• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skabies 2.1.1. Pengertian Skabies - Pengaruh Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan terhadap Kejadian Skabies pada Anak Usia Sekolah di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skabies 2.1.1. Pengertian Skabies - Pengaruh Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan terhadap Kejadian Skabies pada Anak Usia Sekolah di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Skabies

2.1.1. Pengertian Skabies

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitasi tungau (mite) Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya yang termasuk dalam kelas Arachnida. Infestasi merupakan penetrasi dari hidupnya kutu skabies pada predileksi kulit sedangkan sensitasi adalah proses reaksi tubuh terhadap infestasi skabies pada kulit tersebut. Tungau ini berukuran sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau bersifat mikroskopis. Penyakit skabies sering disebut the itch, seven year itch, gudikan, gatal agogo, budukan, suku badan, atau penyakit ampera (Mansjoer, 2000).

Penyakit skabies sangat mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan kepada manusia dan sebaliknya. Skabies mudah menyebar baik secara langsung atau melalui sentuhan langsung dengan penderita maupun secara tidak langsung melalui baju, sprei, handuk, bantal, air, atau sisir yang pernah digunakan oleh penderita dan belum dibersihkan dan masih terdapat tungau sarcoptesnya (Yosefw, 2007

.

(2)

Gambar 2.1. Skabies 2.1.2. Etiologi

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitasi tungau (mite) Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Sarcoptes scabiei adalah tungau dari famili Sarcoptidae, ordo Acaria, kelas Arachnida. Badannya berbentuk oval, pipih datar di bagian ventral, dan convex di bagian dorsal. Yang jantan berukuran 150-200 mikron, sedang yang betina 300-350 mikron. Alat mulut terdiri dari selisere yang bergigi dan palpi menjadi satu dengan hypostom. Stadium dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang menghadap ke depan dan 2 pasang menghadap ke belakang.

(3)

atau menembus mencari jalan keluar, lalu terjadi 2 stadium nimfa, lalu menjadi dewasa. Lingkaran hidup berlangsung 8-17 hari dan tungau betina dapat hidup 2-3 minggu sampai 1 bulan (Safar, 2009).

2.1.3. Gambaran Klinis

Gejala klinis utama pada skabies adalah rasa gatal, terutama dirasakan pada malam hari (pruritus nokturnal) atau bila cuaca panas serta pasien berkeringat, oleh karena rasa gatal disertai gejala lainnya, biasanya timbul 3-4 minggu setelah tersensitisasi oleh produk tungau di bawah kulit. Lesi yang timbul di kulit pada umumnya simetris dan tempat predileksi utama adalah sela jari tangan fleksor siku dan lutut, pergelangan tangan, aerola mammae, umbilikus, penis, aksila, abdomen, bagian bawah dan bokong. Pada anak – anak usia kurang dari 2 tahun, lesi cenderung di seluruh ubuh, terutama kepala, leher, telapak, tangan dan kaki, sedangkan pada anak yang lebih besar predileksi lesi menyerupai orang dewasa (Sudibyo, 2007).

Pada kulit anak akan terlihat papul-papul eritematosa berukuran 1-2 mm sebagai gejala awal infestasi. Tetapi karena sangat gatal dan akibat garukan dapat timbul erosi, pustul, ekskoriasi, kusta, dan infeksi sekunder yang menyebabkan gambaran lesi primer tersebut menjadi kabur dan tidak khas lagi. Juga dapat tampak vesikel di sepanjang terowongan yang pada bagian ujungnya biasanya dapat ditemukan tungau.

(4)

rasa gatal pada malam hari, akibatnya nafsu makan berkurang. Beberapa bentuk klinis skabies antara lain:

1) Skabies pada orang bersih (Scabies of cultivated)

Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan. Dalam penelitian dari 1000 orang penderita skabies, hanya pada 7% penderita skabies tersebut ditemukan terowongan.

2) Skabies in cognito

Bentuk ini timbul pada skabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih dapat terjadi. Skabies in cognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa seperti distribusi atipik, lesi luas yang menyerupai penyakit kulit lainnya.

