• Tidak ada hasil yang ditemukan

perbedaan problem focused coping dan emo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "perbedaan problem focused coping dan emo"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 Oleh:

Firra Virginia Rezekika

Program Studi Psikologi Universitas Brawijaya Malang

ABSTRACT

This study aimed to know how the differences of problem-focused coping and emotion-focused coping on career woman who watching drama’s (Korean or Indonesian). The population in this study are career woman who stay in Malang. The sampling technique used by this study was purposive sampling. The subjects

are grouped into groups who watch Korean Drama’s or watch Indonesian Drama’s. The number of subjects in watch Korean Drama’s are 50 people, and subjects in watch Indonesian Drama’s are 50 people so the total subjects are 100 subjects. Extracting data used the problem-focused coping and emotion-focused coping scale Likert model developed by Carver (on Armeli, 2001). The dimmension of problem-focused coping by Carver (on Armeli, 2001) there are 10 dimmensions, but in this study only used 7 dimmensions because that

dimmensions can’t used with quantitative method, but used by qualitative method. In Focused Coping dimmensions used 5 dimmension like Emotion-Focused Coping scale developed by Carver (on Armeli, 2001). Data analysis was performed by independent sample t-test with T value in problem-focused coping scale is -0.219 with signification 0.827 and T value on emotion-focused coping scale is -0.531 with siginication value is 0.596. it means that there are no signifficant differences of problem-focused coping and emotion-focused coping on

career woman who watching drama’s (Korean or Indonesian). Because career

woman usually use objective view to see problems and she is not easily influences.

Keywords : problem-focused coping, emotion-focused coping, drama

ABSTRAK

(2)

orang, sehingga total subjek adalah 100 orang. Penggalian data menggunakan skala Problem-Focused Coping dan Emotion-Focused Coping dengan model Likert yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori dari Carver (dalam Armeli, 2001). Dalam dimensi skala Problem-Focused Coping menurut Carver (dalam Armeli, 2001), terdapat 10 dimensi Problem-Focused Coping tetapi yang digunakan dalam penelitian ini hanya 7 dimensi karena tidak dapat dilakukan dengan penelitian kuantitatif, tetapi harus menggunakan penelitian kualitatif. Pada skala Emotion-Focused Coping dimensi yang digunakan tetap 5 seperti yang dikemukakan oleh Carver (dalam Armeli, 2001). Analisis data menggunakan t-test dengan nilai t pada skala Problem-Focused Coping sebesar -0.219 dengan signifikansi 0.827 dan nilai t pada skala Emotion-Focused Coping sebesar -0.531 dengan nilai signifikansi 0.596 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada Problem-Focused Coping dan Emotion-Focused Coping pada wanita karir yang menonton drama (Korea atau Indonesia). Tidak adanya perbedaan tersebut dikarenakan wanita karir memiliki cara berpikir yang lebih objektif dan tidak mudah terpengaruh.

Kata Kunci : Problem-Focused Coping, Emotion-Focused Coping, drama

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Drama berasal dari bahasa Yunani “draomai” yang berarti berbuat,

berlaku, bertindak dan sebagainya. Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak. Konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama. Drama bisa diwujudkan dengan berbagai media: di atas panggung, film, dan atau televisi. Drama juga terkadang dikombinasikan dengan musik dan tarian, sebagaimana sebuah opera (Wiyanto, 2002). Media dari drama sendiri bermacam-macam mulai dari panggung, teater sampai media televisi.

Drama yang ditayangkan di televisi Indonesia ada dua jenis yaitu sinetron dan drama Korea. Sinetron merupakan suatu tayangan yang menyajikan drama dengan setting sedemikian rupa, utamanya menunjukkan kehidupan yang berkecukupan, beserta pergaulan orang-orang di dalamnya, percintaan dan cara pacaran yang romantis membuat para penonton ingin berada dalam drama tersebut.

