BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
kesehatan, pada pasal 1 butir 1 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kesehatan
adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial maupun ekonomis.
Menurut Winslow, kesehatan masyarakat dapat dicapai melalui usaha masyarakat
yang terorganisir dan menjaga kesehatan lingkungan masyarakat tersebut. Interaksi
manusia dengan lingkungannya terjadi sejak manusia dilahirkan sampai meninggal
dunia, sehingga kesehatan lingkungan merupakan hal yang sangat mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat (Slamet, 2009).
Pada negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia memiliki berbagai
masalah kesehatan. Permasalahan utama yang dihadapi masih dominasi penyakit
infeksi yang sebagian besarnya adalah penyakit menular yang berbasis lingkungan
(Noor, 2008). Banyak penyakit yang berbasis lingkungan yang dapat mengganggu
kesehatan manusia. Salah satunya adalah skabies. Skabies merupakan suatu kondisi
kulit yang diakibatkan oleh tungau Sarcoptes scabiei (Sutanto, 2008).
Penyakit skabies menampakkan gejala seperti gatal yang hebat pada waktu
malam hari di celah-celah jari, bagian punggung dan alat kelamin. Berdasarkan
pejamu, agen, dan lingkungan. Banyak faktor yang berperan dalam terjadinya
skabies. Faktor predisposisi yang umum adalah seperti kepadatan penduduk, sanitasi
lingkungan, kebersihan diri yang buruk, status gizi buruk, tunawisma, demensia, dan
kontak seksual. Faktor-faktor yang dominan adalah faktor sanitasi lingkungan dan
kebersihan diri (personal hygiene) yang sebaiknya diketahui oleh masyarakat yang rentan agar dapat mencegah kejadian skabies. Penyakit skabies ditetapkan sebagai
pengganggu dan perusak kesehatan yang penting oleh badan kesehatan dunia.
Penyakit ini tidak hanya menyerang orang yang lemah secara ekonomi tetapi dapat
menyerang semua tingkat sosial. Skabies merupakan penyakit yang endemis pada
banyak masyarakat, dapat mengenai ras dan golongan di seluruh dunia, angka
kejadian pada wanita lebih kecil dibanding dengan pria, namun banyak dijumpai pada
anak-anak dan dewasa muda (Harahap, 2000).
Skabies dapat menimbulkan infeksi sekunder, di samping itu penyakit ini
menimbulkan rasa lelah di siang hari, produktifitas rendah, sulit menerima pelajaran
bagi anak sekolah akibat tidur yang terganggu di malam hari dikarenakan gatal yang
sangat mengganggu terutama pada malam hari. Di samping itu penderita skabies
dapat mengalami penurunan daya tahan tubuh karena tidak istirahat dengan baik
sehingga mudah terserang penyakit (Boediardja, 2003).
Skabies ditemukan pada semua negara dengan prevalensi yang bervariasi di
berbagai negara. Infestasi penyakit ini mempengaruhi jutaan orang setiap tahunnya
tertinggi pada anak usia 5-14 tahun. Di Rumah Sakit Palang Merah Jepang 1,96%
pasien rawat jalan merupakan pasien skabies sejumlah 496 pasien, dengan rasio jenis
kelamin adalah 1,33 (laki-laki) : 1 (perempuan) dengan distribusi usia tertinggi pada
anak-anak (Zasshi, 2009).
Epidemi skabies sering terjadi pada panti jompo, panti asuhan, pondok
pesantren, lembaga pemasyarakatan, bahkan rumah sakit. Hal ini terjadi karena
penyakit ini sangat mudah menular, sehingga pada tempat dengan kepadatan yang
tinggi penyakit ini cepat menyebar dan dapat mengakibatkan wabah (epidemi)
sehingga dibutuhkan upaya pencegahan yang terencana serta upaya pengelolaan atau
pemeliharaan lingkungan yang bersih untuk mencegah skabies (Estes, 2003).
Prevalensi skabies di negara berkembang dilaporkan sebanyak 6-27% dari
populasi umum dan insidens tertinggi pada anak usia sekolah. Penyakit skabies
banyak terjadi di Indonesia karena Indonesia beriklim tropis, pada wilayah yang
beriklim tropis perkembangan parasit sangat mudah sehingga memperbesar risiko
terjadinya penyakit skabies (Soedarto, 2003).
Skabies dapat ditularkan dari manusia kepada manusia melalui kontak
langsung ataupun tidak langsung misalnya melalui pakaian ataupun handuk. Skabies
dapat juga ditularkan oleh hewan kepada manusia dan sebaliknya. Anjing dan kucing
merupakan sumber utama penularan skabies dari hewan kepada manusia. Hewan lain
yang dapat menularkan skabies adalah kuda, babi, domba, dan Lain-lain (Anderson,
Berdasarkan data Departemen Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi
penyakit skabies di seluruh Indonesia pada tahun 1996 adalah 4,6 – 12,95 % dan
skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit (Kusnoputranto, 2002).
Berdasarkan pengumpulan data KSDAI tahun 2001 dari sembilan rumah sakit di kota
besar Indonesia, jumlah penderita skabies yang tertinggi ditemukan di Ibu kota
Jakarta sebanyak 335 kasus. Hal ini disebabkan Kota Jakarta memiliki jumlah
penduduk terbanyak sebagai salah satu faktor pendukung perkembangan skabies
(Boediardja, 2003).
