BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia adalah bangsa majemuk yang memiliki beragam budaya.
Indonesia memiliki letak yang strategis dan tanah yang subur dengan kekayaan
alam yang melimpah ruah. Pengalaman masa lampau menempatkan Indonesia
sebagai wilayah yang sibuk dan menjadi salah satu urat nadi perekonomian yang
ada di Asia Tenggara dan dunia, sehingga menyebabkan banyak penduduk dari
negara lain datang ke Indonesia. Menurut Anthorny Reid (http://chairueljannah.bl
ogspot.com), negara Indonesia merupakan negeri di bawah angin karena begitu
pentingnya posisi Indonesia di mata dunia.
Keadaan geografis yang strategis ini menyebabkan semua arus budaya
asing bebas masuk ke Indonesia, sehingga budaya yang masuk tersebut dapat
memperkaya dan mempengaruhi budaya lokal. Perkembangan kebudayaan
dipengaruhi beberapa faktor, yaitu :
a. Lingkungan geografis induk bangsa, dan
b. Kontak antar bangsa.
Indonesia telah memenuhi faktor tersebut sehingga kebudayaan yang ada beragam
dan unik, begitu juga dengan bonsai yang merupakan hasil kebudayaan asing
yang masuk dan berkembang di Indonesia.
Kata bonsai yang kini digunakan berasal dari bahasa Jepang, secara
“wadah’’ yang dangkal sedangkan sai bermakna “tanaman”. Jadi, bonsai
bermakna pohon atau tanaman yang ditanam di wadah atau pot yang dangkal.
Sesungguhnya seni bonsai sendiri pertama kali muncul di Cina pada masa
pemerintahan dinasti Tsin (206-221) dan mulai berkembang pada pemerintahan
dinasti Tang (618-907). Saat itu istilah bonsai yang digunakan yaitu
punsai/penzai. Belum ada data akurat yang menyebutkan kapan sesungguhnya seni bonsai masuk ke Jepang, tapi kini bonsai tidak hanya berkembang di Cina dan Jepang saja, tetapi bonsai sudah berkembang hampir ke seluruh negara di
dunia, tidak terkecuali Indonesia.
Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang dapat menanam
berbagai macam tanaman sepanjang tahun. Selain itu Indonesia juga terkenal
sebagai negara agraris yang memiliki arti penting dalam bidang pertanian karena
letaknya yang strategis. Berbeda halnya dengan Jepang yang memiliki empat
musim dalam satu tahun, yaitu :
Haru ( 春 ) Musim Semi : Maret – Mai.
Natsu ( 夏 ) Musim Panas: Juni – Augustus.
Aki ( 秋 ) Musim Gugur : September – November.
Fuyu ( 冬 ) Musim Dingin : Desember – February.
Sehingga tidak dapat melakukan penanaman sepanjang tahun dan terdapat
perbedaan karakteristik tanaman di Jepang dengan di Indonesia.
Di Indonesia kegemaran memelihara tanaman hias dalam pot sebenarnya
istilah petetan yang artinya tanaman yang ditanam dalam pot. Memang ada persamaan antara petetan dengan bonsai, yaitu sama-sama tanaman dalam pot.
Perbedaannya ialah petetan tidak dibentuk, sedangkan pada bonsai perlu
pembentukan. Setelah bonsai dikenal di Indonesia, mereka yang sudah lama
menggemari petetan pun umumnya menyukai bonsai juga.
Di Indonesia pada umumnya gaya dasar dalam pembentukan bonsai juga
menggunakan gaya dasar bonsai yang ada di Jepang, tetapi terdapat perbedaan
jenis tanaman dan selera dalam pembentukan bonsai, sehingga menjadi pembeda
bentuk karakter bonsai di Jepang dengan bonsai di Indonesia. Adapun gaya dasar
dalam pembentukan bonsai yaitu :
1. Gaya tegak lurus (chokan).
2. Gaya tegak berliku/tegak tidak lurus (tachiki).
3. Gaya miring (shakan).
4. Gaya menggantung/air terjun (kengai).
5. Gaya setengah menggantung (hanbanka)
Bonsai mulai berkembang pesat di Indonesia sejak dibentuknya Perkumpulan Penggemar Bonsai Indonesia (PPBI). Perkumpulan ini didirikan
pada tanggal 31 Agustus 1979. Setelah terbentuknya PPBI, salah satu kegiatanya
adalah dalam bentuk pameran, sehingga apresiasi terhadap seni bonsai semakin
meningkat. Dengan sendirinya jumlah penggemar pun semakin bertambah.
