• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PENGENDALIAN RAMAH LINGKUNGAN PAD (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TEKNIK PENGENDALIAN RAMAH LINGKUNGAN PAD (1)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK PENGENDALIAN RAMAH LINGKUNGAN PADA HAMA LALAT BUAH

I. Pendahuluan

Lalat buah merupakan hama yang sangat merusak tanaman dari jenis tanaman hortikultura khususnya tanaman buah-buahan dan sayuran dan saat ini menjadi isu nasional juga menjadi faktor pembatas perdagangan (trade barrier). Jenis tanaman buah dan sayur yang sangat riskan terserang lalat buah adalah jambu biji, belimbing, mangga, melon, apel, cabai merah dan tomat. Saat ini lalat dari famili Tephritidae ini sudah tersebar hampir diseluruh kawasan Asia Pasifik dan memiliki lebih dari 26 jenis tanaman inang. Hama ini menimbulkan kerugian, baik secara kuantitas maupun kualitas. Lalat familia Tephritidae dikenal sebagai hama lalat buah karena larvanya hidup, berada dan makan dalam daging buah berbagai jenis tumbuhan dan sayuran. Buah yang diserang akan rusak, lalu gugur sebelum dipanen dan membusuk. Membusuknya buah terjadi karena kerusakan jaringan akibat dimakan larva lalat dan aktifitas bakteri pembusuk yang bersimbiose dengan larva tersebut.

(2)

Intensitas serangan lalat buah pada mangga berkisar antara 14,8-23%. Namun tidak jarang kerusakan yang diakibatkan lalat buah, khususnya pada belimbing dan jambu biji, dapat mencapai 100%. Berbagai macam cara dapat dilakukan untuk mengendalikan hama ini. Pengendalian kimiawi dengan menggunakan insektisida tidak dianjurkan karena selain meninggalkan residu dalam daging buah yang berbahaya bagi konsumen, juga menimbulkan resisitensi pada hama, membunuh makhluk bukan sasaran dan menimbulkan polusi pada lingkungan (Kuswadi, 2011).

II. Jenis Lalat Buah di Indonesia

Lalat buah (fruit flies) termasuk kedalam ordo Diptera, famili Tephritidae, subfamili Dacinae, tribe Dacini. Di dunia, kelompok Tephritidae berjumlah kurang lebih 4000 spesies dan dikelompokan ke dalam 500 genera. Jumlah tersebut termasuk yang terbesar di antara jenis lalat Diptera yang secara ekonomi penting (Siwi dan Hidayat, 2004). Secara morfologi tribe Dacini dibagi ke dalam tiga genera, yaitu genus Bactrocera, Dacus, dan Monacrostichus (White dan Elson-Harris, 1992). Lalat buah genus Batrocera merupakan spesies lalat buah dari daerah tropis. Lalat buah dari daerah tropika sebelumnya diidentifikasi sebagai genus Dacus, kemudian diketahui merupakan kekeliruan identifikasi dari Genus Batrocera. Genus Dacus merupakan spesies asli dari afrika, dan biasanya berasosiasi dengan bunga dan buah dari jenis tanaman Cucurbitaceae dan kulit buah tanaman kacang-kacangan (White dan Harris, 1992).

(3)

antara lain belimbing manis, jambu air, jambu biji, mangga, nangka, semangka, melon dan cabai (Deptan, 2002). Tidak semua spesies lalat buah secara ekonomi merugikan, hanya kira-kira 10% yang merupakan hama. Pengetahuan untuk mengenal spesies yang mempunyai potensi sebagai hama, baik spesies endemik atau eksotik dari luar harus dikuasai. Sebagai contoh di daerah Indo-Pasifik dilaporkan terdapat 800 spesies lalat buah tetapi hanya 60 spesies yang merupakan hama penting (White dan Elson-Harris, 1992).

Lebih lanjut dikatakan di Indonesia bagian barat, terdapat 89 spesies lalat buah yang termasuk jenis lokal (indigenous) tetapi hanya 8 jenis yang termasuk hama penting yaitu B. albistrigata (Meijere), B. dorsalis Hendel, B. carambolae Drew dan Hancock, B. Papayae Drew dan Hancock, B. umbrosa (Fabricius), B. caudata (Fabricius), B. tau (Walker), B. cucurbitaceae (Coquillet) dan Dacus (Callantra) longicornis (Wiedemann) (Hasyim et al, 2006).

