• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis Data dan Alat 3.3 Metode Analisis Data

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis Data dan Alat 3.3 Metode Analisis Data"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

3 METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Blitar yang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa Timur yang secara geografis terletak di sebelah Selatan Jawa Timur. Lokasi Kabupaten Blitar berada disebelah Selatan Khatulistiwa, tepatnya terletak antara 111”40’ – 112”10’ Bujur Timur dan 7”58’ – 8”9’ 51” Lintang Selatan. Kabupaten Blitar mempunyai luasan 1 588.79 Km². Adapun batas-batas Kabupaten Blitar adalah sebagai berikut :

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kediri dan Kabupaten Malang. b. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia.

c. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tulungagung. d. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Malang.

Secara administrasi wilayah perencanaan terdiri atas seluruh wilayah yang termasuk dalam Kabupaten Blitar terdiri dari 22 Kecamatan, 28 kelurahan, dan 220 desa. Waktu Penelitian mulai dari penyusunan proposal sampai penulisan tesis dilaksanakan pada bulan Mei 2012 sampai dengan bulan Oktober 2012. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

3.2 Jenis Data dan Alat

Dalam penelitian ini ada dua jenis data yang digunakan yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder dikumpulkan dari : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Blitar, Dinas Pertanian Kabupaten Blitar, Dinas Peternakan Kabupaten Blitar, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Blitar, Badan Pusat Statistik serta data-data lainnya yang terkait dengan penelitian pada instansi terkait. Data primer dikumpulkan melalui wawancara terstruktur dengan narasumber yang dianggap ahli/ berpengalaman terkait dengan pendapat responden mengenai strategi pengembangan agropolitan di Kabupaten Blitar. Tujuan, jenis, sumber data, dan cara pengumpulan data serta analisisnya dirangkum pada Tabel 1. Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa komputer dengan software pembantu alat analisa berupa MS-Office 2010 dan ArcGIS ver. 9.3.

3.3 Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan pengolahan data dengan menggunakan enam metode analisis, yaitu; Cluster Analysis, Analisis LQ, Shift Share Analysis, Analisis Skalogram, Analisis AHP dan SWOT. Cluster Analysis untuk mengetahui tipologi masing-masing kecamatan, Analisis LQ dan Shift Share Analysis untuk mengetahui komoditas unggulan, analisis skalogram untuk mengidentifikasi indeks perkembangan kecamatan untuk arahan lokasi pusat dan

(2)

Analisis SWOT untuk merumuskan arahan dan strategi pengembangan agropolitan di Kabupaten Blitar.

(3)

Tabel 1. Tujuan, jenis, sumber data dan cara pengumpulan data serta analisis data

No. Tujuan Jenis Data Sumber

Data Teknik Analisis Hasil yang Diharapkan 1. Mengidentifikasi hierarki wilayah dalam mendukung pengembangan agropolitan di Kabupaten Blitar. Jarak antar kecamatan, jumlah penduduk, fasiltas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas ekonomi BPS, Bappeda, Instansi Terkait Analisis Skalogram Indeks perkembangan kecamatan 2. Mengidentifikasi tipologi wilayah masing-masing kecamatan beserta komoditas unggulan dalam mendukung pengembangan agropolitan Kabupaten Blitar. Kepadatan penduduk, rasio luas lahan pekarangan, rasio luas sawah, rasio luas lahan kering, rasio luas perkebunan, indeks perkembangan kecamatan BPS, Bappeda, Instansi Terkait Cluster Analysis, Analisis LQ, Shift Share Analysis Tipologi wilayah masing-masing kecamatan beserta komoditas unggulan yang akan dikembangkan 3. Menyususun arahan pusat pengembangan masing-masing cluster. Luas lahan komoditas pertanian, jumlah penduduk masing-masing kecamtan, jarak antar kecamatan BPS, Bappeda, Instansi Terkait Metode P-Median Arahan lokasi pusat pengembangan masing-masing cluster

4. Merumuskan arahan dan strategi pengembangan kawasan perdesaan dengan pendekatan agropolitan di Kabupaten Blitar. Data karakteristik wilayah Studi Literatur, narasumber yang dianggap ahli Analisis A’WOT Arahan dan strategi pengembangan 3.3.1 Analisis Skalogram

Menurut Panuju dan Rustiadi (2011), metode skalogram dapat digunakan untuk mengidentifikasi ordo atau hierarki relatif di suatu kawasan. Metode skalogram dapat digunakan untuk menentukan peringkat pemukiman atau wilayah dan kelembagaan atau fasilitas pelayanan.

