• Tidak ada hasil yang ditemukan

HERMENEUTIK DALAM SEJARAH yang hilang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HERMENEUTIK DALAM SEJARAH yang hilang "

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

HERMENEUTIK DALAM SEJARAH

Pendahuluan

Hermeneutik secara sederhana disebut ilmu menafsir. Arti ini menjadi polemik di antara orang percaya khususnya mahasiswa teologi dan para Pelayan Tuhan yang terlibat dalam

pelayanan mimbar1.

Jika disebut sebagai ilmu menafsir maka tentunya ini tidak terjadi secara instan tetapi melalui proses yang cukup panjang sehingga Hemrmeneutik sebagai ilmu dpat dikenal dan tentunya ini melibatkan proses sejarah. Itulah sebabnya maka sangat penting bagi seorang penafsir untuk mengetahui sejarah hermeneutik karena dengan mengetahui sejarah perkembangan penafsiran Alkitab maka seorang penafsir akan berusaha untuk menjadi lebih handal dalam dunia penafsiran.

Ilmu hermeneutika adalah ilmu yang cukup baru karena baru dikenal sekitar tahun 1567 AD. Namun demikian prinsip-prinsip hermeneutik sebenarnya sudah dikenal sejak jaman diaspora yaitu masa pembuangan bangsa Israel. Oleh karena itu maka untuk mempelajari sejarah Hermeneutik, kita harus kembali paling tidak lima abad sebelum Kristus lahir Jadi maksudnya adalah kita harus kembali meneliti berbagai sumber tentang sejarah hermeneutik sehingga ada penemuan informasi tentang hermeneutik.

A. HERMENEUTIK YAHUDI

Hermeneutik ornag Yahudi memainkan peranan yang cukup penting dalam sejarah penafsiran. Tomatala Menegaskan bahwa orang yahudi memiliki sejarah penafsiran yang cukup panjang, Ezra, seorang ahli taurat dilihat sebagai pelopor penafsiran pada zaman itu, walaupun dalam arti sempit, Ezra hanyalah seorang penggiat yang mendalami hukum musa (Ez. 7:6, 10-12, 21; Neh 9:12; 12:36). Dari Nehemia 8 ada penjelasan bahwa Ezra juga dibantu oleh sekelompok rekannya yang bertugas mengajar rakyat (Neh 8:7-9)2.

Karena banyak rakyat pada zaman itu dan kebutuhan penafsiran yang harus menerjemahkan Alkitab ke dalam bahas Aram barulah menjelaskan kepada rakyat maka penafsiran pada saat itu mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kebutuhan masyarakat pada waktu itu membuat Ezra dan kelompoknya disebut sebagai kelompok

1 Jerry Rumahlatu, Hermeneutik Sepanjang Masa, (Jakarta: Cipta Varia Sarana, 2011), 1

(2)

ahli taurat dan berpengaruh dalam dunia penafsiran Alkitab3. Perkembangan penafsiran

ini hanya dapat dibaca melalui berbagai karya misalnya literatur Apokrifa, talmut, karya Philo. Dll.

Tradisi mencatat bahwa Hermeneutik Yahudi berkembang setelah bangsa Israel kembali dari pembuangan di Babel hal ini bersamaan dengan penulisan kitab Ezra yaitu sekitar tahun 460 SM4

Setelah kerajaan utara dikalahkan oleh Asyur pada tahun 721 SM dan Selatan pada tahun 587, mereka ditawan dan pada tahun yang bersamaan, kehidupan mereka berubah secara drastis, karena mereka hidup dalam situasi yang baru berinteraksi dengan dunia baru dan dipengaruhi oleh dunia baru. Pengaruh interaksi dan situasi sangat berpengaruh, baik secara sosial, politik, ekonomi dan unsur agama semua terpengaruh5.

Pengaruh-pengaruh dari dunia luar sangat mempengaruhi penafsiran hermeneutika Yahudi. Dalam keadaan yang terpengaruh, orang Yahudi tetap beribadah kepada Allah yang Monoteis6. Dalam ibadah, kitab suci diajarkan dan disanalah proses penafsiran

dikembangkan.

