• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II SIMANINGGIR HINGGA PERIODE 1954 2.1. Kondisi Alam dan Geografis - Chapter II (560.7Kb)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II SIMANINGGIR HINGGA PERIODE 1954 2.1. Kondisi Alam dan Geografis - Chapter II (560.7Kb)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

SIMANINGGIR HINGGA PERIODE 1954

2.1. Kondisi Alam dan Geografis

Desa Simaninggir secara administratif berada di wilayah Kecamatan

Parlilitan, Kabupaten Tapanuli Utara dengan ibukotanya adalah Tarutung. Di

Kecamatan Parlilitan terdapat 17 (tujuh belas) desa, yang salah satunya adalah Desa

Simaninggir. Letak geografis kecamatan Parlilitan ini, 300-2000 meter di atas

permukaan laut. Dengan luas wilayah 858,50 km. Kecamatan Parlilitan berbatasan

dengan :

Sebelah Utara : Kec. Harian dan Dairi

Sebelah Selatan : Kec. Pakkat

Sebelah Barat : Kabupaten Tapanuli Tengah

Sebelah Timur : Kec. Dolok Sanggul11

Simaninggir sendiri pernah menjadi sebuah desa sampai tahun 1993, untuk

kemudahan administratif di Desa Simaninggir, maka pada tahun 1993 desa ini telah

disatukan dengan Desa Hutari Pusuk II dengan nama baru yaitu Pusuk II Simaninggir.

Karena pada tahun 1993 penduduk yang mendiami Desa Simaninggir hanya tinggal beberapa

rumah tangga saja, yaitu tidak lebih dari sepuluh rumah tangga. Di mana pada tahun 2002

Desa Simaninggir benar-benar ditinggalkan oleh semua penduduknya. 12

11

BPS, Parlilitan dalam angka 1990, Parlilitan: BPS, 1991, hal.1.

12Wawancara

dengan Parisan Nainggolan dan Tiomina Marbun, Pusuk 1, 25 April 2013.

(2)

dalam penelitian ini, penulis lebih tertarik dan fokus untuk meneliti pemukiman yang pernah

ada di Desa Simaninggir, bukan desa tersebut secara administratif.

Berdasarkan letak geografis Kecamatan Parlilitan tersebut, dapat kita simpulkan

bahwa kawasan Kecamatan Parlilitan terdapat di dataran tinggi yang memiliki hutan yang

cukup karena terletak di perbukitan. Kawasan Parlilitan ini juga memiliki sumber daya alam

yang dapat dinikmati oleh masyarakatnya. Disebabkan daerah ini terdapat di perbukitan,

maka sejumlah desa, letaknya terdapat di balik bukit-bukit yang tidak dapat dilalui oleh

kendaraan. Penyebabnya karena harus melewati bukit-bukit yang berlembah curam dan juga

dipisahkan oleh jurang yang dalam.

Penduduk desa dapat menyesuaikan kehidupan mereka, dan tetap dapat

mempertahankan lahan mereka, khususnya di lereng gunung yang lebih terjal, dan sangat

sulit dicapai.13 Untuk dapat mengakses desa Simaninggir, maka terlebih dahulu dari simpang

tiga Desa Pusuk I dengan jarak sekitar 3 km hingga ke Desa Hutari yang sekarang menjadi

Desa Pusuk II Simaninggir14

1. Desa Sampean

. Sepanjang jalan tersebut dapat ditempuh dengan kendaraan

bermotor roda empat. Nama-nama perkampungan yang ada di sekitar daerah Simaninggir:

2. Hutari (Pusuk II Simaninggir)

(3)

Desa Pusuk II Simaninggir merupakan satu-satunya desa yang dilalui menuju

Simaninggir meskipun ada jalan setapak dari Desa Banua Rea yang secara administratif

berbeda kecamatan dengan Desa Simaninggir. Adapun jarak dari Desa Pusuk II Simaninggir

menuju Desa Simaninggir sekitar 6 km dan tidak bisa ditempuh dengan kendaraan bermotor

karena letaknya yang berada di atas bukit dengan medan jalan setapak, curam di pinggiran

jurang dan terjal. Masyarakat akan melalui akses jalan ini hanya dengan berjalan kaki serta

melalui jurang yang dihubungkan dengan jembatan terbuat dari susunan batang

kayu.15

1. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Banua Rea, dengan Aek Mas

Adapun batas administratif dari desa Simaninggir ini adalah :

16

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sijarango, dengan Aek Sipang sebagai

pembatas administratif antar desa.

di bawah

Dolog Pinapan sebagai pembatas administratif antar Desa.

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sampean, dengan Dolog Sipahutu-hutu

sebagai sambungan dari Dolog Pinapan menjadi pembatas administratif antar desa.

4. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pusuk I, dengan Aek Sisira sebagai

Pembatas Administratif antar desa.17

Gambaran geografis yang dimaksud oleh penulis, yaitu penggambaran

wilayah-wilayah tanah Batak Toba khususnya desa Simaninggir, sekaligus dengan hasil-hasil bumi

15Wawancara

dengan Parisan Nainggolan dan Magdalena Simanullang, Pusuk 1, 25 April 2013. Penulis juga melakukan observasi ke daerah yang dimaksud, lihat lampiran gambar 4.

16

Disebut sebagai Aek Mas karena memang Dolok Pinapan mengandung emas yang dibawa mengalir oleh Aek Mas tersebut. Hal ini telah disurvei oleh orang Jerman yang pada tahun 2007. Masyarakat Banua Rea juga sering mandulang (mencari emas dari aek mas tersebut dengan cara membuat lubang-lubang dan kemudian mengayak pasir tersebut sampai menemukan biji emas. Ibid., Martua Mahulae, Kantor Kepala Desa Pusuk II Simaninggir, 25 April 2013.

17

(4)

serta peternakan yang terdapat di daerah itu. Maksud penggambaran yang demikian untuk

dapat diketahui hubungan keadaan wilayah tempat tinggal dengan mata pencaharian, serta

kepada latar belakang migrasi mereka yang terjadi kemudian hari.

