• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL yang telah dira

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL yang telah dira"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM PERJANJIAN

INTERNASIONAL

1. Sejarah

Hukum perjanjian Internasional merupakan bentuk kesepakatan dalam konferensi wina tahun 1969 dan lebih dikenal dengan nama “Viena Convention on the Law of Treaties” atau Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian tahun 1969. Konvensi Wina tentang perjanjian ini tidak hanya sekedar merumuskan kembali atau mengkodifikasikan hukum kebiasaan internasional dalam bidang perjanjian, melainkan juga merupakan pengembangan secara progresif hukum internasional tentang perjanjian. Namun demikian Konvensi Wina ini masih tetap mengakui eksistensi hukum kebiasaan internasional tentang perjanjian.

1. Definisi Perjanjian Internasional 2. Konvensi Wina 1969

Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum tertentu

2. Oppenheimer-Lauterpact

Perjanjian Internasional adalah suatu persetujuan antar Negara yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara pihak-pihak yang mengadakan

3. Dr. B. Schwarzenberger

Perjanjian Internasional adalah subjek hokum internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional, dapat berbentuk bilateral atau multilateral. Adapun yang dimaksud subjek hukum yang dimaksud adalah lembaga-lembaga internasional dan negagara-negara

4. Prof. Dr. Muchtar kusumaatmaja, SH. LLM

Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antar bangsa yang bertujuan untuk menciptakan akibat-akibat tertentu

1. Klasifikasi Hukum Perjanjian Internasional

2. Klasifikasi perjanjian dilihat dari segi pihak-pihak yang mengadakan perjanjian 3. a) Perjanjian antar negara, merupakan jenis perjanjian yang jumlahnya banyak, hal ini

dapat dimaklumi karena negara merupakan subyek hukum internasional yang paling utama dan saling klasik.

4. b) Perjanjian antar negara dengan subyek hukum internasional lainnya seperti negara dengan organisasi internasional atau dengan vatikan.

5. c) Perjanjian antara subyek hukum internasional selain negara satu sama lain, misalnya negara-negara yang tergabung dalam ACP (African, Carriban and Pacific) dengan MEE.

6. Klasifikasi perjanjian dilihat dari para pihak yang membuatnya.

(2)

8. b) Perjanjian multilateral adalah perjanjian yang diadakan banyak pihak (negara) yang pada umumnya merupakan perjanjian terbuka (open verdrag) dimana hal-hal yang diaturnya pun lajimnya yang menyangkut kepentingan umum yang tidak terbatas pada kepentingan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tetapi juga menyangkut kepentingan yang bukan peserta perjanjian itu sendiri. Perjanjian ini digolongkan pada

perjanjian “law making treaties” atau perjanjian yang membentuk hukum.

9. Klasifikasi perjanjian ditinjau dari bentuknya

10.a) Perjanjian antar kepala negara (head of state form). Pihak peserta dari perjanjian

disebut “High Contracting State (pihak peserta Agung)”. Dalam praktek pihak yang

mewakili negara dapat diwakilkan kepada MENLU, atau Duta Besar dan dapat juga pejabat yang ditunjuk sebagai kuasa penuh (full powers).

11.b) Perjanjian antar Pemerintah (inter-Government form). Perjanjian ini juga sering ditunjuk MENLU atau Duta Besar atau wakil berkuasa penuh. Pihak peserta perjanjian

ini tetap disebut “contracting State” walaupun perjanjian itu dinamakan perjanjian “inter-governmental”.

12.c) Perjanjian antar negara (inter-state form), pejabat yang mewakilinya dapat ditunjuk MENLU, Duta Besar dan wakil berkuasa penuh (full Powers)

13.Perjanjian dilihat dari proses/tahap pembentukannya.

14.a) Perjanjian yang diadakan melalui tiga tahap pembentukannya, yaitu perundingan, penandatangan dan ratifikasi dan biasanya diadakan untuk hal-hal yang dianggap penting sehingga memerlukan persetujuan dari badan legislatif (Dewan Perwakilan

Rakyat). Menurut Pak Mochtar perjanjian ini termasuk dalam istilah “perjanjian internasional atau traktat”.

