• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Profil Alumni Desain Produk Dal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Profil Alumni Desain Produk Dal"

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Profil Alumni Desain Produk Dalam Relasinya Dengan

Pendidikan dan Keprofesian Desain Produk di Indonesia

Studi Kasus ITB Angkatan 2001 – 2008

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi Tugas Akhir Desain Produk (DP 4094)

Semester II – 2013/2014

Oleh:

Aulia Ardista Wiradarmo 17510034

Pembimbing:

Dr. Yasraf Amir Piliang, MA

Program Studi Desain Produk Fakultas Seni Rupa dan Desain

(2)

ii LEMBAR PENGESAHAN

Analisis Profil Alumni Desain Produk Dalam Relasinya Dengan

Pendidikan dan Keprofesian Desain Produk di Indonesia

Studi Kasus ITB Angkatan 2001 – 2008

Oleh:

Aulia Ardista Wiradarmo 17510034

Laporan ini telah diperiksa dan disetujui sebagai bagian dari Tugas Mata Kuliah DP 4094

Semester II – 2013/2014

Mengetahui,

Pembimbing Skripsi Koordinator Tugas Akhir

Dr. Yasraf Amir Piliang, MA Dr. Deddy Wahjudi, M. Eng.

Ketua Program Studi Desain Produk

(3)

iii ABSTRAK

Saat ini usia desain produk di Indonesia sudah mencapai 42 tahun. Desain Produk ITB sebagai institusi pendidikan desain produk pertama di Indonesia berperan besar dalam membentuk desainer produk Indonesia. Namun belum pernah dilakukan studi khusus mengenai profil alumni Desain Produk ITB. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana efektivitas sistem yang selama ini berjalan dan mengetahui timbal balik dari alumni yang sudah bekerja. Lebih jauh lagi dapat ditarik kaitannya dengan perkembangan institusi pendidikan desain produk yang mulai marak dan juga keprofesian desain produk yang masih belum banyak dipahami masyarakat umum.

(4)

iv ABSTRACT

Nowadays the age of Product Design in Indonesia is reaching 42 years. Product Design ITB as the first product design educational institution in Indonesia has a big impact of creating Indonesia’s product designer. But there is still no specific study about the profile of Product Design ITB’s alumnus. The aim is to understand how far is the effectivity of the on going system and to understand the feedback from the alumnus who have worked. Furthermore the relations between the vivid development of product design educational institutes and product design’s professionalism which is not yet understood by common people can be drawn.

(5)

v PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas izinnya laporan skripsi penelitian ini dapat terselesaikan. Penelitian ini dimulai dari sebuah rasa penasaran akan kabar alumni-alumni Desain Produk ITB. Apakah mereka benar-benar menjadi desainer? Apakah perkuliahan sudah cukup sebagai bekal bekerja? Apakah mereka memiliki feedback akan apa yang sudah membentuknya selama minimal 4 tahun tersebut? Kecenderungan seperti apakah yang timbul dari luasnya bidang desain produk?

Dalam penelitian penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak. Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Dr. Yasraf Amir Piliang, MA, selaku pembimbing yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian serta penulisan skripsi secara baik dan benar; 2. seluruh responden yang terlibat dalam pengisian survei, khususnya Mufti Alem,

Prita Arianti, Christine Oktaviani, Hilman Nugraha, Anastasia Sulemantoro, dan Anugrah Nurrewa yang telah meluangkan waktunya dalam proses wawancara dan memberikan banyak masukan kepada penulis;

3. segenap dosen-dosen Desain Produk ITB, yang telah bersedia memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis;

4. teman-teman Desain Produk 2010 dan FSRD 2010, atas dukungan moralnya selama penulis melaksanakan mata kuliah ini.

Harapan penulis skripsi dapat memberikan pandangan baru mengenai dunia desain produk di Indonesia sehingga para mahasiswa desain atau desainer dapat menyusun langkah yang harus diambil ke depan. Sedangkan untuk kalangan dari luar desain saya berharap buku ini dapat menyampaikan bahwa desain bukan keilmuan yang ekslusif, namun dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tentu saja skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran terkait penelitian ini untuk perbaikan di kemudian hari.

(6)

vi DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

PRAKATA ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GRAFIK ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Masalah Penelitian ... 3

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Pendekatan Penelitian ... 4

1.6 Metode Penelitian ... 4

1.7 Subjek Penelitian ... 5

1.8 Kerangka Penelitian ... 7

1.9 Sistematika Penulisan ... 9

BAB II DESAIN PRODUK, DESAINER PRODUK, DAN PEMBENTUK DESAIN SAAT INI 2.1 Desain Produk ... 10

2.2 Desainer Produk ... 14

2.3 Permasalahan Desain ... 17

2.4 Metode dan Pola Pikir Desain ... 20

2.5 Era Ekonomi Kreatif ... 22

2.6 Generasi Milenial ... 24

(7)

vii

2.8 Munculnya Pendidikan Desain ... 29

BAB III OBSERVASI DAN SURVEI 3.1 Data Observasi ... 32

3.1.1 Pendidikan Desain Produk di Indonesia ... 32

3.1.2 Kebijakan Pemerintah Terkait Desain ... 35

3.1.2.1 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ... 35

3.1.2.2 Undang-Undang Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual ... 37

3.1.3 Asosiasi dan Himpunan Terkait Desain Produk ... 40

3.1.4 Klasifikasi Produk ... 42

BAB IV ANALISIS PROFIL DALAM RELASINYA DENGAN PENDIDIKAN DAN KEPROFESIAN DESAIN PRODUK DI INDONESIA 4.1 Analisis Umum ... 83

4.1.2.4 Kecenderungan Berkarya ... 87

4.1.2.5 Profesi ... 89

4.1.2.6 Keluaran ... 94

4.1.2.7 Publikasi dan Kompetisi ... 95

4.1.3 Kesimpulan Data Survei ... 96

4.1.4 Wawancara ... 97

4.2 Analisis Khusus ... 102

(8)

viii

4.2.2 Rekomendasi ... 107

4.2.2.1 Pendidikan ... 107

4.2.2.2 Keprofesian ... 111

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 115

5.2 Saran ... 116

DAFTAR PUSTAKA ... 117

(9)

ix DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Desain Sebagai Proses Berkelanjutan di Setiap Generasi ... 2

Gambar 2.1 Istilah Desain Populer ... 10

Gambar 2.2 Engagement dan Value Sebagai Kunci Marketing Saat Ini ... 11

Gambar 2.3 Culture-orientated Design Model ... 13

Gambar 2.4 Konsep Desain Berkelanjutan ... 14

Gambar 2.5 Ilustrasi Proses Desain ... 14

Gambar 2.6 Keputusan Desain ... 15

Gambar 2.7 Industrial Designers’ Declaration ... 16

Gambar 2.8 Karim Rashid ... 17

Gambar 2.9 Animal Project Karya Front Design ... 18

Gambar 2.10 Louis Ghost Chair Karya Philippe Starck Untuk Kartell ... 18

Gambar 2.11 XO Laptop Untuk One Laptop Per Child ... 19

Gambar 2.12 Indigestive Plates Karya Rafael Morgan ... 19

Gambar 2.13 Pendekatan Desain IDEO ... 21

Gambar 2.14 Metode Design Thinking ... 22

Gambar 2.15 Ilustrasi Perkembangan Pekerjaan Manusia ... 23

Gambar 2.16 Perjalanan Era Perekonomian Dunia ... 23

Gambar 2.17 Generation Timeframe ... 24

Gambar 2.18 Perbedaan Generasi Pada Saat Ini ... 25

Gambar 2.19 Passion Campaign ... 25

Gambar 2.20 Taksonomi Linnaeus ... 28

Gambar 2.21 Taksonomi Bloom ... 28

Gambar 2.22 Ilustrasi Suasana Great Exhibition ... 29

Gambar 2.23 Bauhaus ... 31

Gambar 3.1 Institusi Pendidikan Desain Produk di Indonesia ... 33

Gambar 3.2 Perbedaan Fakultas ... 34

Gambar 3.3 Model Pengembangan Ekonomi Kreatif di Indonesia ... 36

Gambar 3.4 Contoh Sertifikat Desain Industri ... 39

Gambar 3.5 Poster PDF Discuss ... 40

(10)

x

Gambar 3.7 Fold Magazine Media Kit ... 44

Gambar 3.8 Karya Desainer Indonesia di Majalah Internasional ... 44

Gambar 3.9 Emerging Designers Kota Bandung ... 45

Gambar 3.10 Young Designers Casa by Bravacasa 2013 ... 45

Gambar 3.11 Profil Fitorio Bowo Leksono (2002) ... 46

Gambar 3.12 Profil Anastasia Sulemantoro (2007) ... 46

Gambar 3.13 FDA 2011 Honourable Mention Award: Abie Abdillah (2002) ... 47

Gambar 3.14 FDA 2013 Honourable Mention Award: Diaz Adisastomo (2008) & FDA 2013 Merit Award: Denny Priyatna (2008) ... 48