Pada penelitian ini digunakan data statistik kecamatan di Kabupaten Blitar yang menggambarkan seluruh potensi sumberdaya fisik, sosial, dan ekonomi wilayah. Urutan kegiatan pada analisis data dengan metode skalogram antara lain :

(4)

1. Melakukan pemilihan (filtering) terhadap data statistik kecamatan sehingga data sesuai kebutuhan.

2. Melakukan rasionalisasi data.

3. Berikutnya, melakukan standarisasi data.

4. Menentukan indeks perkembangan kecamatan (IPK) dan kelas hirarkinya. 5. Kemudian diplotkan pada peta dasar.

Pada penelitian ini, IPK dikelompokkan ke dalam tiga kelas hirarki, yaitu kelas hirarki I (tinggi), kelas hirarki II (sedang) dan kelas hirarki III (rendah). Penentuannya didasarkan atas nilai standar deviasi IPK (St dev), nilai rataan IPK, dan nilai rataan IPK dijumlah dengan dua kali nilai standar deviasinya.

3.3.2 Analisis Gerombol (Cluster Analysis)

Menurut Pribadi et al. (2011), analisis gerombol (cluster analysis) bertujuan untuk melakukan pengelompokan obyek sedemikian rupa sehingga obyek dalam satu kelompok memiliki karakteristik yang lebih mirip dibandingkan dengan obyek dalam kelompok lain. Tingkat kemiripan antar obyek dapat digambarkan melalui nilai keragaman dan jarak. Semakin kecil nilai keragaman antara obyek yang satu dengan obyek yang lain maka karakteristiknya akan semakin mirip. Semakin dekat jarak antara obyek yang satu dengan obyek yang lain maka karakteristiknya juga akan semakin mirip.

Analisis gerombol akan mengelompokkan individu-individu sampel ke dalam beberapa gerombol/kelas yang relatif homogen, sehingga segugus data yang multivariabel dapat digambarkan secara sederhana dengan ciri, sifat, dan karakteristik yang hampir sama atau relatif mirip. Analisis gerombol dapat dilakukan untuk tujuan : (1) menggali data atau eksplorasi data, (2) mereduksi data menjadi gerombol data baru dengan jumlah lebih kecil, (3) men-generalisasikan suatu populasi untuk memperoleh suatu hipotesis, dan (4) menduga karakteristik data-data.

Menurut Sharma (1996), terdapat dua teknik penggerombolan dalam analisis gerombol, yaitu metode berhirarki (hierarchical clustering method) dan metode tak berhirarki (non hierarchical clustering method). Teknik hirarki terdiri dari dua metode, yaitu metode pengelompokkan (agglomerative) dan metode pembagian (divisive). Metode berhirarki dilakukan jika jumlah gerombol yang ditentukan sudah diketahui. Unit-unit analisis yang dikelompokkan akan bergerombol sesuai dengan kedekatan/kemiripan karakteristiknya masing-masing. Pembentukan kelompok dengan metode agglomeratif ini dapat digambarkan dalam suatu diagram pohon (Tree Diagram) atau dendogram.

Beberapa metode yang populer digunakan pada hierarchical clustering method antara lain : centroid method, nearest-neighbour or single linkage method, farthest-neighbour or complete linkage method, average linkage method, dan ward’s method (Sharma, 1996). Pada penelitian ini digunakan Metode Ward’s, yang mana penggabungan antara dua gerombol data dilakukan dengan menghitung jumlah kuadrat jarak dari kedua gerombol hipotesis.

Teknik penggerombolan non hirarki dilakukan dengan metode K-meansclustering dan disajikan dalam bentuk Scatterplot (K-means method). Metode ini digunakan jika jumlah gerombol belum diketahui. Penggerombolan selanjutnya dilakukan terhadap seluruh unit berdasarkan seluruh karakteristik

(5)

yang diamati. Ukuran kehomogenitasan atau kemiripan individu-individu tersebut didasarkan pada jauh dekatnya jarak antar variabel. Semakin dekat jaraknya maka individu-individu yang berada di dalam satu gerombol tersebut akan semakin mirip. Ukuran kemiripannya dirumuskan dengan Squared Eucledian Distance (Dij). Semakin kecil nilai Dij maka akan semakin besar nilai kemiripan yang terjadi didalamnya, dan sebaliknya. Nilai eucledian distance dalam suatu individu umumnya diabaikan.

