• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROG"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

i PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

JUDUL PROGRAM

Konsep COH (Collaborative and Holistic Approach) sebagai Solusi

Permasalahan Penataan Lingkungan Perkotaaan Menuju Liveable City

BIDANG KEGIATAN : PKM-GAGASAN TERTULIS

Diusulkan Oleh :

Muhammad Khoirur Rijal 21020112120019 2012

Wahyu Indah Safitri 22020112130071 2012

Gilang Mustika Aji 13040112140218 2012

Rosta Rosalina 15010114140188 2014

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

(2)
(3)

iii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

RINGKASAN ... 1

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 2

Tujuan Penulisan ... 3

Manfaat Penulisan ... 3

GAGASAN Kondisi Kekinian Pencetus Gagasan ... 3

Solusi yang Pernah Ditawarkan ... 5

Kebermanfaatan Gagasan . ... 6

Pihak-pihak yang terlibat . ... 7

Langkah-langkah Strategis Implementasi ... 8

KESIMPULAN ... 9

DAFTAR PUSTAKA ... 10

(4)

iv DAFTAR GAMBAR

(5)

RINGKASAN

Urbanisasi yang tinggi ke kota-kota besar di Indonesia memberikan dampak pada munculnya berbagai permasalahan perkotaan. Permasalahan perkotaan di Indonesia tidak hanya tentang padatnya sebuah kota namun juga berdampak pada berbagai bidang kehidupan manusia seperti kehidupan sosial, spirual, sampai berdampak pada psikologi seseorang. Hal itu menyebabkan menurunnya kualitas kesehatan masyarakat perkotaan. Kualitas kesehatan di sini tidak hanya kesehatan fisik namun juga kesehatan non fisik. Permasalahan yang timbul diperparah dengan konflik-konflik yang timbul antara masyarakat sekitar dengan pihak-pihak yang melakukan pembangunan di wilayahnya seperi kasus Reklamasi Teluk Jakarta, pembangunan Apartemen dan Mall di Yogyakarta.

Permasalahan kota yang ada saat ini dapat diminimalisir jika paradigma perencanaan dan pembangunan lingkungan perkotaan tidak secara Up to Down, dan lebih memperhatikan aspek-aspek lain yang dibutuhkan masyarakat perkotaan selain aspek fisik. Paradigma perencanaan yang hanya menurut satu sisi dalam hal ini pemerintah dengan tim perencanaannya yang memaksakan idenya yang dianggap baik namun jauh dari kebutuhan masyarakat dan cenderung merubah budaya masyarakat yang ada. Terlebih perencanaan yang dilakukan pemerintah terlalu mengikuti keinganan pengusaha dan terdapat praktik-praktik korupsi di dalamnya. Aspek ekonomi lebih diutamakan dalam perencanaan pembangunan kota saat ini menyebabkan menurunnya kualitas kesehatan masyarakat perkotaan. Masyarakat yang sehat dipengaruhi oleh beberapa aspek yaitu fisik, sosial, spirual, psikologi, dan culture. Pembangunan dengan aspek ekonomi yang lebih ditekankan melupakan kelestarian lingkungan fisik yang ada, merusak sendi-sendi sosial, budaya, spiritual yang ada dan akhirnya kesehatan psikologi, kebahagiaan masyarakat menurun.

Melalui konsep COH (Collaborative and Holistic Approach) permasalahan penataan lingkungan perkotaaan dapat terjawab. Konsep COH (Collaborative and Holistic Approach) merupakatan sebuah gagasan dalam pengambilan kebijakan penataan suatu kota perlu dilakukan pendekatan kolaboratif dan holistik. Pendekatan kolaboratif mengganti sistem perencanaan yang Up to Down, namun perencanaan yang ada dilakukan secara bersama-sama dengan seluruh pihak-pihak terkait. Pihak-pihak terkait ini tidak hanya ahli-ahli perencanaan namun juga masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, komnitas dan LSM. Pendekatan kolaboratif ini memungkinkan ide perencanaan yang muncul tidak hanya dari pemerintah, bisa dari masyarakat, dari komunitas sehingga ide yang ada dimusyawarahkan bersama dan dicari kesepakatan di antara semuanya. Musyawarah yang ada akan memupuk budaya asli masyarakat indonesia dan menghilangkan ego kepentingan masing-masing pihak. Pendekatan Holistik merupakatan dalam perencanaan lingkungan perkotaan tidak hanya mementingkan aspek fisik atau ekonomi, namun juga aspek-aspek yang lain. Holistik di sini berawal dari konsep keperawatan dalam menunjang kesehatan masyarakat yang meliputi fisik/lingkungan, sosial, spritual, psikologi, dan budaya. Dengan pendekatan holistik tiap rencana pembangunan maka akan mempertimbangkan bagaimana dampak tergadap sosial masyarakatnya, dampat terdapat spiritual masyarakatnya dsb. Sehingga akan tercipta kota yang nyaman yang menunjang kesehatan masyarakatnya untuk menuju kota layak huni dalam (Liveable City)