15.b) Perjanjian yang melewati dua tahap pembentukan, yaitu perundingan dan penandatangan, diadakan untuk hal-hal yang tidak begitu penting dan memerlukan penyelesaian yang cepat, seperti perjanjian perdagangan yang berjangka pendek. Untuk golongan ini dinamakan “persetujuan atau agreement”.

16.Klasifikasi perjanjian dilihat dari sifat pelaksananya.

17.a) Dispositive treaties (perjanjian yang menentukan) yang maksud tujuannya dianggap selesai atau sudah tercapai dengan pelaksanaan perjanjian itu. Contoh perjanjian tapal batas.

18.b) Executory treaties (perjanjian yang dilaksanakan), adalah perjanjian yang pelaksanaannya tidak sekaligus, melainkan dilanjutkan terus menerus selama jangka waktu perjanjian itu. Contoh perjanjian perdagangan.

19.Klasifikasi dari segi struktur.

20.a) Law making treaties merupakan perjanjian internasional yang mengandung kaedah-kaedah hukum yang dapat berlaku secara universal bagi anggota-anggota masyarakat bangsa-bangsa, oleh karena itu jenis perjanjian ini dikategorikan sebagai sumber langsung dari hukum internasional, yang terbuka bagi pihak lain yang tadinya tidak turut serta dalam perjanjian, dengan kata lain tidak ikut dalam Konvensi Jenewa 1949 mengenai perlindungan korban perang.

(3)

22.Bentuk-Bentuk Perjanjian Internasional 23.Treaty

Suatu persetujuan yang sifatnya lebih khidmat (more solemn Agreements) yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi peserta perjanjian itu dan memuat ketentuan-ketentuan umum yang mengikat secara keseluruhan( General Multilateral treaties)

Contoh : Perjanjian Perdamaian Aliansi,netralistis, dan arbitrase. 2. Convention ( Konvensi)

Ialah Suatu Perjanjian internasional yang membentuk Hukum ( law Making treaties) Dan menjadi sumber perjanjian Internasional langsung

3. Declaration ( deklarasi)

Suatu Perjanjian yang menunjukan dan menyatakan hokum yang ada, baik dengan ataupun modifikasi, atau membentuk hokum yang baru, atau mengesahkan/Menguatkan beberapa prinsip Kebijaksanaan umum. Deklarasi dibagi 3 yaitu;

1. a) Deklarasi yang mengikat para penandatangannya. Misalnya deklarasi paris tahun 1856 dan deklarasi St. Petersburg 1868

2. b) Deklarasi pernytaan sepihak. Misalnya Deklarsi pernyataan perang/netralitas. 3. c) Deklarasi sebagai pernyataan suatu Negara kepada Negara lain dengan maksud

member penjelasan mengenai tindakan-tindakan atau maksud tertentu yang akan dilakukan.

4. Charter (Piagam)

Suatu perjanjian yang lebih sesuai dengan arti konstitusi atau undang-undang. Contoh Piagam PBB (Charter of The United Nations).

5. Protokol

Suatu perjanjian Internasional dan Lazimnya bersifat perjanjian tambahan dan tidak begitu resmi dan penting seprti treaty.

6. Pact

Digunakan untuk menunjuk suatu persetujuan yang telah diakui 7. Agreement (persetujuan)

Persetujuan dalam perjanjian internasional 8. General Act

Suatu system untuk merinci tentang perencanaan dari pada perjanjian atau konvensi-konvensi sebagai hasil dari perundingan yang dilakukan.

9. Statute

Suatu termonology yang merupakan anggaran dasar suatu organisasi internasional.dan

mempunyai fungsi pengawas internasional. Misalnya “Statutes of the International court of Justice”

(4)

1. Tahap-Tahap Pembuatan Perjanjian Internasional.

Menurut konvensi Wina tahun 1969, tahap-tahap dalam perjanjian internasional adalah sebagai berikut :

1. Perundingan (Negotiation)

Perundingan merupakan perjanjian tahap pertama antara pihak/negara tentang objek tertentu. Sebelumnya belum pernah diadakan perjanjian. Oleh karena itu, diadakan penjajakan terlebih dahulu atau pembicaraan pendahuluan oleh masing-masing pihak yang berkepentingan. Dalam melaksanakan negosiasi, suatu negara yang dapat diwakili oleh pejabat yang dapat menunjukkan surat kuasa penuh (full powers). Selain mereka, hal ini juga dapat dilakukan oleh kepala negara, kepala pemerintahan, menteri luar negeri atau duta besar.