Dalam kaitannya dengan tipologi wilayah secara prinsip analisis cluster dilakukan melalui dua tahapan, yaitu :

a. Identifikasi tingkat kemiripan antar individu wilayah berdasarkan karakteristik atau kategori tertentu.

Tingkat kemiripan antar individu wilayah dapat diukur melalui pendekatan perhitungan jarak atau nilai keragaman. Pendekatan perhitungan jarak dilakukan melalui pemetaan posisi relatif suatu wilayah terhadap wilayah lainnya dalam suatu ruang yang dimensinya ditentukan oleh jumlah penciri utama. Pendekatan keragaman dilakukan melalui perhitungan nilai keragaman bersama antar obyek. Semakin rendah nilai keragaman maka akan semakin mirip sedangkan semakin tinggi nilai keragaman maka akan semakin tidak mirip.

b. Pembentukan kelompok wilayah berdasarkan aturan atau definisi pengelompokan tertentu yang digunakan.

Pengelompokan unit-unit wilayah pada dasarnya dilakukan berdasarkan pada aturan atau definisi tertentu yang dalam istilah teknis disebut sebagai linkages rules. Setiap aturan atau definisi akan menghasilkan pola pengelompokan yang berbeda karena itu pertimbangan dalam menentukan aturan atau definisi yang akan dipakai menjadi penting dan seharusnya juga disesuaikan dengan logika dan teori dari setiap bidang ilmu yang akan menggunakan analisis cluster.

Pada penelitian ini Cluster Analysis digunakan untuk mengelompokkan kecamatan-kecamatan berdasarkan kemiripan karakteristiknya. Penggerombolan dilakukan dengan teknik hirarki dan non hirarki. Teknik hirarki digunakan sebagai dasar pada penentuan jumlah gerombol (cluster) pada teknik non hirarki. Out put yang diharapkan pada analisis gerombol adalah kecamatan-kecamatan yang berada di dalam satu gerombol memiliki ukuran kehomogenitasan atau kemiripan yang relatif hampir sama. Variabel untuk analisis gerombol adalah : indeks perkembangan kecamatan, rasio luas lahan pekarangan, rasio luas lahan sawah, rasio luas lahan kering, rasio luas lahan perkebunan, dan tingkat kepadatan penduduk.

3.3.3 Analisis Location Quotient (LQ)

Berbagai pendekatan dan alat analisis telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi komoditas unggulan, yaitu menggunakan beberapa kriteria teknis dan non teknis dalam kerangka memenuhi aspek penawaran dan permintaan. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengetahui komoditas unggulan adalah metode Location Quotient (LQ).

Teknik LQ banyak digunakan untuk analisis kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian atau mengukur konsentrasi relatif kegiatan ekonomi untuk mendapatkan gambaran dalam

(6)

penetapan sektor unggulan sebagai leading sektor suatu kegiatan ekonomi. Pada prakteknya pendekatan LQ meluas untuk menentukan sebaran komoditas atau melakukan identifikasi wilayah berdasarkan potensinya (Hendayana, 2003).

Menurut Panuju dan Rustiadi (2011), analisis LQ merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktifitas tertentu dengan pangsa aktifitas tersebut dalam wilayah secara agregat. Secara lebih operasional, LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktifitas pada sub wilayah ke-i terhadap persentase aktifitas total wilayah.

Dalam penelitian ini, penerapan rumusan matematis analisis Location Quotient adalah sebagai berikut:

=

X /

X

..

..

/X

..

Keterangan:

LQIJ : nilai LQ untuk sektor ke-J di kecamatan ke-I di wilayah Kabupaten Blitar XIJ : komoditas ke-J di kecamatan ke-I di wilayah Kabupaten Blitar

XI.. : total komoditas di kecamatan ke-I di wilayah Kabupaten Blitar X..J : komoditas ke-J di Kabupaten Blitar

X.. : total komoditas di Kabupaten Blitar

Hasil analisis Location Quotient tersebut diinterpretasikan sebagai berikut: 1. Jika nilai LQ

ij > 1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu aktivitas di subwilayah ke-i secara relatif dibandingkan dengan total wilayah atau terjadi pemusatan aktivitas di subwilayah ke-i.