III. Gejala Serangan Lalat Buah

Gejala pada buah yang terserang biasanya terdapat lubang kecil di bagian tengah kulitnya. Serangan lalat buah ditemukan terutama pada buah yang hampir masak. Gejala awal ditandai dengan noda/titik bekas tusukan ovipositor (alat peletak telur) lalat betina saat meletakkan telur ke dalam buah, periode telur 1-20 hari. Larva (ulat) berwarna putih ke kuningan menggali daging buah dan sering di ikuti dengan masuknya bakteri dan jamur sehingga buah cabai mengalami pembusukan dengan cepat dan buah yang telah terserang akan berjatuhan di tanah. Periode ulat 6-35 hari, selanjutnya larva (ulat) akan jatuh ke tanah dan masuk pada periode pupa (10-12 hari). Imago (Serangga Dewasa) dapat bermigrasi sejauh 5-100 km, Lalat buah aktif terbang pada jam 06.00-09.00 pagi atau sore hari jam 15.00-18.00 (Fletcher,1989). Kerugian yang disebabkan oleh hama ini mencapai 30-60%.

IV. Bioekologi

(4)

sehingga mudah diisap dan dicerna. Enzim tersebut diketahui yang mempercepat pembusukan, selain bakteri pembusuk yang mempercepat aktivitas pembusukan buah. Jika aktivitas pembusukan sudah mencapai tahap lanjut, buah akan jatuh ke tanah, bersamaan dengan masaknya buah, larva lalat buah siap memasuki tahap pupa, larva masuk dalam tanah dan menjadi pupa. Pupa berwarna kecoklatan berbentuk oval dengan panjang 5 mm. Lalat dewasa berwarna merah kecoklatan, dada berwarna gelap dengan 2 garis kuning membujur dan pada bagian perut terdapat garis melintang. Lalat betina ujung perutnya lebih runcing dibandingkan lalat jantan. Siklus hidup dari telur menjadi dewasa berlangsung selama 16 hari. Fase kritis tanaman yaitu pada saat tanaman mulai berbuah terutama pada saat buah menjelang masak. Lalat buah yang mempunyai ukuran tubuh relatif kecil dan siklus hidup yang pendek peka terhadap lingkungan yang kurang baik. Suhu optimal untuk perkembangan lalat buah 26oC, sedangkan kelembaban relatif sekitar 70%. Kelembaban tanah sangat berpengaruh terhadap perkembangan pupa. Kelembaban tanah yang sesuai untuk stadia pupa adalah 0-9%. Cahaya mempunyai pengaruh langsung terhadap perkembangan lalat buah. Lalat buah betina akan meletakkan telur lebih cepat dalam kondisi yang terang, sebaliknya pupa lalat buah tidak akan menetas apabila terkena sinar.

IV. Pengendalian Lalat Buah yang Ramah Lingkungan

(5)

masih banyak digunakan di dunia sebagai pemikat lalat buah adalah protein hidrolisat yang harganya sangat mahal (Gopaul dan Price, 2002).

a. Pembungkusan.

Pembungkusan dimaksudkan untuk mencegah serangan lalat buah betina dalam meletakkan telurnya pada buah yang masih muda hingga buah menjelang tua/masak. Usaha pembungkusan buah dalam areal kebun yang sangat luas, pohonnya tinggi dan berbuah lebat untuk mencegah agar tidak terserang lalat buah adalah kurang praktis. Namun apabila upah kerja murah dan banyak tersedia, maka upaya tersebut dapat dilakukan. Keuntungan dari cara ini adalah buah-buahan terhindar dari serangan lalat buah, bersih, mulus, tanpa pencemaran bahan kimia. Cara pembungkusan yang biasa dilakukan petani adalah menggunakan kertas, kertas karbon, plastik hitam, daun pisang, daun jati, ataupun kain untuk buah-buahan yang tidak terlalu besar seperti belimbing, jambu batu, dll.

Pencacahan (pembongkaran) tanah di sekitar tanaman agar kepompong yang berada di dalam tanah terkena sinar matahari, terganggu hidupnya dan akhirnya mati. Tumpang sari tanaman cabai dengan kubis atau tomat dapat menekan populasi lalat buah dan pengaturan jarak tanam yang tidak terlalu rapat.

b. Pemerangkapan

(6)

menjadi jenis perangkap dengan umpan kering ataupun perangkap dengan umpan cair. Perangkap berumpan dipasang atau digantungkan pada ranting atau cabang pohon dengan ketinggian 1,5–2 meter di atas permukaan tanah atau pada ketinggian tajuk terendah dari tanaman. Hasyim et al (2006) mengatakan ketinggian perangkap yang paling baik digunakan untuk menangkap lalat lalat buah baik pada pertanaman monokultur maupun polikultur adalah sama-sama 1,5 m. Hasil penelitian di luar negeri menyatakan bahwa ketinggian perangkap 1-2 m cukup efektif untuk menangkap hama lalat buah B. dorsalis jantan pada perkebunan jeruk (Howarth dan Howarth, 2000).