2. Penandatanganan (Signature)

Lazimnya penandatanganan dilakukan oleh para menteri luar negeri (Menlu) atau kepala pemerintahan.

Untuk perundingan yang bersifat multilateral, penandatanganan teks perjanjian sudah dianggap sah jika 2/3 suara peserta yang hadir memberikan suara, kecuali jika ditentukan lain. Namun demikian, perjanjian belum dapat diberlakukan oleh masing-masing negaranya.

3. Pengesahan (Retification)

Suatu negara mengikat diri pada suatu perjanjian dengan syarat apabila telah disahkan oleh badan yang berwenang di negaranya.

Penandatanganan atas perjanjian hanya bersifat sementara dan masih harus dikuatkan dengan pengesahan atau penguatan. Ini dinamakan ratifikasi. Ratifikasi perjanjian internasional dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Ratifikasi oleh badan eksekutif. Sistem ini biasa dilakukan oleh raja-raja absolut dan pemerintahan otoriter.

2. Ratifikasi oleh badan legislatif. Sistem ini jarang digunakan.

3. Ratifikasi campuran (DPR dan Pemerintah). Sistem ini paling banyak digunakan karena peranan legislatif dan eksekutif sama-sama menentukan dalam proses ratifikasi suatu perjanjian.

4. Berlakunya dan Berakhirnya Perjanjian Internasional 5. Berlakunya Perjanjian Internasional

Perjanjian internasional berlaku pada saat peristiwa berikut ini.

Mulai berlaku sejak tanggal yang ditentukan atau menurut yang disetujui oleh negara perunding.

(5)

2. Bila persetujuan suatu negara untuk diikat oleh perjanjian timbul setelah perjanjian itu berlaku, maka perjanjian mulai berlaku bagi negara itu pada tanggal tersebut, kecuali bila perjanjian menentukan lain.

3. Ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur pengesahan teksnya, pernyataan persetujuan suatu negara untuk diikat oleh suatu perjanjian, cara dan tanggal berlakunya, persyaratan, fungsi-fungsi penyimpanan, dan masalah-masalah lain yang timbul yang perlu sebelum berlakunya perjanjian itu, berlaku sejak saat disetujuinya teks perjanjian itu.

4. Berakhirnya Perjanjian Intenasional

Prof. DR. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., dalam buku Pengantar Hukum Internasional mengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir karena hal-hal berikut ini.

1. Telah tercapai tujuan dari perjanjian internasional itu. 2. Masa beraku perjanjian internasional itu sudah habis.

3. Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnya objek perjanjian itu. 4. Adanya persetujuan dari peserta-peserta untuk mengakhiri perjanjian itu.

5. Adanya perjanjian baru antara peserta yang kemudian meniadakan perjanjian yang terdahulu.

6. Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan perjanjian itu sudah dipenuhi.

7. Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu diterima oleh pihak lain.

Arbitrase Internasional

arbitrase internasional adalah bentuk terkemuka penyelesaian sengketa internasional antara bisnis dari kebangsaan yang berbeda, serta antara investor asing dan Amerika. Ini adalah sebuah konsensual, netral, mengikat, pribadi dan dilaksanakan berarti penyelesaian sengketa internasional, yang biasanya lebih cepat dan lebih murah dari proses pengadilan negeri. Kadang-kadang disebut bentuk hibrida penyelesaian sengketa internasional, karena memadukan unsur-unsur hukum perdata dan prosedur hukum umum, sementara mengizinkan pihak kesempatan untuk merancang aturan-aturan prosedural di mana perselisihan mereka akan diselesaikan.

Perusahaan sering termasuk perjanjian arbitrase internasional dalam kontrak komersial dengan bisnis yang terletak di Negara lain, sehingga jika timbul sengketa mereka diwajibkan untuk menengahi sebelum arbiter netral ketimbang untuk mengejar litigasi sebelum pengadilan asing. Sebuah fenomena yang relatif baru, arbitrase investor-Negara kekhawatiran proses arbitrase oleh investor asing terhadap Amerika atas dasar perjanjian investasi bilateral atau multilateral, atau hukum domestik memberikan persetujuan untuk arbitrase.

