Agenda E-Commerce Dunia
oleh Prof. Richardus Eko Indrajit - indrajit@post.harvard.edu
EKOJI
999
Nomor 124, 10 Januari 2013
Jawaban terhadap pertanyaan klasik “apakah negara berkembang seperti Indonesia sudah waktunya mempelajari dan menerapkan konsep perdagangan elektronik (e-‐commerce)?” nampaknya telah dijawab secara implisit oleh berbagai komunitas dunia. Berbagai organisasi dan forum internasional maupun regional telah membahas dan mengagendakan penyusunan berbagai konsep yang berkaitan dengan penerapan prinsip e-‐commerce di dunia perdagangan internasional. Mereka beranggapan bahwa mau tidak mau, suka tidak suka, percepatan globalisasi terjadi karena berkembangnya teknologi informasi dan paradigma perdagangan baru. E-‐commerce merupakan salah satu produk berkembangnya fenomena global tersebut yang terjadi karena keinginan bangsa-‐bangsa besar di dunia untuk membuat lingkungan perdagangan dan interaksi antar manusia bertambah e�isien.
Di lingkungan internasional paling tidak terdapat World Trade Organization (WTO), The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), The Group of Eight (G-‐8), The International Telecommunications Union (ITU), The United Nations (U.N.), dan The World Intellectual Property Organization (WIPO) yang telah mengadakan riset untuk mempelajari sungguh-‐sungguh mengenai fenomena e-‐commerce dan bagaimana forum atau organisasi terkait berusaha untuk menanggapinya berkaitan dengan visi dan misi yang diemban oleh masing-‐masing forum atau organisasi.
World Trade Organiza�on (WTO)
Hasil kajian WTO, organisasi perdagangan dunia dengan 139 negara anggota, memperlihatkan bahwa e-‐commerce masuk ke dalam juridiksi mereka karena keberadaannya sejalan dengan konsep perdagangan bebas dan pasar terbuka yang dipromosikan. Dokumen formal mengenai hal yang berkaitan dengan e-‐commerce dipublikasikan pada tahun 1998, Development. Masing-‐masing dewan ini pada akhirnya melaporkan hasil kajiannya terutama yang berkaitan dengan isu kasli�ikasi transaksi di internet yang melibatkan produk dan layanan digital (digital products and services). Rekomendasi dari mereka memperlihatkan diperlukannya perlakuan khusus terhadap jenis perdagangan ini yang secara terus-‐menerus dikaji konsep dan pelaksanaannya di kalangan negara anggota WTO.
The Organiza�on for Economic Coopera�on and Development (OECD)
harus diperhatikan di sini adalah bahwa walaupun OECD hanya beranggotakan 29 negara, demokrasi yang ingin dicapai melalui implementasi teknologi informasi dan e-‐commerce. Tiga butir prinsip langkah-‐langkah utama yang mereka sepakati untuk dilakukan adalah sebagai berikut:
Memfasilitasi implementasi perdagangan lintas batas berbasis e-‐commerce dengan
cara mempromosikan konsep perdangan liberal berbasis jejaring antar negara, melibatkan diri secara aktif dalam membahas konsep e-‐commerce dengan forum-‐ forum dunia lainnya terutama WTO, dan mengaplikasikan perdagangan e-‐commerce di antara anggota G-‐8 sesuai dengan perjanjian dan forum yang telah disepakati dalam WTO;
Mengambil langkah-‐langkah konsisten dalam menyikapi isu perpajakan di dalam
model perdangan e-‐commerce dengan tetap menggunakan prinsip-‐prinsip konvensional yang berpegang pada asas netralitas, persamaan, dan kesederhanaan dan elemen-‐elemen kunci lain yang disebutkan oleh organisasi OECD; dan
Meneruskan implementasi proses pertukaran barang atau jasa melalui transmisi privacy protection and electronic authentication, dan bridging the global digital divide.
The Interna�onal Telecommuncia�ons Union (ITU)
tahun 1999 melalui The Second World Telecommunications Development Conference yang menghasilkan persetujuan untuk mengadopsi konsep “Valetta Declaration and Action Plan”. ITU juga sepakat untuk mengikuti aturan inisiatif “Electronic Commerce for Developing Countries” (EC-‐DC), yang fokus pada usaha untuk mengurangi kesenjangan digital (digital divide). Dengan dibantu oleh dana dari berbagai perusahaan publik dan swasta, EC-‐DC menyusun dan merencanakan proyek-‐proyek bantuan di berbagai negara dengan empat tugas utama, yaitu:
1. Infrastructure Development 2. Human Resource Development
3. Policies and Strategies for E-‐Business
4. Partnership with Industry
Infrastruktur E-‐Business misalnya, sedang dibangun di lebih dari 80 negara di dunia. Alasannya adalah karena banyak sekali negara-‐negara miskin dan berkembang yang masih melakukan monopoli terhadap sektor infrastruktur telekomunikasi, sehingga cenderung lambat untuk berkembang karena berbagai kendala yang dihadapi. Alasan utama lain untuk fokus di bidang infrastruktur adalah karena tanpa adanya fasilitas ini, mustahil konsep e-‐ commerce maupun e-‐business dapat diimpelementasikan.