Kampung Simaninggir ini sulit untuk diketahui oleh masyarakat yang mendengar

nama Simaninggir. Hal ini disebabkan sangat minimnya sarana yang tersedia dengan ditandai

akses jalan yang seadanya untuk bisa menuju Simaninggir, disebabkan kondisi alam yang

sulit untuk dijangkau. Dari Observasi yang penulis lakukan, ternyata menuju Simaninggir

harus mendaki Dolog Pinapan dengan akses jalan setapak yang curam juga sangat

tersembunyi di antara hutan belantara dikurung oleh sungai dan jurang, dan bukit-bukit yang

menghalangi pemandangan wajah kampung juga ditutupi oleh batu-batu besar.

Pada 1950-an perjalanan menuju kampung Simaninggir kadangkala ditandai dengan

suara-suara burung dan binatang lain di antara bukit-bukit dan hutan-hutan. Semakin

terdengar jelas suara anjing menggonggong, ayam berkokok, dan ternak lain seperti babi

yang masih berkeliaran di halaman rumah penduduk. Kegirangan anak-anak yang sedang

bermain-main seperti permainan tradisional Marbilon, marbende-bende, margaltuk,

marsitekka dan lain sebagainya serta suara lesung penumbuk padi yang dilakukan oleh

muda-mudi secara gotong-royong masih jelas terlihat saat berkunjung ke desa ini. Rumah-rumah

penduduk yang khas terbuat dari papan yang telah berwarna coklat hingga kehitam-hitaman

dengan atap jerami sebagiannya ada yang berlumut warna hijau. Dibuat bertingkat karena

hewan peliharaan dapat dibuat di bawah kolong rumah.18

Pada umumnya, tanah Batak Toba adalah daerah pegunungan. Bila dibandingkan luas

wilayah pegunungan dan dataran rendah, maka dataran rendahnya sempit saja. Karena itu

18 Wawancara

(5)

hutan merupakan wajah tanah Simaninggir, walaupun pada beberapa bagian hanya

merupakan hutan ilalang dan sampilpil.19

Adapun jenis ternak yang digembalakan yaitu hanya kerbau, yang bebas berkeliaran

di perbukitan tersebut tanpa diikat dengan tali tambatan. Penduduk yang rata-rata memiliki

ternak kerbau hanya menempelkan kalung di leher si kerbau, yang terbuat dari kayu

berbentuk seperti lesung dengan ukuran mini, dan diberi lubang di tengah lesung tersebut

layaknya seperti lonceng yang menimbulkan bunyi saat kerbau bergerak. Masing-masing

pengembala kerbau cukup kreatif untuk membuat jenis kalung kerbau yang berbeda-beda, Hamparan hutan tropis sebagai sumber daya alam

yang menghasilkan kemenyan, rotan, batu kapur, sarang wallet dan kotoran wallet. Dolog

Pinapan yang aliran airnya mengandung emas serta tersedianya flora dan fauna yang dapat

dinikmati oleh masyarakat Simaninggir menjadikan desa ini sebagai tempat yang layak untuk

dijadikan sebagai pemukiman.

Awalnya daerah ini ditumbuhi oleh semak belukar dan berbagai jenis pepohonan.

Salah satu jenis pohon yang tumbuh yaitu rotan. Rotan ini kemudian dibentuk menjadi

barang jadi untuk diperdagangkan di pasar. Seiring dengan makin meningkatnya aktivitas

kehidupan penduduk di desa ini, hutan belantara tersebut mereka eksploitasi untuk dijadikan

lahan pertanian seperti persawahan dan perladangan. Adapun prosesnya yakni dengan cara

ditebangi dan kayunya dijadikan papan dan tiang untuk rumah-rumah mereka, serta ada juga

dengan membakar hutan. Sebagian wilayah perbukitan yang hanya ditumbuhi oleh

rerumputan liar dianggap layak sebagai tempat pengembalaan ternak.

19

(6)

sehingga mereka tetap bisa mengetahui kerbau gembalaan mereka. Rumput liar yang tumbuh

subur di perbukitan menjadi santapan kerbau yang diternakkan di sana.

Daerah pengembalaan kerbau tersebut lama-kelamaan terbentuk kubangan yang berisi

genangan air serta terlihat seperti lapangan, sehingga Desa Banua Rea yang merupakan desa

tetangga Simaninggir ikut menjadikan perbukitan ini sebagai lahan pengembalaan ternak

mereka. Berbeda hal nya dengan pengembala Simaninggir, para pengembala kerbau dari

Desa Banua Rea memberikan tanda dengan mengikat setiap tanduk kerbau tersebut dan juga

ada yang mengecat dengan warna hitam di punggung kerbau.

Mengandalkan kekayaan alam menjadi ciri khas masyarakat Simaninggir untuk

mempertahankan keberlangsungan hidup mereka. Terutama dalam pemenuhan kebutuhan

pokok yaitu sandang, pangan, dan papan maka akan mengambilnya dari hutan di sekitar

pemukiman mereka. Kegiatan mencari rotan untuk kemudian dijual di pasar pada akhir

pekan yang merupakan waktu untuk melakukan transaksi jual-beli dengan penduduk dari

desa lain yang akan datang ke pasar, yang pada saat itu ada di Desa Pusuk 1.

2.2 Latar Belakang Historis Desa Simaninggir

Perang di tanah Batak berlangsung kurang lebih 29 tahun, dimulai dari tahun 1878

sampai dengan tahun 1907. Peperangan ini disebut juga dengan Perang Batak atau Perang

Sisingamangaraja, di bawah pimpinan Si Singamangaraja XII, yaitu “raja” terakhir dari tanah

batak. Perlawanan ditujukan untuk menentang kekuasaan pemerintah Hindia Belanda yang

akan menguasai daerah Tanah Batak pada abad ke-19. Perang berlangsung selama tujuh

tahun di daerah Tapanuli Utara, seperti di

(7)

serangan untuk menguasai

Akibat penyerangan ini, Sisingamangaraja XII terpaksa pindah ke

Ketika pasukan Belanda berhasil menduduk i Daerah Dolok Sanggul, kepala-kepala

kampung di sini dipaksa membayar denda. Pasukan Belanda terus bergerak ke

kampung-kampung dan membakar beberapa kampung-kampung yang dilewatinya, sehingga selalu menimbulkan

perlawanan dari pejuang-pejuang Batak Toba setempat. Dengan meluasnya daerah yang

tunduk kepada Pemerintah Belanda, maka daerah gerak Sisingamangaraja semakin sempit

dan pengikutnya semakin berkurang. Sekarang pasukannya bertahan di sebelah Barat Daerah

Danau Toba, yaitu daerah Pak-pak dan Dairi.20

Pada tahun 1907, Pasukan Marsose di bawah pimpinan Kapten Hans Christoffel

berhasil menangkap Boru Sagala, istri Sisingamangaraja XII serta dua orang anaknya,

sementara itu Sisingamangaraja XII dan para pengikutnya berhasil melarikan diri ke Hutan

Simsim.