c. Sanitasi

Bertujuan untuk memutus atau mengganggu daur hidup lalat buah, sehingga perkembangan lalat buah, sehingga perkembangan lalat buah dapat ditekan. Sanitasi kebun dilakukan dengan cara menggumpulkan buah-buah terserang, baik yang gugur maupun yang masih berada dipohon, kemudian dimusnahkan dengan cara dibakar atau dibenamkan dalam tanah. Dengan demikian, larva-larva yang masih terdapat di dalam buah tidak dapat meneruskan siklus hidupnya untuk menjadi kepompong dalam tanah. Buah-buah gugur yang dibiarkan di bawah pohon, juga berpeluang untuk diteluri lagi oleh lalat buah. Hal ini sesuai dengan pengamatan pemeliharaan (rearing) bahwa buah jambu batu, jambu air dan belimbing yang gugur sangat potensial sebagai sumber infeksi lalat buah. Namun demikian sebagian besar petani beranggapan bahwa sanitasi buah-buah yang gugur tidak berguna dan membuang-buang waktu saja. Untuk mengganggu daur hidup lalat buah dapat juga dilakukan pencacahan (pembongkaran) tanah yang agak dalam dibawah tajuk pohon (tetapi harus hati-hati agar tidak melukai akar) merata dan sering. Pupa yang terdapat di dalam tanah akan terkena sinar matahari, terganggu hidupnya dan akhirnya mati. Semak-semak atau gulma dapat digunakan sebagai inang alternatif, terutama pada saat tidak musim, sehingga perlu dibersihkan sampai radius 1,5– 3,0 km di sekitar areal pertanaman. Pengendalian lalat buah dengan cara sanitasi, hasilnya akan lebih efektif apabila dilakukan oleh seluruh petani pada suatu hamparan yang cukup luas dan secara bersamaan.

d. Pemanfaatan Musuh Alami.

(7)

banyak memanfaatkan parasit dari famili Braconidae yang mempunyai potensi parasitasi sebesar 57%, sedangkan di Italia potensinya 80-90%. Parasitoid yang sudah diidentifikasi di Indonesia adalah Fopius (Biosteres sp) dan Opius sp (family Braconidae), Fopius sp dapat ditemukan pada lalat buah yang menyerang mangga, belimbing dan jambu biji dengan parasitasi 5,17-10,31% sedangkan Opius sp banyak ditemukan pada lalat buah yang menyerang mangga dengan tingkat parasitasi 0-6,8%. Diachasmimorpha kraussii (Hymenoptera : Braconidae) dilaporkan sebagai parasitoid larva lalat buah Bactrocera tryoni (Froggatt), B.neohumeralis, B cacuminata, B. Jarvisi, B. Kraussi, B. Halforgiae dan B. Melas, dan beberapa spesies lalat buah endemic lainnya di Australia.

e. Attraktan :

Atraktan dapat digunakan untuk mengendalikan hama lalat buah dalam 3 cara, yaitu : (a) mendeteksi atau memonitor populasi lalat buah, (b) menarik lalat buah untuk kemudian dibunuh dengan perangkap dan (c) mengacaukan lalat buah dalam melakukan perkawinan, berkumpul ataupun tingkah laku makan (Metcalf and Luckmann, 1982). Di alam, lalat jantan mengkonsumsi metil eugenol untuk kemudian setelah diproses dalam tubuhnya melalui suatu metabolisme akan menghasilkan zat penarik (sex pheromone) bagi lalat betina yang sangat diperlukan pada proses perkawinan (Nishida, 1996). Atraktan berbahan aktif metil eugenol ini tergolong kepada ”Food lure” artinya lalat jantan akan datang tertarik untuk keperluan makan (Food), bukan untuk keperluan sexual secara langsung. Lalat jantan akan berusaha keras untuk mendapatkan metil eugenol sebelum melakukan perkawinan Dari sifat atraktan inilah pengendalian lalat buah dilakukan dengan cara menekan populasi lalat jantan, sehingga diharapkan seiring dengan waktu populasi lalat buah di alam akan menurun, karena betina tidak dapat dibuahi oleh jantan.