(6)

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Populasi di wilayah perkotaan Asia Timur tumbuh lebih cepat, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 3 persen per tahun, meningkat menjadi 778 juta jiwa pada tahun 2010 – jumlah terbesar dibandingkan wilayah manapun di dunia. Berbagai data menunjukkan bahwa Eropa membutuhkan lebih dari 50 tahun untuk mencapai angka pertumbuhan yang sama. Dari laporan ini diketahui, Asia Timur memiliki 869 wilayah perkotaan dimana lebih dari 100.000 penduduk menetap. Ada delapan kota megapolitan dengan jumlah penduduk lebih dari 10 juta orang, yaitu Wilayah Pearl River Delta, Shanghai dan Beijing di Tiongkok, Tokyo dan Osaka di Jepang, dan Jakarta, Seoul serta Manila. Wilayah Pearl River Delta telah menggantikan Tokyo sebagai wilayah perkotaan terbesar di dunia dalam hal luas dan jumlah penduduk. (Worlbank, 2015)

Di Indonesia, Penduduk desa masih berkisar di angka 120 juta jiwa, sementara penduduk yang tinggal di perkotaan justru mengalami kenaikan hingga empat kali lipat, dari 32,76 juta jiwa menjadi sekitar 123,12 juta jiwa. Jika tren urbanisasi tetap seperti saat ini, maka di tahun 2025 nanti sekitar 65% penduduk akan berada di kota, sementara sisanya akan berdiam di pedesaan dengan mayoritas usia nonproduktif dan senja (www.kemenkeu.go.id). Akibat urbanisasi ini dapat dipahami beberapa karakteristik yang muncul tentang penduduk perkotaan. Mereka yang berurbanisasi masih menganut pengaruh tradisional lingkungan lama mereka. Perbauran antara karakter tradisional dan modern inilah yang umumnya terjadi di perkotaan, dan secara tidak langsung memberikan efek negatif dengan munculnya masalah-masalah perkotaan yang kompleks.

Dalam perencanaan kota, jika terjadi permasalahan perkotaan seperti penurunan kualitas fisik suatu atau bagian kota akibat berbagai perubahan sosial ekonomi, maka perlu mendapatkan perbaikan sisik dan fungsi kota (rehabilitasi). Perbaikan juga dapat meliputi pembaharuan bagian wilayah kota (urban renewal) bagi bagian kota yang tidak berkembang lagi (Jayadinata, 1999; 194). Secara historis perencanaan kota itu berkembang agar dapat meningkatkan kualitas fungsi dari perkotaannya baik fisik, sosial, maupun ekonominya. Sehingga segala permasalahanpermasalahan yang muncul akibat perkembangan kota tersebut dapat di reduksi.Salah satu strategi pembangunan perumahan dan permukiman untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat perkotaan adalah dengan mendayagunakan fungsi kelembagaan yang terkait dengan pembangunan perumahan dan permukiman (Mustopadidjaja, 1999; 22)

(7)

yang ada banyak tidak sesuai dengan budaya yang ada, merusak lingkungan sehingga agar tercapai suatu kota yang nyaman sulit tercapai.

Konsep pendekatan holistic sebagai solusi dari permasalahan penataan lingkungan kota yang semrawut. Pendekatan ini dalam perencaan sebuah kebijakan penataan lingkungan kota tidak up to down, namun disusun bersma-bersama semua pihak yang terlibat. Mulai dari masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, ahli budaya, ahli lingkungan, arsitek, psikolog, ahli kesehatan maupun stakeholder yang lain sehingga dalam menciptakan kebijakan mengakomodasi semua hal sehingga tercipta Liveable City.