Pemahaman terhadap bonsai pun semakin mendalam dan meluas. Tidak heran
apabila kini seni bonsai mulai digemari oleh seluruh lapisan masyarakat
Pameran bonsai Indonesia pertama kali diadakan di Ancol pada tahun 1979, dalam rangka pameran dan lomba tanaman. Kemudia pada tahun 1981,
PPBI juga mengadakan pameran bonsai berkerja sama dengan pusat kebudayaan
Jepang di Jakarta.
Dengan semakin meluasnya seni bonsai di masyarakat, maka minat untuk
lebih medalami seni bonsai pun semakin meluas. Sehingga dapat dimengerti
mengapa penjual tanaman hias dimana-mana juga menjual bonsai. Perkembangan
tersebut menunjukkan adanya perubahan atau diversifikasi selera dibandingkan
dengan tiga puluh sampai dengan empat puluh tahun yang lalu.
Seiring terus berkembangnya seni bonsai, kini seni bonsai sudah mulai
dimasukkan dalam kurikulum beberapa sekolah menengah pertanian bahkan
lembaga pemasyarakatan pun telah mengajarkan seni bonsai kepada para
narapidana. Para penggemar bonsai di Indonesia mendapat keasyikan tersendiri
dalam menggeluti hobinya. Dapat menciptakan ketenangan dalam hati dan dapat
mendekatkan diri dengan alam, karena itu penilaian paling utama terhadap bonsai
adalah kesan alami yang terpancar.
Dewasa ini walaupun seni bonsai semakin memasyarakat di Indonesia
tetapi masih terdapat segelincir orang yang beranggapan bahwa bonsai adalah
bentuk penyiksaan terhadap tanaman. Mereka berpendapat bahwa biarlah pohon
tumbuh di alam apa adanya dan tidak perlu dibatasi pertumbuhannya dalam pot
yang relatif kecil. Pendapat tersebut dapat dimengerti oleh karna mereka belum
memahami seluk beluk seni bonsai. Sesungguhnya menggemari bonsai dapat
seniman bonsai akan memelihara tanamannya dengan penuh kasih sayang serta berusaha menjaga agar tanaman tersebut tetap subur, sehat, dan segar. Sebaliknya
penyiksaan yang sesungguhnya terjadi di alam terbuka dalam bentuk
mencoret-coret, melukai, penebangan dan ahirnya membuat pohon mati.
Oleh sebab itu, seni bonsai yang semulanya berasal dari Cina dan Jepang,
kini telah berkembang hampir ke seluruh negara dan tidak terkecuali di Indonesia.
Hal ini yang menyebabkan penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai
seni bonsai, melalui skripsi yang berjudul “Eksistensi dan Perkembangan Seni Bonsai di Indonesia”.
1.2 Perumusan Masalah
Seni bonsai adalah salah satu bentuk tradisi kebudayaan Jepang yang berkembang dengan baik di Indonesia hingga saat ini. Seni bonsai merupakan seni
mengerdilkan pohon sehingga serupa seperti aslinya di alam bebas.
Di Indonesia bonsai merupakan hasil karya manusia yang memiliki nilai
seni tinggi dan juga merupakan barang dengan nilai ekonomis tinggi, dengan
semakin memasyarakatnya seni bonsai maka minat untuk lebih memahami seni
bonsai pun semakin bertambah dan meluas di dalam masyarakat. Oleh sebab itulah bonsai pun terus berkembang dengan pesat di Indonesia,
Berdasarkan pernyataan yang diuraikan di atas, maka permasalahan yang
hendak diteliti adalah sebagai berikut :
2 Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi eksistensi dan perkembangan
bonsai di Indonesia ?
3. Apa saja perkembangan seni bonsai di Indonesia?
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan
Dalam pembahasannya, penulis menganggap perlu membatasi ruang
lingkup permasalahan agar masalah penelitian tidak terlalu luas sehingga masalah
yang akan dikemukakan dapat lebih terarah. Penulis perlu memfokuskan
pembahasan sesuai dengan judul skripsi yaitu “Eksistensi dan Perkembangan Seni
Bonsai di Indonesia”. Penulis juga tidak membahas tentang jenis-jenis tanaman
yang dapat di bonsai, mengingat perbedaan iklim di Jepang dengan Indonesia dan
jumlah tanaman yang terlalu banyak sehingga pembahasan akan terlalu luas.
