah hujan terpusat pada
daerah semacam ini (Sasongko, 1991).
Tabel 6. Kategori Konsentrasi Sedimen Melayang (Cs) berdasarkan Standar Skala Kualitas Lingkungan (Kepmen LH No. 2/1998).
Komponen Lingkungan
Nilai dan Rentangan Sangat jelek Jelek Sedang Baik Sangat
Baik Konsentrasi Sedimen
Melayang Cs (mg/l) > 500 250 – 500 100 – 250 0 - 100 0
Suspended load adalah sedimen bergerak di dalam alur sungai sebagai
sedimen tersuspensi (Suspended Sediment) dalam air yang mengalir dan sebagai
muatan dasar (Bed Load) yang bergeser atau menggelinding sepanjang dasar
saluran. Model prediksi erosi yang digunakan adalah model prediksi parametrik
dengan pendekatan Universal Soil Loss Equation (USLE). Model ini merupakan
suatu metode yang memungkinkan perencana menduga laju rata-rata erosi dalam
suatu bidang tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan
tertentu untuk setiap macam penanaman dan tindakan pengelolaan
(tindakan konservasi tanah) yang mungkin dilakukan atau yang sedang digunakan.
Persamaan yang digunakan adalah
A = R.K.L.S.C.P
dimana A adalah jumlah tanah hilang maksimum dalam ton/ha/tahun, R adalah
Indeks erosivitas hujan, K adalah Indeks faktor erodibiltas tanah, LS adalah
tanaman dan P adalah Indeks faktor teknik konservasi lahan
(Wischmeier dan Smith, 1978).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap besarnya erosi antara lain : - faktor hujan (indeks erosivitas (R) ).
- tanah (nilai erodibilitas (K) ). - topografi (nilai LS).
- tanaman (nilai C).
- konservasi tanah (nilai P).
Indeks Erosivitas (R)
Indeks erosivitas hujan tahunan dapat diperoleh dengan menghitung hujan
bulanan. Formula yang dipergunakan adalah Metode Lenvain (1989) dalam
Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007) yaitu:
Rm = 2.21 R1.36 m
Keterangan:
Rm = indeks erosivitas hujan, R = curah hujan bulanan (cm).
Indeks Erodibilitas Lahan (K)
Indeks Erodibilitas Lahan (K) adalah suatu nilai yang dapat menunjukkan
kondisi maksimum proses erosi yang dapat terjadi pada suatu lahan dengan
kondisi hujan dan tata guna lahan tertentu. Semakin besar nilai erodibilitas lahan
berarti semakin rentan suatu kawasan terhadap erosi. Indeks Erodibilitas Lahan
(K) dihitung dengan mempertimbangkan faktor-faktor tekstur tanah, struktur
tanah, permeabilitas tanah, dan bahan organik tanah
(Wischemeier dan Smith, 1971). Rumus yang digunakan untuk menghitung
Faktor erodibilitas tanah atau faktor kepekaan erosi tanah dihitung dengan
persamaan Wischmeier dan Smith (1978) :
Keterangan :
Faktor ini merupakan gabungan antara pengaruh panjang dan kemiringan
lereng. Faktor S adalah rasio kehilangan tanah per satuan luas di lapangan
terhadap kehilangan tanah pada lereng eksperimental sepanjang 22,1 m (72,6 ft)
dengan kemiringan lereng 9 %. Persamaan yang diusulkan oleh Wischmeier dan
Smith (1978) dapat digunakan untuk menghitung LS :
Tabel 7. Penilaian Indeks Kemiringan Lereng (LS)
Nilai Faktor Tanaman (Faktor C)
Faktor ini mempertimbangkan segi pengelolaan lahan. Termasuk dalam
pengelolaan ini adalah campur tangan manusia.
Tabel 8. Nilai Faktor C
No. Macam Penggunaan*) Nilai Faktor
1. Tanah terbuka/tanpa tanaman 1,0
2. Sawah 0,01
3. Tegalan tidak dispesifikasi 0,7
4. Ubikayu 0,8
13. Rumput Bede (tahun pertama) 0,287
14. Rumput Bede (tahun kedua) 0,002
15. Kopi dengan penutupan tanah buruk 0,2
16. Talas 0,85
27. Kacang tanah + Kacang tunggak 0,571
28. Kacang tanah + Mulsa jerami 4 ton/ha 0,049
29. Padi + Mulsa jerami 4 ton/ha 0,096
30. Kacang tanah + Mulsa jagung 4 ton/ha 0,128
31. Kacang tanah + Mulsa Crotalaria 0,136
32. Kacang tanah + Mulsa kacang tunggak 0,259
33. Kacang tanah + Mulsa jerami 2 ton/ha 0,377
34. Padi + Mulsa Crotalaria 3 ton/ha 0,387
35. Pola tanam tumpang gilir**) + Mulsa jerami 0,079
36. Pola tanam berurutan***) + Mulsa sisa tanaman 0,357
37. Alang-alang murni subur 0,001
Nilai Faktor Tindakan Konservasi Tanah (Faktor P)
Nilai faktor P merupakan rasio hilangnya tanah dibawah suatu tindakan
pengawetan tanah terhadap hilangnya tanah dari tanah yang diolah menurut
lereng, dibawah kondisi yang identik.