Sampai dengan akhir abad ke-19

Sisingamangaraja XII masih giat melakukan perlawanan-perlawanan. Akan tetapi

perlawanan yang dilakukannya tidak lagi bersifat menyerang lawan, melainkan lebih bersifat

mempertahankan diri dari serangan lawan.

21

20

Ibid., hal. 266.

21

Keturunan dari ajudan Sisingamangaraja yakni marga Nainggolan yang menjadi raja huta Simaninggir memperkirakan bahwa Hutan Simsim yang dimaksud adalah daerah tempat mereka bersembunyi yang pasca perang menjadi pemukiman mereka dan akhirnya Hutan Simsim tersebut mereka beri nama menjadi Desa Simaninggir. Wawancara dengan Martua Mahulae, Kantor Kepala Desa Pusuk II Simaninggir, 24 April 2013.

Ia menolak tawaran untuk menyerah, dan dalam pertempuran tanggal 17 Juni

1907, Sisingamangaraja XII gugur bersama dengan putrinya Lopian dan dua orang putranya

(8)

Perang Tapanuli.22

Kondisi tersebut tidak memungkinkan lagi untuk bertahan dan meneruskan

perjuangannya, sehingga beliau hijrah ke Dairi hingga akhirnya tewas. Marga Nainggolan

yang merupakan panglima Sisingamangaraja tersebut, memilih untuk tetap diam di sekitar

gua tersebut, agar terlindung dari penjajahan Belanda. Tersebar ke mana-mana keganasan

pasukan Belanda serta penghancuran dan pembakaran pertahanan Sisingamangaraja. Rakyat

pun telah menjadi korban keganasan pasukan Belanda, serta rumah-rumah dan

kampung-kampung rakyat dibakar. Rakyat mengungsi selama pertempuran berkecamuk. Mereka

berbondong-bondong untuk menyelamatkan diri dari malapetaka pertempuran. Dengan

berjalan kaki mereka pergi menuju kampung saudaranya yang aman dari pertempuran.

Dengan gugurnya Sisingamangaraja XII, maka seluruh daerah Batak Toba

jatuh ke tangan Belanda. Sejak itu rodi, penarikan pajak yang berat, serta berbagai peraturan

pemerintahan kolonial yang merugikan rakyat masuk ke daerah ini. Struktur kehidupan

tradisional dari masyarakat Batak Toba pun menjadi runtuh.

Awal terbentuknya Desa Simaninggir ini terjadi pasca Perang Sisingamangaraja yang

berkecamuk pada tahun 1907 sebelum akhirnya Sisingamangaraja gugur di Dairi pada

tanggal 17 Juni 1907 di Ambalo Sienem Koden yang ditembak atas perintah komandan

Batalion Marsuse Belanda, Kapten Christofel. Pada saat itu Raja Sisingamangaraja dikawal

oleh ajudannya yang bermarga Nainggolan dari Samosir, menemukan tempat persembunyian

di dalam gua yang berada di Desa Simaninggir ini. Kemudian Sisingamangaraja beserta

panglimanya selanjutnya melakukan gerilya sampai ke Dairi, karena wilayah Bakkara dan

wilayah Toba pada umumnya telah dibakar habis dan dikuasai oleh Belanda.

22

(9)

Di antara mereka ada juga yang tak tentu arah tujuannya ke mana. Keluarga-keluarga

yang hari demi hari terus berjalan menuju jarak yang jauh, sampai ke kampung-kampung

Humbang, dan akhirnya bertemu dengan mantan ajudan Sisingamangaja yang bermarga

Nainggolan tersebut. Beliau mengajak mereka untuk bersembunyi sementara waktu di sekitar

gua Simaninggir tempat Sisingamangaraja dulu bersembunyi. Marga yang awalnya

menduduki Simaninggir yaitu Nainggolan.

Marga yang lain kemudian ada karena proses pernikahan dan akhirnya tinggal

menetap di Simaninggir tersebut.23

Secara kepemilikan, Tanah Simaninggir merupakan daerah yang diklaim sebagai

tempat persembunyian Sisingamangaraja bersama panglimanya yakni marga Nainggolan

tersebut. Dalam bahasa Batak Toba beliau disebut sebagai “Raja Ihutan sipukka huta ”, yakni

orang yang pertama sekali menemukan dan menduduki pemukiman tersebut. Setelah

mendiami dan mendirikan rumah di daerah tersebut bersama dengan keluarganya, beliau

menawarkan bantuan tempat persembunyian kepada saudara semarga yang lain yang beliau

jumpai di pasar dan di jalan yang membutuhkan tempat persembunyian sementara dari Dengan demikian, maka terjadilah migrasi spontan Batak

Toba (Marserak) dari beberapa daerah di Tapanuli Utara yang bergejolak pasca gugurnya

Sisingamangaraja ke Desa Simaninggir. Simaninggir dengan isolasi wilayahnya, sangat

menjanjikan menjadi tempat yang nyaman dan aman dari jangkauan musuh, terutama

Belanda. Daerah ini hanya dapat ditelusuri dengan mendaki, karena letaknya yang berada di

atas bukit, sehingga tidak dapat dijangkau oleh Belanda yang menggunakan kendaraan

tempur untuk menduduki wilayah jajahannya pada masa itu.