2. Jika nilai LQ

ij = 1, maka subwilayah ke-i tersebut mempunyai pangsa aktivitas setara dengan pangsa total atau konsentrasi aktivitas di wilayah ke-i sama dengan rata-rata total wilayah.

3. Jika nilai LQ

ij < 1, maka subwilayah ke-i tersebut mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas yang secara umum ditemukan di seluruh wilayah.

Dalam penelitian ini analisis LQ digunakan untuk menentukan komoditas pertanian yang merupakan komoditas basis pada tiap-tiap cluster kecamatan. Variabel yang akan digunakan adalah luas lahan yang digunakan untuk aktivitas pertanian lahan kering, aktivitas perkebunan, serta aktivitas pertanian lahan basah.

3.3.4 Shift Share Analysis

Menurut Panuju dan Rustiadi (2011), shift share analysis dilakukan untuk memahami pergeseran struktur aktivitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi (dengan cakupan wilayah lebih luas) dalam dua titik waktu. Pemahaman struktur aktivitas dari hasil analisis shift-share juga menjelaskan kemampuan berkompetisi (competitiveness) aktivitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau perubahan aktivitas dalam cakupan wilayah lebih luas.

(7)

Persamaan analisis shift-share ini adalah sebagai berikut :

SSA = (

..( ) ..( )

− 1) + (

( ) ( )

..( ) ..( )

) + (

( ) ( )

( ) ( )

)

Keterangan : a = komponen share

b = komponen proportional shift c = komponen differential shift, dan

X.. = Nilai total aktivitas dalam total wilayah

X.i = Nilai total aktivitas tertentu dalam total wilayah Xij = Nilai aktivitas tertentu dalam unit wilayah tertentu t1 = titik tahun akhir

t0 = itik tahun awal

Dalam penelitian ini Shift Share Analysis digunakan untuk mengetahui dekomposisi pertumbuhan pada masing-masing komoditas pertanian, yang meliputi : komoditas pertanian tanaman pangan dan hortikultura, komoditas perkebunan, dan komoditas peternakan. Unit data yang akan digunakan adalah luas lahan yang digunakan untuk aktivitas pertanian lahan kering, aktivitas perkebunan, serta aktivitas pertanian lahan basah.

Hasil Shift Share Analysis selanjutnya dimodifikasi dengan hasil analisis LQ untuk mendapatkan komoditas unggulan. Kriteria yang digunakan untuk mendapatkan komoditas unggulan adalah komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang dapat ditunjukkan melalui nilai LQ > 1 dan memiliki nilai Differential Shift > 0.

3.3.5 Spatial Interaction Analysis Location-allocation Model

Spatial interaction analysis dengan menggunakan metode location allocation models adalah merupakan bagian dari model-model optimasi dalam penentuan lokasi suatu aktifitas yang dapat meminimumkan biaya, jarak, waktu, dan faktor kendala lainnya. Salah satu analisis interaksi spasial melalui pendekatan dari location allocation model adalah penggunaan metode p-median problem. P-median problem adalah metode pemecahan masalah dalam penentuan lokasi optimal untuk penempatan ’P’ fasilitas di suatu wilayah dengan upaya meminimalkan kendala atau constraints. Model analisis ini sejak tahun 1998 mulai diperkenalkan sebagai salah satu mata ajaran pada mata kuliah Facilities Design and Logistics oleh Professor Phill Kaminsky dari University of Berkley.

Penyelesaian fungsi- fungsi dari p-median problem ini dilakukan dengan menggunakan program komputer/software Java Applets P-Median Solver. Software P-Median Solver ini disediakan secara gratis melalui situs internet http://www.hyuan.com/java/index.html, untuk mengolah datanya harus dalam keadaan on line/interaktif dengan situs tersebut. Program ini dapat digunakan untuk menganalisis suatu wilayah dengan jumlah simpul sampai dengan 99 simpul.

(8)

Masalah penentuan lokasi tidaklah sesederhana yang kita bayangkan. Banyaknya kemungkinan keputusan lokasi dapat dirumuskan sebagai berikut:

=

! ( − )!

!

Dimana : P = jumlah dari fasilitas yang akan di alokasikan di wilayah kecamatan j, (dalam penelitian ini P sama dengan 1 untuk masing-masing cluster).