3) Skabies nodular

Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat pada daerah yang tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal, dan aksila. Nodus timbul sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap tungau skabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus dapat bertahan selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberikan pengobatan anti skabies dan kortikosteroid.

4) Skabies yang ditularkan melalui hewan

(5)

sela jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak langsung atau memeluk hewan peliharaannya yaitu pada paha, dada, dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4-8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena skabies varietas binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.

5) Skabies krustosa (skabies norwegia)

Skabies krustosa atau norwegia pertama kali dilaporkan oleh Danielsen, seorang warga Norwegia yang menderita kusta. Skabies ini juga tidak hanya terjadi pada anak dengan retardasi mental, dementia senilis, penderita dengan kelemahan imunologik.

6) Skabies pada bayi dan anak-anak

Dalam kelompok usia ini, wajah, kulit, kepala, telapak tangan, dan telapak kaki umumnya diserang. Yang paling umum menimbulkan lesi adalah papule, vesicopustules dan nodules, akan tetapi distribusi dapat bersifat atipikal. Eksemastisasi dan impetigenisasi adalah paling sering terjadi pada bayi (Stone, 2007).

2.1.4. Patogenesis

(6)

lebih 30 hari. Telur akan menetas dalam waktu 3-4 hari dan menjadi larva kemudian berubah menjadi nimfa dengan 4 pasang kaki dan selanjutnya menjadi tungau dewasa.

Siklus hidup tungau mulai dari telur sampai dewasa memerlukan waktu selama 10-14 hari. Pada suhu kamar (210

Pada bayi dan anak sebagai kelompok yang paling banyak mengalami skabies, selain faktor imunitas yang belum memadai faktor penularan dari orangtua, terutama ibu, serta faktor anak yang sudah mulai beraktivitas di luar rumah dan di sekolah juga ikut berperan terhadap timbulnya skabies (Boediardja, 2003).

C dengan kelembaban relatif 40-80) tungau masih dapat hidup di luar pejamu selama 24-36 jam. Penelitian lain tahun 1997 menemukan rata-rata 11 tungau betina pada seorang pasien skabies. Masuknya Sarcoptes scabiei ke dalam epidermis tidak segera memberikan gejala pruritus. Rasa gatal timbul 1 bulan setelah infestasi primer serta adanya infestasi kedua sebagai manifestasi respon imun terhadap tungau maupun sekret yang dihasilkannya di terowongan bawah kulit. Sekret dan ekskreta yang dikeluarkan tungau betina bersifat toksik atau antigenik.

2.1.5. Epidemiologi A. Distribusi

1) Distribusi Menurut Orang (Person)

(7)

ditemukan beberapa desa dimana semua anak-anak di desa tersebut menderita skabies. Di India, Gulati dilaporkan prevalensi tertinggi pada anak usia 5-14 tahun (Harahap, 2000).

Penyakit skabies banyak dijumpai pada anak dan usia dewasa muda, hal ini disebabkan karena anak-anak dan remaja memiliki tingkat kerentanan yang tinggi karena mereka belum telaten merawat diri serta belum memiliki pengalaman. Insiden pada laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan. Perempuan akan lebih kecil berisiko terpapar skabies karena perempuan cenderung lebih menjaga dan merawat penampilan, dengan demikian kebersihan diri perempuan juga lebih terawat. Sedangkan laki-laki cenderung tidak memperhatikan penampilan diri, hal itu tentunya akan berpengaruh terhadap perawatan kebersihan diri, dan kebersihan diri yang buruk tersebut akan berpengaruh terhadap kejadian skabies.

Pada kelompok dengan pendidikan yang tinggi akan memiliki risiko terpapar skabies yang lebih kecil, karena semakin tinggi pendidikan formal yang dicapai, maka semakin baik pula proses pemahaman seseorang dalam menerima sebuah informasi tentang skabies. Kelompok etnik meliputi kelompok homogen berdasarkan kebiasaan hidup maupun homogenitas biologis. Dari segi epidemiologi kelompok orang-orang yang tinggal dan hidup bersama dalam waktu yang cukup lama lebih berisiko terpapar skabies.