(8)

Pengendalian Lalat Buah dengan Campuran Air Suling Selasih dan Ragi pada Pertanaman Mangga

Pengendalian dengan campuran air suling selasih dan ragi terhadap lalat buah pada tanaman mangga dilakukan di Desa Jatipamor Majalengka. Mekanisme terperangkapnya B. dorsalis ke dalam perangkap terlihat bahwa B. dorsalis yang masuk ke dalam perangkap akan langsung terbang dan hinggap ke permukaan kapas yang telah ditetesi atraktan. B. dorsalis tersebut selanjutnya akan berjalan-jalan mengelilingi kapas dengan periode waktu yang tidak tertentu. Beberapa saat kemudian B. dorsalis tersebut terbang berputar-putar dan berusaha hinggap di dinding bagian dalam perangkap (Kardinan, 1999). Berdasarkan pengamatan di lapangan selama 8 kali pengamatan. Pada perlakuan kontrol (air suling selasih) hanya dapat menarik B. dorsalis jantan saja, hal ini menunjukan bahwa B. dorsalis jantan sangat tertarik pada metil eugenol yang terkandung dalam air suling selasih. Sesuai dengan pernyataan Kardinan (1998) ; Knipling (1998); Subahar (1999) bahwa selasih Ocimum sanctum hanya dapat menarik B. dorsalis jantan. Wee et al., (2002) menyatakan bahwa lalat buah jantan dewasa yang belum melakukan perkawinan lebih sensitif dan lebih merespon terhadap metil eugenol. Pada perlakuan yang menggunakan pencampuran ragi dengan air suling selasih terdapat beberapa perlakuan yang dapat menangkap B. dorsalis betina, hal ini menunjukan bahwa ragi mengandung protein yang dibutuhkan oleh lalat buah jantan maupun betina sebagai makanannya. Putra (1997) menyatakan bahwa protein dibutuhkan lalat buah untuk kematangan seksual dan produksi telurnya.

Pengendalian Lalat Buah dengan Campuran Air Suling Selasih dan Bunga Spathiphyllum sp. pada Pertanaman Jambu

(9)

IV. Penutup

Lalat buah merupakan hama yang sangat merusak tanaman dari jenis tanaman hortikultura khususnya tanaman buah-buahan dan sayuran. Jenis tanaman buah dan sayur yang sangat riskan terserang lalat buah adalah jambu biji, belimbing, mangga, melon, apel, cabai merah dan tomat. Hama ini menimbulkan kerugian, baik secara kuantitas maupun kualitas. Buah yang diserang akan rusak, lalu gugur sebelum dipanen dan membusuk. Membusuknya buah terjadi karena kerusakan jaringan akibat dimakan larva lalat dan aktifitas bakteri pembusuk yang bersimbiose dengan larva tersebut.

(10)

DAFTAR PUSTAKA cosyra, Ceratitis fasciventris, and Ceratitis rosa (Diptera : Tephritidae) in Kenya. Ann. Entomol. Soc. Am. 99(2) : 261-278 (2006).

Daud, D., 2008. Pengkajian Pengendalian Terpadu Lalat Buah Pada Tanaman Cabai Rawit. Prosiding Seminar Ilmiah Dan Pertemuan Tahunan PEI PFI XIX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 5 Nopember 2008.

Deptan. 2002. Panduan Lalat Buah.

http://www.deptan.go.id/ditlinhorti/makalah /lalat_buah.htm. Diakses 26 Mei 2014.

Fletcher, B. S. 1989. Ekologi, Live History Stategies Of Teshritid Fruit Flies World Crop Pests Amsterdam, Holland.

Gopaul S. and NS. Price. 2002. Local Production of Protein Bait for Use in Fruit Fly Monitoring and Control. Indian Ocean Regional Fruit Fly Programme.

Hasyim, A., Muryati dan W.J. de Kogel, 2006. Efektivitas Model dan Ketinggian Perangkap Dalam Menangkap Hama Lalat Buah Jantan, Batrocera spp. J. Hort. 16 (4):314-320.

Howarth, V.M.C. dan F.G. Howarth, 2000. Attractiveness oh methyl eugenol baited traps to oriental fruit fly (Diptera;Tephiritidae): Effect of dosage, Placement and Color. Hawaii Entomol.Soc. 34:187-198.

Kardinan, A., M. Iskandar, S. Rusli, dan Makmun. 1999. Potensi Daun Selasih (Ocimum sanctum) sebagai Atraktan Nabati untuk Pengendali Hama Lalat Buah Bactrocera dorsalis. Makalah Forum Komunikasi Ilmiah Pemanfaatan Pestisida Nabati. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor, 9-10 November 1999.