Menurut Rumahlatu, ada beberapa pola penafsiran yang berkaitan dengan ini adalah: 1). Penafsiran Harafia, Penafsiran ini dikembangkan oleh para rabi yang digagas dalam bentuk sastra dengan cirikhas, Alkitab dipahami secara jelas, sedehana dan natural. Penafsiran ini walaupunk awal-awalnya begitu menonjol tetapi kemudian redup karena pola penafsiran ini telah diketahui oleh semua orang. 2). Penafsiran midrash. Pola penafsiran ini adalah penafsiran yang dilakukan oleh rabi (orang Farsi). Pola penafsiran ini berupaya menembus lapisan lebih dalam dari Alkitab dengan melihat Alkitab dari berbagai sudut pandang sehingga mereka menemukan maknya dalam Alkitab yang disebut dengan makna tersirat. 3). Penafsiran Pesher. Pola penafsiran ini adalah pola penafsiran komunitas Qumran dengan penekanan utama pada eskatologi. 4). Penafsiran Alegoris. Pola penafsiran ini adalah pola yang dikembangkan oleh Philo, seorang Yahudi yang sangat terkenal yang merohanikan segala sesuatu. 5). Penafsiran tipologis. Pola penafsiran ini adalah meunjukan korepondensi antara orang atau peristiwa yang ada pada

3 Ibid, 30

4 https//www.slideshare.net. Lenta Simbolon/Sejarah-hermeneutik. 21 Juli 2017 5 Ibid, 9

(3)

masa lalu dengan apa yang ada pada masa kini7. Lima kelompok penafsiran di atas

dikategorikan sebagai cara penafsiran orang Yahudi Abad pertama8.

B. HERMENEUTIK APOSTOLIK

Hermeneutik Apostolik adalah hermeneutik yang mencakup riode ketika Yesus hidup sampai kepada kehidupan para rasul. Metode herhemeneutik yang dipakai disini adalah metode hermeneutik literal. Dengan inspirasi Roh Kudus, para penulis Perjanjian Baru telah menafsirkan Perjanjian Lama dengan tanpa salah dalam tulisan-tulisan mereka.

Untuk memahami Hermeneutik Apostolik ini, maka kita harus mengerti bahwa ada dua komponen utama yang terlibat di dalamnya yaitu:

1. Yesus Kristus adalah penafsir yang sempurna.

Dalam pengajaran kepada murid-mridNya, Yesus banyak memberikan penafsiran Kitab Perjanjian Lama (Yoh. 5:39; Luk. 24:27, 44). Dengan cara demikian Yesus telah membuka pikiran murid-muridNya untuk mengerti Firman Tuhan dengan benar. Ia sendiri adalah firman yang menjadi manusia, menjadi jembatan yang menghubungkan pikiran Allah dengan pikiran manusia.

Dari Pemakaian Perjanjian Lama oleh Tuhan Yesus, maka dapat disimpulkan bahwa Yesus mempercayai catatan Perjanjian Lama adalah fakta sejarah, berkaitan dengan itu, Sosanto menjelaskan bahwa yesus juga menggunakan beberapa model penafsiran yaitu penafsiran pasher, harafiah dan midrash tetapi tidak menggunakan pola penafsiran alegori9. Hal yang sangat ketat yang juga berkaitan dengan Perjanjian

Lama adalah bahwa Yesus menolak praktek zaman itu yang yang sering mengganti Firman Allah dengan tradisi. Itulah sebabnya banyak teguran Yesus terhadap penafsiran para ahli taurat (mis: Matius. 15:1-9; Mark. 7:1-7; Mat. 23:1-33; 22:29). Dengan Contoh Penafsiran yang dilakukan oleh Tuhan Yesus: Mat. 10: 5, 6; 12:1-4, 15-21; 13:1-9; 18:23; 19:3-9; 21:42-44;22:41-46; 24:36-39; Luk. 11:29,30, 21:20-24; 24:27-44).

2. Para Rasul adalah Penulis-penulis yang mendapatkan inspirasi dari Allah.

(4)

Para Rasul adalah contoh penulis-penulis Alkitab Perjanjian Baru yang menafsirkan kitab-kitab Perjanjian Lama dengan inspirasi yang Allah berikan kepad mereka tanpa salah. Para rasul yang menulis Perjanjian Baru memperhatikan konteks dari kutipan-kutipan Perjanjian Lama dan mengambil konteks-konteks tersebut sebagai dasar argumen mereka, bukan hanya itu, mereka juga memperhatikan proses sejarah agama Israel secara keseluruhan.