Tujuan Penulisan

1. Membantu pemerintah dalam menyediakan sistem pengambilan kebijakan penataan suatu lingkungan perkotaan yang melibatkan berbagai pihak.

2. Meningkatkan kualitas lingkungan dan kelestarian alam . 3. Mengurangi konflik sosial karena masalah pembangunan kota. 4. Menciptakan suatu kota yang layak huni (liveable city).

5. Meningkatkan kualitas hidup dan indeks kebahagiaan masyarakat urban di Indonesia.

Manfaat Penulisan

Bagi masyarakat gagasan ini berdampak pada peningkatan kualitas hidup masyarakat dan indeks kebahagaiaan warga karena pendekatan holistic yang memperhatikan aspek sosial, psikologi, culture, fisik, spiritual.

Bagi pemerintah gagasan ini merupakan suatu Grand Design dalam pengambilan kebijakan publik tentang penataan lingkungan perkotaan yang adil, dan sesuai kebutuhan masyarakat karena tingginya partisipasi masyarakat serta dalam menuju kota yang layak huni sesuai dengan pendekatan holistik yang mencakup 5 aspek.

Bagi lingkungan gagasan ini turut bereran dalam peningkatan kualitas lingkungan dan kelestarian alam. Karena pendektan dalam perencanaan sebuah kota yang layak huni tentu membutuhkan kualitas lingkungan yang baik pula.

II. GAGASAN

Kondisi Kekinian Pencetus Gagasan

Saat ini sekitar 54% dari total jumlah penduduk bumi bertempat tinggal di

perkotaan. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai sekitar

66% pada tahun 2050 (United Nations, 2014). Meningkatnya jumlah penduduk kota

dunia juga terjadi di Indonesia yang disebabkan oleh tingginya urbanisasi. Akibat

urbanisasi dan kepadatan penduduk di kota timbul permasalahan perkotaan seperti

penurunan kualitas fisik perkotaan yaitu terjadinya daerah-daerah kumuh (slum area)

atau munculnya berbagai perubahan sosial budaya masyarakat.

Secara historis perencanaan kota itu berkembang agar dapat meningkatkan

(8)

segala permasalahan-permasalahan yang muncul akibat perkembangan kota tersebut

dapat di reduksi. Namun dalam implementasinya, perencanaan kota yang dilakukan

justru menambah permasalahan yang ada. Sebagai contoh penelitian oleh (Aminah,

2015) tentang “Konflik dan Kontestasi Penataan Ruang Kota Surabaya”

menyebutkan 2 permasalahan penataan ruang perkotaan di Surabaya. Pertama

penataan perkotaan yang ada telah menimbulkan kontestasi dan konflik dengan

melibatkan aktor pemerintah, masyarakat, dan kekuatan kapitalis/investor. Kedua,

kerangka penataan ruang yang menggunakan Perda RTRW No. 3 Tahun 2007 telah

menimbulkan dampak yang berujung pada penguatan dan keberpihakan pemerintah

kota kepada pihak kapitalis/investor. Keberpihakan kepada pihak kapitalis ini

menyebabkan penataan yang dihasilkan hanya mengakomodasi kepentingan ekonomi

investor namun tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan berujung pada

munculnya problematika perkotaan yang lebih kompleks seperti berubahnya budaya

masyarakat yang mengarah pada individualisme, menurunnya kualitas hidup warga

kota karena tingginya tingkat stress.

Permasalahan penataan lingkungan perkotaan yang memihak pihak kapitalis juga muncul di kota-kota lain. Muncul penolakan-penolakan masyarakat terhadap beberapa proyek pembangunan di lingkungannya karena pemerintah lebih memihak investor dari pada masyarakatnya, seperti pembangunan apartement di Yogyakarta. Menurut Anang (40), Ketua RT 02 Dusun Gadingan warga sudah menyampaikan sikap penolakan sejak awal, tapi tidak digubris oleh pengembang. Salah satu alasan

mereka tidak setuju karena khawatir dengan masalah air. “Keberadaan hotel dan

semacamnya akan menyedot banyak air. Kami tidak mau nanti terkena imbas kekeringan, atau timbul limbah cair yang mengganggu,” ujarnya (Suara Merdeka, 2015).