The United Na�ons (U.N.)
Berbagai badan dibentuk oleh U.N. untuk mempelajari permasalahan yang ditimbulkan karena fenomena e-‐commerce. Sebagai contoh adalah The United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL) yang mengadopsi “Model Law on Electronic Commerce” di tahun 1996. Badan ini kemudian secara berturut-‐turut bertemu setahun sekali (1998-‐2000) untuk memperbaiki konsep kualitas aspek-‐aspek hukum dan regulasi yang berkaitan dengan e-‐commerce, termasuk di dalamnya prinsip-‐prinsip implementasi tanda tangan elektronik (elektronik signature) dan certi�ication authorities. Badan lainnya adalah The United Nations Educational, Scienti�ic, and Cultural Organization (UNESCO) yang pada tahun 1997 mengadakan konferensi internasional mengenai “Ethical, Legal, dan Social Aspects of Digital Information”. Sementara padan lainnya yaitu U.N. Commsission on Trade and Development (UNCTAD) telah pula berpartisipasi di tahun 1998 untuk mengajak berbagai negara membicarakan mengenai kesenjangan digital yang menimpa beberapa negara di dunia.
The World Intellectual Property Organiza�on (WIPO)
WIPO adalah badan khusus yang dimiliki oleh PBB dengan tugas mempromosikan konsep perlindungan harta kekayaan intelektual (intellectual property) di seluruh dunia, terutama yang berkaitan dengan permasalahan copyright dan trademark online. Hal ini secara khusus harus dibicarakan karena di dalam perdagangan elektronis, banyak sekali melibatkan aset-‐ aset digital yang berkaitan dengan intellectual property.
The European Union (E.U.)
E.U. dinilai sebagai salah satu organisasi regional yang paling aktif dalam mengkaji dan menyusun kebijakan sehubungan dengan e-‐commerce. Sebenarnya pada tahun 1997 telah ada kerjasama antara E.U. dengan Amerika Serikat untuk mempelajari hal-‐hal yang berkaitan dengan e-‐commerce, namun di antara mereka terdapat sejumlah butir yang sulit untuk saling dipertemukan, terutama menyangkut masalah privacy, encryption, content regulation, dan internet technical management. Karena perbedaan inilah anggota-‐anggota E.U. merasa perlu untuk saling bekerjasama untuk menghasilkan kebijakan yang tepat dan menguntungkan mereka. Di tahun 2001, E.U. menghasilkan regulasi yang berkaitan dengan perdagangan secara online, terutama yang menyangkut empat butir sebagai berikut:
Copyright kajian dari kelompok kerja terkait. Mereka secara intens membicarakan prinsip-‐prinsip dasar dan utama mengenai kebijakan implementasi e-‐commerce di wilayah Asia Pasi�ik. Secara detail tujuan dari e-‐commerce di wilayah ini dideklarasikan pada tanggal 28 Juli 2000, yaitu untuk: ekspansi peluang bisnis, pemangkasan biaya, peingkatan e�isiensi, perbaikan kualitas kehidupan, dan fasilitasi partisipasi usaha kecil di dalam perdagangan dunia (global). APEC akhirnya mempublikasikan dokumen “Blueprint for Action on Electronic Commerce” yang akan dipergunakan sebagai panduan negara anggota untuk mengimplementasikan konsep perdagangan elektronis di wilayahnya masing-‐masing dan di dalam wilayah Asia Pasi�ik.
North America Free Trade Agreement (NAFTA), Mercosur, dan Free Trade Area of the
total transaksi perdagangan yang terjadi. Tidak ketinggalan lembaga-‐lembaga semacam World Bank, dan International Monetary Fund (IMF) telah pula mengadakan persiapan-‐ persiapan menghadapi era e-‐commerce seperti yang dilakukan oelh organisasi-‐organisasi lain semacam The International Chambers of Commerce, The Global Business Dialogue on Electronic Commerce, the Trans Atlantic Business Dialog, dan The Global Information Infrastructure Commission.