Para rasul menolak prinsip-prinsip penafsiran alegoris, atau tambahan-tambahan dari tradisi dan dongeng-dongeng Yahudi. Mereka juga menolak filsafat Yunani yang mengambil alih kebenaran. Yesus dan para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru telah menggunakan cara interpretasi yang benar. Ini menjadi contoh yang sangat berguna bagi para penafsir untuk belajar menafsir dengan benar. Contoh prinsip penafsiran yang dilakukan oleh para penulis Perjanjian Baru adalah: Rom. 3:1-23; 9:6-13; Gal.3: 1-29; 4:21-31; 1 Kor. 9:9-12; 10:1-11; Ibr. 6: 20-7:21; 8:8-12; 10:1-14, 37-11:40; 1 Pet. 2:4-10; 2 Pet. 3:1-13.

Susanto ketika mengutip pendapat Richerd Longenecker dalam bukunya Biblical Exegesis In The Apostolic Period mengambil kesimpulan bahwa dalam penafsiran Perjanjian Lama penulis Perjanjian Lama selalu sadar akan: Kepentingan Kristosentris dalam penafsiran mereka, memiliki persamaan dengan presuposisi dan cara dasar penafsiran orang yahudi dan penafsiran mereka berbeda dengan penafsiran dari orang yahudi yang kemudian berkembang jadi rumit10

C. HERMENEUTIK BAPAK-BAPAK GEREJA ((95-600 M)

Priode ini adalah priode setelah para rasul mati yang disebut abad pertengahan. Yang digolongkan dalam beberapa pembagian masa yaitu:

1. Clement Dari Roma sampai Ireneaus (95-202).

Pada masa ini, tidak ada catatan historis mengenai perkembangan metode penafsiran. Pada masa ini, ada dugaanb bahwa kemungkinan bapak-bapak gereja berfokus kepada diskusi-diskusi sebagai upaya pencegahan pengajaran sesat yang menyusup ke dalam Gereja, sehingga tidak ada prinsip penafsiran yang sehat sehingga akibatnya adalah banyak dari antara mereka yang terjebak dalam pola penafsiran yang alegoris.

(5)

2. Sekolah Aleksandria (202 - 325 M)

Pada periode ini, penafsiran banyak dipengaruhi oleh sekolah Alexandria yang merupakan tempat pertemuan antara filsafat dan yudaisme. Usaha untuk mempertemukan filsafat dan Yudaisme ini memaksa orang Yahudi menggunakan metode penafsiran alegoris yang mmerupakan suatu sistem penafsiran yang berpengaruh pada saat itu. Metode penafsiran ini kemudian berkembang mempengaruhi gereja di Aleksandria karena seakan memberikan arti yang mendalam daripada metode penafsiran harafia. Dalam priode ini. Bapak Gereja yang sangat berpengaruh adalah Clement dari Alexandria dan Origen seorang bapak Gereja yang sangat terkenal yang bukan hanya menjadi teolog besar tetapi juga menjadi ahli kritik alkitab yang sangat berpengaruh. Dia menganut pendapat Trikotomi pada manusia yaitu tubuh, jiwa dan Roh yang kemudian trikotomi dalam Alkitab dengan mengatakan bahwa alkitab memiliki tiga arti yaitu literal, miral dan mistik (alegoris). Walaupun demikian, Origen sering menggunakan penafsiran alegoris dari pada yang lainnya.

3. Sekolah Antiokia (325 - 600 M)

Pengaruh besar dari Sekolah Antiokia ini adalah perlawanannya terhadap Sekolah Aleksandria khususnya dalam eksegesis alegorisnya. Prinsip penafsiran mereka dapat diringkaskan sbb.: ilmiah, menggunakan prinsip literal dan tinjauan sejarah, sebagai ganti alegoris mereka memakai metode tipologi.