Gambar 3.15 Juara 1 Indonesia Furniture Design Award 2013: Bitten Stacking Chair Karya Handhyanto Hardian (2006) ... 48

Gambar 3.16 Stool Karya Desainer Terpilih Reka Baru Desain Indonesia 2013: Harry Anugrah Mawardi (2004) ... 49

Gambar 3,17 Pemenang Bravacasa Design Challeng 2012: Dina Arfadiani (2008) & Denny Rasyid Priyatna (2008) ... 49

Gambar 3.18 Perhiasan Palapa Karya Bersama Alumni DP 2007 Memenangkan Gold Award Indonesia Good Design Selection 2011 ... 50

Gambar 3.19 First Winner Polygon Bike Design Competition 2008: Rian Satya Wijaya (2001) ... 50

Gambar 4.1 Proses Wawancara ... 97

Gambar 4.2 Pertimbangan Memilih Tempat Kerja ... 104

Gambar 4.3 Market Project Pada Design Project 2014 Memfasilitasi Wirausaha Mahasiswa dan Alumni ... 106

Gambar 4.4 Ilustrasi Proses Research & Development ... 109

Gambar 4.5 Kunjungan Industri INDDES ITB ... 111

Gambar 4.6 Video Kampanye Design Council ... 112

(11)

xi DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Perbandingan Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif ... 5

Tabel 1.2 Kerangka Penelitian ... 8

Tabel 2.1 Perbedaan Pendekatan User Value ... 12

Tabel 2.2 Peran Dominan Desainer Produk ... 15

Tabel 2.3 Area Penelitian Desain ... 26

Tabel 3.1 Rencana Strategis Pengembangan Ekonomi Kreatif 2014 ... 36

Tabel 3.2 Likert Scale ... 51

Tabel 3.3 Hasil Survei Studi Persepsi ... 51

Tabel 3.4 Pengolahan Data Studi Persepsi (1) ... 53

Tabel 3.5 Pengolahan Data Studi Persepsi (2) ... 54

Tabel 3.6 Pengolahan Data Studi Persepsi (3) ... 54

Tabel 3.7 Pengolahan Data Studi Persepsi (4) ... 54

Tabel 3.8 Pengolahan Data Studi Persepsi (5) ... 54

Tabel 3.9 Pengolahan Data Studi Persepsi (6) ... 55

Tabel 4.1 Taksonomi Jenis Kelamin ... 85

Tabel 4.2 Taksonomi Domisili ... 85

Tabel 4.3 Taksonomi Studi Lanjutan ... 87

Tabel 4.4 Taksonomi Kecenderungan Permasalahan ... 88

Tabel 4.5 Taksonomi Metode Desain ... 88

Tabel 4.6 Taksonomi Profesi ... 90

Tabel 4.7 Profesi Sampingan ... 92

Tabel 4.8 Taksonomi Penghasilan ... 92

Tabel 4.9 Taksonomi Durasi Kerja ... 93

Tabel 4.10 Taksonomi Keluaran ... 94

(12)

xii DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1.1 Mahasiswa Desain Produk ITB Angkatan 2001 - 2008 ... 5

Diagram 4.1 Hasil Studi Persepsi ... 83

Diagram 4.2 Jenis Kelamin ... 84

Diagram 4.3 Domisili ... 85

Diagram 4.4 Studi Lanjutan ... 86

Diagram 4.5 Kecenderungan Permasalahan ... 87

Diagram 4.6 Kecenderungan Metode Desain ... 88

Diagram 4.7 Profesi ... 90

Diagram 4.8 Taksonomi Profesi ... 91

Diagram 4.9 Profesi Sampingan ... 91

Diagram 4.10 Penghasilan ... 92

Diagram 4.11 Durasi Kerja ... 93

Diagram 4.12 Publikasi Desain ... 95

(13)

xiii DAFTAR LAMPIRAN

Daftar Mahasiswa Desain Produk ITB Angkatan 2001 - 2008 ... 122

Struktur Kurikulum 2013 Program Studi Desain Produk ITB ... 128

Kuesioner Studi Persepsi & Studi Penelusuran ... 130

Infografis ... 133

Transkrip Wawancara I ... 134

Transkrip Wawancara II ... 140

Transkrip Wawancara III ... 146

Transkrip Wawancara IV ... 151

Transkrip Wawancara V ... 156

Transkrip Wawancara VI ... 162

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada awalnya desain disebut sebagai salah satu turunan dari keilmuan seni murni (fine art), yaitu seni terapan (applied art). Pada saat itu batasan-batasan antara seni, desain, kriya, dan perekayasaan masih rancu. Ketika pengetahuan manusia semakin berkembang secara mendalam, terjadi fragmentasi dan spesialisasi sehingga bidang keilmuan desain harus berdiri sendiri. Kata desain mulai sering digunakan saat dibentuknya Bauhaus School of Design pada tahun 1919 di Weimar, Jerman. Meskipun begitu, masih banyak pendapat berbeda perihal pemaknaan kata desain.

Secara etimologis kata desain berasal dari bahasa Italia, yaitu designo, yang artinya menggambar. Dari satu kata ini tentu saja dapat ditarik definisi yang sangat luas. Definisi yang dapat mencakup sekaligus mendekati praktek desain secara harafiah adalah definisi Victor Papanek (1971) dalam bukunya, Design for the Real World; Human Ecology and Social Change. Menurutnya desain adalah segala aktivitas pemecahan masalah. Objek kajiannya dapat berupa peralatan, lingkungan, dan terutama manusia. Melalui definisi ini Victor Papanek ingin mengemukakan bahwa desain bukanlah bidang keilmuan yang ekslusif dan rumit, melainkan dapat dilakukan oleh siapa saja.

Desain merupakan keilmuan yang terbuka dan dinamis karena selalu mengikuti perkembangan zaman. Menurut Ralph Caplan (2005) fungsi utama desain adalah making things right. Tentu saja penilaian baik (right) tersebut dapat berubah-ubah sesuai konteksnya. Apabila tidak dilakukan secara bijaksana desain dapat memberikan dampak negatif, misalnya saja konsumerisme.

(15)

2 Mengingat pentingnya desain dalam membentuk sebuah generasi atau peradaban maka harus dilakukan kajian dan penelitian yang mendalam, bukan hanya sekedar mendesain saja. Jika fokus keilmuan desain hanya pada kegiatan mendesain, akan muncul banyak desainer yang dapat mendesain tanpa mampu menjelaskan secara mendalam apa yang mereka desain. Praktiknya sangat banyak desainer yang tidak mampu menjelaskan “Apa itu desain?” walaupun mereka telah melakukannya berulang kali dalam keseharian.

Penelitian sangat berkaitan dengan hakikat manusia yang selalu mencari tahu mengenai kebenaran. Hal tersebut merupakan bagian dari karunia manusia, yaitu akal. Jakob Soemardja (2000) mengatakan bahwa ada empat buah lembaga kebenaran dalam sejarah umat manusia, yaitu: agama, filsafat, ilmu, dan seni. Desain menjadi bahasan yang menarik karena menggabungkan dua lembaga kebenaran yaitu ilmu dan seni.

Namun kebenaran yang dicari manusia bersifat relatif. Nilai kebenaran akan turun atau bahkan hilang apabila ditemukan kebenaran baru yang dianggap lebih valid. Maka dari itu manusia harus terus berjalan mencari kebenaran yang relevan pada masanya. Bayangkan saja apabila Galileo tidak memiliki rasa penasaran dan cukup puas dengan pernyataan bahwa bumi itu datar. Lalu siapa yang mengira Pluto akan disingkirkan dari daftar planet yang sudah kita hafal sejak kecil? Tanpa penelitian dan eksperimen tentunya pengetahuan manusia tidak akan berkembang.

Berkembangnya seni dan desain tentu saja tidak terlepas dari lembaga pendidikan terkait. Setiap tahunnya lembaga pendidikan mencetak lulusan-lulusan yang diharapkan

(16)

3 dapat menjadi penggerak seni dan desain di masyarakat. Karenanya penelitian mengenai desainer dan institusi pendidikan desain tidak dapat dipisahkan. Pionir dari pendidikan desain produk di Indonesia adalah Institut Teknologi Bandung yang membuka program studi desain produk pada tahun 1972.

Keilmuan Desain Produk merupakan bidang keilmuan yang paling dekat dengan masyarakat, mengingat objek yang dikaji keilmuan ini hubungan resiprositas antara produk dan manusia. Terjadi partisipasi aktif antara pengguna dan produk. Dengan penelitian yang berkaitan dengan masyarakat, desainer dapat belajar untuk tidak hanya menciptakan produk namun juga membuat produk yang manusiawi.