Kardinan. A. 2003. Mengenal Lebih Dekat Selasih Tanaman Keramat Multi Manfaat. Agromedia. Jakarta.

(11)

Kuswadi, A.N., Kerusakan Morfologis dan Histologis Organ Reproduksi Lalat Buah Bactrocera carambolae (Drew & Hancock) (Diptera;Tephritidae) Jantan yang Dimandulkan dengan Iradiasi Gamma. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi A Scientific Journal for The Applications of Isotopes and Radiation Vol. 7 No. 1 Juni 2011.

Manrakhan A., and NS. Price. 1999. Seasonal Profiles in Production, Fruit Fly Populations and Fly Damage on Mangoes in Mauratius. AMAS, Food and Agriculture Research Council, Reduit, Mauratius. 107-115.

Michaud, JP. 2003. Toxicity of Fruit Fly Baits to Beneficial Insects in Citrus. J. of Insect Science. Available online : insectscience.org/3.8.

Nurdijati S, KH Tan and YC Toong, 1996. Basil Plant (Ocimum spp.) and Their Prospect in. the Management of Fruit Flies. Proceedings of the Second Symposium on Tropical Fruit Fllies 1995, Kuala Lumpur Malaysia

Patty,J.A.2012. Efektivitas Metil Eugenol Terhadap Penangkapan Lalat Buah (Bractocera dorsalis) Pada Pertanaman Cabai. Jurnal, Agrologia, Vol.1, April 2012, Hal.69-75.

Priyono, J. 2002. Pengembangan Peramalan Lalat Buah, Bactrocera spp. Di Tingkat Wilayah, Balai Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan, Jatisari.

Putra, N.S. 1997. Hama Lalat Buah dan Pengendaliannya. Kanisius. Yogyakarta.

Robacker D.C. and D. Czokajlo. 2005. Efficacy of Two Synthetic Food-Odor Lures for Mexican Fruit flies (Diptera : Tephritidae) Is Determined by Trap Type. 2005. J. Econ. Entomol. 98(5): 1517-1523 (2005).

Rouse P., PF. Duyck, S. Quilici and P. Ryckewaert. 2005. Adjustment of Field Cage Methodology for Testing Food Attractants for Friut Flies Pengendalian Hama Terpadu. Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Airlangga.

(12)

Program Pascasarjana, ITB. Suwanda, 2005. Karantina Pertanian Negara Kepulauan. Sosialisasi Karantina, Cirebon 29 Nopember 2005.

Susanto, A. Pengendalian Lalat buah yang Ramah Lingkungan. http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/05/pengendalian_lalat_buah_y ang_ramah_lingkungan1.pdf. Diakses tanggal 26 Mei 2014.

White IM and MM Elson-Harris, 1992. Fruit Flies of Economic Significance : Their Identification and Bionomics. CABI and ACIAR, UK

TUGAS ENTOMOLOGI : ORDO DIPTERA

TEKNIK PENGENDALIAN RAMAH LINGKUNGAN

PADA HAMA LALAT BUAH

OLEH :

ST. KHAIRIYAH

NIM G2A113002

PROGRAM STUDI AGRONOMI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk kapasitas pendekat minor belok kanan, model hubungan antara volume sepeda motor dari pendekat minor yang melakukan manuver belok kanan dengan arus lalu lintas

Avainsanat: Monikansallinen yritys, johdon laskentatoimi, ulkomaan yksikön evoluutio Johdon laskentatoimen tutkimuksella on pitkä historia. Kuitenkaan ulkomaan yksikön näkökulmaa

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang sejauh mana peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika pada pembelajaran

Tulisan atau penelitian skripsi karya Iriani (2013)yang berjudul Kebijakan Pemerintah Kota Malang Dalam Pemberian Izin Pembangunan Apartemen kepada Pengembang di Wilayah

Hasil penelitian ini uji coba bahan ajar ini secara umum sudah baik, berdasarkan tanggapan dan penilaian guru Fiqh yang dapat kami simpulkan bahwa bahan ajar ini telah dapat

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa etanol dengan kadar 80% lebih efektif digunakan sebagai bahan bakar karena lebih ekonomis dan memiliki lama

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan berbagai sumber diluar data tersebut sebagai bahan perbandingan. Triangulasi yang digunakan

tekanan darah yang normal, dan gangguanpada mekanisme ini dapat.. menyebabkan terjadinya hipertensi esensial. Terjadinya hipertensi dapat disebabkan oleh.. beberapa