Tokoh-tokoh Sekolah Antiokia adalah: Diodorus dari Tarsus, Theodore dari Mopsuestia dan Chrysostom. Mereka semua menolak prinsip alegoris dalam penafsiran Alkitab, tapi menerima prinsip literal dengan tinjauan tata bahasa dan sejarah. Selama abad 4 Dan 5, perdebatan teologia berlanjut menjadi perpecahan gereja, menjadi Gereja Bagian Timur dan Gereja Bagian Barat.

a. Gereja Bagian Timur

Tokoh mereka adalah Athanasius dari Aleksandria (literal, tapi juga alegoris), Basil dari Caeserea (literal), Theodoret dan Andreas dari Capadocia (literal dan historis).

b. Gereja Bagian Barat

(6)

ada kontradiksi antara literal dan alegoris), Augustinus (Teolog terbesar pada jamannya. Ia tidak menolak penafsiran alegoris tetapi ia memberikan sedikit modifikasi, dan dikhususkan bagi nubuatan. Menurutnya Alkitab harus ditafsirkan secara historis, mengikuti tata bahasa, diperbandingkan dan kalau perlu memakai alegoris. Tetapi penekanan yang utama adalah bahwa untuk memahami Alkitab seseorang harus mempunyai iman Kristen yang murni dan penuh kasih. Dan dalam menafsirkan ayat/perikop harus melihat keseluruhan kebenaran yang diajarkan Alkitab. Tugas penafsir adalah menemukan kebenaran Alkitab bukan memberi arti kepada Alkitab), Vincentius (tafsiran harus disesuaikan dengan tradisi gereja).11

D. HERMENEUTIK ABAD PERTENGAHAN (600 – 1517)

Priode ini disebut sebagai Hermeneutik Abad Pertengahan, yang diakhiri sebelum masa Reformasi. Masa ini dikenal sebagai abad gelap karena tidak banyak pembaharuan yang terjadi, hanya melanjutkan tradisi yang sudah dipegang erat oleh gereja. Semua penafsiran disinkronkan dengan tradisi gereja. Pengajaran dan hasil eksposisi Bapak-bapak Gereja menjadi otoritas gereja. Alkitab hanya dipergunakan sebagai pengesahan akan apa yang dikatakan oleh para Bapak gereja, bahkan penafsiran para Bapak gereja kadang mempunyai otoritas yang lebih tinggi daripada Alkitab.

Alkitab lama kelamaan dianggap sebagai benda misterius yang banyak berisi pengajaran-pengajaran yang tahayul. Itu sebabnya cara penafsiran alegoris menjadi paling dominan. Dua ciri hermeneutuk abad pertengahan adalah munculnya tokoh-tokoh yang menekankan tentang penafsiran lietaral dan munculnya dan munculnya aliran mistis.

1. Tokoh-tokoh Penafsoran Literal a. Thomas Aquinas (1225-1274)12

Aquinas adalah seorang telog skolastik yang dan tokoh yang sangat besar dan berpengaruh pada abad pertengahan karena ia sangat mengenal isi Alkitab, dan filsafat Aristoteles. Aquinas adalah teolog yang menyetujui penafsiran literal tetapi dalam praktek ia banyak menggunakan penafsiran alegoris. Dalam masalah teologia ia percaya bahwa Alkitab memegang otoritas tertinggi.Aquinas adalah teolog yang mengatakan bahwa ada perbedaan yang antara filsafat dan agama (iman dan rasio).

11 https://www.facebook.com/notes/baca-alkitab-setiap-hari/pengantar-hermeneutika-metode-tafsir-alkitabiah-bab-iii-sejarah-hermeneutika, 21 Juni 2017

(7)

Menurutnya, Akal memampukan manusia untuk mengenal kebenaran dalam kawasan yang alamiah, sedangkan teologi memerlukan wahyu adikodrati. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa berkat wahyu adikodrati, teologi dapat mencapai kebebanaran yang bersifat misteri dalam arti ketat misalnya: trinitas, inkarnasi dan sakramen. Itulah sebabnya teologi memerlukan iman.

Jadi Aquinas menegaskan bahwa ada dua macam pengetahuan yang tidak bertentangan melainkan berdiri sendiri-sendiri tetapi berdampingan yaitu pengetahuan alamiah dan pengetahuan iman

b. Nicholas dari Lyra ( 1279-1340)

Nicholas adalah toko yang disebut sebagai tokoh jembatan antara abad pertengahan dan abad dan masa reformasi. Dia menekankan tentang dua metode interpretasi yaitu interpretasi harafia dan mistis (alegoris). Menurutnya makna alegoris harus berdasarkan makna harafiah. Dia menegaskan bahwa absahnya (sahnya) sebuah doktrin harus didasarkan pada makna harafiah13

c. John Wycliffe

Ia sering disebut sebagai "Bintang Fajar Reformasi" karena kegigihannya menyerang pendapat bahwa otoritas gereja tidak lebih tinggi daripada otoritas Alkitab. Karena keyakinannya itulah ia terdorong untuk menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa yang dikenal umum, sehingga setiap orang bisa membaca dan menyelidiki sendiri pengajaran Alkitab.