2)Distribusi Menurut Tempat (Place)

(8)

Indian adalah 10%. Di Santiago, Chili insiden tertinggi terdapat pada anak-anak. Pada daerah dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi juga ditemukan angka kejadian yang lebih tinggi (Harahap, 2000).

Menurut Departemen Kesehatan republik Indonesia, prevalensi skabies di Puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6-12,9%, dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Pada tahun 2003 prevalensi skabies adalah 6% dan 3,9%. Prevalensi skabies sangat tinggi pada lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang kurang memadai (Depkes. RI, 2004).

3) Distribusi Menurut Waktu (Time)

Berdasarkan waktu, angka kejadian banyak ditemukan pada musim gugur dan dingin, karena aktifitas manusia yang lebih banyak di rumah dan menggunakan baju hangat yang berulang-ulang (lama tidak dibersihkan), dan kuman berkembang lebih baik pada musim dingin dan musim gugur.

B.Determinan 1) Faktor Agen

(9)

mempunyai mata maupun trakea. Seluruh permukaan tubuhnya tertutup garis-garis paralel halus. Kaki-kakinya memiliki epimer, pasangan kaki posterior tak melewati batas tepi badan. Pulvilus terdapat pada kaki pertama dan kedua parasit betina, sedangkan pada yang jantan, pulvilus terdapat pada kaki pertama, kedua dan keempat (Soedarto, 2003).

2) Faktor Host a) Usia

Penyakit skabies banyak dijumpai pada anak dan usia dewasa muda, hal ini disebabkan karena anak-anak dan remaja memiliki tingkat kerentanan yang tinggi karena mereka belum telaten merawat diri serta belum memiliki pengalaman.

b) Jenis Kelamin

Faktor jenis kelamin memiliki risiko yang berbeda terhadap kejadian skabies. Berdasarkan penelitian Topik Hidayat (2011) wanita memiliki kecenderungan berperilaku bersih dan sehat positif sebanyak 1,014 kali lebih besar daripada laki-laki sehingga kejadian penyakit skabies pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan.

c) Pendidikan

(10)

3) Faktor Lingkungan

Lingkungan biologis, fisik dan sosial sangat mempengaruhi kejadian skabies. Lingkungan biologi yang mendukung perkembangan agen yaitu sarcoptes scabiei akan meningkatkan interaksi agen dengan manusia, sehingga risiko terjadinya penyakit semakin meningkat. Lingkungan fisik seperti udara, keadaaan cuaca, kelembaban, air, dan lain-lain sangat mempengaruhi keberadaan agen serta interaksinya dengan manusia. Lingkungan sosial yang meliputi kebiasaan hidup, status sosial dan budaya, ekonomi, serta sistem organisasi tempat tinggal sangat mempengaruhi kejadian skabies.

2.1.6. Diagnosis

Menurut Handoko, 2007, diagnosis ditegakkan jika terdapat setidaknya dua dari empat tanda kardinal skabies yaitu:

1)Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

2)Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok.

(11)

4)Menemukan tungau. Untuk menemukan tungau atau terowongan, dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

a) Kerokan kulit

Papul atau terowongan yang baru dibentuk dan utuh ditetesi minyak mineral/ KOH, kemudian dikerok dengan scalpel steril untuk mengangkat atap papul atau terowongan. Hasil kerokan diletakkan di gelas obyek dan ditutup dengan lensa mantap, lalu diperiksa di bawah mikroskop.

b) Mengambil tungau dengan jarum

Jarum ditusukkan pada terowongan di bagian yang gelap dan digerakkan tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar. c) Epidermal shave biopsy

Papul atau terowongan yang dicurigai diangkat dengan ibu jari dan telunjuk lalu diiris dengan scalpel no. 15 sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superfisial sehingga perdarahan tidak terjadi dan tidak perlu anestesi. d) Burrow ink test

Papul skabies dilapisi tinta cina dengan menggunakan pena lalu dibiarkan selama dua menit kemudian dihapus dengan alkohol. Tes dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis zig- zag.

e) Swab kulit

(12)

f) Uji tetrasiklin

Tetrasiklin dioleskan pada daerah yang dicurigai ada terowongan, kemudian dibersihkan dan diperiksa dengan lampu Wood. Tetrasiklin dalam terowongan akan menunjukkan fluoresensi.