Tabel 9. Nilai Faktor P untuk Berbagai Tindakan Konservasi Tanah Khusus No Tindakan Khusus Konservasi Tanah Nilai P
1 Teras Bangku 1):
Konstruksi Baik 0,04
Konstruksi Sedang 0,15
Konstruksi Kurang Baik 0,35
Teras Tradisional 0,40
2 Strip Tanaman Rumput Bahia 0,40
3 Pengolahan Tanah dan Penanaman menurut garis kontur
Kemiringan 0 -8% 0,50
Kemiringan 9 - 20% 0,75
Kemiringan lebih dari 20% 0,90
4 Tanpa tindakan konservasi 1,00
Faktor Pengendali / Konservasi Lahan (Faktor P)
Tabel 10. Nilai Faktor P dan CP
No. Tindakan Konservasi Tanah dan Pengelolaan Tanaman Nilai Faktor 1. Teras bangku :
c. kemiringan >20% 0,90
6. Limbah jerami
a. 6 ton/ha/thn 0,30
b. 3 ton/ha/thn 0,50
c. 1 ton/ha/thn 0,80
7. Tanaman perkebunan
a. penutup tanah rapat 0,10
b. penutup tanah sedang 0,50
8. Strip cropping-kacang tanah sisa tanaman dijadikan mulsa 0,05
9. Jagung-kedelai, sisa tanaman dijadikan mulsa 0,087
10. Jagung-mulsa jerami padi 0,008
11. Padi gogo-kedelai, mulsa jerami 4 ton/ha 0,193
12. Kacang tanah-kacang hijau 0,730
13. Kacang tanah-kacang hijau, mulsa jerami 0,013
14. Padi gogo-jagung-kacang tanah + mulsa jerami 0,267
15. Jagung + padi gogo + kacang tanah + mulsa (sisa tanaman) 0,159
16. Teras gulud : padi-jagung 0,013
17. Teras gulud : sorghum-sorghum 0,041
18. Teras gulud : ketela pohon 0,063
19. Teras gulud : jagung–kacang tanah + mulsa (sisa tanaman) 0,006
20. Teras gulud : kacang tanah-kedelai 0,105
21. Teras gulud : padi-jagung-kacang tunggak, kapur 2 ton/ha 0,012
22. Teras bangku : jagung-ubi kayu/kedelai 0,056
23. Teras bangku : sorghum-sorghum 0,026
24. Teras bangku : kacang tanah-kacang tanah 0,009
25. Serai wangi 0,537
26. Alang-alang 0,021
27. Ubi kayu 0,0461
28. Sorghum-sorghum 0,341
29. Padi gogo-jagung 0,502
30. 31. 32.
Padi gogo-jagung-mulsa jerami
Padi gogo-jg-kapur 2 ton/ha, Mulsa/P.kandang 10-20 ton/ha Jagung-padi gogo + ubi kayu-kedelai/kacang tanah
Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem informasi yang
mampu mengelolah atau mengelolah informasi yang terkait atau memiliki
rujukan ruang atau tempat. Sistem Informasi Geografis adalah sistem yang
berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi
informasi-informasi geografi (Aronoff, 1989). Secara sederhana Sistem Informasi
Geografis diartikan sebagai suatu sistem computer yang mampu menyimpan dan
menggunakan data yang menggambarkan lokasi dipermukaan bumi. defenisi
tersebut dengan tegas menyebutkan sistem computer sebagai bagian yang tak
terpisahkan dari SIG, SIG tidak lepas dari komputer, baik hardware maupun
softwarenya. Dalam defenisi tersebut SIG tidak hanya sebagai sistem tetapi juga
sebagai teknologi.
Terjadinya erosi, banjir, kekeringan, longsor, dan permasalahan
lingkungan lainnya terjadi karena adanya kesalahan dalam pengelolaan
lingkungan pada suatu wilayah. Oleh karena itu, perlu dilakukannya perencanaan
dan pengelolaan yang baik. Pekerjaan tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan teknologi informasi berbasis spasial/lokasi yaitu Sistem Informasi
Geografis (SIG). Penanganan erosi dapat dimulai dengan menentukan dan
memetakan sebaran erosi pada suatu wilayah. Penentuan erosi dapat dilakukan
dengan pendekatan pengukuran langsung dilapangan maupun dengan mengukur
kerentanan atau potensi erosi dengan memperhatikan sejumlah variabel seperti
kemiringan lereng, tutupan lahan, kondisi tanah, dan curah hujan. Untuk
menentukan potensi erosi, variable-variabel tersebut diolah menggunakan SIG
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai November 2014.
Penelitian ini dilakukan di DAS Deli dari bagian Hulu, Tengah, hingga Hilir DAS
Deli, dan Analisis Tanah dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah dan di
Laboratorium Central Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada Penelitian ini adalah Tali rafiah, Parang, Spidol,
Karet gelang, Stopwatch, Kalkulator, Corong, Scrub, Erlenmayer, Timbangan
electrick, Hydrometer, Backer glass, Oven, GPS (Global Positioning System),
ArcView GIS 3.3, Current meter, Suspended sampler, Turbiditi meter, Corong,
Bahan yang digunakan pada Penelitian ini adalah Plastik, Pipa paralon,
Kertas whotman, Aqua, Label nama, Karet, dan Sampel tanah, Sampel air, Data
CH (Curah Hujan) bulanan 10 tahun terakhir, Peta administrasi, Peta DAS Deli,
Peta kelerengan, Peta morfologi, dan Peta solum tanah.