N = banyaknya lokasi kedudukan pengguna fasilitas (dalam kasus ini N sama dengan jumlah kecamatan masing-masing cluster yang berpeluang untuk terpilih sebagai lokasi pusat pengembangan). Secara matematis, masalah p-median dapat dijelaskan seperti di bawah ini. Input : hi = bobot simpul kecamatan asal i.

Bobot simpul yang digunakan adalah jumlah penduduk dan luas area komoditas pertanian secara umum.

dij = jarak tempuh atau panjang jalan antara kecamatan asal i dengan kecamatan tujuan j.

Peubah jarak diasumsikan berbanding lurus dengan waktu, transportation cost, atau effort lainnya.

Variabel keputusan:

Variabel lokasi (Xj):

Xj = 1, jika kecamatan j dijadikan lokasi potensial yang akan dipilih; 0, jika tidak

Variabel alokasi (Yij):

Yij = 1, jika pelanggan di kecamatan i dilayani oleh kecamatan j; 0, jika tidak.

Persamaan umum dari pada fungsi tujuan Z untuk meminimalkan jarak, waktu tempuh, biaya, atau effort yang dibutuhkan pelanggan untuk menuju lokasi fasilitas pelayanan terdekat adalah sebagai berikut:

! = " " ℎ

$

% & ' &

$

Asumsi:

Yij = 1, bahwa setiap pelanggan di kecamatan i diarahkan ke kecamatan j.

Xj = P, bahwa semua P fasilitas ditempatkan di kecamatan j. Yij – Xj ≤ 0, hubungan variabel alokasi dengan variabel lokasi. Variabel lokasi X dan variabel alokasi Y adalah biner:

Yij = 0, 1 Xj = 0, 1

Karena X dan Y adalah biner, maka rumus di atas tidak dapat diselesaikan dengan standard linier programming techniques, tetapi dengan fungsi lagrangian relaxation. Sebagai fungsi algoritma, lagrangian relaxation secara sistematis akan

(9)

menentukan the lowest upper-bound sebagai perkiraan pilihan terburuk dan the highest lower-bound sebagai perkiraan pilihan terbaik.

3.3.6 Analisis A’WOT

Analisis A’WOT merupakan penggabungan antara metode AHP dan SWOT, yang lazim digunakan dalam menyusun strategi kebijakan. AHP berfungsi untuk memberikan bobot atau skor terhadap komponen-komponen SWOT. Osuna dan Aranda (2007) menggunakan kombinasi antara SWOT dan AHP untuk perencanaan strategis dalam pengembangan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan. Metode A’WOT yang diterapkan dalam penelitian tersebut untuk menentukan pembobotan dalam analisis SWOT. Tujuannya adalah untuk mengurangi subyektifitas penilaian terhadap faktor-faktor internal dan eksternal, baik menyangkut kekuatan, kelemahan, peluang maupun ancaman.

Pelaksanaan analisis A’WOT diawali dengan pengumpulan data kuesioner melalui survei atau wawancara (kuesioner pendahuluan). Kemudian data yang diperoleh terkait kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dikerucutkan dan dijadikan bahan untuk mendapatkan bobot dan rating masing-masing faktor SWOT, dimana bobot didapat dari AHP. Selanjutnya dilakukan analisis faktor strategi internal (IFAS) dan faktor strategi eksternal (EFAS), analisis matriks space dan tahap pengambilan keputusan dengan SWOT.

Analytical Hierarchy Process Analytical Hierarchy Process Analytical Hierarchy Process

Analytical Hierarchy Process (AHP)

Menurut Marimin (2008), prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberikan nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tertinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam AHP adalah sebagai berikut: pertama terdapat jumlah sedikit (terbatas) kemungkinan tindakan, yakni 1,2,….n, dimana n adalah bilangan yang terbatas. Responden diharapkan akan memberikan nilai dalam angka yang terbatas untuk memberi tingkat urutan (skala) prioritas. Skala yang digunakan tergantung dari pandangan responden. Dalam menentukan skala (tingkat urutan) atas persepsi digunakan metode skala Saaty seperti pada Tabel 2.

Analisis Faktor Strategi Internal

Analisis faktor strategi internal dilakukan untuk mengetahui faktor kekuatan dan kelemahan dalam menentukan strategi pengembangan masing-masing cluster agropolitan. Proses dalam analisis ini dilakukan dengan membuat matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS) seperti pada Tabel 3.