2.1.7. Pencegahan Penyakit Skabies

Penyakit skabies sangat erat kaitannya dengan kebersihan diri dan lingkungan yang tidak sehat, maka pencegahan penyakit skabies yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Menjaga kebersihan kulit dengan cara mandi minimal dua kali sehari dengan menggunakan sabun dan menggosok kulit agar kuman dapat diangkat dari kulit. 2) Mencuci tangan dan kaki dan menjaga agar tangan dan kali tidak lembab

khususnya sela-sela jari.

3) Mencuci pakaian dan linen dengan deterjen, menyetrika dan menyimpannya pada tempat yang bersih.

4) Menjemur kasur dan bantal minimal sekali seminggu. 5) Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain. 6) Membersihkan tempat tidur dan kamar tidur setiap hari.

7) Apabila memelihara hewan peliharaan agar merawat hewan tersebut dan kandangnya.

(13)

9) Menghindari kontak dengan orang-orang, hewan serta kain atau barang-barang yang dicurigai terinfeksi skabies (Soedarto, 2003).

2.2. Personal Hygiene

Personal hygiene merupakan faktor intrinsik yang melekat pada host. Personal hygiene atau kebersihan diri adalah upaya seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis (Wartonah, 2010). Tujuan personal hygiene adalah untuk memelihara kebersihan diri, menciptakan keindahan, serta meningkatkan derajat kesehatan individu sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit pada diri sendiri maupun orang lain.

2.2.1. Faktor yang Memengaruhi Personal Hygiene

Faktor-faktor yang memengaruhi personal hygiene antara lain: 1) Budaya

Sejumlah mitos yang berkembang di masyarakat menjelaskan bahwa saat individu sakit ia tidak boleh dimandikan karena dapat memperparah sakitnya.

2) Status Sosial-Ekonomi

(14)

3) Tingkat Pengetahuan atau Perkembangan Individu

Kedewasaan seseorang akan memberi pengaruh tertentu pada kualitas diri orang tersebut, salah satunya adalah pengetahuan yang lebih baik. Pengetahuan penting dalam meningkatkan status kesehatan individu, sebagai contoh, agar terhindar dari penyakit kulit, maka harus mandi dengan bersih setiap hari.

4) Status Kesehatan

Kondisi sakit atau cedera akan menghambat kemampuan individu dalam melakukan perawatan diri. Hal ini tentunya berpengaruh pada tingkat kesehatan individu. Individu akan semakin lemah dan jatuh sakit.

5) Kebiasaan

Kebiasaan individu dalam menggunakan produk-produk atau benda tertentu dalam melakukan perawatan diri, misalnya menggunakan showers, sabun orang lain, pakaian atau handuk orang lain dapat menimbulkan penularan penyakit skabies. 6) Cacat Jasmani/Mental Bawaan

Kondisi cacat dan gangguan mental menghambat kemampuan individu untuk melakukan perawatan diri secara mandiri (Alimul, 2009).

2.2.2. Faktor-faktor Personal Hygiene yang Memengaruhi Kejadian Skabies Faktor-Fakror personal hygiene yang memengaruhi kejadian skabies adalah sebagai berikut:

A. Kebersihan Kulit

(15)

(cukup) dalam memepertahankan fungsinya. Sebagai bagian dari organ pelindung, kulit secara anatomis terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan epidermis dan lapisan dermis. Kulit memiliki fungsi sebagai berikut :

1) Melindungi tubuh dari masuknya berbagai kuman atau trauma jaringan dalam yang juga dapat menjaga keutuhan kulit.