Prosedur Penelitian
1. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder.
a. Data primer diperoleh dengan melakukan pengambilan titik dan
pengambilan sampel air dan sampel tanah dilapangan dengan metode
purposive sampling yaitu disekitar bagian Hulu DAS Deli di SPAS Sayum
Sabah, dibagian tengah DAS Deli di Pamah Deli Tua dan dibagian Hilir
DAS Deli di Titi Papan.
Untuk menentukan bagian hulu dari DAS Deli adalah didaerah
tebing, berlereng, terjal, kemiringan lereng yang curam, dan biasanya
didaerah pegunungan (dataran tinggi). Pada bagian tengah merupakan
daerah transformasi sedimen dan pada bagian hilir merupakan daerah yang
berlembah alluvial yang biasanya tempat terakhir sedimen menumpuk.
Daerah hulu dan tengah DAS merupakan tempat terjadinya erosi
tanah, sementara pada bagian hilir merupakan tempat untuk berlangsungnya
sedimentasi (Pengendapan). Curah hujan yang tinggi, tanah yang porous,
kemiringan lereng yang tinggi, vegtasi yang jarang dan aktivitas manusia
yang intensif mempunyai peranan penting untuk berlangsungnya proses
lambat dan selalu terjadi luapan air sungai membentuk genangan dan banjir
akan menyebabkan terjadinya sedimentasi dibagian hilir DAS.
b. Data sekunder diperoleh dari BPDAS Wampu Sei Ular Medan yaitu berupa
Peta Administrasi, Peta DAS Deli, Peta Kelerengan, Peta Morfologi, Peta
Tutupan Lahan, Peta Erodibilitas (K), Peta Jenis Tanah Utama, dan Peta
Solum Tanah. Data CH (Curah Hujan) bulanan 10 tahun terakhir di lokasi
Penelitian DAS Deli yang diperoleh dari BMKG
(Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) Sampali Medan.
2. Pengambilan Sampel Tanah dan Sampel Air
Pengambilan sampel ditentukan dengan melihat layout peta yang telah
diprint dengan menentukan bagian Hulu, Tengah dan Hilir DAS Deli dan
melakukan pengambilan sampel air sebanyak 3 botol sampel air yaitu sampel air
pada bagian tepi kiri, tengah dan tepi kanan yang kemudian dikompositkan, dan
pengambilan sampel tanah masing-masing di Pertanian, Pemukiman dan
Perkebunan yaitu ditiga titik pada setiap bagiannya untuk tanah terganggu yang
diambil pada 3 lubang dengan kedalaman 20 cm untuk pengambilan sampel
tanahnya yang dikompositkan sebanyak 1 kg, dan satu titik untuk mengukur
kedalaman efektif tanahnya. Pengambilan sampel tanah tidak terganggu dilakukan
didua titik menggunakan pipa paralon yang berdiameter 4 cm dan tinggi 5 cm dan
disetiap bagian dilakukan pengambilan titik koordinat menggunakan GPS.
Pengambilan sampel tanah ini untuk memperoleh data-data struktur, tekstur,
dan Tekstur, sedangkan untuk tanah tidak terganggu untuk menentukan Struktur
dan Permeabilitas.
Pengambilan sampel air dilakukan dengan menggunakan alat Suspended
sampler yaitu pengambilan sampel air dibagin tepi kiri, tengah dan tepi kanan
sungai sebanyak 3 botol aqua yang kemudian dikompositkan menjadi 1 botol.
Pengukuran kecepatan air dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu
manual dengan menggunakan aqua yang diikatkan pada tali rafiah dan diukur
kecepatannya menggunakan stopwatch. Pengukuran kecepatan air menggunakan
metode manual ini dilakukan pada bagian tepi kiri, tengah dan tepi kanan sungai.
Sedangkan dengan menggunakan alat Pengukur Kecepatan Arus yaitu Current
meter yaitu mengukur kecepatan air pada bagian tepi kiri, tengah dan tepi kanan
sungai.
Untuk mengukur kekeruhan air atau sedimentasi melayang pada air
menggunakan dua metode yaitu dengan metode manual dan menggunakan alat.
Menggunakan metode manual yaitu dengan melakukan pengujian analisis sampel
air di Laboratorium Biologi Tanah. Sedangkan metode menggunakan Alat
turbiditi meter yaitu melakukan pengukuran yang langsung terbaca dialat yang
kemudian dicatat nilainya. Pengukuran dilakukan pada bagian tepi kiri, tengah,
dan tepi kanan sungai.
3. Pengujian Tanah
Pengujian tanah dilakukan diLaboratorium Biologi Tanah dan di
Laboratorium Central Pertanian dengan melakukan pengujian tanah. Pengujian
mengukur C-Organik dan tekstur tanah yaitu tanah dikering udarakan dahulu
selama 2 x 24 jam dan dihaluskan dan diayak menggunakan ayakan tanah 20 mesh
sebelum dilakukan pengujian pada sampel tanah tersebut. Untuk tanah tidak
terganggu yang berada diring sampel dilakukan untuk mengukur Struktur dan
Permeabilitas.
4. Analisis Laju Erosi
USLE adalah suatu model erosi yang dirancang untuk memprediksi erosi
rata-rata jangka panjang dari erosi lembar atau alur dibawah keadaan tertentu.
Metode ini juga bermanfaat untuk tanah tempat bangunan dan penggunaan
non-pertanian, tetapi metode ini tidak dapat memprediksi pengendapan dan tidak
memperhitungkan hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai.