Untuk mendukung penulisan, sebelumnya akan dibahas tentang sejarah awal dan
perkembangan bonsai di Jepang, dan faktor-faktor yang mempengaruhi eksistensi
dan perkembangan bonsai di Indonesia. selanjutnya penulis akan mebahas lebih
lanjut tentang sejarah perkembangan bonsai di Indonesia, perkembangan aliran
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1. Tinjauan Pustaka
Berbicara masalah bonsai maka yang akan ada di benak pikiran kita adalah
seni mengerdilkan pohon yang berasal dari Cina dan Jepang. Tetapi kalau kita
berbicara tentang bonsai di Indonesia maka yang akan dibicarakan adalah
eksistensi dan perkembangannya di Indonesia. Sebelum membahas lebih jauh ada
baiknya kita mengetahui apa yang dimaksud dengan seni, eksistensi dan
perkembngannya agar memudahkan untuk memahami maksud-maksud yang
terkandung di dalamnya.
Menurut Heidegger dalam Margareth (2007:7) karya seni sebagai suatu
barang terjadi karna ada bentuk-material-maksud-daya sumbang. Bentuk atau
penampakan dalam rupa dan wujut tidak bisa lepas dari maksud, daya sumbang
dan material yang digunakan. Heidegger melihat karya seni sebagai suatu barang
yang didefinisikan oleh pertemuan antara unsur langit-bumi-keilahian-kefanaan.
Keempat unsur inilah yang membuat karya seni memiliki daya sumbangsih jika
didefinisikan oleh bentuk atau perwujudannya
Menurut Nietzsche dalam Margareth (2007:7) seni bukan hanya
menampilkan suasana tenang, damai elegan dan anggun namun juga bisa
memberikan guratan dan dorongan dalam mengenali daya-daya kehidupan.
Menurut Hegel dalam Margareth (2007:7) seni adalah manifestasi dari
manusia untuk membawa keindahan alam raya kedalam ranah budaya. seni
bukanlah produk alam, tetapi seni adalah sebuah karya yang diciptakan secara
dialamatkan pada tangkapan indriawinya. Seni senantiasa mengandung tujuan
yang mengikatnya dengan manusia.
Menurut Hegel dalam Margareth (2007:7-8) karya seni adalah untuk
membawa kejelasan mana yang alami, mana yang kultural. Sejauh prinsip-prinsip
alami dipenuhi oleh sebuah karya, sejauh itu pula yang harus dikenali oleh
manusia sebagai artisnya, sebagai penggugah rasa dan perasaan, karya ini secara
hakiki akan membuat manusia baik sebagai seniman maupun sebagai
pengamatnya merasa kerasan. Karya seni disajikan untuk pemahaman indriawi
yang melibatkan rasa dan perasaan manusia.
Jadi berdasarkan beberapa pendapat pakar tentang seni, maka dapat
disimpulkan bahwa seni adalah suatu anugrah dari Tuhan, kemudian dibentuk,
ditata, dan diolah sedemikian rupa oleh manusia sehingga memiliki unsur-unsur
keindahan dan dapat dinikmati oleh indriawai manusia.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia Eksistensi adalah keberadaan,
kehadiran yang mengandung unsur bertahan.
Sedangkan menurut Abidin Zaenal dalam Kuslianto (2010:16) Eksistensi
adalah suatu proses yang dinamis, suatu ‘menjadi’ atau ‘mengada’. Ini sesuai
dengan asal kata eksistensi itu sendiri, yakni exsistere, yang artinya keluar dari,
‘melampaui’ atau ‘mengatasi’. Jadi eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti,
melainkan lentur atau kenyal dan mengalami perkembangan atau sebaliknya
kemunduran, tergantung pada kemampuan dalam mengaktualisasikan
potensi-potensinya. Adapun yang dimaksud eksistensi didalam penelitian ini adalah
eksistensi bonsai di Indonesia dapat dikatakan tetap eksis dan mengalami perkembangan baik dari segi kualitas maupun kuantitas bonsai, sehingga dapat
dijadikan pula sebagai barang yang ekonomis tinggi.
Menurut Harlimsyah dalam Septianawi (2008:14) Perkembangan adalah
suatu proses perubahan yang berlangsung secara teratur dan terus menerus, baik
perubahan itu berupa bertambah jumlah atau ukuran dari hal-hal yang telah ada,
maupun berubah karna timbulnya unsur-unsur yang baru.
Berdasarkan pendapat pakar tentang eksistensi dan perkembangan, maka
dapat disimpulkan bahwa perkembangan adalah proses awal terjadinya perubahan
jumlah dan perubahan ukuran dari yang sudah ada maupun belum ada sama
sekali, kemudian eksistensi menjadi penerus dari keberlangsungan perkembangan
tersebut dan terus berkesinambungan hingga waktu yang tidak ditentukan.
2. Kerangka Teori
Menurut Arikunto dalam Yulianti (2008:8) Kerangka teori merupakan
wadah untuk menerangkan variabel atau pokok masalah yang terkandung dalam
penelitian.