Menjelang berakhirnya Abad pertengahan terjadi kebangunan dalam minat belajar, khususnya belajar bahasa kuno. Didukung dengan ditemukannya mesin cetak kertas, dan dicetaknya Alkitab, maka kepercayaan tahayul terhadap Alkitab perlahan-lahan lenyap dan mereka mulai mempercayai bahwa otoritas Alkitab lebih tinggi dari pada otoritas gereja. Inilah yang membuka jalan untuk lahirnya Reformasi.

2. Aliran Mistis14

Pada abad pertengahan ini, aliran mistis berdampingan dengan pikiran skolastik. Bagi aliran ini, alkitab merupakan alat bagi pengalaman mistik. Beberapa tokoh yang berpengaruh dalam aliran ini adalah:

a. Huga dari St.Victor (1096-2241)

Huga percaya bahwa Alkitab mengandung tiga pengertiaan, yaitu: sejarah, Analogis dan Analogikal.

(8)

b. Richardus dari St. Victor (1123-1173)

Richardus adalah murid Hugo. Ia tertarik pada filsafat. Karyanya dibagi ke dalam kelompok dokma, mistik dan eksegetikal. Penafsiran yang berpola pada alegoris dinilai olehnya sebagai sesuatu yang aneh karena berlebihan. Ia dikenal sebagai bapak perenungan.

c. Bernadus dari Clairvauc (1090:1153)

Ia lahir di Dijon Prancis pada tahun 1090. Ia adalah seorang Biarawan yang percaya bahwa doa dan kesucian adalah jalan untuk mengenal Allah. baginya pusat mistik adalah Kristus, dengan merenungkan kristus, jiwa manusia dipenuhi pengetahuan dan kegembiraan yang luarbiasa. Penafsiran Bernadus bercorak alegris.

E. HERMENEUTIK REFORMASI (1517 - 1600 M)

Priode ini dimulai pada saat Martin Luther memakukan 95 tesisnya dan berakhir sampai abad 16.

1. Perjuangan Reformasi

Dengan bangkitnya periode intelektual dan pencerahan rohani, perang memperjuangkan "sola scriptura" (hanya Alkitab) merupakan fokus Reformasi. Secara umum isi perjuangan Reforsmasi adalah sbb.:

a. Alkitab adalah Firman Allah yang diinspirasikan oleh Allah sendiri. b. Alkitab harus dipelajari dalam bahasa aslinya.

c. Alkitab adalah satu-satunya otoritas yang tanpa salah; sedangkan gereja dapat salah.

d. Alkitab adalah otoritas tertinggi dalam semua masalah iman Kristen. e. Gereja harus tunduk pada otoritas kebenaran Alkitab.

f. Alkitab harus diinterpretasikan/ditafsirkan oleh Alkitab.

g. Semua pemahaman dan ekposisi Alkitab harus tidak bertentangan dengan seluruh kebenaran Alkitab.

(9)

a. Martin Luther. 95 tesisnya merupakan serangan yang dilancarkan terhadap otoritas gereja. Martin percaya penuh bahwa Alkitab harus menjadi otoritas tertinggi bagi iman dan kehidupan orang percaya. Untuk itulah ia menterjemahkan Alkitab PB ke dalam bahasa German supaya rakyat biasa dapat membaca dan menyelidikinya.

Prinsip penafsiran Martin Luther:

1. Untuk menafsir dengan benar harus ada penerangan dari Roh Kudus. 2. Alkitab adalah otoritas tertinggi bukan gereja.

3. Penafsir harus memberi perhatian pada tata bahasa dan latar belakang sejarah. Penafsiran alegoris tidak berlaku.

4. Alkitab adalah jelas sehingga orang percaya pasti dapat menafsirkannya.

5. Fungsi menafsir Alkitab adalah sentralitas dalam Kristus.

6. Hukum Taurat menghukum (mengikat), tetapi Injil membebaskan. b. John Calvin. Diakui sebagai tokoh penafsir ilmiah pertama dalam sejarah

Gereja. Ia menentang penafsiran alegoris, tetapi menerima tipologi dalam PL. Tetapi tidak seperti Luther, Calvin tidak memaksakan pada penafsiran yang berpusatkan pada Kristus.