(6)

Tujuan dari situs ini, dipelihara oleh independen terkemuka firma hukum arbitrase Hukum Aceris, adalah menyediakan akses ke informasi arbitrase yang berguna dan sumber hukum untuk membuat informasi tentang bentuk terkemuka penyelesaian sengketa internasional lebih mudah tersedia.

IAA Network mesin pencari arbitrase langsung mencari 67 online terkemuka terkemuka sumber arbitrase hukum secara simultan, memberikan jawaban atas hampir semua pertanyaan tentang arbitrase. Banyak sumber informasi lainnya bebas arbitrase disediakan, termasuk satu-satunya kalkulator biaya arbitrase untuk memperkirakan biaya penuh dan durasi menyelesaikan ICC, LCIA, ICSID, ICDR dan arbitrase SIAC, perpustakaan online yang unik dari buku terkemuka di arbitrase, database ribuan bahan hukum terkait arbitrase dalam domain publik, alat untuk menemukan arbiter internasional, tips tentang penyusunan klausul arbitrase, Model Permintaan Arbitrase dan model Jawaban, dan lebih. Sumber daya ini sepenuhnya gratis dan mesin-diterjemahkan ke dalam 40 bahasa. Penjelasan tentang sumber daya saat ini mungkin ditemukan di sini.

Itu terkemuka pengacara arbitrase independen dan butik arbitrase Jaringan IAA menyediakan akses ke perwakilan hukum-kualitas tertinggi arbitrase dan pengacara yang juga berfungsi sebagai arbiter. Mereka dapat dihubungi langsung dari website ini untuk menjawab pertanyaan Anda tentang hukum arbitrase internasional dan prosedur tanpa biaya

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

PILIHAN HUKUM

Pilihan hukum adalah para pihak dalam suatu kontrak bebas untuk melakukan pilihan, mereka dapat

memilih sendiri hukum mana yang harus dipakai untuk kontrak mereka. Karena adanya kebebasan

dalam memilih pilihan hukum tetapi dalam memilih pilihan hukum memiliki beberapa batasan

(restrictions) yang dikembangkan dalam HPI untuk menetapkan validitasi suatu pilihan hukum, antara

lain:

1) Jika pilhan hukum dimaksudkan hanya untuk membentu atau menfsirkan persyaratan-persyaratan

dalam kontrak, kebebasan pasa pihak pada dasarnya tidak dibatasi.

2) Pilihan hukum tidak boleh melanggar public policy atau public order (ketertiban umum) dari

sistem-sistem hukum yang mempunyai kaitan yang nyata dan substansi terhadap kontrak.

(7)

Commentators and courts generally agree that, at some point, a state other than that chosen by the parties can assert its public policy and void the stipulation.

Dari pernyataan tersebut tersirat pengertian bahwa forum tidak dapat begitu saja membatalkan suatu

kalusula pilihan hukum hanya dengan alasan bahwa hukum yang dipilih para pihak berbeda dengan

lex fori. Kewenangan semacam itu baru terbit apabila perbedaan tersebut sudah menyentuh aspek

ketertiban umum dari forum atau dari sistem hukum lain yang mempunyai kaitan signifikan dengan

kontrak.

3) Pilihan hukum hanya dapat dilakukan ke arah suatu sistem hukum yang berkaitan secara substansial

dengan kontak. Faktor-faktornya misalnya : tempat pembuatan kontrak, tempat pelaksanaan kontrak,

domisili atau kewarganegaraan para pihak, tempat pendirian atau pusat administrasi badan hukum.

4) Pilihan hukum tidak boleh dimaksud atau bagian tertentu dari kontrak mereka pada suatu sistem

hukum asing, sekedar untuk menghindarkan diri dari suatu kaidah hukum yang memaksa dari sistem

hukum yang seharusnya berlaku seandainya tidak ada pilihan hukum. Pilihan hukum seperti ini dapat

dianggap sebagai pilihan hukum yang tidak bona fide atau dianggap sebagai penyelundupan hukum.