Data gambaran sepuluh (10) penyakit terbanyak pada penderita rawat jalan
di Rumah Sakit Umum di Indonesia yang diperoleh dari Ditjen Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan tahun 2004, ditemukan jumlah kasus penyakit kulit dan
jaringan subkutan lainnya sebesar 419.724 kasus atau dengan prevalensi sebesar
2,9%, 501.280 kasus pada tahun 2005 dengan prevalensi 3,16%, dan pada tahun 2006
ditemukan sebanyak 403.270 kasus dengan prevalensi 3,91% (Profil Kesehatan
Indonesia 2004-2006).
Menurut Sasmita (2012) dalam penelitiannya di Pesantren Ta’Mirulislam
pada 96 orang sampel ditemukan bahwa variabel yang mempunyai hubungan
bermakna dengan kejadian skabies yaitu personal hygiene yang meliputi kebiasaan mandi, kebiasaan membersihkan tempat tidur, kebiasaan santri tidur dalam satu
malam satu tempat tidur, kebiasaan memakai handuk bersama, mencuci pakaian,
Berdasarkan hasil penelitian Wardhani (2007) yang berjudul hubungan
praktek kebersihan diri dan penggunaan alat pelindung diri dengan kejadian skabies
pada pemulung usia 15-35 tahun di tempat pembuangan akhir sampah Bakung
Bandar Lampung ditemukan ada hubungan kebiasaan mandi dengan kejadian skabies,
tidak ada hubungan antara mengganti pakaian dengan kejadian skabies, ada hubungan
antara kebersihan tangan dengan kejadian skabies, ada hubungan antara kebersihan
kaki dengan kejadian skabies, ada hubungan antara penggunaan sarung tangan
dengan kejadian skabies, ada hubungan antara penggunaan sepatu dengan kejadian
skabies (Wardhani, 2007).
Di Puskesmas Tanjung Morawa tercatat penderita gangguan kulit sebanyak
1676 pada tahun 2011 dan merupakan peringkat kelima dari sepuluh penyakit
terbesar di Puskesmas Tanjung Morawa. Pada tahun 2012 penyakit kulit mengalami
peningkatan menjadi 3166 kasus, dan menjadi peringkat keempat dari sepuluh
penyakit terbesar di Puskesmas Tanjung Morawa. Dari hasil kajian penyakit skabies
merupakan kejadian penyakit kulit tertinggi.
Berdasarkan data Puskesmas Lubuk Pakam menunjukkan bahwa pada tahun
2012 dari sepuluh penyakit terbesar, penyakit kulit merupakan penyakit terbesar
keenam, dimana dari penyakit penyakit kulit tersebut penyakit skabies merupakan
kejadian tertinggi. Data penyakit kulit pada tahun 2012 sebanyak 1486 penderita, dan
rata-rata setiap bulan terjadi 160 kejadian penyakit kulit. Pada bulan Pebruari sampai
sebanyak 136 (34%), alergi 119 (30%), kanidiasis 83 (21%), dan lain-lain 64 (15%)
kejadian. Dari 136 kejadian skabies 73 (54%) merupakan anak usia sekolah.
Berdasarkan data Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam pada tahun
2012 terdapat 1424 pasien gangguan kulit yang dirawat jalan dan 208 merupakan
pasien penyakit skabies. Pada tahun 2013 bulan Pebruari sampai dengan bulan April
terdapat 57 pasien skabies dan 38 orang merupakan anak usia sekolah dan bertempat
tinggal di wilayah Lubuk Pakam. Dari hasil kajian penyakit skabies merupakan
keluhan tertinggi dari kejadian penyakit kulit yang lain. Di samping itu, angka
kejadian pada anak usia sekolah tergolong pada kelompok tertinggi.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang pengaruh personal hygiene dan sanitasi lingkungan terhadap kejadian skabies pada anak usia sekolah di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli
Serdang tahun 2013.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan data kejadian penyakit di Puskesmas Lubuk Pakam dan Rumah
Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam ditemukan angka kejadian penyakit skabies
masih cukup tinggi, sehingga perlu dilakukan sebuah penelitian untuk mengetahui
berbagai faktor yang mempengaruhi angka kejadian skabies masih tinggi di
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
menganalisis pengaruh personal hygiene dan sanitasi lingkungan terhadap kejadian skabies pada anak usia sekolah di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang
tahun 2013.
1.4. Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah adanya pengaruh personal hygiene
(kebersihan kulit, kebersihan tangan, kebersihan kaki, kebersihan pakaian, kebersihan
handuk) dan sanitasi lingkungan (penyediaan air bersih, kebersihan tempat tidur,
kebersihan kamar tidur, keberadaan hewan peliharaan, pencahayaan rumah,
kelembaban rumah, luas ventilasi dan kepadatan penghuni kamar tidur) terhadap
kejadian skabies pada anak usia sekolah di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli
Serdang tahun 2013.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Dapat memberikan informasi bagi anak usia sekolah dan keluarganya tentang
pencegahan dan penanggulangan penyakit skabies.
2. Dapat menambah ilmu pengetahuan masyarakat tentang pengaruh personal hygiene dan sanitasi lingkungan terhadap kejadian skabies pada anak usia sekolah.
3. Dapat memberikan masukan kepada Puskesmas Lubuk Pakam dan Rumah Sakit
skabies khususnya memberi informasi penanggulangan serta pencegahan
kejadian maupun penularan skabies.