Kerangka teori memuat sejumlah teori yang berkaitan dengan
permasalahan dalam penelitian. Teori-teori tersebut dijadikan sebagai landasan
pemikiran dalam penelitian. Penulis ini menggunakan pendekatan historis, yaitu
penelitian dengan menggunakan metode sejarah penyelidikan yang kritis terhadap
keadaan-keadaan, perkembangan, serta pengalaman-pengalaman dimasa lampau
sumber sejarah serta interpretasi dari sumber-sumber keterangan tersebut. (Nazir
1988:55-56)
(Nazir 1988:55) menyatakan sejarah adalah deskripsi yang terpadu dari
keadaan-keadaan atau fakta-fakta masa lampau yang ditulis berdasarkan
penelitian serta studi yang kritis untuk mencari kebenaran. Dengan teori ini
penulis akan membahas sejarah perkembangan bonsai di Jepang dan sejarah
perkembangan di Indonesia.
Gottchalk dalam Abdurrahman (1999:44) mensistematisasikan
langkah-langkah dalam penelitian sejarah sebagai berikut :
1. Pengumpulan objek yang berasal dari suatu zaman dan pengumpulan
bahan-bahan tertulis dan lisan yang relevan.
2. Menyingkirkan bahan-bahan (atau bagian-bagian dari padanya) yang tidak
otentik.
3. Menyimpulkan kesaksian yang dapat dipercaya berdasarkan bahan-bahan
yang otentik.
4. Pennyusunan kesaksian yang dapat dipercaya itu menjadi suatu kisah atau
penyajian yang berkait.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis juga menggunakan teori perubahan
kebudayaan. Menurut Setiadi (2009:44) perubahan kebudayaan merupakan
kebudayaan yang mengalami perkembangan (dinamis) seiring dengan
perkembangan manusia itu sendiri, oleh karena itu tidak ada kebudayaan yang
Ada lima faktor yang menjadi penyebab perubahan kebudayaan, yaitu:
a. Perubahan lingkungan alam.
b. Perubahan yang disebabkan adanya kontak dengan suatu kelompok lain.
c. Perubahan karena adanya penemuan.
d. Perubahan yang terjadi karena suatu masyarakat atau bangsa mengadopsi
beberapa elemen kebudayaan material yang telah dikembangkan oleh
bangsa lain di tempat lain.
e. Perubahan yang terjadi karna suatu bangsa memodifikasi cara hidup
dengan mengadopsi suatu pengetahuan atau kepercayaan baru, atau karna
perubahan dalam pandangan hidup dan konsepnya tentang realitas.
Dengan teori ini, penulis akan membahas bagaimana perubahan yang
terjadi dalam sebuah kebudayaan, terutama dalam eksistensi dan perkembangan
seni bonsai yang terjadi di Indonesia.
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pembahasan di atas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui eksistensi dan perkembangan seni bonsai di Indonesia.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi eksistensi dan
perkembangan bonsai di Indonesia.
3. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi perkembangan bonsai di
2. Manfaat Penelitian
Dengan dibahasnya eksistensi dan perkembangan bonsai di Indonesia,
faktor-faktor yang mempengaruhi eksistensi dan perkembangan seni bonsai di
Indonesia, maka penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Penulis sendiri yaitu dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis
tentang seni bonsai terutama tentang eksistensi dan perkembangan seni
bonsai di Indonesia.
2. Para pembaca dan dapat dijadikan acuan dalam penelitian berikutnya.
3. Peningkatan ilmu pengetahuan khususnya dibidang pranata masyarakat
dan kebudayaan Jepang yang berkembang di Indonesia.
1.6 Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan struktur yang sangat penting, karena
berhasil tidaknya, rendahnya kualitas penelitian, sangat ditentukan oleh ketepatan
peneliti dalam memilih metode penelitian. (Arikunto dalam Yulianti, 2008:10)
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode
deskriptif. Menurut Nazir (1988:63) metode deskriptif adalah suatu metode dalam
meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem
pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Sehingga tujuan dari
penelitian deskriktif ini adalah untuk membuat mendeskripsi, gambaran atau
lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antara fenomena yang diselidiki.
Kemudian studi kepustakaan digunakan sebagai cara pengumpulan data,
arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dan lain-lain yang
berhubungan dengan masalah penelitian, Selanjutnya data dianalisa dan
dirangkum, kemudian dideskripsikan kedalam tulisan ini.
Data-data dan bahan-bahan dalam penulisan skripsi ini diperoleh dari :
perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Daerah (Sumut),
Perpustakaan Kota Medan, koleksi peribadi penulis, dan sumber literature yang