Prinsip penafsiran John Calvin:

1. Roh Kudus adalah vital dalam pekerjaan penafsiran. 2. Alkitab akan menafsirkan Alkitab.

3. Penafsiran harus literal; penafsir harus menemukan apa yang ingin disampaikan oleh penulis Alkitab, melihat pada konteks, meneliti latar belakang sejarah, melakukan studi kata dan memeriksa tata bahasa.

(10)

5. Menolak otoritas gereja dalam menginterpretasikan Alkitab. 6. Teologia yang benar harus dihasilkan dari eksegesis yang sehat.

Setelah kematian Calvin, para teolog Protestant bergumul keras untuk merumuskan kredo doktrin iman Kristen dan mensistematiskan teologianya. Tapi perdebatan dalam masalah penafsiran terus berlangsung sampai pada masa berikutnya15.

F. HERMENEUTIK PASKA-REFORMASI (1600 - 1800 M)

Periode ini dipenuhi dengan semangat penafsiran literal Reformasi, tetapi akhir periode ini ditutup dengan penekanan pada metode penafsiran devotional.

1. Sesudah Reformasi.

Terjadi banyak kontroversi dan perdebatan teologia yang akhirnya menjadi kepahitan di antara para teolog dan mulai terjadi perpecahan. Dogmatisme mulai meracuni gereja. Studi Alkitab akhirnya hanya dipakai untuk membenarkan dogma dan teologia mereka sendiri.

2. Gerakan Peitisme.

Gerakan ini muncul sebagai reaksi Dogmatisme paska Reformasi, karena Alkitab telah disalah gunakan sebagai pedang yang melukai dan merusak kemurnian hidup rohani. Oleh karena itu mereka melakukan pendekatan yang berbeda, yaitu mempelajari Alkitab dan menafsirkannya secara pribadi untuk tujuan memperkaya aplikasi kehidupan rohani. Meskipun motivasi ini baik, tetapi berakibat negatif karena membuat tujuan penafsiran bukan lagi untuk mengetahui apa yang Allah ingin kita ketahui, tapi hanya untuk mempererat hubungan pribadi dengan Allah. Sebagai hasilnya muncullah kelompok-kelompok seperti Moravian, Puritan dan Quaker. Tokoh-tokoh gerakan Pietisme ini adalah:

a. Philipp Jakob Spener

(11)

Bapak Pietisme. Ia percaya bahwa kemurnian hati lebih berharga daripada kemurnian doktrin. Ia mendorong setiap orang percaya untuk mempelajari sendiri Firman Allah dan mengaplikasikan kebenarannya dalam kehidupan praktis.

b. August Hermann Francke.

Sebagai murid Spener, ia juga mengikuti prinsip-prinsip Pietisme. Menurutnya hanya orang Kristen lahir baru yang dapat mengerti arti berita Alkitab. Ia juga mengkombinasikan antara eksegesis dengan pengalaman. Tetapi segi negatif dari gerakan ini muncul yaitu menjadi tindakan legalistik terhadap mereka yang bukan anggota Pietisme dan mengabaikan teologia.

3. Kritisisme.

Melihat kelemahan Pietisme dengan metode devotional, banyak teolog mulai melakukan pendekatan skolastis studi Alkitab. Banyak usaha dilakukan dalam bidang kritik teks. Naskah-naskah Alkitab mulai dievaluasi dan diteliti untuk pertama kalinya untuk mengetahui keabsahannya sebagai kitab Kanon. Tokoh yang terkenal adalah Johann August Ernesti.