1.2 Masalah Penelitian

Cakupan desain produk sangat luas sehingga perlu dilakukan pengklasifikasian mengenai bagian-bagian apa saja yang termasuk dalam bidang desain produk. Pilihan profesi dari keilmuan desain produk pun tidak hanya sebagai desainer produk saja. Sampai saat ini masih belum dilakukan studi terkait alumni mengenai profil dan kaitannya dengan pendidikan atau keprofesian desain produk.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Dalam penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis, tidak diperkenankan mengambil hipotesis terlebih dahulu. Hipotesis tersebut diganti oleh pertanyaan penelitian sebagai berikut.

 Apa saja profesi, studi lanjutan, dan kecenderungan berkarya alumni Desain Produk ITB?

 Bagaimana profil alumni Desain Produk ITB?

 Bagaimana relasinya dengan pendidikan dan keprofesian desain produk?

1.4 Tujuan Penelitian

 Mengklasifikasikan profesi, studi lanjutan, dan kecenderungan berkarya alumni Desain Produk ITB.

(17)

4

 Mengetahui relasinya dengan pendidikan dan keprofesian desain produk.

1.5 Pendekatan Penelitian

Penulis menggunakan pendekatan fenomenologis dalam penelitian. Fenomenologis merupakan salah satu cabang dari keilmuan filsafat yang diperkenalkan oleh Edmund Husserl pada tahun 1900 lewat buku Logische Untersuchungen. Fenomenologis merupakan ilmu mengenai ada dan berada (wissenchaft des seins). Dalam praktiknya, penelitian berfungsi sebagai sarana memaparkan fenomena (penampakan) sebagaimana adanya melalui pengalaman kehidupan sehari-hari (lebenswelt). Tidak diperkenankan menyampaikan asumsi dan presuposisi sebelum memiliki data yang mendukung berupa pengalaman konkret.

1.6 Metode Penelitian

Tedapat dua jenis metode penelitian yaitu kuantitatif dan kualitatif. Berikut adalah perbedaan kedua metode penelitian tersebut.

Aspek Penelitian Kuantitatif Penelitian Kualitatif Masalah Menekankan pada beberapa

variabel

Menekankan pada banyak aspek dari

satu variabel, jika mungkin dijadikan

permasalahan yang lebih mendalam

Tujuan Menguji teori dan menegakkan fakta-fakta

Mengembangkan kepekaan konsep dan

penggambaran realitas yang tidak

tunggal (jamak)

Pola pikir Ada masalah → berteori → berhipotesis → ke lapangan mencari data → menguji hipotesis

→ teori bersifat top down

Ke lapangan → menemukan data → data dicocokkan dengan teori → teori bersifat bottom up

Responden Banyak diambil secara random Jumlah kecil diambil secara purposive

Objek Perilaku manusia dan fenomena alam

Perilaku manusia dan proses kerja

Desain penelitian

Survei, studi kasus, eksperimen Studi kasus

(18)

5

Angket, wawancara, observasi,

check list

Observasi, wawancara

Bentuk data Berupa angka atau data kualitatif yang diangkakan

Kata-kata, kalimat, gambar, perilaku,

replika, manuskrip

Sifat Deskriptif, komparatif, asosiatif Deskriptif

Analisis Menjawab masalah dan menguji hipotesis

Tidak menguji hipotesis tetapi

menjawab masalah

Hasil Generalisasi Lebih menekankan pada makna

Kebenaran Etik Emik

Asumsi Realitas bersifat statis Realitas bersifat dinamis

Berdasarkan tabel di atas, metode penelitian yang lebih cocok untuk penelitian penulis adalah metode kualitatif. Alasannya adalah masalah yang dikemukakan bersifat bottom up, yaitu dimulai dari observasi pengalaman sehari-hari penulis sebagai mahasiswa Desain Produk ITB dan berkakhir dengan penjabaran fenomena mengenai karakter desainer produk lulusan ITB. Selain itu pemilihan subjek tidak bisa dilakukan secara acak.

Penelitian kualitatif dilakukan dengan tiga metode pengumpulan data, yaitu: observasi, survey, dan wawancara. Sebagian besar pertanyaan yang diajukan dalam survei maupun wawancara bersifat subjektif.

1.7 Subjek Penelitian

Subjek penelitian diambil berdasarkan data lulusan Desain Produk ITB tahun 2001 sampai 2008 secara purposive (dengan maksud tertentu). Dari keseluruhan mahasiswa setiap tahunnya, ternyata tidak semua mahasiswa terdata lulus. Mahasiswa tersebut bisa saja pindah program studi (masih dalam satu fakultas), pindah universitas, dropout, atau murni pada kesalahan pengarsipan Desain Produk ITB.

(19)

6 Mengingat banyaknya lulusan Desain Produk ITB, objek penelitian dibatasi sampai 8 tahun terakhir yaitu periode 2001-2008. Meskipun lulusan terakhir pada Semester II Tahun Ajaran 2013/2014, usia kelulusan yang cukup singkat dikhawatirkan menyebabkan belum tepatnya keputusan dalam memilih profesi atau malah masih belum bekerja.

Penelitian juga dibatasi untuk alumni yang masih memiliki keterkaitan profesi dengan desain produk, baik sebagai profesi utama maupun profesi sampingan. Dengan ini diharapkan penelitian akan lebih fokus sesuai dengan tujuan utamanya.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Lulusan

No Data

(20)

7

 Metode dan Pola Pikir Desain

 Era Ekonomi Kreatif

 Pendidikan Desain Produk di

Indonesia

 Kebijakan Pemerintah Terkait Desain

 Asosiasi dan Himpunan Terkait

Desain Produk

 Klasifikasi Produk

 Publikasi Desain Produk

(21)

8

Domisii  Taksonomi  Studi Penelusuran

 Klasifikasi Produk

 Metode dan Pola Pikir Desain

Profesi  Taksonomi

Pendidikan  Munculnya Pendidikan Desain

 Wawancara

 Studi lanjutan

 Pendidikan Desain

Produk di

Indonesia

Keprofesian  Desain Produk

(22)

9 1.9 Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan skripsi, penulis membuat sistematika sebagai berikut.

 BAB I Pendahuluan

Menjabarkan mengenai latar belakang masalah yang diangkat dan pengantar penelitian berupa masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, pendekatan penelitian, metode penelitian, subjek penelitian, dan kerangka penelitian.

 BAB II Desain Produk, Desainer Produk, dan Pembentuk Desain Saat Ini

Kajian teori yang berkaitan dengan penelitian mengenai desain produk, desainer produk, permasalahan desain, metode dan pola pikir desain, era ekonomi kreatif, generasi milenial, munculnya pendidikan desain, dan taksonomi untuk membantu pengklasifikasian.

 BAB III Observasi dan Survei

Pengolahan dan pemaparan data mentah dari data lapangan berupa observasi dan survei yang telah dilakukan oleh penulis. Bab ini memuat seluruh data mengenai subjek penelitian data-data yang dibutuhkan saat analisis.

 BAB IV Analisis Profil Dalam Kaitannya dengan Pendidikan dan Keprofesian Desain Produk Indonesia

Penyajian data utama dalam bentuk paragraf, tabel, atau diagram beserta analisisnya. Analisis dibagi menjadi analisis umum (taksonomi) dan analisis khusus (deskriptif) yang dikaitkan dengan kajian teori.

 BAB V Kesimpulan dan Saran

(23)

10 BAB II

DESAIN PRODUK, DESAINER PRODUK, DAN PEMBENTUK DESAIN SAAT INI

Era kontemporer tentu menghadirkan beberapa perubahan dalam perkembangan tren desain produk, profil desainer produk, dan kebijakan dalam pendidikan desain. Perbedaan ini turut dipengaruhi oleh transformasi budaya (sosial, ekonomi, politik) secara keseluruhan.

2.1 Desain Produk

The Industrial Design Society of America (IDSA) mendefinisikan desain produk sebagai proses kreasi dan pembentukan konsep serta spesifikasi yang dapat mengoptimalisasi fungsi, nilai, dan penampilan produk maupun sistem untuk keuntungan bersama baik untuk pengguna maupun manufaktur/industri.

Tren desain produk selalu berubah sesuai dengan tuntutan pada zamannya. Desain produk pada era kontemporer memiliki beberapa isu sentral yang sering dijadikan landasan mendesain setiap desainer. Isu sentral dipilih berdasarkan kata-kata atau istilah desain populer yang sering digunakan dalam berbagai konsep karya produk maupun wacana terkait desain. Istilah populer tersebut adalah value (nilai), engagement (keterlibatan), culture (kultur), dan sustainable (berkelanjutan).