23

(10)

peperangan. Maka, terbentuklah suatu pemukiman baru yang diberi nama Simaninggir. Awal

mula perkembangan Simaninggir, penduduknya tentu tidak terlepas dari tradisi mereka

sebelumnya, yakni dari tempat asal mereka. Masing-masing penduduk masih mengamalkan

tradisi budaya asal mereka. Dalam masyarakat Batak Toba, di daerah asal (bona pasogit)

hukum atas pemilikan tanah dan pendirian kampung didasarkan atas marga. Marga sebagai

identitas yang cukup mendasar, membentuk norma-norma hubungan dalam tatanan

kehidupan. Marga yang pertama datang ke daerah yang belum ada pemiliknya akan menjadi

raja huta di sana, dan merekalah kelak disebut sebagai marga tanah. Pemilikan atas tanah

disebut “golat” dan yang memilikinya disebut “pargolat”. Dengan demikian, dalam hal ini

hak atas golat Desa Simaninggir adalah marga Nainggolan tersebut, yang membuka dan

memerintah di Desa Simaninggir.

Tanah seperti ini dengan bebas dapat diberikan kepada anak-anaknya, dan diwariskan

jika dia meninggal kelak. Betapapun jauhnya beliau pergi dan bermukim di tempat lain,

tanah itu tetap menjadi miliknya. Dalam hal ini marganya mengukuhkan hak nya, itu adalah

hak penguasaan tanah asli yang dipegang oleh marganya. Merekalah yang dapat

menukarkan, meminjamkan tanahnya kepada orang lain yang datang ke daerah tersebut. Bagi

generasi selanjutnya pembagian lahan terutama terjadi atas dasar pemberian orang tua.

Pemberian sebidang tanah dilakukan setelah anak menikah atau berumah tangga.

Keluarga muda berpisah dan berdiri sendiri dari lingkungan keluarga orang tua

disebut manjae. Pemberian tanah kepada anak laki-laki yang sudah berkeluarga disebut

panjaean dan kepada anak perempuan disebut pauseang. Masih ada bentuk pemberian tanah

oleh marga tanah kepada marga pendatang, yaitu kepada boru. Hal ini dapat terjadi apabila

(11)

mengawini anak perempuan marga tanah dan atau mempunyai jasa terhadap marga tanah.

Mereka dapat mendirikan satu atau lebih kampung sendiri di tengah kampung hula-hulanya

atau di tanah pembagian harta pusaka yang diberikan kepadanya.

Sekitar tahun 1958 juga pernah terjadi pergolakan politik antara PRRI dengan TRI

yang melibatkan Desa Simaninggir.24

Setelah TRI tiba di Simaninggir, mereka lalu mencari pasukan PRRI ke rumah-rumah

penduduk dan bertanya apakah ada yang melihat pemberontak atau pasukan PRRI, tapi

anak-anak yang tinggal di rumah yang tidak ikut mengungsi dengan orang tua mereka menjawab

tidak mengetahui keberadaan mereka. Mereka menjawab saat pemberontak datang mereka Penduduk Simaninggir menyebutnya dengan “masa

pemberontakan“. Kala itu musim perang antara pasukan PRRI dengan TRI. Kemudian

pasukan PRRI mundur dan lari ke hutan, saat mengetahui TRI telah tiba di Simaninggir. Saat

PRRI masih ada di Simaninggir, para penduduk pergi ke hutan untuk bersembunyi, agar

tidak diajak oleh Pasukan PRRI dan anak-anak mereka ada yang bersembunyi di gua yang

ada di Simaninggir saat mendengar ada suara tembakan dari luar.

24

(12)

berada di ladang. Pasukan TRI menjadi marah dan memasak ubi dan mengambil beras milik

penduduk dengan tetap mengarahkan senapan ke arah mereka. Kemudian karena tidak

mendapat hasil apa-apa pasukan TRI kembali ke Pusuk 1 yang merupakan markas mereka,

dengan tetap menembaki semua arah Simaninggir.

Kejadian itu menorehkan ingatan traumatis bagi penduduk yang menyaksikan masa

itu.25

Masyarakat Simaninggir secara keseluruhan adalah bersuku Batak Toba. Setiap orang

Batak Toba, memakai marganya di belakang namanya. Di mana pun mereka berada marga

itu selalu dipakai. Bagi orang Batak, marga

Desa Simaninggir dijadikan sebagai tempat untuk persembunyian sementara dan juga

sebagai tempat bergerilya untuk melawan Tentara Rakyat Indonesia. Anggota PRRI tidak

mengganggu dan mengancam penduduk Simaninggir bahkan para informan berkata

pemberontak adalah teman mereka. Kadang pemberontak mengajak anak-anak menari

(marsitumba) dan memberikan mereka sebagian makanannya juga membagikan uang mereka

kepada anak-anak Simaninggir. Pasukan PRRI di antaranya ada yang bermarga Pardede,

Panjaitan, Simanjuntak.

2.3. Komposisi Penduduk

26

25

Wawancara Rusliana Simanullang dan Tiomina Marbun, Dusun Raba-raba, 25 April 2013.

26

Menurut W. Hutagalung, marga berasal dari bahasa Sanskrit yaitu “warga” yang diartikan dengan keluarga, sekaum, satu keturunan yang dalam bahasa Batak dinamakan dengan “ sabutuha”.

adalah identitas. Marga berbau adat kalau di

kalangan orang Batak, dan berbau suku kalau berhubungan sosial dengan suku bangsa lain.

Jadi, walaupun mereka hidup berpencar di seluruh dunia, marga itu tetap berfungsi adat

(13)

kampung, satu laki-laki dan yang satu perempuan, maka secara otomatis mereka

berhubungan sosial secara namarito atau kakak beradik.