Selain kurangnya keberpihakan kepada masyarakat, perencanaan penataan lingkungan perkotaan juga kurang akan partisipasi masyarakat. Beberapa kasus pemerintah berniat baik membuatkan fasilitas untuk masyarakat seperti wc umum, namun tidak terpakai karena terlalu menyeregamkan dan memaksakan padahal berbentur dengan budaya masyarakat. Ada statement dari seorang arsitek dari

Bandung yaitu Yu Sing mengatakan “Bayangkanlah rumah susun. Warga kampung

kota dengan ikatan sosial ekonomi budaya yang begitu kuat pada struktur kampungnya. Tiba-tiba dipindah gusur masuk unit rusun yang begitu saja. Rusun standar. Keterpaksaan tentu bisa membuat mereka bertahan. Tapi bila diajak diskusi, didengarkan, diajak mencari alternatif lain, tentu sangat berbeda”(Yu Sing, 2015). Keterpaksaan tersebut yang selama ini dialami masyarakat. Kondisi hidup dengan keterpaksaan tentu akan meningkatkan stress dan berdampak pada tingkat kesehatan dan kebahagian masyarakat yang semakin menurun.

(9)

masyarakat karena kondisi lingkungan yang ada berdampak pada tingkat stress yang tinggi, permasalahan tersebut berawal dari proses pembuatan kebijakan penataan lingkungan perkotaan yang sudah bermasalah. Masalah yang ada pada proses pembuatan kebijakan penataan lingkungan perkotaan yaitu kurangnya partisipasi masyarakat dan kurangnya keberpihakan kepada masyarakat. Selain itu orientasi pembangunan yang dikejar terlalu fokus pada ekonomi dengan melakukan pembangunan fisik sebesar-besarnya untuk menunjang perekonomian, padahal aspek yang menunjang kualitas hidup masyarakat ada 5 yaitu, fisik, sosial, spiritual, psikologi, dan budaya. Aspek-aspek tersebut terlupakan dalam paradigma penentuan kebijakan perencanaan penataan lingkungan perkotaan.

Solusi yang Pernah Ada

Dalam melakukan sebuah pembangunan di lingkungan perkotaan dibutuhkan izin pembangunan yang biasa disebut IMB (Izin Mendirikan Bangunan). Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 24/Prt/M/2007 Tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung, IMB diberikan oleh pemerintah daerah kecuali untuk bangunan berfungsi khusus. Dalam peraturan tersebut juga diatur tata cara penerbitan IMB oleh Pemda yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Bagan Tata Cara Penerbitan IMB Sumber: Permen PU Nomor: 24/Prt/M/2007

(10)

Terdapat solusi atas permasalahan perencanan lingkungan perkotaan yang cukup baik diusulkan oleh Wali Kota Bandung Bapak Ridwan Kamil yang juga seorang arsitek. Dikutip dari laman website Kementerian PPN atau BAPPENAS, Ridwan Kamil memaparkan terobosan dalam membangun kota yaitu dengan 3 aspek. Pertama, desentralisasi, maksudnya adanya distribusi kewenangan dari level pusat ke level terkecil di masyarakat. Kedua, inovasi sosial yaitu upaya untuk mengubah perilaku masyarakat agar menjadi lebih santun, tertib, dan bahagia, yang didorong oleh leadership dan tata kelola kota yang baik. Ketiga, kolaborasi, maksudnya adanya kerja sama dengan berbagai pihak, antara lain akademia, bisnis, komunitas, dan institusi. Solusi yang ditawarkan Bapak Ridwan Kamil cukup baik, dengan aspek kolaboratif yang menjadi salah satu pendekatan dalam konsep COH ini. Namun kolaborasi yang diusung Bapak Ridwan Kamil tersebut belum menyeluruh menyentuh 5 aspek yang menunjang kesehatan dan kualitas hidup masyarakat. Dalam penyusunan kebijakan penataan perkotaan mulai penyusunan RTRW sampai isi program di dalamnya sering tidak melibatkan tokoh agama, psikolog, ahli sosial & budaya, padahal tokoh dan ahli-ahli tersebut yang memahami aspek-aspek dalam pendekatan holistik meliputi aspek fisik, sosial, psikologi, spiritual, dan budaya.