Untuk memperkirakan besarnya laju erosi dalam studi ini menggunakan metode
USLE atau PUKT (Persamaan umum Kehilangan Tanah) (Arsyad, 2010).
A = R.K.L.S.C.P
Keterangan:
A = Besarnya erosi yang diperkirakan (ton/ha/tahun). R = Faktor erosivitas hujan.
K = Faktor erodibilitas tanah. L = Panjang lereng.
S = Kemiringan lereng.
C = Faktor pengolahan tanah dan tanaman penutup tanah. P = Faktor teknik konservasi tanah.
Faktor Erosivitas Hujan (R)
Indeks erosivitas hujan tahunan dapat diperoleh dengan menghitung hujan
bulanan. Formula yang dipergunakan adalah Metode Lenvain (1989) dalam
Rm = 2.21 R1.36 m
Keterangan:
Rm = Indeks erosivitas hujan, R = Curah hujan bulanan (cm).
Data Curah hujan bulanan 10 Tahun terakhir yang didapat dari Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Medan diolah menggunakan
rumus Leinvain untuk mendapatkan nilai R (mm/tahun) menggunakan bantuan
Microsoft Exel Office Word.
Faktor Erodibilitas Tanah (K)
Faktor erodibilitas tanah atau faktor kepekaan erosi tanah dihitung dengan
persamaan Wischmeier dan Smith (1978) :
Keterangan :
K = Faktor erodibilitas tanah.
M = Ukuran partikel yaitu (% debu + % pasir sangat halus)(100-% liat). a = Bahan organik tanah (% C x 1,724).
b = Kode struktur tanah (Tabel 1). c = Kode permeabilitas tanah (Tabel 2).
Untuk menentukan nilai Erodibilitas Tanah (K) dibutuhkan nilai Strutur,
Tekstur, Permeabilitas dan C-Organik Tanah dan diolah menggunakan Rumus
Wischmeier dan Smith (1978) dengan bantuan Microsoft Exel Office Word.
Faktor Kemiringan Lereng (LS)
Faktor Kemiringan Lereng (LS) yang berada di DAS Deli dapat dilihat
Tabel 11. Nilai Faktor Kemiringan Lereng (LS) Sumber : Hamer (1980).
Faktor Tanaman dan Tindakan Konservasi Tanah (CP)
Faktor Tanaman dan Tindakan Konservasi Tanah (CP) diatas tersebut
dapat dilihat berdasarkan Peta Tutupan Lahan DAS Deli yang telah diperoleh dari
BPDAS Wampu Sei Ular, Medan berdasarkan nilai tutupan lahannya
(Nilai C dan nilai P).
Hasil dari faktor-faktor diatas tersebut dapat diolah menggunakan sistem
SIG yaitu dengan menggunakan Software Arcview GIS 3.3 dengan cara
memasukkan hasil analisisnya. Nilai pada Peta R, Peta K, Peta LS, dan Peta CP
yang telah didapat kemudian diolah dengan cara memasukkan data-data nilai
tersebut ke dalam atribut peta. Sedangkan peta-peta yang dibutuhkan adalah peta
tataguna lahan yang mencakup Peta Administrasi DAS Deli, Peta Curah Hujan 10
Tahun Terakhir, Peta Kelerengan, Peta Morfologi, Peta Penutupan Lahan, Peta
Erodibilitas (K), Peta Solum atau Peta Kedalaman Tanah (Peta Solum) dan Peta
Jenis Tanah Utama digunakan dengan cara menumpang tindihkan (overlay peta)
dengan menggunakan Geoprocessing wizard dengan mengunakan union two
theme dan menggabungkan masing-masing peta tataguna lahan tersebut yang
kemudian digabungkan menggunakan union two themes dengan menggunakan
Software Arcview GIS 3.3. Peta satuan lahan yang dihasilkan dapat digunakan
sedimentasi. Setelah dilakukannya overlay pada keseluruhan Peta R, K, LS, dan
CP dan mendapatkan output peta A. Kemudian hasil A tersebut dibandingkan
dengan Nilai TSL (Tolerable Soil Loss) yang kemudian hasil dari output tersebut
diklasifikasikan kedalam kelas Tingkat Bahaya Erosi (TBE) dan dapat dilihat
pada tabel dibawah ini berdasarkan kedalaman tanah (solum) :
Tabel 12. Matriks Klasifikasi Erosi Tanah dan Kedalaman Tanah Kedalaman
Tanah (cm)
Kelas Erosi Tanah (Ton/Ha/Tahun) Sumber : Rahmawaty, dkk, (2011).
Hasil output dalam penelitian ini adalah peta besarnya Tingkat Bahaya
Erosi (TBE) di DAS Deli dengan satuan ton/ha/tahun. Nilai TBE yang didapat
kemudian digunakan untuk menentukan kelas dan kriteria erosi pada DAS Deli
pada (Tabel 5.).
4. Analisis Sedimen
Parameter – parameter yang diukur untuk keperluan dalam analisis ini,
yaitu konsentrasi sedimen melayang/concentration of suspended sediment Cs
(mg/l), debit limpasan air sungai/discharge Q (m3/detik) dan debit sedimen
menentukan nilai – nilai Q, Cs, dan Qs menggunakan rumusan sebagai berikut:
Q = A x V
Keterangan :
Q = Debit aliran
A = Luas penampang basah (m2) V = Kecepatan arus sungai (m/detik)
Analisis Beban Endapan Layang (BEL) dilakukan dengan cara penentuan
konsentrasi yang dihitung dengan memakai persamaan sebagai berikut
(Chow, 1964):
Cs = G2 - G1 V
Keterangan :
Cs = Konsentrasi sedimen (mg/liter).