Setelah mereka mengetahui derajat keturunan masing-masing dari raja Nainggolan,

maka hubungan itu bisa menjadi hubungan bapak dan boru atau anak atau ama naposo

(bapak muda) dan namboru (bibi). Setelah mengetahui partuturan atau hubungan

kekeluargaan adat, maka dengan sendirinya berlaku adat persaudaraan dan tanggung jawab

secara adat. Berlaku adat hak dan kewajiban, yang boleh dan tidak boleh di dalam hubungan

sosial mereka. Perasaan persaudaraan, semarga seketurunan dan senenek moyang itu muncul

dengan sendirinya. Manifestasinya terwujud di dalam hubungan sosial sehari-hari.27

Salah satu satuan pemukiman pada masyarakat Simaninggir disebut huta, karena

pusat aktivitas hidup mereka yang berhubungan dengan tanah adalah huta. Huta terdiri dari

tanah yang diperuntukkan bagi tapak rumah, pekarangan, jalan, ladang sekitar pemukiman,

tepian (MCK), lumbung, pekuburan, tempat pemujaan, tempat permusyawaratan, tempat

Marga yang terdapat pada masyarakat Simaninggir diantaranya adalah: Nainggolan,

Munte, Sihotang, Situmorang, Silalahi, Simanullang, Sitohang. Semua marga tersebut datang

dari berbagai daerah di Tapanuli Utara karena berbagai alasan pasca perang

Sisingamangaraja dan juga pemuda-pemudi Simaninggir menikahi penduduk dari luar

Simaninggir yang kemudian tinggal menetap di Simaninggir. Mereka hidup dengan rasa

kekeluargaan dalam satu kampung yang tumbuh dengan erat, karena persamaan nasib yang

mereka rasakan solidaritas telah terpupuk terus dan silsilah dapat dipelihara dengan baik.

27

(14)

menjemur peralatan dan hasil produksi, tempat menumbuk padi, bertukang, tempat

melaksanakan upacara adat dan aspek kehidupan lainnya.

Penduduk Simaninggir hidup dari hasil pertanian seperti persawahan untuk menanam

padi, perladangan untuk menanam kopi robusta yang sangat menjamur di Simaninggir masa

itu. Selain mengharapkan hasil pertanian, mereka juga masih memanfaatkan hasil alam,

didukung dengan keahlian keterampilan sampingan sebagai pengrajin bambu, rotan, dan

riman yang dibentuk menjadi beberapa peralatan rumah tangga seperti: sarung golok,

tempayan yang terbuat dari bambu, keranjang yang terbuat dari rotan dan lainnya. Begitu

juga hal nya dengan pengembalaan ternak yang biasa dilakukan oleh pemuda dan pemudi

biasanya bergotong-royong pada malam minggu untuk menumbuk padi di lesung yang

sengaja dibuat panjang agar dapat ditumbuk secara bersamaan.

Keahlian dan keterampilan yang dimiliki oleh setiap penduduk Simaninggir untuk

memenuhi kebutuhan hidup mereka berbeda-beda. Hal ini karena mereka berasal dari daerah

yang berbeda pula, sehingga di Desa Simaninggir terdapat beragam hasil pertanian dan

kerajinan seperti yang disebut di atas. Meskipun hasil pertanian beragam, hal tersebut tetap

tidak dapat memenuhi kecukupan kebutuhan mereka karena kondisi geografis Simaninggir

yang tidak memungkinkan untuk memiliki lahan pertanian yang luas.

2.4 Sistem Mata Pencaharian Penduduk

Dalam masyarakat agraris, tanah merupakan salah satu faktor produksi yang penting.

Dalam sistem nilai masyarakat Batak Toba tradisional, memiliki tanah terutama persawahan

memberikan status yang tinggi bagi mereka. Tanah merupakan lambang kekayaan dan

(15)

Simaninggir memperluas areal pertanian mereka. Ruang produksi adalah tanah untuk lahan

pertanian berupa ladang dan sawah. kedua jenis lahan tersebut diharapkan akan

menghasilkan kebutuhan sandang pangan dan keperluan untuk upacara sepanjang daur hidup.

Hutan adalah tempat pengambilan kayu untuk rumah dan bangunan lainnya, peralatan rumah

tangga, tempat berburu. Juga merupakan ruang untuk memperoleh bahan ramuan bagi

kehidupan seperti obat-obatan dan kemenyan.

Pembagian ruang tersebut bila diklasifikasikan dari segi pemilikan, akan terlihat

bahwa milik perorangan pada ruang pemukiman adalah pertapakan rumah, perladangan dan

persawahan. Sedangkan jalan, pekarangan desa, pekuburan, tempat bermusyawarah, tepian

pemandian, adalah milik bersama dan dikelola secara bersama. Milik perorangan diurus,

dimanfaatkan dan dialihkan oleh perorangan atau keluarga. Akan tetapi jalan, pekarangan

desa, pekuburan, tempat bermusyawarah, tepian untuk mandi, tidak dapat diwariskan atau

dialihkan kepada perorangan atau kepada orang lain oleh seseorang termasuk pemimpin desa.

Hal yang menyangkut tempat-tempat tersebut harus dikelola secara musyawarah, karena

berkaitan dengan identitas dan kelengkapan desa sebagai milik bersama.

Hubungan manusia dengan tanah sangatlah erat, karena di atasnya manusia

dilahirkan, dibesarkan, disosialisasikan, berketurunan serta pada akhir hayatnya dikuburkan

ke dalam tanah. Hubungan itu mutlak dan tidak dapat dipisahkan. Disinilah pula ditemukan

kehidupan dan perkembangan unsur kebudayaan universal yakni, sistem bahasa sebagai

(16)

pengetahuan, sistem teknologi, sistem keberanian dan kepercayaan atau religi.28

Analog dengan cita-cita tersebut, dalam kehidupan mereka pada umumnya tersirat

suatu falsafah hidup yang menggambarkan keterikatan hidupnya dengan tanah dan

keturunan. Falsafah tersebut berbunyi, lulu anak, lulu tano; yang artinya bila tidak ada anak

maka tidak ada tanah atau mencari anak, mencari tanah. Dengan dasar demikian maka anak

sebagai pembawa marga adalah pemilik tanah. Tanah adalah lambang eksistensi marga, Dari uraian

tersebut tergambar bagaimana arti dan fungsi tanah bagi masyarakat Desa Simanainggir.

Tanah mengacu pada makna dan arti kehidupan dan penghidupan mereka, karena merupakan

unsur penting dalam sistem dan nilai budayanya.

Hukum adat Batak Toba sebagai bagian mutlak dari kebudayaannya mengatur dengan

baik mekanisme pertanahan yang utuh, yang keberadaannya dilegitimasi oleh orang Batak

Toba. Di dalam hukum adat tersebut telah diatur bahwa setiap anggota marga atau komunitas

yang turut memiiliki tanah diwajibkan untuk melestarikan tanah itu sebagai milik bersama

dan sebagai simbol identitas bersama. Eratnya keterikatan orang Batak Toba khususnya

penduduk Desa Simaninggir dengan tanah, tersirat dalam alam pikiran dan cita-cita hidup

mereka yang mendasar. Bagi mereka, cita-cita itu adalah mencari hamoraon (kekayaan),

hasangapon (kehormatan) dan hagabeon (berketurunan). Dalam usaha mewujudkan cita-cita

yang pertama yakni hamoraon (kekayaan), salah satu pendukungnya adalah tanah, karena

semakin luas tanah yang dimiliki, dikuasai serta dikelola, maka peluang untuk mencari

cita-cita akan semakin terbuka.