(3)

Seiring waktu, masyarakat mulai merasa jenuh dan bosan dengan sinetron produksi dalam negeri ini. Hal ini dikarenakan alur cerita yang mudah ditebak, tokoh antagonis yang selalu kalah dan pratagonis yang selalu menang, serta episode yang tidak kunjung habis bahkan lebih dari 50 episode dengan alur cerita yang berbelit-belit. Kejenuhan masyarakat ini terlihat dari penonton sinetron yang semakin jarang menonton program sinetron di televisi (dalam Melisa, 2012). Dalam jejak pendapat yang dilakukan oleh Yahoo.com pada bulan Maret 2013, diketahui alasan mengapa penonton tidak menyukai tayangan sinetron Indonesia diantaranya karena jalan cerita yang sudah bisa ditebak, selain itu alur cerita dalam sinetron kebanyakan sama misalnya adegan hilang ingatan.

Menurunnya pamor sinetron Indonesia yang membuat beberapa stasiun televisi di Indonesia memberi alternatif tontonan lain berupa drama Asia terutama drama Korea pada program acaranya. Saat ini drama Korea sedang menguasai dunia hiburan khususnya, hal ini disebabkan karena banyaknya pertelevisian di Indonesia mengangkat tema tentang Korea khususnya drama Korea. Drama Korea yang masuk ke Indonesia tidak hanya memiliki tema tertentu, tetapi hampir semua tema pernah masuk ke Indonesia. Drama melankolis, drama komedi romantis, historikal, action, dan horror.

Menurut data dari Nielsen Newsletter (2011), penonton drama (sinetron Indonesia maupun drama Korea) kebanyakan adalah kaum wanita. Dibandingkan dengan laki-laki lebih banyak kaum perempuan yang menonton drama (51%) dan membaca majalah (52%). Sementara laki-laki cenderung mengkonsumsi internet (58%) dan surat kabar (67%). Di segmen perempuan, konsumsi media bervariasi antara berbagai usia. Bioskop dan internet kebanyakan diakses oleh remaja perempuan sedangkan televisi, radio dan media cetak cenderung didominasi oleh ibu rumah tangga dan wanita karir.

Dari sisi konsumsi televisi, perempuan yang menonton televisi lebih banyak daripada laki-laki namun sedikit berkurang dibandingkan pada tahun 2009 dari rata-rata 13.7% (populasi TV) menjadi 13.3%. meskipun ibu rumah tangga mendominsi kepenontonan televisi (rata-rata 15.8%), ternyata televisi berhasil menarik lebih banyak minat perempuan bekerja (yang naik dari 11.8% di awal tahun menjadi 12.7% di akhir tahun) (AGB Nielsen, 2011).

Menurut data yang diperoleh the-marketeers.com (majalah marketing online) pada tahun 2010, diketahui bahwa alasan wanita menyukai sinetron adalah karena bagi wanita, sinetron merupakan salah satu jawaban bagi keinginan para wanita untuk menjadi seperti idola mereka. Perasaan yang mengarahkan bahwa jika mereka melakukan sesuatu yang sama atau mengenakan sesuatu yang sama dengan idola mereka membuat mereka merasa menjadi seperti idola mereka tersebut.

(4)

setiap drama Korea maupun sinetron selalu diawali oleh perkenalan, munculnya masalah, sampai ke bagaimana cara penyelesaian masalah (coping) oleh tokoh dalam drama Korea maupun sinetron tersebut. Cara penyelesaian masalah (coping) yang muncul baik dalam drama Korea maupun sinetron ada yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) dan ada pula yang berfokus pada emosi (emotion-focused coping).

Pengertian coping hampir sama dengan penyesuaian (adjustment), tetapi penyesuaian mengandung pengertian yang lebih luas jika dibandingkan dengan

coping, yaitu semua reaksi terhadap tuntutan baik yang berasal dari lingkungan maupun yang berasal dari dalam diri seseorang, sedangkan coping dikhususkan pada bagaimana seseorang mengatasi tuntutan yang menekan (Rustiana, 2003).