Menurut Philip Kotler (2010), saat ini marketing memerlukan engagement antara produk dengan penggunanya. Keterlibatan pengguna tidak hanya sebagai subjek penelitian, namun juga melibatkan partisipasi aktif berupa kolaborasi dalam proses desain. Tidak

(24)

11 heran apabila dalam beberapa tahun terakhir ini sering terdengar istilah co-design atau co-creating. Perkembangan ini didukung oleh teknologi yang memungkinkan konektivitas dan interaktivitas antarindividu dan kelompok (new wave technology)

Kemudian muncul pula istilah slow design yang mengusung produk-produk buatan tangan. Meskipun produk dibuat dengan waktu yang lebih lama (slow) namun pengguna dapat melihat atau bahkan merasakan secara langsung proses pembuatannya sehingga lebih menghargai nilai produk tersebut dibanding produk buatan mesin. Desainer yang mengusung produk-produk buatan sendiri ini sering disebut sebagai designer-maker. Produk seorang designer-maker tidak diproduksi secara massal melainkan dalam edisi terbatas (limited edition) atau malah one of a kind, yang lagi-lagi menjadi nilai tambah.

Cukup sering terjadi perdebatan antara value dan cost. Value merupakan nilai tambah berupa konsep atau ide yang diusung suatu produk sedangkan cost merupakan harga asli yang digunakan dalam proses produksi, distribusi, atau promosi pada suatu produk dan dapat diuangkan. Nilai tambah ini tentunya dapat pula menaikkan nominal harga produk terkait. Daniel Pink (2005) dalam buku A Whole New Mind menyebutkan bahwa saat ini adalah era konseptual dimana ide-ide kreatif sangat dihargai. Maka pada era ini sebuah produk dianggap lebih berarti apabila memiliki cerita di dalamnya (behind the scenes story).

(25)

12 Isu yang dapat mendukung kedua isu sebelumnya adalah culture. Menurut Baxter (1999) dalam Deep Design, manusia bukan hanya makhluk fisik dan biologis saja, melainkan juga merupakan makhluk sosiokultural. Saat ini masyarakat Indonesia mulai sadar akan pentingnya identitas kultural dan menghargai produk-produk buatan lokal. Nilai-nilai kultural atau budaya sering ditambahkan dalam produk desain untuk mengangkat identitas ke-Indonesia-an, yang juga diminati oleh pasar. Seperti apakah desain khas Indonesia? Desain yang mengusung nilai-nilai kultur lokal seringkali dianggap sebagai jawabannya.

(26)

13 Kemudian berbeda dari isu go green yang marak beberapa tahun sebelumnya, saat ini bergulir isu mengenai sustainable design atau desain berkelanjutan. Bertindak hijau saja dianggap tidak cukup dan seringkali malah memiliki dampak negatif. Misalnya saja penggunaan minyak kelapa sawit yang dianggap ramah lingkungan namun dibaliknya telah menghilangkan hutan asli di Kalimantan karena petani lebih tertarik untuk menanam kelapa sawit yang menguntungkan secara finansial. Desain yang berkelanjutan mempertimbangkan aspek-aspek yang saling berkaitan dalam proses desain dan siklus produk (product life cycle) agar dampak positif dapat dirasakan secara menyeluruh.

(27)

14 2.2 Desainer Produk

Manusia telah mulai membuat produk-produk sejak jaman purba untuk bertahan hidup. Menurut Bryan Lawson (2007) dalam How Designers Think, proses tersebut dilakukan secara vernakular, yaitu proses yang berlangsung lama dan berulang-ulang. Seiring dengan berkembanganya pengetahuan manusia yang menuntut adanya spesialisasi pada keilmuan, pada saat ini desain dipelajari secara lebih mendalam dengan mempertimbangkan berbagai aspek, diantaranya: analisis, sintesis, dan evaluasi.

Keputusan desain tidak dapat diambil oleh desainer saja. Desain terkait erat dengan pengguna, klien, dan lembaga pemerintahan (design constrain) sebagai pengambil keputusan utama. Misalnya di Indonesia terdapat Kementerian Perindustrian atau Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Desainer memang tidak dapat menentukan produk apa yang akan dibuat dalam masyarakat karena keputusan tersebut

Gambar 2.4 Konsep Desain Berkelanjutan (Sumber: www.sdingenieria.com)

(28)

15 telah dibuat oleh lembaga yang lebih kuat, namun desainer dapat menentukan bagaimana bentuk dan penyampaian produk tersebut.

Desainer produk memiliki peran penting di masyarakat, di luar dari peran utamanya dalam mendesain. Design Council mengemukakan beberapa peran dominan desainer produk saat ini. Peran-peran tersebut adalah sebagai berikut.

Co-creator Co-designing with people rather than for them

Communicator Using communication devices to enable communities to have conversations around issues

Strategist Devising plans of creative action to engage communities in tackling issues

Capability builder Building design-led skills among people to address challenge themselves

Entrepreneur Creating powerful ideas to improve people’s live and spreading them society-wide

Researcher Using design research to bring people-centred perspectives to product and service development

Facilitator Bringing together communities using design-led tools to act upon issues

Pada tahun 2001 dalam kongres tahunan International Council of Industrial Design (ICSID) di Seoul dilahirkan sebuah deklarasi mengenai profesi desainer produk.

Gambar 2.6 Keputusan Desain (Sumber: How Designers Think)

(29)

16 Deklarasi ini sangat penting untuk diketahui desainer produk Indonesia untuk menyamakan persepsi secara global dengan desainer produk atau desainer industri dari negara-negara lainnya. Terdapat lima poin penting dari perjanjian tersebut, yaitu: beretika, berskala global, memberi pencerahan, humanis, dan bertanggungjawab.

Fenomena yang marak beberapa dekade terakhir adalah munculnya desainer-desainer avant-garde atau high design yang diistilahkan Peter Domer (1990) sebagai designer star. Menurut Asmudjo Jono Irianto (2012) dalam sebuah pameran bertajuk Design/Art designer star ada dalam posisi above the line, yaitu desainer yang tampil ke permukaan dan dikenal publik. Berbeda dengan posisi below the line para desainer yang bekerja di bidang industri atau teknologi dan hanya produk-produknya yang sampai ke publik.

Pada fenomena ini posisi desainer hampir sama seperti seniman yang lebih dikenal karena nama besarnya, bukan lagi karya-karya yang dihasilkan. Setiap karya yang dihasilkan seorang designer star pun cenderung akan lebih mudah diterima pasar. Beberapa contoh designer star adalah Karim Rashid (New York), Marcel Wanders (Belanda), Philippe Starck (Perancis), dan Patricia Urquiola (Spanyol).

Gambar 2.7 Industrial Designers’ Declaration

(30)

17 Sedangkan nama-nama desainer Indonesia dari alumni Desain Produk ITB yang cukup sering mendapat publikasi adalah Singgih Susilo Kartono, Adhi Nugraha, Fauzy Prasetya, Fitorio Bowo Leksono, Abie Abdillah, Zanun Nurangga, Gilang Mandiri, Handhyanto Hardian, Anastasia Sulemantoro, Denny Rasyid Priyatna, Diaz Adisastomo, dan House The House (Meizan Natadiningrat, Prananda Luffiansyah, Raditya Ardianto).

2.3 Permasalahan Desain

Masalah desain bersifat multidisiplin dan interaktif. Persoalan biasanya datang bukan dari desainer tersebut, tetapi dari klien atau target pengguna. Solusi yang dihasilkan pun dinamis dan dapat berubah seiring dengan perkembangan zaman. Apalagi saat ini zaman terus berubah dengan cepat. Boleh dikatakan bahwa masalah desain yang ada saat ini pun merupakan kelanjutan dari desain yang telah dilakukan sebelumnya. Maka sebenarnya tidak ada solusi optimal untuk sebuah masalah desain, tetapi satu lingkup solusi yang dapat diterima pada masanya. Desain merupakan proses tanpa akhir yang akan selalu membutuhkan penyempurnaan karena tidak ada yang bebas kesalahan.

Bruce M. Tharp dan Stephanie M. Tharp (2009) dalam website core77 membagi permasalahan desain ke dalam empat tipologi sebagai berikut.

(31)

18

Experimental Design

Desain yang menekankan pada proses, bukan hasil. Dorongan utamanya adalah rasa penasaran seorang desainer, bukan berupa tujuan akhir spesifik. Proses yang dilakukan meliputi eksplorasi, eksperimen, dan penemuan.

Commercial Design

Desain yang paling banyak ditemui saat ini yaitu desain dengan orientasi pasar. Biasanya merupakan produk yang dibuat secara massal. Skala kesuksesannya pun diukur melalui skala ekonomi. Tujuan utama desain komersil adalah mendapatkan keuntungan berupa uang melalui kepuasan konsumen.

Gambar 2.9 Animal Project Karya Front Design (Sumber: www.core77.com)

(32)

19

Responsible Design

Desain yang sangat bertolak belakang dengan desain komersial. Target yang dipilih untuk dilayani justru adalah target yang banyak ditinggalkan oleh pasar. Contohnya adalah kaum cacat atau korban bencana alam yang sangat membutuhkan tetapi tidak menguntungkan apabila dilihat secara ekonomi. Responsible design sangat erat kaitannya dengan humanisme dan pengabdian masyarakat.