2) Mengatur keseimbangan suhu tubuh dan membantu produksi keringat serta penguapan.

3) Sebagai alat peraba yang dapat membantu tubuh menerima rangsangan dari luar melalui rasa sakit, sentuhan, tekanan, atau suhu.

4) Sebagai alat ekskresi keringat melalui pengeluaran air, garam, dan nitrogen.

5) Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit yang bertugas mencegah pengeluaran cairan tubuh secara berlebihan.

6) Memproduksi dan menyerap vitamin D sebagai penghubung atau pemberi vitamin D dari sinar ultraviolet matahari.

(16)

Kebersihan kulit merupakan cerminan kesehatan yang paling pertama memberikan kesan. Oleh karena itu perlu memelihara kulit sebaik-baiknya. Pemeliharaan kesehatan kulit tidak dapat terlepas dari kebersihan lingkungan, makanan yang dimakan serta kebiasaan hidup sehari-hari. Dalam memelihara kebersihan kulit kebiasaan-kebiasaan yang sehat harus selalu diperhatikan adalah menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri, mandi minimal 2 kali sehari, mandi memakai sabun, menjaga kebersihan pakaian, makan yang bergizi terutama banyak sayur dan buah, dan menjaga kebersihan lingkungan.

Kulit menerima berbagai rangsangan dari luar dan menjadi pintu masuk utama kuman patogen ke dalam tubuh. Bila kulit bersih dan terpelihara, kita dapat terhindar dari berbagai penyakit, gangguan, atau kelainan yang mungkin muncul. Selainitu, kondisi kulit yang bersih akan menciptakan perasaan segar dan nyaman, serta membuat seseorang sehat.

(17)

B. Kebersihan Tangan

Seperti halnya kulit, tangan harus dipelihara dan ini tidak terlepas dari kebersihan lingkungan sekitar dan kebiasaan hidup sehari-hari. Tangan yang bersih menghindarkan manusia dari berbagai penyakit. Tangan yang kotor dapat menyebabkan bahaya kontaminasi dan menimbulkan penyakit-penyakit tertentu. Untuk menghindari bahaya kontaminasi maka harus membersihkan tangan sebelum makan, memotong kuku secara teratur, dan membersihkan lingkungan.

Tangan adalah anggota tubuh yang paling banyak berhubungan dengan apa saja. Tangan digunakan untuk menjamah makanan setiap hari. Selain itu, sehabis memegang sesuatu yang kotor atau mengandung kuman penyakit, selalu tangan langsung menyentuh mata, hidung, mulut, makanan serta minuman. Hal ini dapat menyebabkan pemindahan sesuatu yang dapat berupa penyebab terganggunya kesehatan karena tangan merupakan perantara penularan kuman.

Berdasarkan penelitan WHO dalam National Campaign for Handwashing with Soap (2007) menunjukkan mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada 5 waktu penting yaitu sebelum makan, sesudah buang air besar, sebelum memegang bayi, sesudah menceboki anak, dan sebelum menyiapkan makanan dapat mengurangi angka kejadian skabies sampai 40%. Cuci tangan pakai sabun dengan benar juga dapat mencegah penyakit menular lainnya.

(18)

1) Basuh tangan dengan air mengalir dan gosokkan kedua permukaan tangan dengan sabun secara merata, terutama sela-sela jari.

2) Bilas kedua tangan sampai bersih dengan air yang mengalir.

3) Keringkan tangan dengan menggunakan kain lap yang bersih dan kering. C. Kebersihan Kaki

Kebersihan kaki harus dijaga yaitu dengan menggunakan sepatu dan kaus kaki yang kering dan bersih, agar terhindar dari penyakit skabies karena tungau Sarcoptes scabiei selalu hidup pada tempat yang lembab dan tertutup, sehingga sela-sela jari merupakan bagian kaki yang sering mengalami skabies. Di samping itu kebersihan kuku kaki sangat penting untuk diperhatikan karena kuku merupakan pelengkap kulit.