G2 = Berat sedimen dan kertas filter dalam kondisi kering (mg). G1 = Berat kertas filter (mg).
V = Volume contoh sedimen (liter).
Analisis sedimen diperlukan untuk mengetahui besarnya angka produksi
sedimen dan tingkat erosi. Besarnya sedimen melayang (suspended load) dapat
dihitung dari hubungan antara pencatatan debit dan pencatatan konsentrasi
sedimen yang ada di daerah kajian. Dengan asumsi bahwa konsentrasi sedimen
merata pada seluruh bagian penampang melintang sungai, debit sedimen
melayang dapat dihitung sebagai hasil perkalian antara konsentrasi sedimen dan
debit aliran yang dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
Qs = Debit muatan layang / debit sedimen (ton/ hari).
Cs = Konsentrasi muatan layang atau konsentrasi sedimen (mg/l). Q = Debit aliran (m3/s).
-
Gambar 2.Diaram Alur Penelitian Erosi Tanah
(Metode USLE) A = R.K.L.S.C.P
Mulai
Studi Literatur
Pengumpulan Data Primer Pengambilan Sampel di Lapangan : - Sampel Tanah
- Sampel Air
Pengujian Sampel di Laboratorium : - Sampel Tanah : Tekstur, Struktur,
Permeabilitas dan C-Organik Tanah - Sampel Air : Sedimen
Pengolahan Data: - Arcview GIS 3.3
- Microsoft Excel Office Word
Peta R Peta K
Peta LS
Peta CP
Pengumpulan Data Skunder : - Peta
- Data CH 10 Tahun Terakhir
Peta Prediksi Erosi USLE (A)
Matriks Klasifikasi Erosi Tanah dan Kedalaman Tanah
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Biofisik DAS Deli
- Administrasi DAS Deli
DAS Deli berada pada beberapa wilayah Administrasi dapat dilihat pada
Gambar 2:
Gambar 3. Peta Administrasi DAS Deli
Tabel 13. Luas Wilayah Administrasi berdasarkan Kabupaten di DAS Deli
Nama Kabupaten Ha %
Deli Serdang 29111.47 61.55
Karo 1417.66 3.00
Medan 16768.88 35.45
Total 47298.01 100.00
DAS Deli berada pada 3 Kabupaten yaitu Kabupaten yaitu Karo dan Deli
yang mewakili bagian Tengah dan Hilir DAS Deli. Karo merupakan wilayah
terkecil yang berada pada DAS Deli yaitu hanya sebesar 3.00 % dari luas total
DAS Deli dan Kabupaten Deli Serdang merupakan Kabupaten terluas yang berada
diwilayah DAS Deli yaitu sebesar 61.55% dari total luas DAS Deli.
- Erosivitas (R)
Erosivitas adalah fungsi dari intensitas, massa, lama dan kecepatan jatuh
butiran hujan. Erosivitas hujan didapatkan dari data-data curah hujan bulanan
rata-rata, curah hujan maksimum bulanan rata-rata, jumlah hari hujan rata-rata bulanan
yang selanjutnya erosivitas hujan diperoleh dengan menghitung indeks erosivitas
hujan. Kondisi Erosivitas DAS Deli dapat dilihat pada Gambar 2 berdasarkan
Curah Hujan dalam kurun waktu 10 Tahun Terakhir pada 6 stasiun dan hanya 4
stasiun yang masuk kedalam polygon Thiessen.
Tabel 14. Nilai Curah Hujan Tahunan, Curah Hujan Bulanan, dan Erosivitas (R) di DAS Deli.
No Nama Stasiun Curah Hujan
Indeks erosivitas hujan (R) adalah suatu nilai yang menunjukkan pengaruh hujan
dengan besaran tertentu terhadap erosi yang terjadi pada suatu kawasan. Berdasarkan tingkat Erosivitas (R) yang diperoleh pada masing-masing stasiun yang mewakili
curah hujan di DAS Deli hanya 4 stasiun yang masuk kedalam Polygon Thiessen
yaitu Stasiun Bandar Kalipah dan Stasiun Helvetia didaerah Hilir DAS Deli,
Stasiun Seintis yang mewakili curah hujan dibagian Tengah dari DAS Deli dan
Stasiun Sibiru-biru yang mewakili daerah dibagian Hulu DAS Deli dari 6 stasiun
yang diperoleh 2 diantaranya yang tidak masuk kedalam Polygon Thiessen yaitu
Stasiun Sampali dan Stasiun Polonia. Tingkat erosivitas curah hujan di Stasiun
Bandar Kalipah merupakan curah hujan yang paling rendah diantara
stasiun-stasiun lainnya yaitu dengan tingkat erosivitas sebesar 2415.79 mm/tahun.