Kebermanfaatan Gagasan

(11)

kerusakan moral masyarakat seperti tempat hiburan malam. Pendekatan pembangunan dengan aspek spiritual, tentu produk pembangunan yang dihasilkan baik fisik maupun program akan menjadikan pribadi masyarakat yang religius. Pembangunan dengan pendekatan secara menyeluruh (Holistic Approach), menjadikan aspek sosial dan budaya salah satu perhatian utama dimana akan meminimalisir sikap individualistik antar pribadi masyarakat. Rasa sosial yang tinggi ini pada akhirnya menciptakan sebuah budaya tenggang rasa, gotong-royong dan empati didalam setiap pribadi masyarakat, Nilai tambah yang didapatkan adalah terciptanya sebuah keserasian penataan lingkungan perkotaan yang secara otomatis akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Keharmonisan antara masyarakat dan pemerintah inilah yang dapat menciptakan sebuah Liveable City yang menunjang baiknya kualitas hidup dan tingkat kebahagian masyarakat perkotaan.

Pihak-pihak yang terlibat

Upaya implementasi gagasan ini menjadi suatu proyek yang realistis diperlukan dukungan serta kolaborasi seluruh pihak, meliputi :

a. Masyarakat

Masyarakat merupakan salah satu komponen penting dalam mendukung terciptanya Liveable City. Masyarakat menjadi roda penggerak setiap kebijakan yang telah diciptakan, Partisipasi masyarakat dalam hal ini menjadi sangat penting dalam merumuskan setiap kebijakan yang ada . Partisipasi inilah yang akan menjadikan sinergitas dari sebuah tujuan Liveable City.

b. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah

Pembuat kebijakan penataan lingkungan perkotaan yaitu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang diwakili Walikota dan DPRD. Sebagai regulator diharapkan regulasi yang tercipta memihak kepada masyarakat dan melibatkan partisipasi masyarakat. Pemerintah juga wajib memerhatikan aspek kelestarian lingkungan fisik, aspek sosial, spiritual, psikologi, maupun budaya masyarakat tidak hanya tentang ekonomi sehingga produk yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pemerintah yang bersih dari korupsi serta jujur dan adil juga sangat dibutuhkan.

c. Investor

Saat ini pembangunan tanpa melibatkan investor pasti akan sangat terbatas, mengingat dana yang dimiliki pemerintah terbatas. Investor memiliki peran besar dalam pembangunan perlu memiliki kesadaran bahwa pembangunan yang dibuat tidak hanya mengejar profit namun juga memberdayakan masyarakat sekitar, karena turut melibatkan masyarakat dan menyesuaikan dengan kondisi lingkungan, psikologi, spiritual, sosial dan budaya masyarakat.

(12)

memerlukan kolaborasi peran dari ahli sosial budaya, tokoh agama, tokoh masyarakat, arsitek, psikolog dsb. Berbekal pengalaman, keahlian dan keilmuan mereka saling melengkapi berkolaborasi melalui pendekatan secara menyeluruh (Holistic Approach) dalam setiap fase yang dilalui untuk mencapai Liveable City yang diharapkan.

e. Multi-stakeholder

Dalam mencapai Liveable City ini memerlukan kolaborasi peran pemerintah daerah, dinas terkait, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun komunitas penggiat. Disbudpar, Depag, Dinsos, Disperindag, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang dan semua dinas pemerintahan yang terlibat , Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan komunitas lingkungan terkait dalam hal ini berperan dalam memberdayakan masyarakat.