Kuku yang sehat berwarna merah muda. Cara merawat kuku antara lain: kuku jari tengah dapat dipotong dengan pengikir atau memotongnya dalam bentuk oval (bujur) atau mengikuti bentuk jari, sedangkan kuku jari kaki dipotong dalam bentuk lurus. Jangan memotong kuku terlalu pendek karena bisa melukai selaput kulit dan kulit di sekitar kuku. Jangan membersihkan kotoran di balik kuku dengan benda tajam, sebab akan merusak jaringan di bawah kuku. Potong kuku seminggu sekali atau sesuai kebutuhan (Proverawati, 2012).

D. Kebersihan Pakaian

(19)

berlemak ini akan berbau busuk dan menganggu. Untuk itu perlu mengganti pakaian setiap hari. Saat tidur hendaknya mengenakan pakaian yang khusus untuk tidur dan bukannya pakaian yang sudah dikenakan sehari-hari yang sudah kotor.

E. Kebersihan Handuk

Handuk merupakan kain yang digunakan untuk mengeringkan tubuh setelah mandi. Handuk yang bersih harus dicuci dengan deterjen, dikeringkan, disetrika dan disimpan di tempat yang bersih. Apabila digunakan, setiap hari harus dijemur di bawah sinar matahari. Penggantian harus dilakukan sekali seminggu dan tidak boleh dipakai oleh orang lain atau digunakan bergantian (Soejadi, 2007).

2.3. Sanitasi Lingkungan

(20)

timbulnya sejumlah masalah sanitasi lingkungan yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit skabies.

Beberapa bagian sanitasi lingkungan yang mempengaruhi kejadian skabies adalah sebagai berikut:

2.3.1. Ketersediaan Air Bersih

Air merupakan suatu sarana untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, namun di samping itu air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan penyakit (Slamet, 2009). Menurut Notoatmodjo (2003), penyediaan air bersih harus memenuhi persyaratan yaitu :

1) Syarat fisik : persyaratan fisik untuk air bersih yang sehat adalah bening, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau.

2) Syarat bakteriologis : air merupakan keperluan yang sehat yang harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri patogen.

3) Syarat kimia : air bersih yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia di dalam air, akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia.

(21)

anggota keluarga yang lainnya. Berdasarkan Permenkes No. 829/Menkes/SK/ VII/1999 kuantitas air yang harus tersedia adalah 60 liter/hari/orang. Dengan jumlah tersebut dapat mencegah kejadian skabies, karena skabies merupakan water based disease, yaitu penularan penyakit yang berkaitan erat dengan penggunaan air untuk kebersihan diri dan alat-alat.

2.3.2. Kebersihan Tempat Tidur

Salah satu penyebab skabies adalah tempat tidur yang tidak bersih, yaitu kasur, bantal, sprei, sarung bantal, dan selimut. Tungau Sarcoptes scabiei dapat hidup pada kasur dan bantal yang tidak dijemur teratur sekali seminggu, serta linen yang kotor yang digunakan.

2.3.3. Kebersihan Kamar Tidur

Kamar tidur merupakan tempat yang relatif kecil dan menjadi tempat tinggal manusia secara intens, maka harus dijaga agar dalam keadaan bersih. Sebaiknya jendela kamar tidur dibuka setiap pagi agar terjadi sirkulasi udara dan menjaga kelembaban udara agar kuman tidak dapat berkembangbiak. Kamar tidur sebaiknya dibersihkan setiap hari agar debu maupun kotoran tidak tinggal di dalam kamar sehingga mencegah berkembangnya kuman penyebab skabies di dalam kamar tidur. 2.3.4. Keberadaan Hewan Peliharaan

(22)

kesehatan hewan peliharaan juga harus dijaga agar terhindar dari penyakit sehingga tidak menularkan penyakit kepada manusia (Soedarto, 2003).