Discursive Design

Gambar 2.11 XO Laptop Untuk One Laptop Per Child (Sumber: www.core77.com)

(33)

20 Istilah lain yang sering digunakan untuk discursive design adalah design-art. Desain ini merupakan yang paling konseptual diantara yang lainnya. Tujuannya adalah untuk mengkomunikasikan sebuah gagasan atau membangun kesadaran akan sebuah isu. Sisi ekspresif dari seorang desainer terlihat sangat kuat disini, maka dari itu sering dikatakan dekat dengan seni.

2.4 Metode dan Pola Pikir Desain

Proses desain berkaitan erat dengan metode desain. Meskipun mungkin saja metode desain setiap desainer berbeda-beda, dapat dicari benang merah persamaan di antara metode-metode desain tersebut. Hugh Dubberly (2008) dalam buku How Do You Design telah merangkum konsep metode desain berbagai desainer. Berikut adalah beberapa metode desain yang terbilang populer.

 Bryan Lawson (1980)

First insight → Preparation → Incubation → Illumination → Verification

 Gerhard Pahl & Wolfgang Beitz (1984)

Clarification of the task → Conceptual design → Embodiment design → Detail design

→ Solution

 Richard Buchannan (1997)

Discover ideas → Identification & selection → Invention & judgment → Disposition & evaluation → Presentation

 Nigel Cross (2000)

Exploration → Generation → Evaluation → Communication

 Clement Mok & Keith Yamashita (2003)

(34)

21

 IDEO (2004)

Observation → Brainstorming → Rapid prototyping → Refining → Implementation. IDEO juga mempertimbangkan banyak aspek mulai dari manusia (disukai), bisnis (kelangsungan), dan teknis (kemungkinan dikerjakan).

Dalam praktiknya metode desain tidak hanya dapat digunakan untuk mendesain produk, namun juga menyelesaikan permasalahan secara kreatif. Tahap-tahap dari metode desain sangat aplikatif untuk diterapkan dalam berbagai aspek. Kini masyarakat awam pun sudah mengenal pola pikir desain atau lebih sering disebut design thinking.

Salah satu pendiri IDEO, Tim Brown (2008) mengatakan bahwa design thinking adalah sebuah metodologi untuk menciptakan ide-ide baru (generate new idea). Design thinking berkonsentrasi pada inovasi dan penyesuaian dengan kebutuhan manusia (human-centered). Tujuannya adalah membuat ide-ide yang memang sesuai dengan kebutuhan, bukan ide yang dipaksa untuk disesuaikan. Secara singkat proses design thinking terdiri dari inspiration, ideation, dan implementation.

(35)

22 Kevin Clark (2008), direktur program IBM Corporate Marking & Communications, menyatakan bahwa sudah seharusnya desain bergerak melampaui batasan tradisionalnya untuk terus berkembang. Desain seharusnya berperan sebagai school of thought yang dapat menyelesaikan masalah-masalah terberat dunia. Design thinking dapat membantu profesi apapun untuk memecahkan masalah secara inovatif.

2.5 Era Ekonomi Kreatif

Kreativitas berarti kemampuan untuk membuat sesuatu yang baru (make something from nothing). Wacana mengenai kreativitas turut mempengaruhi perekonomian dunia. Di abad ke-20 ini, Ekonomi Kreatif adalah sektor yang berkembang dan banyak meningkatkan perekonomian suatu negara secara keseluruhan. Ekonomi kreatif dapat bertahan walaupun krisis sedang berlangsung dimana-mana. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan John Howkins (2001) ditemukan bahwa ekspor karya hak cipta Amerika

(36)

23 Serikat mempunyai nilai penjualan sebesar US$ 60,18 miliar yang jauh melampaui ekspor sektor lainnya seperti otomotif, pertanian, dan pesawat. Hal ini sekaligus menandai dimulainya era ekonomi kreatif.

Ekonomi kreatif tidak muncul tiba-tiba. Sebelumnya ada beberapa era dalam peradaban manusia yang telah dilewati sebagian masyarakat di seluruh dunia. Ketika satu era sudah tidak mendukung lagi, lahir era baru sebagai alternatif. Era ini dapat dilihat dari kegiatan ekonomi yang dilakukan manusianya. Menurut Alvin Toffler (1984) dalam buku The Third Wave, beberapa era tersebut adalah:

 ekonomi pertanian, dimana kesadaran akan pemanfaatan sumber daya alam mulai muncul

 ekonomi industri, ditemukan pola kerja dan distribusi sehingga proses produksi menjadi lebih cepat dan massal

 ekonomi informasi, munculnya teknologi informasi mempermudah koneksi semakin global dan produktif

 ekonomi kreatif, fokus pada intensivitas dan kreativitas masyarakat serta menekankan bahwa ide adalah aset yang sebenarnya.

Gambar 2.15 Ilustrasi Perkembangan Pekerjaan Manusia (Sumber: A Whole New Mind)

(37)

24 Meskipun tidak berwujud (intangible), keorisinalitasan ide yang menghasilkan hal-hal baru dan beda menjadi sangat penting pada era ekonomi kreatif. Saat ini tulang punggung perekonomian negara-negara maju ada pada masyarakat kreatif. Karena itu pada era ini muncul peraturan terkait hak kekayaan intelektual untuk melindungi pemilik ide. Perkembangan ekonomi kreatif turut diikuti dengan perkembangan industri kreatif.

2.6 Generasi Milenial

Ahli sejarah dan ahli budaya seringkali membagi waktu ke dalam beberapa periode atau generasi. Periodisasi dapat mempermudah proses identifikasi permasalahan, karakter, maupun tren di setiap generasinya. Berikut adalah generation timeframe yang dibuat berdasarkan artikel William J. Schroer (2004) dalam websitesocialmarketing.org.

Fokus penelitian adalah pada generasi Y (disebut juga generasi milenial), yaitu generasi dimana lulusan Desain Produk ITB angkatan 2001 – 2008 tumbuh. Generasi milenial adalah generasi yang lahir dalam kurun waktu akhir tahun 70-an sampai awal tahun 90-an. Populasinya terhitung sangat besar dan sedang ada dalam usia produktif (20 – 30 tahun). Generasi ini adalah tonggak masyarakat dalam beberapa tahun ke depan.

Sangat jarang peneliti desain yang mengaitkan karakter atau budaya generasi ke dalam penelitiannya. Padahal secara tidak langsung fenomena yang dihasilkan akan sejalan dengan perkembangan generasi. Apalagi desain adalah sebuah proses pemecahan masalah, sehingga sudah seharusnya tren desain berkesinambungan dengan permasalahan yang dihadapi setiap generasi.

(38)

25 Generasi milenial lahir di era yang nyaman. Tidak ada lagi perang atau kekacauan politik. Bisa dibilang generasi ini adalah generasi posemosional. Sifat yang dominan adalah optimisme akan kemungkinan tanpa batas yang melahirkan kata kunci dari generasi milenial, yaitu renjana atau yang lebih dikenal dengan passion. Generasi ini percaya bahwa mereka harus memperjuangkan apa yang mereka sukai untuk mencapai kebahagiaan optimal. Maka generasi ini menjadi lebih ambisius terkait pencapaian dan cita-cita. Mereka tidak hanya mengejar karir yang aman (dari segi finansial), tapi juga nyaman.

Gambar 2.18 Perbedaan Generasi Pada Saat Ini (Sumber: www.visual.ly)

(39)

26 Sisi negatif yang kemudian timbul adalah sifat delusional. Meskipun pendidikan generasi ini tergolong baik, seringkali mereka merasa over-qualified dalam suatu pekerjaan. Mereka ingin langsung mendapatkan posisi di atas karena merasa mampu atau lebih baik dari rekannya dan menolak berjuang dari bawah. Jika harus pun sebagian besar lebih memilih untuk mencari tempat kerja lain yang memberikan mereka kesempatan lebih besar. Seringkali generasi milenial memiliki ekspektasi berlebih dan tidak mampu menerima kritik.

Melihat dari keadaan lingkungannya, generasi milenial adalah generasi yang terpapar kemudahan teknologi informasi dan komunikasi. William Deresiewics (2011) menyebut generasi milenial sebagai generation sell. Tentunya ini turut dipengaruhi berbagai kemudahan tersebut. Bahkan cultural hero dari generasi ini adalah entrepreneur, sebut saja Steve Jobs atau Mark Zuckenberg. Selain menjual dalam arti sebenarnya (produk atau jasa), generasi ini juga menjual diri sendiri lewat citra.

2.7 Taksonomi

Profesor Bruce Archer (1981) dari Departement of Design Research Royal College of Art membagi penelitian desain berdasarkan sepuluh area cakupannya sebagai berikut.

Design Research

Design Phenomenology

Design history The study of what is the case and how things came to the way they are in the design area.

Design taxonomy The study of the classification of phenomena in the design area.

Design technology The study of the principles underlying the operations of the things and systems comprising designs.

Design Praxiology

Design praxiology The study of the nature of design activity, its organisation, and its apparatus.