(10)

Tabel 2. Skala dasar rankingAnalytical Hierarchy Process (AHP)

Tingkat

Kepentingan Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama

pentingnya

Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuannya

3 Elemen yang satu sedikit lebih

penting dari elemen yang lain

Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibanding elemen yang lain

5 Elemen yang satu lebih

penting dari elemen yang lain

Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding yang lain

7 Elemen yang satu jelas lebih penting dari elemen yang lain

Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek

9 Elemen yang satu mutlak lebih

penting dari elemen yang lain

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada kompromi diantara dua pilihan

Kebalikan Reciprocals Jika untuk aktivitas i mendapat satu

angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, mempunyai nilai kebalikan bila dibandingkan dengan i

Sumber : Saaty (2008)

Tabel 3. Matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS)

Faktor-Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor KEKUATAN (Strength) S1 S2 Sn KELEMAHAN (Weaknesses) W1 W2 Wn

Langkah-langkah penyusunan matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS) sebagai berikut :

a. Menyusun faktor-faktor kekuatan dan kelemahan sebanyak 5 sampai 10 faktor yang menentukan strategi pengembangan masing-masing clusteragropolitan. b. Memasukkan bobot masing-masing faktor kekuatan dan kelemahan dari

analisis AHP yang merupakan gabungan persepsi semua responden setelah dikalikan setengah, sehingga jumlah bobot sama dengan satu.

c. Memasukkan nilai rating (pengaruh) dari masing-masing faktor kekuatan dan kelemahan dengan memberi skala 4 (sangat kuat) sampai dengan 1 (sangat

(11)

lemah). Nilai rating disini merupakan hasil pembulatan dari nilai rata-rata semua responden.

d. Langkah selanjutnya adalah menjumlahkan total skor untuk memperoleh nilai jumlah skor dari faktor internal. Nilai jumlah skor ini akan digunakan dalam analisis matriks internal eksternal.

Analisis Faktor Strategi Eksternal

Analisis faktor strategi eksternal dilakukan untuk mengetahui factor peluang dan ancaman dalam menentukan strategi pengembangan masing-masing cluster agropolitan. Proses dalam analisis ini dilakukan dengan membuat matriks Eksternal Strategic Factor Analysis Summary (EFAS).

Tabel 4. Matriks Eksternal Strategic Factor Analysis Summary (EFAS)

Faktor-Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor

PELUANG (Opportunities) O1 O2 … On ANCAMAN (Threats) T1 T2 … Tn

Langkah-langkah penyusunan matriks Eksternal Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) sebagai berikut :

a. Menyusun faktor-faktor peluang dan ancaman sebanyak 5 sampai 10 faktor yang menentukan strategi pengembangan masing-masing cluster agropolitan. b. Memasukkan bobot masing-masing faktor kekuatan dan kelemahan dari analisis AHP yang merupakan gabungan persepsi semua responden setelah dikalikan setengah, sehingga jumlah bobot sama dengan satu.

c. Memasukkan nilai rating (pengaruh) dari masing-masing faktor kekuatan dan kelemahan dengan memberi skala 4 (sangat kuat) sampai dengan 1 (sangat lemah). Nilai rating disini merupakan hasil pembulatan dari nilai rata-rata semua responden.

d. Langkah selanjutnya adalah menjumlahkan total skor untuk memperoleh nilai jumlah skor dari faktor internal. Nilai jumlah skor ini akan digunakan dalam analisis matriks internal eksternal.

Analisis Matriks Space

Analisis matriks space digunakan dalam penelitian ini sebagai upaya untuk mempertajam strategi pengembangan cluster agropolitan di Kabupaten Blitar. Dengan menganalisis matriks space, maka dapat diketahui perpaduan faktor internal dan eksternal yang berada pada kuadran dari matriks space yang dibuat. Menurut Marimin (2008), dalam membuat suatu keputusan untuk memilih