2.3.5. Pencahayaan

Salah satu syarat rumah sehat adalah tersedianya cahaya yang cukup, karena suatu rumah yang tidak mempunyai cahaya selain dapat menimbulkan perasaan kurang nyaman, juga dapat menimbulkan penyakit skabies. Sinar matahari berperan secara langsung dalam mematikan parasit dan mikroorganisme lain yang terdapat di lingkungan rumah, khususnya sinar matahari pagi yang dapat menghambat perkembangbiakan bakteri patogen. Dengan demikian sinar matahari sangat diperlukan di dalam ruangan rumah terutama ruangan tidur. Pencahayaan alami atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan (Depkes RI,1999).

2.3.6. Kelembaban

(23)

barang dan baju, handuk, sarung yang tidak tertata rapi, ikut berperan dalam penularan penyakit berbasis lingkungan seperti skabies (Soedjadi, 2003).

2.3.7. Luas Ventilasi

Udara segar dalam rumah diperlukan untuk mengganti udara ruangan yang sudah terpakai. Udara segar diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembapan dalam ruangan. Rumah yang sehat adalah rumah yang memiliki sistem pertukaran udara yang baik, karena penghuni memerlukan udara yang segar. Setiap ruang atau kamar tidur juga harus memiliki ventilasi yang cukup untuk mememnuhi kondisi atmosfer yang menyehatkan penghuninya. Ventilasi bermanfaat untuk sirkulasi atau pergantian udara dalam rumah dan mengurangi kelembaban.

Ventilasi mempengaruhi proses dilusi udara, mengencerkan konsentrasi debu atau kotoran terbawa keluar dan mati terkena sinar ultraviolet yang dapat masuk ke dalam rumah (Mukono, 2011). Menurut persyaratan ventilasi yang baik adalah ≥ 10 % dari luas rumah (Kepmenkes 1999).

2.3.8. Kepadatan Penghuni Kamar Tidur

Kepadatan hunian kamar tidur sangat berpengaruh terhadap jumlah kuman penyebab penyakit skabies. Selain itu kepadatan hunian kamar tidur dapat mempengaruhi kualitas udara di dalam kamar tidur. Dimana semakin banyak jumlah penghuni maka akan semakin cepat udara dalam kamar tidur mengalami pencemaran oleh karena CO2 dalam rumah akan cepat meningkat dan akan menurunkan kadar O2

(24)

2.4. Anak Usia Sekolah

Menurut UU No 20 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, anak usia sekolah adalah usia 4 tahun sampai dengan usia 18 tahun dan yang belum menikah. Batas usia anak tersebut ditentukan berdasarkan pertumbuhan fisik, psikososial, perkembangan anak dan karakteristik kesehatannya. Pembagian golongannya adalah taman kanak-kanak (usia 4-6 tahun), sekolah dasar (7-12 tahun), dan sekolah lanjutan/ remaja (13-18 tahun).

Anak usia sekolah mempunyai ciri pertumbuhan sangat cepat, sangat aktif, masa pertumbuhan otak, sehingga harus mendapatkan kebutuhan fisik dan psikis yang tepat. Namun, banyak masalah kesehatan yang kerap timbul pada anak usia sekolah. Lingkungan fisik yang buruk dengan sanitasi lingkungan dan sosial ekonomi yang jelek, diperberat dengan perilaku keluarga dan anak sendiri yang tidak baik membuat keterpaparan anak terhadap berbagai jenis penyakit semakin mudah terjadi.

Permasalahan kesehatan yang sering terjadi pada anak usia sekolah antara lain:

1) Penyakit Menular

Sekolah adalah tempat yang paling penting guruku; sekaligus sebagai tempat sumber penularan penyakit infeksi pada anak sekolah. Penyakit menular yang kerap terjadi antara lain demam berdarah dengue, skabies, campak, cacar air, diare, dan lain-lain.

2) Penyakit Tidak Menular

(25)

3) Gangguan Pertumbuhan

Penyebab gangguan pertumbuhan diantaranya adalah kurangnya asupan gizi dan adanya penyakit infeksi yang diderita oleh anak. Penyebab yang jarang adalah ketidaknormalan kromosom seperti down syndrome dan turner’s syndrom, gangguan sistem organ besar seperti jantung, otak, dan lain-lain, ketidaknormalan sistem hormon, dan lain-lain.