Design modelling The study of the human capacity for the cognitive modelling, externalisation, and communication of design ideas.

(40)

27 of non-quantitative data.

Design Philosophy

Design axiology The study of worth in the design area, with special regard to the relations between technical, economic, moral, social, and aesthetic values.

Design philosophy The study of the logic of discourse on matters of concern in the design area.

Design epistemology The study of the nature and validity of ways of knowing, believing, and feeling in the design area.

Design pedagogy The study of the principles and practice of education in the matter of concern to the design area.

Dalam tabel di atas dijelaskan bahwa taksonomi desain termasuk ke dalam bidang ilmu fenomenologi desain. Taksonomi desain merupakan kajian mengenai klasifikasi fenomena dalam bidang desain.

Istilah taksonomi seringkali ditemukan dalam ilmu biologi. Publikasi pertama mengenai taksonomi adalah dalam buku Species Plantarum pada tahun 1753 oleh Carl Linnaeus, seorang botanis dan zoologis asal Swedia. Taksonomi digunakan untuk membantu pengklasifikasian organisme mulai dari kingdom sampai species. Linnaeus mengklasifikasikan organisme berdasarkan persamaan dan perbedaan karakteristiknya. Sistem taksonomi menjadi terobosan baru, bersamaan dengan munculnya nomenclature yaitu sistem penamaan hewan dalam bahasa latin yang terdiri dari genus dan species.

(41)

28 Taksonomi berasal dari bahasa latin yaitu taxis yang berarti pengaturan dan nomos yang berarti hukum. Maka pada perkembangannya, taksonomi tidak hanya diaplikasikan dalam ilmu biologi saja. Misalnya Bloom’s Taxonomy yang populer di ranah psikologi edukasi. Bloom’s Taxonomy merupakan teori mengenai perkembangan pola berpikir manusia mulai dari remembering sampai tahap yang paling tinggi yaitu creating.

Segala proses klasifikasi dapat dibuat bagan atau hierarki taksonominya, termasuk desain. Pada penelitian ini taksonomi digunakan untuk membantu proses pengolahan

Gambar 2.20 Taksonomi Linnaeus (Sumber: www.cthatche.wordpress.com)

(42)

29 data. Penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel sebagai alternatif penyajian data selain dalam bentuk bagan atau diagram.

2.8 Munculnya Pendidikan Desain

Institusi pendidikan seni dan desain pertama adalah Government School of Design yang berdiri pada tahun 1837 di London, Inggris. Sampai saat ini institusi tersebut masih berjalan, namun dengan nama yang berbeda yaitu Royal College of Art yang diresmikan pada tahun 1967. Menurut daftar yang dilansir businessinsider.com, Royal College of Art berada di posisi ke-7 sekolah desain terbaik dunia di tahun 2012.

Namun perkembangan pesat desain baru dimulai pada akhir abad ke-18, yaitu pada periode revolusi industri. Penyempurnaan mesin uap oleh James Watts pada tahun 1796 sangat mempengaruhi perkembangan teknologi mesin pada masa tersebut. Ongkos produksi yang semakin murah karena tidak perlu membayar upah menjadi sisi unggul mesin. Dampaknya tenaga kerja manusia mulai tergantikan tenaga kerja mesin.

Pameran industri dan teknologi yang pertama adalah Great Exhibiton di Crystal Palace, London, Inggris pada tahun 1851. Meskipun tidak seluruh lapisan masyarakat menyambut positif kemajuan teknologi, nyatanya semakin banyak mesin-mesin bermunculan menghasilkan produk massal.

(43)

30 Sebagai respons atas industrialisasi, John Ruskin dan William Morris membuat gerakan Arts & Crafts Movement pada tahun 1888 untuk kembali mempopulerkan produk-produk buatan tangan. Tujuannya adalah menghimpun para pengrajin dan pekerja seni. Selanjutnya muncul gerakan Art Nouveau (seni baru) dengan ciri khas elemen dekoratif. Elemen-elemen ini dibuat sangat detail sehingga produk hanya dapat dibuat jika memiliki keterampilan tangan yang tinggi. Beberapa tokohnya adalah Charles Rennie Mackintosh (Inggris), Henry Van de Velde (Austria), dan Antoni Gaudi (Spanyol).

Kedua gerakan ini sangat mempengaruhi berdirinya Glasgow School pada tahun 1894 di Skotlandia. Sekolah ini didirikan oleh Charles Rennie Mackintosh, Margaret MacDonald, Frances MacDonald, dan George Walton.

Selanjutnya banyak bermunculan kelompok-kelompok desain di berbagai negara. Pada tahun 1907 di Munich, Jerman berdiri kelompok German Werkbund. Kelompok ini terdiri dari seniman, pengrajin, desainer, dan jurnalis untuk meningkatkan edukasi dan publikasi kepada masyarakat. Negara-negara lain pun membuat kelompok sejenis seperti Austrian Werkbund (1910), Swiss Werkbund (1913), Swedish Slὂjdforenigen (1910), English Design and Industries Association (1915), dan De Stijl Netherlands (1917).

(44)

31 Sistem pendidikan Bauhaus banyak menekankan pada praktik. Bauhaus memiliki beberapa workshop spesialis, yaitu: printing, pottery, metalwork, mural, painting, stained glass, carpentry, stagecraft, weaving, bookbinding, dan woodcarving. Setiap workshop terdiri dari seniman dan pengrajin master sebagai pendidik. Menurut Bauhaus fungsi adalah kombinasi dari kondisi manufaktur dan kondisi sosial. Sayangnya Bauhaus harus ditutup oleh Nazi pada tahun 1933. Baru pada tahun 1947 dibuka kembali New Bauhaus di Amerika Serikat.

Sekolah lain yang berpengaruh dalam desain adalah Das Hochschule fṻr Gestaltung

d’Ulm (The Private School of Applied Arts) yang berdiri di Jerman pada tahun 1947. Ulm didirikan oleh alumni Bauhaus, Max Mill. Ulm memasukkan pendekatan sains selain pendekatan seni dan teknologi. Kurikulumnya pun dibuat seimbang antara teori dan praktik. Beberapa departemen yang terdapat pada sekolah ini adalah: foundation course, arsitektur, film, media informasi, desain produk, dan desain komunikasi visual.

(45)

32 BAB III

OBSERVASI DAN SURVEI

Bab ini memaparkan data-data mengenai subjek penelitian, yaitu Alumni Desain Produk ITB Angkatan 2001-2008 dan data-data terkait desain produk. Data dibagi menjadi data observasi berupa informasi dan gambar dari sumber ketiga dan data survei (studi persepsi, studi penelusuran).

3.1 Data Observasi

3.1.1 Pendidikan Desain Produk di Indonesia

Pendidikan mengenai seni dan desain pertama kali didirikan pada tahun 1947 dengan nama Balai Pendidikan Universiter Guru Gambar (Universitaire Leergang voor de Opleiding van Tekehenlaren) di bawah Fakultas Ilmu Pengetahuan Teknik Universitas Indonesia, yang saat itu masih berlokasi di Bandung. Nama guru gambar digunakan sebelum akhirnya diubah menjadi guru seni rupa. Pengajar merupakan lulusan dari institusi pendidikan di luar negeri yang kemudian membawa pengetahuan tersebut ke Indonesia, seperti Jakob Soemardja dan Ries Muelder.

Selanjutnya Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung diresmikan pada tahun 1984 dengan lima program studi, yaitu: Seni Rupa, Kriya, Desain Komunikasi Visual, Desain Interior, dan Desain Produk.

Desain Produk Institut Teknologi Bandung berdiri pada tahun 1972. Jurusan Desain Produk mulai diminati pada tahun 2000an melihat berkembang pesatnya jumlah mahasiswa mulai dari tahun tersebut. Pada tahun 2004 Desain Produk ITB mendapat akreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Terhitung sampai Juli 2013 Desain Produk ITB telah menghasilkan 563 lulusan.

(46)

33 menyelesaikan permasalahan masyarakat. Maka sudah seharusnya institusi pendidikan menjadi jembatan penghubung antara mahasiswa dan masyarakat.

Sampai tahun 2014 terhitung ada 15 institusi pendidikan desain produk di Indonesia yang tersebar di kota Bandung, Jakarta, Tangerang, Yogyakarta, dan Surabaya. Sebanyak 4 diantaranya tergolong sangat baru jika dilihat dari tahun berdirinya yaitu dalam kurun waktu 4 tahun terakhir seperti dapat dilihat pada gambar. Melihat pesatnya pertumbuhan program studi desain produk terutama di Jakarta, tidak menutup kemungkinan institusi pendidikan desain produk di Indonesia akan terus bertambah.

Terdapat beberapa perbedaan dari 15 institusi pendidikan tersebut. Yang pertama adalah penamaan. Universitas Paramadina memberi nama desain produk industri kepada program studinya, sedangkan Universitas Surabaya dengan nama desain dan manajemen produk. Institusi pendidikan lainnya sepakat untuk memberi nama program studinya desain produk tanpa penambahan kata apapun.