Sedangkan tingkat erosivitas hujan yang paling tinggi di Stasiun Sibiru-biru yaitu
dengan tingkat erosivitas sebesar 4491.88. Semakin tinggi nilai erosivitas hujan maka
erosi yang terjadi dalam kawasan semakin besar. Indeks erosivitas hujan dihitung
Tabel 15. Luas Sub DAS di DAS Deli Berdasarkan Erosivitas
Total Sub DAS Sei Sikambing 4223.93
Babura 1900 – 2100 113.86
2100 – 2300 2104.63
2300 – 2500 1536.34
2500 – 2700 670.97
Total Sub DAS Babura 4425.81
Bekala 1500 – 1700 98.57
1700 – 1900 295.78
1900 – 2100 1324.99
2100 – 2300 3038.06
2300 – 2500 422.29
Total Sub DAS Bekala 5179.68
Deli 1300 – 1500 409.84
1500 – 1700 1944.26
1700 – 1900 1949.65
1900 – 2100 2298.11
2100 – 2300 258.65
Total Sub DAS Deli 6860.51
Paluh Besar 1300 – 1500 726.50
1500 – 1700 8867.17
1700 – 1900 665.97
1900 – 2100 427.63
2100 – 2300 136.49
Total Sub DAS Paluh Besar 10823.75
Petani 1700 – 1900 4.57
Total Sub DAS Petani 12695.43
Simai- mai 1700 – 1900 402.33
Total Sub DAS Simai-mai 3088.91
- Erodibilitas (K)
Indeks erodibilitas lahan (K) adalah suatu nilai yang dapat menunjukkan
kondisi maksimum proses erosi yang dapat terjadi pada suatu lahan dengan
kondisi hujan dan tata guna lahan tertentu. Semakin besar nilai erodibilitas lahan
berarti semakin rentan suatu kawasan terhadap erosi. Indeks erodibilitas lahan (K)
dihitung dengan mempertimbangkan faktor-faktor tekstur tanah, struktur tanah,
permeabilitas tanah, dan bahan organik tanah (Wischemeier dan Smith, 1978).
Faktor erodibilitas tanah (K) menunjukkan resistensi partikel tanah
terhadap pengelupasan dan transportasi partikel-partikel tanah tersebut oleh
adanya energi kinetik air hujan. Besarnya erodibilitas atau resistensi tanah juga
ditentukan oleh karakteristik tanah seperti tekstur tanah, stabilitas agregat tanah,
kapasitas infiltrasi, dan kandungan organik dan kimia tanah. Karakteristik tanah
tersebut bersifat dinamis, selalu berubah, oleh karenanya karakteristik tanah dapat
berubah seiring dengan perubahan waktu dan tata guna lahan atau sistem
pertanaman, dengan demikian angka erodibilitas tanah juga akan berubah. Tanah
yang mempunyai erodibilitas tinggi akan tererosi lebih cepat dibandingkan dengan
tanah yang mempunyai erodibilitas rendah, dengan intensitas hujan yang sama.
Juga tanah yang mudah dipisahkan (dispersive) akan tererosi lebih cepat daripada
tanah yang terikat (flocculated). Jadi, sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah
Gambar 5. Peta Erodibilitas (K) DAS Deli
Tabel 16. Nilai Erodibilitas Lahan (K) di DAS Deli
Nilai K Area
Ha %
0 7106.80 15.03
0.073 1439.20 3.04
0.103 5956.12 12.59
0.108 1.45 0.00
0.168 1647.54 3.48
0.214 1187.06 2.51
0.222 1186.53 2.51
0.242 8094.26 17.11
0.265 6832.56 14.45
0.272 2522.77 5.33
0.32 5588.24 11.81
0.323 3628.64 7.67
0.343 1536.77 3.25
0.377 570.07 1.21
Nilai Erodibilitas Lahan (K) pada bagian Hulu DAS Deli berdasarkan
tutupan lahan didominasi oleh pertanian lahan kering yaitu pada tanaman ubi kayu
merupakan nilai K terendah dengan nilai 0,099, ini menyatakan bahwa erosi yang
terjadi pada lahan tanaman ubi kayu ini tidak begitu rentan terhadap erosi atau
erosi yang terjadi cendrung kecil dalam menyumbangkan erosi. Nilai erodibilitas
lahan tertinggi berdasarkan tutupan lahan, ada pada tanaman jagung dibagian Hilir
DAS Deli yaitu sebesar 0,464 yang sebenarnya didominasi oleh Pemukiman, nilai
ini menyatakan bahwa erosi yang terjadi pada lahan tanaman jagung ini rentan
terhadap erosi atau menyumbangkan erosi yang cukup besar di DAS Deli.
Wischemeier dan Smith (1978) menyatakan bahwa Semakin besar nilai
erodibilitas lahan berarti semakin rentan suatu kawasan terhadap erosi. Sedangkan
nilai erodibilitas lahan (K) pada tanaman pisang dibagian Tengah dan Hilir DAS
Deli merupakan nilai K yang termasuk kedalam kelas sedang yaitu sebesar 0,343
dan 0,377, nilai K tersebut menyatakan bahwa erosi yang terjadi pada lahan
tanaman Pisang ini termasuk kedalam kelas sedang atau cukup banyak
menyumbangkan erosi di kawasan DAS Deli.berdasarkan tutupan lahan bagian
Tengah DAS Deli ini didominasi oleh Pertanian Lahan Kering dan Pemukiman.
Jadi sifat tanah yang berpengaruh terhadap erodibilitas tanah adalah tekstur,
struktur, bahan organik, kedalaman tanah, sifat lapisan bawah, dan tingkat
kesuburan tanah (Arsyad, 2010).