28

(17)

artinya dengan memiliki tanah berarti marga mempunyai kekuasaan ke dalam dan ke luar.

Ungkapan ini mengandung arti, semakin banyak anak (keturunan) dibutuhkan areal pertanian

yang luas untuk menghidupi mereka. Lingkungan kampung dan areal pertanian yang terbatas

mendorong petani untuk meninggalkan kampung halamannya.

Pada masyarakat Batak Toba terdapat beragam jenis tanah, tetapi pada masyarakat

Simaninggir hanya dikenal beberapa jenis tanah sesuai dengan pengelolaannya dan keadaan

tanaman yang tumbuh di atasnya. Jenis-jenis tanah tersebut adalah:

a. Tano tarulang atau tano kosong, yakni tanah kosong yang belum pernah dikerjakan.

b. Tano na niulang, yakni jenis tanah untuk keperluan pertukaran penanaman yang

dibiarkan terlantar. Tanah yang demikian ini terdiri dari beberapa jenis. Apabila

tanah tersebut dibiarkan terlantar untuk jangka waktu yang singkat misalnya selama

dua tahun kemudian diusahai kembali, maka tanah yang demikian dinamakan tano

dipaombal.

c. Jenis tanah lainnya adalah harangan dan tombak. Harangan adalah hutan asli yang

belum pernah diolah, sedangkan tombak adalah hutan muda yang dulunya telah

pernah dikerjakan.

d. Hauma dan pargadongan. Hauma adalah jenis tanah yang biasanya ditanami padi.

Istilah lain yang digunakan untuk menyebut jenis tanah ini adalah tano maraek.

Pargadongan adalah sebutan untuk lahan perladangan yang biasanya ditanami

dengan ketela, ubi rambat, singkong, kopi dan lain-lain.

e. Tano parhutaan adalah jenis tanah perkampungan atau tempat pemukiman

(18)

f. Jalangan dan jampalan. Jalangan adalah tanah-tanah pengembalaan yang luas, di

mana orang dapat membiarkan ternaknya merumput tanpa harus dijaga. Jampalan

adalah tanah-tanah pengembalaan di mana ternak harus dijaga. Jenis tanah ini relatif

lebih sempit dibandingkan dengan jalangan dan umumnya terletak di antara ladang

dan persawahan.29

Dari uraian di atas, terlihat jenis-jenis tanah yang dikaitkan dengan jenis tanaman

yang tumbuh di atasnya. Ada satu jenis tanah lagi yang dikenal oleh masyarakat

Simaninggir yaitu parmualan (perairan yang biasanya berupa aliran sungai, mata air, atau

pancuran).

Secara geografis Kabupaten Tapanuli Utara, sebagian besar daerahnya berupa dataran

tinggi, yang dikenal dengan dataran tinggi Toba dan berada pada punggung jajaran Bukit

Barisan. Dilihat dari ketinggian dari permukaan laut berada antara 300 sampai dengan 1500

meter di atas permukaan laut dan topografi bergelombang sampai curam dengan kemiringan

tanah antara nol sampai dengan di atas 40%.30

Selain membuka persawahan, penduduk Simaninggir juga memelihara ternak sebagai

salah satu cara untuk menambah pendapatan keluarga. Hampir setiap rumah tangga

memelihara kerbau, babi, ayam, itik dan juga sebagian ada yang membudidaya ikan.

Dikemudian hari jumlahnya semakin menurun dan penyebabnya menurut mereka ialah, Keadaan permukaan tanah yang banyak

bergunung dan berlembah-lembah menyebabkan berbagai hambatan dalam pengembangan

usaha pertanaian, seperti perluasan areal dan juga kesulitan dalam pembangunan jalan dan

sarana pengairan.

29Wawancara

dengan Parisan Nainggolan, Pusuk 1, 24 April 2013.

30

(19)

karena pemerintah masa itu mengenakan pajak ternak. Ternak berkurang, pendapatan

masyarakat juga berkurang.31

Menurut mereka kotoran kelelawar sangat ampuh dalam menyuburkan tanah

dibanding dengan pupuk kimia yang dijual di onan atau pasar dengan harga yang sangat

mahal pada masa itu. Selain mengumpulkan kotoran kelelawar, penduduk juga

mengumpulkan takkal

Kopi robusta, padi dan ubi kayu adalah tumbuhan yang

pertama ditanam oleh penduduk Simaninggir sebagai bahan pangan. Bibit kopi, dan jagung

mereka dapatkan dari pasar, dan daerah asal mereka seperti dari Sipintu-pintu.

Wilayah Simaninggir tergolong wilayah yang kurang subur, terdiri atas perbukitan

yang diapit batu-batu besar dan lembah. Tanahnya berjenis tanah liat berwarna merah. Pada

umumnya juga terdiri dari bukit-bukit dan batu-batu tandus. karena itu sawah ladang harus

diberi pupuk kompos agar tanah menjadi subur. Biasanya para petani mengambil kompos

yaitu kotoran burung kelelawar yang berada dalam gua-gua di sekitar hutan Simaninggir.

Untuk membawa kotoran kelelawar sampai ke ladang dan sawah membutuhkan waktu

berminggu-minggu, karena bobot kotoran kelelawar itu sangat berat berbentuk menggumpal

dan padat. Butuh tenaga dan waktu untuk mengumpulkannya sampai banyak.

32

1. Bertani(bersawah dan berladang)

untuk menyuburkan tanah. Penduduk memanfaatkan pegunungan

yang berhutan lebat dengan menanam pohon kemenyan sebagai perkebunan tradisional sejak

nenek moyang. Lembah-lembah di antara celah bukit-bukit dimanfaatkan sebagai areal

persawahan. Pada umumnya mata pencaharian penduduk adalah:

2. Berkebun

31

Wawancara dengan Parisan Nainggolan, Pusuk 1 , 25 April 2013.