Langkah-langkah Strategis Implementasi

Liveable City merupakan indikator ideal bagi sebuah kota dalam hal tingkat kualitas hidup yang didasarkan pada pengalaman penghuninya. Kolaborasi seluruh pihak akan menunjang pencapaian indikator ini secara optimal. Semua pihak yang terllibat harus memiliki kesadaran yang sama untuk lebih mementingkan keperntingan yang lebih luas bukan kepentingan sendiri. Kesadaran tersebut penting dalam melakukan tahapan penyusunan regulasi sesuai konsep COH sebagai berikut:

a. Analisis masalah dan potensi solusi yang dapat digali disetiap daerah:

Tahap mendasar yang penting dilakukan sebelum proyek dilaksanakan. Tentunya dalam setiap daerah memiliki karakterisitik masalah yang berbeda berkaitan dengan budaya dan kontur geografis, Metode analisis yang digunakan harus berbeda pula.Masyarakat ikut andil dalam menjadi sumber informasi atas permasalahan yang terjadi.Tahap ini membantu perencanaan solusi dan strategi atas masalah yang ditemukan dilapangan, solusi dan strategi dapat dirumuskan menjadi lebih tepat guna. Potensi solusi yang belum tereksplorasi dengan maksimal dapat ditemukan melalui tahapan ini. b. Penyusunan konsep kajian serta ide penyelesaian masalah

Penyusunan konsep kajian yang hendak dilakukan guna mendapatkan ide penyelesaian yang tepat guna, efektif. Konsep kajian yang dihasilkan harus melalui beberapa tahap verifikasi guna mendapatkan hasil yang benar benar teruji keefektifitasannya. Berbagai elemen masyarakat, pihak-pihak terkait ikut terlibat aktif berpatisispasi menyusun konsep kajian sesuai latar belakang kemampuan dan keahlian masing- masing.

c. Persetujuan hasil perencanaan dan perancangan serta program program pemberdayaan

(13)

sebuah forum bersama untuk membahas persetujuan program- program yang kelak akan diwujudkan untuk mencapai lingkungan perkotaan yang liveable..

d. Evaluasi Program

Setelah melaksanakan program yang disetujui sebelumnya dengan jangka waktu yang ditentukan. Program yang terlaksana hendaknya dievaluasi secara berkala guna mendapatkan indikator keberhasilan sesuai atau mengacu indicator Liveable City

e. Pengawasan dan Diskusi secara Berkala.

Guna mendapatkan program yang berefek jangka panjang harus selalu dilaksanakannya sebuah Monitoring atau pengawasan terhadap program yang terus berjalan, Pengawasan itu berupa sebuah diskusi bersama untuk mendapatkan hasil perkembangan dari sebuah program yang telah dilaksanakan sebelumnya. Diskusi dan musyawarah selalu dikedepankan melalui konsep COH ini dan melibatkan berbagai pihak dapat mendukung perencanaan kota secara holistik sehingga dapat terwujud Liveable City.

III. KESIMPULAN

Konsep COH (Collaborative and Holistic Approach) merupakan sebuah konsep gagasan sebagai solusi nyata yang dapat diaplikasikan dalam permasalahan penataan lingkungan perkotaaan. Tidak menawarkan dalam bentuk yang berkembang, melainkan menjadi patokan (pengambilan keputusan terbesar di birokrasi yaitu pemerintah. Selama ini pemerintah hanya digadang-gadang pembangunan maupun revitalisasi lingkungan perkotaan yang baik, tetapi pemerintah tidak memiliki patokan yang mantap bersinergis membantu menciptakan tata kelola yang baik pula. Untuk itu konsep COH (Collaborative and Holistic Approach) hadir untuk memberikan solusi yang bersifat integratif dan nyata untuk mendukung kota yang nyaman atau yang dikenal dengan liveable city. Gagasan ini mengangkat lima aspek fundamental yang dapat menentukan kelangsungan suatu tata kota, yaitu aspek sosial, psikologis, fisik, spiritual dan budaya. Target dari konsep COH ini adalah terbentunya sistem pengelolaan kota yang melibatkan partisipasi secara langsung dari masyarakat untuk bersama-sama meningkatkan taraf hidup sehingga berdampak pada peningkatan perekonomian daerah. Konsep COH juga akan tetap menjaga nilai-nilai yang ada di masyarakat (living culture) tetap lestari. Terjaganya (living culture) tersebut sangat penting karena merupakan salah satu aspek kesehatan secara holistik selain terciptanya kelestarian lingkungan.

(14)

meningkatnya kulaitas kesehatan dan kualitas hidup serta kebahagiaan masyarakat perkotaan.

DAFTAR PUSTAKA

Aminah, Siti. 2015. “Konflik dan Kontestasi Penataan Ruang Kota Surabaya.”

MASYARAKAT: Jurnal Sosiologi, 20(1):59-79.