- Kemiringan Lereng (LS)
Kemiringan lereng Sub-Sub DAS di DAS Deli diklasifikasikan menjadi 5
kelas yaitu Kelas I (datar) dengan besaran kelerengan < 8 %, Kelas II (landai)
kelerengan 15 – 25 %, Kelas IV (curam) dengan besaran kelerengan 25 – 40 %,
dan Kelas V (sangat curam) dengan besaran kelerengan > 40 %, dapat dilihat pada
Gambar 6 :
Gambar 6. Peta Kelerengan (LS) DAS Deli
Tabel 17. Nilai Faktor LS di DAS Deli
No Kelas Besaran Penilaian LS Area
Ha %
1 Datar < 8 % 0,40 33895.36 71.66
2 Landai 8 - 15 % 1,40 3855.00 8.15
3 Agak Curam 15 - 25 % 3,10 3686.63 7.79
4 Curam 25 – 40 % 6,80 2587.20 5.47
5 Sangat Curam > 40 % 9,50 3273.81 6.92
Total 47298.00 100.00
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya aliran permukaan dapat
dikelompokkan atas : (1) Faktor presipitasi, yaitu lamanya hujan, distribusi dan
intensitas hujan yang mempengaruhi laju dan volume aliran permukaan; dan (2)
Faktor DAS, yaitu ukuran, bentuk, topografi, geologi, dan kondisi permukaan
(Schwab, dkk, 1981). Jumlah dan kecepatan aliran permukaan akan meningkat
dengan semakin curamnya lereng, karena aliran permukaan dari bagian atas akan
menambahkan air ke lereng bagian bawah dan menyebabkan bertambahnya
kedalaman aliran (Troeh, dkk, 1980).
Pada bagian Hulu DAS Deli dapat dilihat pada peta kelerengan bahwa
kelerengan yang ditemukan bermacam-macam yaitu mulai dari kelas datar, kelas
landai, kelas agak curam, kelas curam hingga kelas sangat curam, itu menentukan
bahwa didaerah Hulu dari DAS Deli merupakan daerah yang terjal, berlereng dan
berbukit-bukit dengan besaran kelerengannya antara < 8 – > 40 %. Sedangkan
pada bagian Tengah dan Hilir DAS Deli cendrung datar. Oleh karena itu harus
dilakukan upaya untuk mengurangi atau meminimalkan laju erosi yang besar pada
bagian Hulu. Maka upaya dalam pencegahan erosi yang dibutuhkan adalah
menjaga kelestarian hutan pada bagian hulu DAS Deli dengan tidak merusaknya
dan Pengolahan Tanaman menurut Kontur (Countour Cultivation). Schwab, dkk.
(1981) menyatakan bahwa pengelolahan tanah dan penanaman menurut kontur
dapat mengurangi aliran permukaan melalui penurunan aliran pada depresi dan
mengurangi berkembangnya alur yang dapat dihasilkan aliran air yang cepat dan
menimbulkan erosi. Jadi praktik pengelolaan dan penanaman menurut kontur
- Faktor Tanaman dan Tindakan Konservasi Tanah (CP)
Gambar 7. Peta Nilai Faktor CP DAS Deli
Tabel 18. Penutupan Lahan (CP) di DAS Deli Penutupan Lahan
Nilai C Nilai P Area
Ha %
Bandara / Pelabuhan 0,950 0,40 302.94 0.63
Hutan Lahan Kering Primer 0,010 1,00 2024.20 4.24
Belukar 0,300 0,35 538.90 1.13
Hutan Lahan Kering Sekunder 0,010 1,00 190.45 0.40
Tanah Terbuka 0,950 0,90 389.65 0.82
Pertanian lahan Kering 0,280 0,40 20806.49 43.56
Perkebunan 0,500 0,15 5557.59 11.63
Sawah 0,010 0,04 332.67 0.70
Tambak 0,001 1,00 987.70 2.07
Pemukiman 0,950 0,40 15401.94 32.24
Belukar Rawa 0,010 1,00 864.86 1.81
Badan Air 0,001 1,00 112.37 0.24
Hutan Mangrove Sekunder 0,010 1,00 260.14 0.54
Total 47769.90 100.00
Pada penutupan lahan di DAS Deli terdapat 13 jenis penutupan lahan
beserta nilai penutupan lahan yaitu Nilai C dan Nilai P, dapat dilihat pada
(Tabel 18). Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi terutama
ditentukan oleh kemampuan menutup permukaan tanah. Keefektifan vegetasi
dalam menekan aliran permukaan dan erosi dipengaruhi oleh tinggi tajuk,
kerapatan vegetasi dan kerapatan perakaran (Morgan, 1979).
Hasil dari overlay beberapa peta menggunakan rumus USLE maka didapat
Peta Prediksi Erosi (Peta A) di DAS Deli.
Gambar 8. Peta Prediksi Erosi USLE DAS Deli
Tabel 19 . Prediksi Erosi Tanah di DAS Deli
Kelas Kriteria Erosi
(Ton/Ha/Tahun)
Area
Ha %
I Sangat Rendah < 15 22927.77 39.43
II Rendah 15 – 60 1209.53 2.08
III Sedang 60 – 180 2527.97 4.35
IV Tinggi 180 – 480 8574.55 14.75
V Sangat Tinggi > 480 22907.89 39.40
Hasil dari perhitungan Nilai A dengan menggunakan Metode USLE pada
(Tabel 19.) dapat langsung diklasifikasikan kedalam kelas-kelas erosi berdasarkan
Nilai A dapat dilihat pada (Tabel 4.).