32

(20)

3. Beternak

4. dan Pengrajin atau bertukang

Pertanian sangat tergantung kepada keadaan atau jenis tanah, tingkat kelembapan,

ketinggian tanah, banyaknya curah hujan dan lainnya.33

Di samping itu ladang sering dipergunakan untuk menanam padi yang dinamakan

hauma atau ladang kering. Mereka juga mengusahakan perkebunan kopi yang

diperdagangkan secara lokal, di onan. Para tengkulak mengumpulkan kopi-kopi tersebut lalu

memasarkannya secara regional. Kadang-kadang, para tengkulak menyuruh mereka untuk

menggongseng dan menumbuk kopi mentah menjadi kopi siap saji, sehingga para penduduk Maka masyarakat desa atau petani

mengembangkan tingkat dan bentuk adaptasi mereka terhadap berbagai kekhususan

lingkungan alam itu, sehingga dalam kaitan ini dapat dipahami bahwa pola kebudayaan

masyarakat Desa Simaninggir terikat dan mengikuti karakteristik khas lingkungan alamnya.

Petani bekerja dengan alam. Semuanya serasa telah diatur dan ditentukan oleh alam,

Sehingga penduduk Simaninggir tidak terlalu memerlukan hal-hal yang baru.

Mengusahakan persawahan berarti menghasilkan beras sebagai makanan utama.

Disamping beras, sawah juga dipergunakan untuk memelihara ikan, terutama ikan mas yang

pembibitannya selalu diselaraskan dengan musim bertanam padi. Makanan utamanya adalah

nasi, akan tetapi makanan utama tersebut hanya dimakan pada siang dan sore hari, sedangkan

makanan paginya ubi kayu (garinghau) atau ubi rambat (gadong) yang disebut dengan istilah

manggadong yang kadangkala diberi lauk ikan asin. Mereka juga menanam nenas, tebu,

pisang, pinasa (nangka). Perkebunan yang hasilnya banyak dijual ialah kopi, kemenyan.

33

(21)

tidak perlu membeli kopi siap saji dari pasar, karena beberapa rumah tangga juga dapat

membuat kopi siap saji. Tentunya hal ini mendapatkan harga yang lebih tinggi dibanding

dengan hanya menjual kopi mentah.

Ada perkebunan haminjon atau kemenyan terutama di gunung-gunung. Mata

pencaharian lain yaitu menanam tusam (pinus) dan pohon nangka, sejenis kayu yang dapat

dipergunakan sebagai papan rumah maupun sebagai alat penerangan (obor, lampu). Itulah

sebabnya tusam ditanami juga oleh penduduk Simaninggir saat itu. Berburu juga pernah

menjadi mata pencaharian yang dilakukan oleh nenek moyang mereka. Hampir seluruh

kemenyan di desa ini diperoleh dari pohon yang sengaja ditanam oleh leluhur mereka.

Kebun-kebunnya terletak di dalam hutan dan di ladang. Menurut seorang pengolah dari Desa

Pusuk II Simaninggir34

Lebih baik jika getahnya dikutip (mangaluak haminjon) sewaktu cuaca mendung atau

pagi maupun sore hari ketika matahari baru terbit atau mulai terbenam. Karena di bawah

pengaruh matahari, getahnya akan mencair dan berwarna hitam. Warnanya juga tidak akan

baik jika dikutip pada waktu hujan. Tali yang digunakan untuk memanjat terbuat dari serat

kayu pohon aren (riman). Tali dari nilon tidak cocok karena terlalu licin. Tali riman ini dapat , Pohon kemenyan yang ditanam di ladang baru mulai menghasilkan

getah setelah 20 tahun. Pernyataan ini perlu dikonfirmasi lagi, dan mengapa proses berkebun

ini ditinggalkan perlu diteliti lebih lanjut. Di dalam hutan, pohon mulai menghasilkan getah

sesudah delapan tahun dan terus menghasilkan hingga sekitar 60 tahun, asalkan cara

menyadapnya betul.

34

Untuk kemudahan administratif di Desa Simaninggir, maka pada tahun 1993 desa ini telah disatukan dengan Desa Hutari Pusuk II dengan nama baru yaitu Pusuk II Simaninggir. Karena pada tahun 1993 penduduk yang mendiami Desa Simaninggir hanya tinggal beberapa rumah tangga saja, yaitu tidak lebih dari sepuluh rumah. Dimana pada tahun 2002 Desa Simaninggir benar-benar ditinggalkan oleh semua penduduknya.

(22)

digunakan selama 15 tahun jika tidak disimpan di tempat yang basah. Pada waktu pohon

kemenyan memerlukan perhatian yang lebih, petani tinggal beberapa hari bahkan

berminggu-minggu di hutan dan tidur disebuah pondok atau gubuk kecil.35

35

Claude, Guillot (Terj. Daniel Perret), Lobu Tua Sejarah Awal Barus, Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Yayasan Obor Indonesia, 2002, hal. 244.

Mereka membawa bekal makanan untuk seminggu, seperti beras dan ikan kering,

yang diletakkan dalam sebuah hirang atau keranjang yang kemudian diisi getah kemenyan

saat mereka pulang. Mereka kembali ke kampung pada waktu pasar mingguan. Untuk

menjual getahnya biasanya mereka bertemu pada hari pasar di lapo tuak dan warung kopi

-tempat pertemuan penting bagi pria dewasa. Pohon yang telah habis getahnya tidak diganti

satu per satu, tetapi kebunnya ditinggalkan begitu saja dan menjadi hutan.

Mata pencaharian yang umum yang masih dilakukan adalah beternak. Terutama

ternak yang erat hubungannya dengan manusia serta adat-istiadat, yaitu babi, kerbau, ayam,

dan memelihara ikan. Peternakan ini dilakukan secara perseorangan, tetapi setiap orang

memelihara semua jenis ternak. Kadang-kadang hanya beternak kerbau saja atau babi saja.