5) Pilihan hukum hanya dapat dilakukan untuk mengatur hak dan kewajiban yang timbul dari kontrak

dan tidak untuk mengatur masalah validitas pembentukan perikatan/perjanjian.

6) Pilihan hukum ke arah suatu sistem hukum tertentu harus dipahami sebagai suatu

sa h or er eisu g , dala arti pe iliha ke arah kaidah huku intern dari sistem hukum yang bersangkutan dan tidak mengarah kepada kaidah-kaidah HPI-nya.

7) Kewajiban untuk melakukan pilihan hukum pada saat kontrak ditutup (ada beberapa negara dan

konvensi internasional yang tidak memberlakukan larangan ini).

8) Larangan melakukan pilihan hukum ke arah sistem hukum yang sama sekali tidak memiliki kaitan nyata

dengan kontrak atau transaksi yang dibuat oleh para pihak (ada negara yang tidak memberlakukan

larangan ini)

9) Kewajiban untuk melakukan pilihan hukum ke arah sistem hukum nasional suatu negara tertentu atau

arah konvesi-konvensi internasional dan tidak ke arah kaidah-kaidah transnasional atau prinsip-prinsip

dalam perdagangan internasional1[1].

10) Pilihan hukum harus jelas diarahkan pada suatu sistem hukum nasional tertentu. Pilihan hukum yang

tidak bermakna tidak dapat diakui sebagai pilihan hukum yang sah.

A. Macam-macam pilihan hukum

Ada 4 macam pilihan hukum, yaitu :

a) Pilihan hukum secara tegas

(8)

Di dalam klausula-klausula kontrak-kontrak tertentu dapat kita saksikan adanya pilihan hukum secara

tegas ini. Dalam klausula-klausula dalam kontrak joint venture, management contract atau technical

assistant contract, dimana dinyatakan:

this ontra t ill e go erned y the la s of theRepu li of Indonesia

Contoh dalam kontrak-kontrak asuransi laut untuk perdagangan internasional, sering kali ditunjuk

kepada English Insurance Act 1906 dan syarat-syarat serta kebiasaan-kebiasaan dari polis-polis Inggris.

b) Pilihan hukum secara diam-diam

Pilihan hukum ini dapat disimpulkan maksud para pihak ini mengenai hukum yang mereka kehendaki,

dari sikap mereka dari isi dan bentuk perjanjian. Keberatan terhadap pilihan hukum secara diam-diam

ini adalah jika hakim hendak melihat adanya suatu pilihan yang sebenarnya tidak ada. Hakim hanya

menekankan kepada kemauan para pihak yang diduga dan yang dikedepankankan adalah kemauan

para pihak yang fiktip.2[2]

c) Pilihan hukum yang dianggap

Pilihan hukum yang secara dianggap ini hanya merupakan apakah dalam istilah hukum dianggap

preasu ptio iuris , suatu re hts er oede . Haki ha a e eri a telah terjadi suatu piliha

hukum berdasarkan dugaan-dugaan hukum belaka.

d) Pilihan hukum secara hypothetisch

Pilihan hukum secara hypothetisch ini dikenal di Jerman. Sebenarnya tidak ada suatu kemauan dari

para pihak untuk memilih sedikitpun. Hakimlah yang melakukan pilihan ini. Hakim bekerja dengan

suatu fictie. Seandainya para pihak telah memikir akan huku yang harus diperlakukan hukum manakah

yang telah dipilih oleh mereka secara sebaik-baiknya. Jadi sebenarnya ini adalah suatu pilihan buka

daripada para pihak melainkan hakim itu sendiri.

Dalam memilih pilhan hukum dapat memilih lebih dari 1 sistem hukum, dengan cara:

1) Pembagian yang dimufakati

Para pihak dapat mufakaati bahwa diadakan pembagian dari pada kontrak mereka dan hukum yang

harus diperlakukan untuk bagian-bagian tertentu.