Gambar 9. Peta Tingkat Bahaya Erosi di DAS Deli
Tabel 20. Kriteria TBE di DAS Deli
Kriteria Area
Ha %
Sangat Rendah 1093.47 1.88
Rendah 12241.47 21.05
Sedang 176.21 0.30
Tinggi 2682.44 4.61
Sangat Tinggi 41954.12 72.15
Hasil prediksi erosi di DAS Deli termasuk kedalam kriteria yang sangat
tinggi, yaitu 41954.12 Ha atau sebesar 72.15 % dapat dilihat pada (Tabel 20). Hal
ini menunjukkan bahwa erosi yang terjadi di DAS Deli sudah sangatlah tinggi.
Maka dibutuhkan upaya-upaya meningkatkan kualitas untuk menjaga kelestarian
DAS Deli.
Kemudian untuk menentukan Nilai TBE di DAS Deli, dapat dilihat pada
(Tabel 20.) Erosi Tanah (Ton/Ha/Tahun) yang nilainya kemudian dibaca dengan
cara memasukkan nilai Erosi Tanah tersebut dengan kedalaman tanah berdasarkan
matriks pada (Tabel 12.) dan kemudian diklasifikasikan.
Sedimen Melayang di DAS Deli
Tabel 21. Debit Limpasan Air Sungai (DLAS) di DAS Deli No Lokasi Penelitian
Luas Penampang Basah Sungai
(A) m2
Kecepatan Air Sungai (V) m/detik
Q = A x V (m3/detik)
1 Hulu (SPAS Sayum Sabah) 4282 0.0026125 11.19
2 Tengah (Pamah - Deli Tua) 3992 0.0051667 20.63
3 Hilir (Titi Papan) 4824 0.0033467 16.14
Hasil pengukuran Debit Limpasan Air Sungai (DLAS) di DAS Deli
dilakukan secara bersamaan dengan pengambilan sampel air sungai
(endapan layang). Hasil perhitungan DLAS tersebut dapat dilihat pada
(Tabel 21.), dan diperlukan untuk menentukan besarnya jumlah debit sedimen
melayang dengan melakukan pengukuran-pengukuran di 3 Titik yaitu, Hulu,
Tabel 22. Nilai Debit Sedimen Melayang di DAS Deli
No Lokasi Penelitian
Debit Limpasan
Pada (Tabel 22.), menunjukkan bahwa nilai debit sedimen melayang pada
ke tiga titik sungai Deli yang bermuara di Belawan dari hulu hingga hilir DAS
Deli menunjukkan nilai terkecil hingga terbesar yaitu 77,32 – 6.862,75 (ton/hari).
Hal ini, menunjukkan bahwa sedimen melayang yang terbawa arus sungai dari
hulu hingga hilir DAS Deli semakin besar. Hal ini menggambarkan bahwa kondisi
biogeofisik DAS Deli sebagian besar mengalami gangguan terutama kondisi
hidrologinya, yang diakibatkan oleh perluasan lahan terbuka untuk berbagai
kegiatan dengan pola penggunaan lahan yang kurang tepat atau tidak sesuai
dengan potensi daya dukungnya. Dominasi topografi yang bergelombang sampai
berbukit, curah hujan yang relatif tinggi yang terjadi pada bagian hulu DAS Deli
yang merupakan faktor utama penyebab erosi.
Konsentrasi Sedimen Melayang (Cs) apabila merujuk pada Standar Skala
Kualitas Lingkungan dapat dilihat pada (Tabel 6.) tersebut, maka konsentrasi
sedimen melayang pada Hulu DAS Deli termasuk kedalam kategori Baik dengan
Nilai Cs 80 (mg/l), konsentrasi sedimen melayang pada bagian Tengah DAS Deli
termasuk kategori Sangat Jelek dengan Nilai Cs 780 (mg/l) dan pada bagian Hilir
DAS Deli termasuk juga dalam kategori Sangat Jelek dengan Nilai Cs 4920
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 21 dan tabel 22 menyatakan
bahwa jumlah sedimen melayang yang masuk kedalam DAS Deli sangatlah besar.
Sedimen yang masuk perharinya sebesar 6862,75 (ton/hari) atau sebesar
28784.63 (ton/tahun). Dengan masuknya material tanah hasil erosi ke dalam DAS
Deli dan mengendap pada dasar sungai, maka terjadi pengurangan daya tampung
sungai terhadap air yang masuk kedalamnya. Besarnya pengurangan kapasitas ini
adalah sama dengan volume sedimen yang memasuki DAS Deli. Hal ini berarti
bahwa dengan kondisi DAS seperti saat ini maka akan terjadi pengurangan
volume di DAS Deli.
Faktor biogeofisik seperti topografi/keadaan bentuk lapangan, kemiringan
lapangan, bentuk drainase dan penggunaan lahan yang relatif mirip/sama, maka
cendrung menghasilkan sedimen melayang yang besar dan menyebabkan tingkat
sedimentasi yang tinggi di Hilir DAS Deli. Selain itu, luasan satuan lahan yang
semakin luas dengan kondisi biogeofisik yang relatif sama akan cendrung
menghasilkan jumlah erosi tanah yang lebih besar.
Hubungan erosi dan sedimentasi di DAS Deli adalah apabila kondisi
tutupan lahannya rusak maka erosi yang terjadi semakin besar dan
menyumbangkan sedimen yang sangat besar pada bagian hilir sehingga