Demikian juga dengan beternak ikan mas masih diusahakan oleh perseorangan dan

tradisional. Perkembangan peternakan ikan mas terjadi terutama untuk kebutuhan umum

secara komersial, karena pada umumnya orang Batak Toba selalu membutuhkan ikan mas

untuk pesta adat. Peternakan kerbau merupakan kegiatan yang cukup penting. Masyarakat

Simaninggir tidak menganggap kerbau sebagai binatang ternak biasa, sehingga tidak

digunakan untuk bekerja. Kerbau mempunyai nilai simbolik yang tinggi, melambangkan

kekayaan dan merupakan binatang kurban pilihan pada waktu upacara adat yang sering

(23)

Sebagian mengkhususkan diri dalam mata pencaharian bertukang, kerajinan tangan.

Jenis lain yang dijadikan sebagai sumber penghidupan yaitu pekerja atau buruh. Mereka

memiliki tenaga kerja berlebih karena sempitnya sawah dan ladang yang dapat dikelola, juga

terbatasnya musim menanam padi yang hanya sekali setahun pada waktu itu, serta musim

tanam yang berbeda-beda di setiap daerah, maka tenaga berlebih itu dapat menjadi buruh tani

di tempat lain. Hal ini menyebabkan terjadinya perpindahan bermusim, artinya selama

musim tanam atau musim menuai datang serombongan penjual tenaga ke daerah lain,

kemudian setelah itu kembali lagi. Misalnya, Wilayah Silindung selalu menerima pekerja

musim ini. Tawar-menawar tenaga kerja terjadi di onan atau di tepi jalan raya dengan istilah

“nga lakku hamu amang” yang berarti: apakah bapak sudah laku? Pada umunya pekerja

musim ini menerima upah padi dengan pembagian 1:8 atau 1:6, artinya dari setiap 6 ikatan si

pekerja musim mendapat satu ikatan.

Faktor alam juga dapat mempengaruhi kepribadian masyarakatnya. Seperti

dikemukakan oleh O.E. Baker, sebagai akibat dari kedekatannya dengan alam, orang desa

umumnya mengembangkan filsafat hidup yang organis. Artinya, mereka cenderung

memandang segala sesuatu sebagai suatu kesatuan. Refleksi dari filsafat semacam ini dalam

hubungan antar manusia adalah tebalnya rasa kekeluargaan dan kolektivitas.36

36

Ibid., hal. 67.

Dominasi

alam yang kuat terhadap masyarakat Desa Simaninggir, juga mengakibatkan tebalnya

kepercayaan mereka terhadap takhayul. Takhayul dalam hal ini merupakan proyeksi dari

ketakutan atau ketundukan mereka terhadap alam disebabkan karena tidak dapat memahami

(24)

Kebanyakan Jenis takhayul ini berkaitan dengan iklim, tanaman dan binatang.

Misalnya, saat mata air di desa itu kering dan juga saat mata air tiba-tiba menjadi keruh, Raja

adat yang mewakili penduduk memakai ulos. Mual atau mata air itu disembah atau dipele.

Menurut Penduduk setempat di mata air atau mual tersebut terdapat seekor ular yang sangat

besar sebagai penghuni mual tersebut, yang kadang-kadang menunjukkan dirinya kepada

orang yang berbuat tidak sopan di desa tersebut. Takhayul yang berkaitan dengan pengaruh

bulan terhadap pertanian juga mereka percayai, sehingga konsep kebudayaan tradisional di

Desa Simaninggir ini mengacu pada gambaran tentang cara hidup masyarakatnya yang

belum dirasuki oleh penggunaan teknologi modern serta sistem ekonomi uang pada masa itu

sangat jarang.

Dengan rumusan lain, pola kebudayaan tradisional desa ini adalah produk dari

besarnya pengaruh alam terhadap masyarakat Simaninggir yang hidupnya tergantung pada

alam yaitu pertanian. Tingkat teknologinya yang masih rendah dan produksinya hanya untuk

memenuhi kebutuhan keluarga mereka atau ekonomi subsisten. Pada masyarakat

Simaninggir yang belum menggunakan teknologi modern dalam sistem pertanian mereka,

dan disamping itu juga belum menggunakan uang dalam sistem perekonomian mereka, maka

dalam kehidupan sosial mereka ditandai oleh adanya hubungan-hubungan yang akrab, serba

informal serta permisif atau bebas dan santai.

Kerukunan di antara mereka sangat kuat. Dengan tidak hadirnya teknologi modern,

tercipta kondisi yang membuat mereka saling tolong-menolong satu sama lain atau barter

tenaga, gotong-royong. Dengan sendirinya oleh suasana saling tolong-menolong secara

langsung hal ini dapat menciptakan ketergantungan fungsional juga mengakibatkan

(25)

juga disebabkan oleh kesamaan-kesamaan nasib yang ada di antara mereka. Seperti misalnya,

sama-sama korban yang lari dan bersembunyi dari keganasan penjajah sebelum mereka

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian dilakukan dengan menguji alat pe- rontok padi di lakukan dengan cara meletakan sensor pada tempat yang telah di tentukan yang selanjut sensor akan mendeteksi adanya

Agama adalah hal yang paling penting dalam terwujudnya kebahagiaan dalam sebuah keluarga atau rumah tangga. Didalam agama terdapat nilai-nilai keimanan, moral dan etika

Penjualan Online yang pada dasarnya merupakan usaha ritel menyediakan banyak jenis barang yang dapat dilihat langsung melalui internet sudah banyak memberikan kemudahan bagi

“Penyampaian materi dilakukan dengan cara yang santai, jelas dan dapat dimengerti oleh peserta. Penyampaian materi dengan cara ceramah dan diskusi”. Kedua informan

Masalah yang sering terjadi pada pasien DM adalah gangguan tidur dan penurunan sensitivitas kaki yang dapat dipengaruhi oleh sirkulasi darah kurang optimal yang

Kedudukan Presiden dan DPR yang mestinya sebagai "konstanta" yang terjadi sebaliknya Presiden bisa di "jatuh" kan oleh MPR dan anggota DPR

Parameter input data adalah sebanyak sembilan parameter operasi yang dikumpulkan dari uji coba eksperimental pada kondisi laboratorium menggunakan mesin pencacah

Berkenaan dengan kebijakan pemerintah daerah dalam menjalankan kewenangannya di bidang pengelolaan sumber daya air berkaitan juga dengan penggunaan air tersebut