(12)

alternatif strategi sebaiknya dilakukan setelah suatu wilayah pengembangan mengetahui terlebih dahulu posisi kuadran yang mana dari matriks space. Dengan mengetahui posisi kuadran suatu wilayah pengembangan, maka strategi yang akan diambil akan lebih tepat dan sesuai dengan kondisi internal dan eksternal perusahaan saat ini. Posisi kuadran suatu wilayah pengembangan dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kuadran yaitu Kuadran I, II, III, dan IV. Pada kuadran I, strategi yang tepat adalah strategi agresif, kuadran II strategi diversifikasi, kuadran III strategi turn around dan kuadran IV menggunakan strategi defensif (Marimin, 2008). Posisi suatu wilayah pengembangan dapat ditunjukkan dalam empat kuadran dengan penjelasan masing-masing kuadran seperti disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Model Matriks Space

Kuadran I, menandakan posisi sangat menguntungkan, dimana suatu wilayah pengembangan memiliki kekuatan dan peluang sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada dengan menerapkan strategi pertumbuhan yang agresif.

Kuadran II, menunjukkan suatu wilayah pengembangan menghadapi berbagai ancaman, namun masih mempunyai kekuatan sehingga strategi yang diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan menerapkan strategi diversifikasi.

Kuadran III, pada kuadran ini perusahaan mempunyai peluang yang sangat besar namun disisi lain memiliki kelemahan internal. Menghadapi situasi ini suatu wilayah pengembangan harus berusaha meminimalkan masalah-masalah internal untuk merebut peluang pasar.

Kuadran IV, menunjukkan suatu wilayah pengembangan berada pada posisi yang tidak menguntungkan karena disamping menghadapi ancaman juga menghadapi kelemahan internal.

Berbagai Peluang Berbagai Ancaman Kekuatan Internal Kelemahan Internal Kuadran I Kuadran II Kuadran III Kuadran IV

(13)

Analisis SWOT

Menurut Marimin (2008), proses yang dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT agar menghasilkan keputusan yang lebih tepat perlu memperhatikan berbagai tahapan sebagai berikut :

a. Tahap pengambilan data yaitu evaluasi faktor eksternal dan internal.

b. Tahap analisis yaitu pembuatan matriks internal eksternal dan matriks space. c. Tahap pengambilan keputusan.

Matriks SWOT seperti pada Gambar 4 menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki (Marimin, 2008). Dari matriks ini akan terbentuk empat kemungkinan alternatif strategi.

Faktor Internal

Faktor Eksternal

STRENGHT (S) WEAKNESSES (W)

OPPORTUNITIES (O) Strategi SO Strategi WO

THREATHS (T) Strategi ST Strategi WT

Gambar 4. Matriks SWOT

Analisis matriks SWOT menghasilkan 4 (empat) set kemungkinan alternatif suatu strategi yaitu :

a. Strategi SO yaitu strategi yang dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

b. Strategi ST yaitu strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi segala ancaman yang mungkin timbul.

c. Strategi WO yaitu strategi yang diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

d. Strategi WT yaitu strategi yang didasari pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

Gambar

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian.
Tabel 1. Tujuan, jenis, sumber data dan cara pengumpulan data serta analisis data
Tabel 2. Skala dasar ranking Analytical Hierarchy Process (AHP)

Referensi

Dokumen terkait

RADIO VISI INTI SWARA FM/H... JEMBER

Dari pengamatan tersebut terlihat adanya porositas pada spesimen, salah satu kelemashan metalurgi serbuk adalah adanya porositas pada produknya yang tidak dapat dihilangkan sama

Dari kenyataan diatas penulis memandang penelitian ini sangat perlu dilakukan dengan beberapa pertimbangan: Pertama, pendidikan karakter di sekolah atau madrasah

- PALING SEDIKIT 40% DARI JUMLAH KESELURUHAN SAHAM YANG DISETOR DICATATKAN DI BURSA EFEK DI INDONESIA, TIDAK TERMASUK SAHAM YANG DIBELI KEMBALI ATAU TREASURY STOCK DENGAN

Prototipe alat pengaduk dodol menghasilkan mutu dodol yang baik, dengan nilai 12.26 dari hasil uji organoleptik, pada putaran pengadukan 20 rpm dan kapasitas 4 kg, serta

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode latihan berstruktur yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa mengikuti langkah-langkah sebagai berikut (1) guru

Penerapan metode penemuan terbimbing yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa tentang materi keliling dan luas daerah layang-layang di kelas VII A SMP Negeri 1 Toribulu

Dengan dikembangkannya aplikasi Alat Musik Tradisional Jawa Tengah dengan metode single marker dan markerless 3D objek tracking, serta dilakukan pengujian aplikasi