Djunaedi, A. 2001. “Alternatif Model Penerapan Perencanaan Strategis dalam penataan ruang kota di Indonesia “Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota (P WK) ITB 12(1):16-28

Evans, Peter. 2002. LivableCities? The Politics of Urban Livelihood and Sustainability. University of California Press, Berkeley.

Haryanto, JokoTri . 2016. Urbanisasi Paska Lebaran dan APBN 2016. Diakses http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Urbanisasi%20Paska%20Lebaran %202015.pdf pada 15 April 2016

Hapsari, Amelia. 2015. Warga Tolak Pembangunan Apartemen M-Icon diakses http://berita.suaramerdeka.com/warga-tolak-pembangunan-apartemen-m-icon/ pada 20 April 2016

McCarthy, Mark. 2002. Urban Development And Health Inequalities. Scand J Public Health 2002 30: 59. Livable Conferences. Gondolier Press: California, USA.

Palej, A. 2000. “Architecture for, by and with Children: A Way to Teach Livable

City” Paper presented at the International Making Cities Livable Conference,

Vienna, Austria, 2000.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 24/Prt/M/2007 Tanggal 9 Agustus 2007 Tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung

Bappenas. (2015). Ridwan Kamil Paparkan Segitiga Manajemen Kota Bandung di: Kementrian PPN/Bappenas diakses http://www.bappenas.go.id/id/berita-dan- siaran-pers/ridwan-kamil-paparkan-segitiga-manajemen-kota-bandung-di-bappenas/ pada 20 April 2016

Yu Sing. (2016). Rumah Susun untuk Warga Kampung (kota). Yu-Sing diakses http://rumah-yusing.blogspot.co.id/ pada 20 April 2016

Wheeler, Stephen M . 2004. Planning For Sustainability, Creating Livable, Equitable, And Ecological Communities. New York. Routledge.

World’s population increasingly urban with more than half living in urban areas.

(15)

Lampiran 1 Biodata Ketua, Anggota dan Dosen Pembimbing

Ketua Pelaksana

A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap Muhammad Khoirur Rijal

2 Jenis Kelamin L

3 Program Studi Teknik Arsitektur

4 NIM 21020112120019

5 Tempat dan Tanggal Lahir Kendal, 12 Oktober 1994

6 E-mail muh.khoirurrijal@gmail.com

7 Nomor Telepon/HP +6285741428059

B. Riwayat Pendidikan

Tahun Masuk-Lulus 2000-2006 2006-2009 2009-2012

C. Pemakalah Seminar Ilmiah

No

. Nama Pertemuan Ilmiah/Seminar

Judul Artikel

Ilmiah

Waktu Dan

Tempat

1.

D. Penghargaan Dalam 10 Tahun Terakhir

(16)
(17)

Anggota Pelaksana 1 A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap Wahyu Indah Safitri

2 Jenis Kelamin Perempuan

3 Program Studi Ilmu Keperawatan

4 NIM 22020112130071

5 Tempat dan Tanggal Lahir 19 Februari 1995

6 E-mail safitriwahyuindah@gmailcom.

7 Nomor Telepon/HP +6285701216423

B. Riwayat Pendidikan

Tahun Masuk-Lulus 2000-2006 2006-2009 2009-20012

C. Pemakalah Seminar Ilmiah

No

.

Nama Pertemuan

Ilmiah/Seminar Judul Artikel Ilmiah

Waktu

Maag pada Pasien Diabetes

Mellitus Via Smartphone"

"Deteksi Dini Diabetic Foot

Maag Berbasis Inovasi

Sakarin (Pemeriksaan Kaki

(18)

Departemen Keperawatan

D. Penghargaan Dalam 10 Tahun Terakhir

No

Juara 3 Karya Tulis Ilmiah

Persaingan Hiralius 1

Juara 1 Karya Tulis Ilmiah

Festival Lomba Keperawatan

Juara 1 Lomba Karya Tulis

Ilmiah Keperawatan Universitas

(19)
(20)