(47)

34 Perbedaan yang kedua adalah penghimpunan dengan keilmuan serumpun dalam sebuah fakultas. Sebagian besar institusi pendidikan menghimpun desain produk dalam Fakultas Seni Rupa dan Desain. Universitas Pelita Harapan dengan School of Design memfokuskan diri pada pendidikan mengenai desain saja. Pendekatan sosial dan manajemen terlihat pada institusi pendidikan yang menempatkan desain produk di bawah fakultas industri kreatif. Selain itu cukup banyak yang melakukan pendekatan teknik kepada keilmuan desain produk, yaitu: Fakultas Arsitektur dan Desain Universitas Kristen Duta Wacana, Fakultas Teknik Perencanaan dan Desain Universitas Mercu Buana, Fakultas Teknologi dan Desain Universitas Pembangunan Jaya, dan Fakultas Teknologi Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya. Sisanya tidak memiliki fakultas tertentu dan menjadikan desain produk sebagai salah satu program studi pilihan yang berdiri sendiri.

Perbedaan pendekatan tentu menghasilkan pola pengajaran atau kurikulum yang berbeda pula. Kurikulum Desain Produk Institut Teknologi Bandung membagi beberapa topik berbeda pada mata kuliah studio. Misalnya Desain Produk IV mengenai komunitas dan Desain Produk V mengenai teknologi. Mahasiswa dibebaskan membuat produk sesuai minatnya masing-masing sesuai permasalahan yang diusung.

Berbeda dengan Desain Produk Universitas Pembangunan Jaya yang membagi mahasiswanya ke dalam 5 bidang spesialisasi, yaitu: fashion & lifestyle, interior & arsitektur, mainan, transportasi, dan teknologi informasi & komunikasi. Harapannya tentu saja agar mahasiswa bisa lebih fokus mendalami produk yang jadi peminatannya.

Gambar 3.2 Perbedaan Fakultas

(48)

35 Sistem peminatan ini juga dilakukan oleh Desain Produk Universitas Esa Unggul yang memiliki 2 bidang spesialisasi, yaitu: transportasi dan industri. Namun sampai saat ini belum dilakukan penelitian mengenai kurikulum mana yang lebih efektif.

Beberapa universitas menganggap desain produk sangat dekat dengan desain interior, sehingga belum mendirikan jurusan desain produk tersendiri. Universitas Bina Nusantara malah memiliki jurusan yang sangat spesifik yaitu furniture design yang termasuk ke dalam School of Design. Terdapat juga short course (waktu belajar 2 tahun) dengan program desain produk di Raffles Institute of Higher Education.

3.1.2 Kebijakan Pemerintah Terkait Desain

3.1.2.1 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

Menurut Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2009 tentang Ekonomi Kreatif, ekonomi kreatif Indonesia dikelompokkan menjadi: (1) arsitektur; (2) desain; (3) fesyen; (4) film, video, dan fotografi; (5) kerajinan; (6) musik; (7) pasar seni dan barang antik; (8) penerbitan dan percetakan; (9) periklanan; (10) permainan interaktif; (11) penelitian dan pengembangan; (12) seni pertunjukan; (13) teknologi informasi dan piranti lunak; (14) televisi dan radio; dan (15) kuliner.

(49)

36 Visi pengembangan ekonomi kreatif Indonesia hingga tahun 2025 adalah, “Bangsa Indonesia yang berkualitas hidup dan bercitra kreatif di mata dunia.” Untuk mencapai visi tersebut didapatkan beberapa misi yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam penguatan pondasi pilar dalam waktu yang lebih singkat, yaitu sampai tahun 2014 seperti pada gambar di bawah.

Gambar 3.3 Model Pengembangan Ekonomi Kreatif di Indonesia

(Sumber: Rencana Strategis 2012-2014 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI)

Tabel 3.1 Sasaran Strategis Pengembangan Ekonomi Kreatif 2014

(50)

37 3.1.2.2 Undang-Undang Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual

Kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia, memiliki perjanjian internasional khusus mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Agreement on Trade Relates Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs). Perjanjian tersebut menyebutkan bahwa HAKI terdiri dari: (1) hak cipta dan hak terkait; (2) merk dagang; (3) indikasi geografis; (4) desain industri; (5) paten; (6) tata letak sirkuit terpadu; (7) perlindungan informasi rahasia; dan (8) kontrol terhadap praktek persaingan usaha tidak sehat dalam perjanjian lisensi.

Peraturan HAKI mengenai desain produk ada pada bagian Desain Industri. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, pada pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa, “Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.” Klasifikasi produk yang diajukan disesuaikan dengan klasifikasi pada Locarno Agreement.

Berikut adalah prosedur pengajuan Hak Desain Industri sesuai data pada website Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (DJHKI).

1. Permohonan pendaftaran Desain Industri diajukan dengan cara mengisi formulir yang disediakan untuk itu dalam bahasa Indonesia dan diketik rangkap 3 (tiga). 2. Pemohon wajib melampirkan:

a) tanggal, bulan, dan tahun surat Permohonan;

b) nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Pendesain; c) nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Pemohon;

(51)

38 e) nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali, dalam hal

Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.

3. Permohonan ditandatangani oleh Pemohon atau Kuasanya serta dilampiri dengan: a) contoh fisik atau gambar atau foto dan uraian dari Desain Industri yang

dimohonkan pendaftarannya (untuk mempermudah proses pengumuman permohonan, sebaiknya bentuk gambar atau foto tersebut dapat di-scan, atau dalam bentuk disket atau floppy disk dengan program sesuai);

b) surat kuasa khusus, dalam hal Permohonan diajukan melalui Kuasa;

c) surat pernyataan bahwa Desain Industri yang dimohonkan pendaftarannya adalah milik Pemohon atau milik Pendesain.

4. Dalam hal Permohonan diajukan secara bersama-sama oleh lebih dari satu Pemohon, Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu Pemohon dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon lain.

5. Dalam hal Permohonan diajukan oleh bukan Pendesain, Permohonan harus disertai pernyataan yang dilengkapi dengan bukti yang cukup bahwa Pemohon berhak atas Desain Industri yang bersangkutan.

6. Membayar biaya permohonan sebesar Rp 300.000,00 untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) serta Rp 600.000,00 untuk non-UKM untuk setiap permohonan.

(52)

39 Setiap desainer produk sudah seharusnya memahami Hak Desain Industri. Selain untuk menjaga orisinalitas desain, desainer juga perlu mengetahui desain-desain apa saja yang sudah pernah diajukan agar tidak terjadi plagiarisme walaupun tanpa disengaja. Perlu diingat juga bahwa Hak Desain Industri diberikan kepadak pihak yang pertama mengajukan, bukan pihak yang pertama membuat. Apabila terjadi kasus desain yang dibuat seorang desainer telah diajukan pihak lain dan desainer tidak dapat menunjukkan bukti kuat, Hak Desain Industri tetap dipegang oleh pihak tersebut.

(53)

40 3.1.3 Asosiasi dan Himpunan Terkait Desain Produk

Desain Produk memiliki beberapa asosiasi atau himpunan keprofesian. Beberapa asosiasi atau himpunan tersebut adalah sebagai berikut.

 Asosiasi Desainer Produk Indonesia (ADPI)

ADPI didirikan pada tahun 1983 oleh Bagas P. (IPTN), Oesriman Oesman (BPPT), Agus Sachari (ITB), Taufan Soekarno (ITB), dan Hanny Nayoan (USAKTI). ADPI berperan sebagai wadah bagi pelaku profesional desain produk. Pada awalnya asosiasi ini bernama Persatuan Ahli Desain Industri Indonesia (PADII) yang kemudian berubah menjadi Ikatan Desainer Produk Indonesia (IDPI) sebelum menggunakan nama ADPI. Pada tahun 90-an ADPI cukup aktif menyelenggarakan beberapa kongres dan berkontribusi dalam perumusan Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.

 Product Design Focus (PDF)

PDF adalah sebuah wadah berkumpul bagi seluruh penggiat desain produk yang didirikan pada tahun 2010. PDF berperan sebagai penghubung antara seluruh elemen yang berkaitan dengan desain produk untuk berbagi, berdiskusi, dan berkolaborasi. PDF telah sukses menyelenggarakan PDF Discuss selama lebih dari 15 kali dengan menghadirkan pembicara praktisi desain dan seni rupa.

(54)

41

 Himpunan Mahasiswa Desain Produk Anak Negeri (HADEPAN)

HADEPAN merupakan forum yang menghubungkan anggota himpunan kemahasiswaan desain produk dari berbagai institusi pendidikan, seperti Industrial Design Student Society (INDDES) ITB dan PROOF ITENAS.