2) Pilihan hukum alternatif

Para pihak dapat menentukan bahwa dua atau lebih sistem hukum secara alternatif berlaku untuk

perjanjiaan mereka. Misalnya menentukan bahwa hukum domisili dari pihak kesatu atau pihak lain

yang berlaku hingga tergugat dapat mempergunakan hukum tempat domisili. 3[3]

3) Pilihan hukum selektif

(9)

Para pihak dapat menentukan bah a suatu siste huku ko ple adalah a g erlaku. Misal a

jika a tara pedaga g I do esia da pedaga g Jepa g dite tuka huku I do esia a g erlaku.

Hukum Indonesia ini bersifat komplex bahkan multi komplex.

Pilihan hukum dapat dirubah setelah ditutupnya perjanjian, jika bila pilihan hukum itu berubah maka

seluruh perubahan inipun termasuk dalam pilihan. Karena hukum bukan sesuatu yang statis tetapi

selalu hidup dan berkemang adanya.4[4]

B. The proper law of contract

Konsep the proper law of contract ini sebenarnya bertitik tolak dari anggapan dasar bahwa setiap

aspek dari sebuah kontrak dari sebuah kontrak pasti terbentuk berdasarkan sistem hukum walaupun

tidak tertutup kemungkinan bahwa aspek dari suatu kontrak diatur oleh sistem hukum yang berbeda.

Asas-asas tentang penentuan The proper law of contract

Titik taut sekunder menjadi indikator untuk menentuka the proper law of contract

a) Asas lex loci contractus

Berdasarka asas i i the proper of o tra t adalah huku dari te pat pe uata ko trak. Te pat

dimana dilaksanakannya tindakan terakhir yang dibutuhkan untuk terbentuknya kesepakatan.

b) Asas lex loci solutionis

Asas lex loci solutionis adalah huku dari te pat pelaksa aa perja jia . Asas i i e ga gap ah a

the proper la of o tra t adalah le lo i solutio is i i se e ar a erupaka ariasi dari pe erapa

locus regid actum. Dalam perkembangannya ternyata asa lex loci sulotionis tidak selalu memberikan

jalan keluar yang memuaskan. Karena itu dalam praktek, tidak ditutup kemungkinan untuk

menundukan bagian-bagian kontrak pada sistem hukum yang berbeda, tetapi hal semacam itu

tampaknya akan menyulitkan pengadilan untuk menyelesaikan perkara.

c) Asas kebebasan para pihak

Asas ini sebenarnya merupakan perkembangan apresiasi terhadap asas utama dalam hukum

perjanjian, yaitu setiap orang pada dasarnya memiliki kebebasan untuki mengikatkan diri pada

perja jia .

(10)

MAKALAH

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

PERJANJIAN HUKUM INTERNASIONAL

ARBITRASE

PILIHAN HUKUM

Nama : YOGI WELIAM PRATAMA

Nim : 502016357

Kelas : F

Dosen : YULIAR KOMARIAH SH.MH

Fak/Jurusan : Hukum/Ilmu Hukum

Semester : 4 (empat)

Referensi

Dokumen terkait

Analisis faktor strategi internal dilakukan untuk mengetahui faktor kekuatan dan kelemahan dalam menentukan strategi pengembangan masing-masing cluster agropolitan.. Proses

independen terhadap tingkat pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR) pada perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) Tahun 2012-2013.. Penelitian

Bapak Karmawan S.E., M.Sc selaku Ketua Jurusan Fakultas Ekonomi Universitas Bangka Belitung serta sebagai dosen Pembimbing pendamping yang telah berkenan

Kelainan gigi dan mulut pada penderita penyakit ginjal kronik meliputi hiperplasia gingiva, karies gigi, kalkulus gigi, disgeusia, halitosis, penurunan aliran saliva, uremik

Dari hasil penelitian yang telah dianalisa menggunakan Uji Pearson untuk melihat hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan dependen yakni ; adanya

In the first two sites (non- irrigated winter wheat and irrigated maize fields) seasonal reference ET A data series are obtained by the WinEtro model.. In situ

Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa media interaktif adalah alat perantara yang dirancang dengan pemanfaatan komputer menggunakan unsur seperti

Hal inilah yang mungkin terjadi pada penelitian ini, dimana seluruh subyek dengan asupan rendah namun kadar hemoglobin darah normal, sehingga tidak terdapat hubungan antara