Anggota Pelaksana 2

A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap Gilang Mustika Aji

2 Jenis Kelamin Laki-laki

3 Program Studi S-1Ilmu Perpustakaan

4 NIM 13040112140218

5 Tempat dan Tanggal Lahir Kudus, 24 Maret 1994

6 E-mail gilangpaktri@gmail.com

7 Nomor Telepon/HP 082210046240

B. Riwayat Pendidikan

SD SMP SMA

Nama Institusi SDN 1

Mlatinorowito

SMPN 1 Kudus SMAN 1 Kudus

Jurusan IPA

Tahun Masuk-Lulus 2000-2006 2006-2009 2009-20012

C. Pemakalah Seminar Ilmiah

No. Nama Pertemuan

Ilmiah/Seminar Judul Artikel Ilmiah

Waktu Dan

Tempat

1

D. Penghargaan Dalam 10 Tahun Terakhir

No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Penghargaan Tahun

1. Juara 2 Lomba PBB

tingkat Kabupaten Kudus Pemerintah Kabupaten Kudus 2010

2.

(21)
(22)

Anggota Pelaksana 3

A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap Rosta Rosalina

2 Jenis Kelamin Perempuan

3 Program Studi S-1 Psikologi

4 NIM 15010114140188

5 Tempat dan Tanggal Lahir Sidoarjo, 12 Juni 1996

6 E-mail melodyrosta@gmail.com

7 Nomor Telepon/HP 085791480018

B. Riwayat Pendidikan

SD SMP SMA

Nama Institusi MI Darul Ulum SMP N 1 Kediri MAN 3 Malang

Jurusan IPA

Tahun Masuk-Lulus 2003-2009 2009-2012 2012-2014

C. Pemakalah Seminar Ilmiah

No. Nama Pertemuan

Ilmiah/Seminar Judul Artikel Ilmiah

Waktu Dan

Tempat

1

D. Penghargaan Dalam 10 Tahun Terakhir

No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Penghargaan Tahun

1. Mawapres I 2017 Fakultas Psikologi

Fakultas Psikologi Universitas

Diponegoro 2016

2.

(23)
(24)

Dosen Pembimbing

A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap Arnis Rochma Harani, ST, MT

2 Jenis Kelamin Perempuan

3 Program Studi S-1 Teknik Arsitektur

4 NIP 198705172014042001

5 NIDN 0017058702

6 Tempat dan Tanggal Lahir Bandung, 17 Mei 1987

7 E-mail arnis.rochma@gmail.com

8 Nomor Telepon/HP +6224 6932046/+628562655776

B. Riwayat Pendidikan

SD SMP SMA Sarjana

(S-1)

Magister

(S-2)

Nama Institusi SDN Karang Asem

1993-1999 1999-2002 2002-2005 2006-2010 2010-2011

C. Pemakalah Seminar Ilmiah

No. Nama Pertemuan

Ilmiah/Seminar Judul Artikel Ilmiah

Waktu Dan

Tempat

1. International Conference

Quality In Research 14th

(25)
(26)
(27)

Gambar

Gambar 1. Bagan Tata Cara Penerbitan IMB Sumber: Permen PU Nomor: 24/Prt/M/2007

Referensi

Dokumen terkait

Pada business architecture phase artefak dari hasil analisis yang dilakukan adalah perancangan proses flow diagram yang terdapat pada fungsi teknik Perum DAMRI Bandung. Pada

Kebangkitan yang dipahami sebagai peristiwa yang benar-benar terwujud dan akan dinyatakan pada masa yang akan datang, maka kebangkitan yang diwartakan oleh Paulus itu

Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,000, yang berarti ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang insomnia terhadap tingkat pengetahuan lansia di Panti Wredha

Variabel terikat penelitian ini adalah tingkat kepuasan pasien rawat inap yang menjalani perawatan bedah. di RS PKU

Termasuk dalam kawasan ini adalah bencana tanah longsor (Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Pesawaran,

Dari hasil ini ini maka dapat disimpulkan bahwa secara parsial masing-masing variabel tersebut yaitu Service Quality (X 1 ), Food Quality (X 2 ) dan Price (X 3 ) memiliki

Dari dua vasiabel ini menjadi akan terlihat pengaruh dari komunikasi orang tua terhadap prestasi siswa MTsN 1 Bandung, dilihat dari intensitas belajar,

CAMEL approach is used to evaluate the financial performance of the regional development banks in Indonesia over the period 1994 to 2004 to attain the first stated