4) Gangguan Perkembangan dan Perilaku Anak Usia Sekolah

Gangguan perkembangan dan perilaku anak usia sekolah yang banyak terjadi adalah penolakan sekolah, gangguan belajar, hiperkinetik atau gangguan motorik berlebihan, gangguan koordinasi dan keseimbangan, gangguan konsentrasi, impulsif (melakukan aktifitas yang membahayakan), gangguan emosi, gangguan depresi, autism, dan attention deficit hyperactive disorders (gangguan pemusatan perhatian) (Suyatno, 2010).

2.5. Landasan Teori

Landasan teori dalam penelitian ini mengacu pada faktor risiko kejadian skabies dan teori simpul determinan penyakit. Faktor risiko kejadian skabies dapat digambarkan sebagai berikut:

Sarcoptes Scabiei Manusia

(Bionomik) (Personal Hygiene)

Sanitasi Lingkungan

(26)

Faktor risiko kejadian skabies adalah berbagai faktor yang memiliki peran dalam kejadian atau timbulnya skabies. Faktor risiko skabies terbagi ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor personal hygiene dan sanitasi lingkungan.

Adapun Teori Simpul dari timbulnya kejadian skabies sebagai berikut:

Simpul 1 Simpul 2 Simpul 3 Simpul 4

Gambar 2.3. Kerangka Teori Sumber : Achmadi, 2011

Dengan mengacu pada gambar skematik tersebut di atas maka simpul-simpul dalam penelitian ini yang berhubungan dengan kejadian skabies adalah: a) Simpul 1 yaitu sumber penularan penyakit adalah orang yang menderita skabies; b) Simpul 2 yaitu media transmisi penyakit adalah sanitasi lingkungan rumah meliputi penyediaan air bersih, perilaku penghuni dalam membersihkan tempat tidur, perilaku penghuni rumah dalam membersihkan kamar tidur, keberdaan hewan peliharaan, pencahayaan, kelembaban, luas ventilasi dan kepadatan penghuni kamar tidur. c) Simpul 3 yaitu personal hygiene meliputi kebersihan kulit, kebersihan tangan, kebersihan kaki, kebersihan pakaian, dan kebersihan handuk d) Simpul 4 yaitu kejadian penyakit atau gangguan dari hasil hubungan interaktif manusia dengan

(27)

lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan manusia, yaitu sakit atau sehat (Achmadi, 2011).

2.6. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Personal Hygiene:

1. Kebersihan Kulit 2. Kebersihan Tangan 3. Kebersihan Kaki 4. Kebersihan Pakaian 5. Kebersihan Handuk

Kejadian Skabies Sanitasi Lingkungan:

1. Ketersediaan Air Bersih 2. Kebersihan Tempat Tidur 3. Kebersihan Kamar Tidur 4. Keberadaan Hewan Peliharaan 5. Pencahayaan

6. Kelembaban 7. Ventilasi

Gambar

Gambar 2.1. Skabies
Gambar 2.3.  Kerangka Teori
Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan personal hygiene santri ( kebersihan pakaian, kulit, tangan dan kuku, genitalia, handuk, tempat tidur dan sprei)

Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis hubungan antara karakteristik individu, personal hygiene, perilaku sehat dengan kejadian skabies

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa variabel yang berhubungan dengan kejadian diare di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang adalah sumber air minum, sarana pembuangan

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil Trimester III di Wilayah Kerja Puskesmas Air Dingin Kota Padang.. Analisis Faktor Penyebab terjadinya Anemia

Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2011) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara personal hygiene dengan

Karena nilai p < 0,05, maka Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku personal hygiene dengan kejadian skabies pada

Pada hasil penelitian silang antara Pilaku Personal Hygiene , Sanitasi lingkungan, dan status nutrisi Dengan Kejadian Skabies Pada Santri Pondok Pesantren Nurul

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa variabel yang berhubungan dengan kejadian diare di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang adalah sumber air minum, sarana pembuangan