4. Rasionalisme.

Dari Kritisisme para teolog melanjutkan lebih jauh sampai melampaui batas yang seharusnya, yaitu mereka menempatkan rasio manusia sebagai otoritas yang lebih tinggi dari Alkitab. Rasio manusia, tanpa campur tangan Allah, dianggap cukup untuk mengetahui Penyataan Allah. Apabila ada hal yang tidak dapat dimengerti oleh intelek manusia, maka harus dibuang. Sebagai akibatnya mereka berpendapat bahwa Alkitab bisa salah karena ditulis oleh manusia. Mereka memperlakukan Alkitab tidak jauh berbeda seperti buku-buku yang lain. Dua tokoh terkenal Rasionalisme adalah Hobbes, Spinoza dan Semler, dll16

G. HERMENEUTIK MODERN (1800 – SEKARANG)

Masa periode ini adalah tahun 1800 - sekarang. Semua metode penafsiran yang pernah dilakukan masih terus dilakukan hingga sekarang. Walaupun dari waktu ke waktu penekanan terus bergeser dari satu ekstrim kepada ekstrim yang lain. Dalam era modern

(12)

ini serangan yang paling tajam akhirnya ditujukan pada otoritas Alkitab, sebagai fondasi dalam menafsir. Sebagai contohnya:

1. Liberalisme

Rasionalisme telah membuka era modern untuk lahirnya Liberalisme. Secara umum diringkaskan pendekatan mereka adalah:

a. Hal-hal yang tidak dapat diterima oleh rasio harus ditolak.

b. Inspirasi didefinisikan ulang, yaitu merupakan tulisan hasil pengalaman religius manusia (penulis Alkitab).

c. Supranatural diartikan sebagai alam pikiran abstrak manusia.

d. Sesuai dengan pikiran evolusi, maka Alkitab adalah tulisan primitif kalau dibandingkan dengan pikiran teologis modern.

e. Menjunjung tinggi nilai etika, tapi menolak tafsiran teologianya.

f. Alkitab harus ditafsirkan secara historis, sebagai konsep teologis dari penulis Alkitab sendiri.

2. Neo Ortodoks

Tokoh Neo Ortodeoks adalah Karl Barth. IaTidak mau disebut sebagai penganut Liberalisme, ia tetap ingin mencari kembali inti-inti Teologia Reformasi. Dalam pendekatannya Karl Barth menolak baik inspirasi maupun ketidakbersalahan Alkitab karena menurut Barth, Penyataan/Firman Allah baru akan terjadi apabila ada pertemuan antara Allah dan manusia dalam Alkitab. Alkitab sendiri bukanlah Firman Tuhan tetapi hanya saksi akan Firman Tuhan.

Oleh karena itu penafsiran Alkitab merupakan pekerjaan sia-sia kalau bukan Allah sendiri yang bertemu dengan manusia.

3. Konservatisme/Injili.

(13)

a. Rasio harus ditaklukkan di bawah otoritas Alkitab, karena rasio tidak cukup untuk menginterpretasi Alkitab. Oleh karena itu Roh Kudus adalah vital untuk memberikan penerangan supaya kita mengerti.

b. Pendekatan penafsiran literal, karena percaya pada ketidakbersalahan Alkitab. c. Percaya pada Penyataan yang progresif, tetapi kebenaran tidaklah dibatasi oleh

waktu sehingga berlaku di sepanjang jaman. 4. Hermeneutik Baru.

Referensi

Dokumen terkait

Tokoh-tokoh ini adalah para konglomerat dan pe- milik modal besar yang sering mengkreditkan modal mereka ke- pada orang lain secara riba kepada suku Saqif dalam jumlah besar.

Beberapa dari mereka adalah buruh (Kuneng, Nining, dan Itut). Tetapi, tokoh lain seperti Tokoh dan Ibu tidak dapat digolongkan sebagai buruh atau kelas pekerja lainnya.

Pada prinsipnya mereka (tokoh-tokoh agama) sangat menentang dan sangat prihatin dengan kejadian itu dan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengawasan

kehidupan masyarakat waktu itu, politik maupun pendidikan. Salah satu tokoh terkemuka ormas Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama adalah KH. Abdul Wahab

Sejak komunitas pengikut Kristus disebut Kristen, maka ada tantangan gereja yang terbesar adalah penguasa Romawi. Berbeda dengan Yesus justru tantangan terbesar

Tokoh cerita menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2009:165), adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca.. ditafsirkan memiliki

Rumusan masalah kedua adalah tingkatan kepribadian berdasarkan teori Jung yang terdapat pada tokoh-tokoh utama: Dokter Sholeh, Dokter Ahlam dan Abdul Ghani Zahabi dalam novel Mencari

382 Apabila kita lihat dalam novel itu dimunculkannya seorang anak perempuan di awal cerita sebagai tokoh peminta-minta yang menimbulkan perasaan yang berat pada tokoh aku Dokter