 Himpunan Desainer Mebel Indonesia (HDMI)

HDMI merupakan himpunan khusus desainer dengan ketertarikan pada bidang mebel, baik dari program studi desain produk, desain interior, dan lainnya. HDMI tergolong aktif mengadakan workshop, diantaranya adalah Tangan Japara serta Future Craft Workshop yang bekerjasama dengan Singapore Furniture Industries Council (SFIC). Karya hasil workshop tersebut dipamerkan di International Furniture Fair Singapore (IFFS).

 Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI)

Selain beranggotakan desainer, AMKRI turut mewadahi pengusaha atau pengrajin yang tidak memiliki latar belakang desain namun aktif berkarya. Pada awal tahun 2014 lalu AMKRI sukses menyelenggarakan IFEX (Indonesia International Furniture Expo). Kemudian bersama Kementerian Perindustrian, AMKRI akan menggelar Pameran Produk Indonesia 2014. AMKRI menerbitkan majalah Furnicraft Today secara berkala.

(55)

42 Salah satu asosiasi desain produk yang dapat menjadi contoh adalah International Council of Societies of Industrial Design (ICSID). ICSID berdiri pada tahun 1957 dengan pendiri utama dari 5 negara, yaitu: Association of Canadian Industrial Designers (Kanada); Associazione per il Disegno Industriale (Italia); Japan Industrial Designers’ Association (Jepang); Ornamo (Finlandia); dan Rat für Formgebung (Jerman). Pada tahun 2013 keanggotan tersebut sudah bertambah sampai 68 negara. ICSID sangat aktif dalam berkegiatan, penelitian, dan mengedukasi masyarakat umum mengenai desain produk. ICSID menetapkan 29 Juni sebagai World Industrial Design Day untuk memperingati ulang tahunnya yang ke-50.

3.1.4 Klasifikasi Produk

United States Patent and Trademark Office (USPTO) mengklasifikasikan produk ke dalam 33 kelas dan 322 subkelas berdasarkan fungsinya. Klasifikasi 33 kelas tersebut adalah sebagai berikut.

Edible products

Apparel and haberdashery

Travel goods, personal belongings, and storage or carrying articles Brushware

Textile or paper yard goods; sheet material Furnishings

Equipment for preparing or serving food or drink Tools and hardware

Packages and containers for goods

Measuring, testing, or signaling instruments Jewelry, symbolic insignia, and ornaments Transportation

Equipment for production, distribution, or transformation of energy Recording, communication, or information retrieval equipment Machines

(56)

43

Printing and office machinery

Office supplies; artists’ and teachers’ materialsSales and advertising equipment

Games, toys, and sport goods

Arms, pyrotechnics, hunting, and fishing equipment

Environmental heating and cooling, fluid handling, and sanitary equipment Medical and laboratory equipment

Building units and construction elements Lighting

Tobacco and smokers’ supplies

Cosmetic products and toilet articles

Equipment for safety, protection, and rescue Animan husbandry

Washing, cleaning, or drying machines Material or article handling equipment Micellaneous

3.1.5 Publikasi Desain Produk

Publikasi desain produk seringkali disatukan dengan publikasi pada media yang mengusung arsitektur dan desain interior sebagai tema utamanya, seperti: Bravacasa, Elle Decor, dan Skala+. Dengan begitu desain produk hanya menjadi pengisi dalam beberapa artikel saja dan bukan sebagai tema utama.

(57)

44 Publikasi mengenai desain produk tidak terbatas pada media yang mengusung tema desain saja. Beberapa karya desain produk, terutama yang berkarakter komersil atau inovatif, dapat juga diulas dalam media populer dengan gaya hidup sebagai tema utamanya (media non desain).

Berikut adalah beberapa publikasi mengenai karya dan alumni Desain Produk ITB. Gambar 3.7 Fold Magazine Media Kit

(Sumber: Fold Magazine)

(58)

45 Gambar 3.9 Emerging Designers Kota Bandung

(Sumber: Elle Decoration Februari 2013)

(59)

46 Gambar 3.11 Profil Fitorio Bowo Leksono (2002)

(Sumber: Skala+ Vol 06.2)

(60)

47 3.1.6 Kompetisi Desain Produk

Kompetisi desain yang diadakan setiap tahunnya (annual) baik dalam skala lokal dan global cukup banyak. Namun sebagian besar masih merupakan kompetisi untuk desain mebel, misalnya: Casa by Bravacasa, Indonesia Furniture Design Award (IFDA), Lomba Desain Mebel ASMINDO, dan Annual Design Award Skala+.

Sejak tahun 2013 lalu diadakan Reka Baru Desain Indonesia (RBDI), dimana seluruh desainer (grafis, produk, interior) yang memenangkan kompetisi akan mendapat pelatihan. RBDI diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Ekonomi Kreatif Berbasis Desain, Media, dan Iptek. Kompetisi tahunan lainnya yang mengusung tema inovasi yaitu Black Innovation Award sedangkan Kementerian Perindustrian memiliki Lomba Desain Alas Kaki Tingkat Nasional dan Indonesia Good Design Selection. Salah satu pabrik sepeda asal Indonesia, Polygon, juga turut meramaikan dengan Polygon International Bike Design Competition yang pernah dilaksanakan selama beberapa tahun berturut-turut.

Berikut adalah beberapa data terkait kompetisi desain yang diikuti oleh alumni Desain Produk ITB.

(61)

48 Gambar 3.14 FDA 2013 Honourable Mention Award: Diaz Adisastomo (2008) & FDA 2013 Merit

Award: Denny Priyatna (2008) (Sumber: www.furnituredesigndna.com)

Gambar 3.15 Juara I Indonesia Furniture Design Award 2013: Bitten Stacking Chair Karya Handhyanto Hardian (2006)

(62)

49 Gambar 3.16 Stool Karya Desainer Terpilih Reka Baru Desain Indonesia 2013: Harry Anugrah

Mawardi (2004) (Sumber: www.rbdi.org)

Gambar 3.17 Pemenang Bravacasa Design Challenge 2012: Dina Arfadiani (2008) & Denny Rasyid Priyatna (2008)

(63)

50 Gambar 3.18 Perhiasan Palapa Karya Bersama Alumni DP 2007 Memenangkan Gold Award

Indonesia Good Design Selection 2011 (Sumber: www.palapanusantara.tumblr.com)

(64)

51 3.2 Data Survei

Survei dilakukan kepada 50 responden lulusan Desain Produk ITB angkatan 2001 sampai 2008 yang masih memiliki keterkaitan profesi dengan bidang desain produk.

3.2.1 Studi Persepsi

Persepsi merupakan sensasi dan interpretasi yang diterima pengindraan melalui stimulus. Dalam penelitian ini, studi persepsi mencari persepsi desainer produk lulusan ITB dengan stimulus yang didapatkan pada masa kuliah dan dunia profesional. Studi persepsi berfungsi sebagai data awal dari penelitian.

Studi persepsi menggunakan pernyataan positif yang dinilai dengan menggunakan likert scale dari 1 sampai 5. Responden dapat menilai dari kecocokan pernyataan dan persepsi pribadinya. Pembagian skala adalah sebagai berikut.

Skala 1 2 3 4 5

Preferensi Sangat tidak

setuju Tidak setuju Netral Setuju

Sangat setuju

Hasil survey yang didapatkan adalah sebagai berikut.

(65)

Gambar

Tabel 1.1 Perbandingan Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif
Gambar 2.5 Ilustrasi Proses Desain
Gambar 2.6 Keputusan Desain
Gambar 2.9 Animal Project Karya Front Design
+7

Referensi

Dokumen terkait

Upaya manajemen risiko yang dilakukan pihak BMT al-Hijrah dalam meminimalisir terjadinya risiko pembiayaan murabahah bil wakalah sudah terbilang baik, namun guna menyediakan

Kondisi habitat pada hutan lindung Mangrove Teluk Besar Parit Kelabu memiliki keadaan lingkungan dan daya dukung yang sesuai bagi kehidupan satwa liar burung, dimana sumber daya

(1) Badan Pelaksana, BU, dan BUT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dan huruf b yang telah mendapat persetujuan ekspor, serta BU dan Pengguna Langsung

Mereka hanya mengetahui bahwa si Bungsu sudah mati ditebas Saburo dan anak buahnya sekitar dua tahun yang lalu!. Apakah si Bungsu menyangka bahwa kebocoran rahasia

Dari suhu yang didapatkan pada saat penelitian di perairan Sungai Kampar Kiri Desa Gunung Sahilan berkisar 26,9°C sampai 30°C tersebut masih mendukung kehidupan

Setelah proses pewarnaan dilakukan sealing yaitu proses pencucian logam dengan menggunakan air panas yang bertujuan untuk menutup pori-pori benda kerja sehingga warna

o Pengobatan dengan pessarium%.. Pengoabatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat paliatif sa+a& yakni menahan uterus ditempatnya selama alat tersebut digunakan%

postpartum < 20 tahun seluruhnya mengalami proses involusi uteri yang cepat, ibu postpartum yang dalam usia reproduksi sehat (20-35 tahun) involusinya sebagian besar