Lazarus dan Folkman (2006) mengatakan, metode coping dibagi atas dua model, yaitu coping yang berfokus pada permasalahan (problem-focused coping)

dan coping yang berfokus pada emosi (emotion-focused coping). Bila individu merasa mampu menghadapi dan mengatasi situasi, maka ia cenderung menggunakan problem-focused coping, yaitu penyelesaian pada pokok permasalahan. Bila individu merasa tidak mampu mengatasi masalah, maka ia cenderung menggunakan emotion-focused coping, yaitu mengatur respon emosi terhadap stres.

Dalam sinetron maupun drama Korea, saat ini banyak diceritakan mengenai tokoh wanita yang berkarir dan cenderung sukses dalam karir yang dijalaninya. Hal tersebut menunjukkan bahwa saat ini situasi bagi wanita telah sangat berubah. Wanita saat ini telah dapat dengan bebas berkarir dalam bidang yang mereka inginkan. Menurut Richardus (2011), wanita karir merupakan wanita yang bekerja atau melakukan kegiatan yang direncanakan untuk memperoleh hasil berupa uang dan jasa. Menurut Santrock (2007) perubahan peran wanita saat ini jelas terjadi dengan meningkatnya tingkat pekerja wanita. Pekerjaan wanita juga berubah. Mereka mulai bisa mengejar karir dalam bidang hukum, bisnis, pengobatan atau teknik dan juga menjalani peran sebagai ibu rumah tangga.

(5)

muncul disekitar kita dan banyak dari mereka yang memiliki peran ganda sebagai wanita karir dan ibu rumah tangga. Maka permasalahan yang dihadapi juga semakin besar. Penelitian ini ingin memberikan gambaran mengenai seperti apa

Emotion Focused Coping dan Problem Focused Coping dan selain itu penelitian ini juga bermanfaat untuk mengetahui bagaimana perbedan Emotion Focused Coping dan Problem Focused Coping pada wanita karir yang menonton sinetron Indonesia dan drama Korea. Rumusan masalah dalam penelitian ini ada tiga, yaitu apakah terdapat perbedaan Emotion-Focused Coping dan Problem-Focused Coping pada wanita karir yang menonton drama Korea dan sinetron Indonesia, kedua apakah wanita karir yang menonton drama Korea dalam konsep penyelesaian masalahnya lebih dominan menggunakan Problem-Focused Coping

atau Emotion-Focused Coping, serta apakah wanita karir yang menonton sinetron dalam konsep penyelesaian masalahnya lebih dominan menggunakan Emotion-Focused Coping atau Problem-Focused Coping.

KAJIAN PUSTAKA

Coping

Menurut Lazarus dan Folkman (2006) coping adalah usaha-usaha kognitif dan perilaku yang secara terus menerus berubah untuk mengelola tuntutan dari dalam dan atau dari luar inidividu yang dirasakan merugikan atau melebihi kemampuan individu itu. Menurut Papalia (2009), coping merupakan cara berfikir atau perilaku adaptif yang bertujuan mengurangi atau menghilangkan stress yang timbul dari kondisi berbahaya, mengancam atau menantang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa coping adalah segala usaha individu untuk mengatur tuntutan lingkungan dan konflik yang muncul, mengurangi ketidaksesuaian/kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi yang menekan dengan kemampuan individu dalam memenuhi tuntutan tersebut.

Menurut Carver (dalam Armeli, 2001), perilaku coping terbagi menjadi dua yaitu problem-focused coping dan emotion-focused coping.

a. Problem-Focused Coping

Jenis Perilaku coping yang berfokus pada masalah pemecahan masalah

problem-focused coping menurut Carver (dalam Armeli, 2001) terdiri dari: 1. Perencanaan

Usaha individu dalam berpikir tentang bagaimana mengatasi penyebab stress.

2. Keaktifan Diri

Usaha individu untuk mengambil tindakan langsung dengan mengerahkan segala daya upaya untuk mencoba memindahkan atau menghilangkan penyebab stress dengan cara bijaksana.

3. Penguasaan Diri

(6)

4. Penekanan Pada Suatu Aktifitas Utama

Usaha individu untuk membatasi perhatian individu terhadap aktivitas lainnya yang mungkin berlawanan, supaya konsentrasi lebih penuh pada masalah penyebab stress yang sedang dihadapi

5. Pemahaman Kembali Secara Positif

Usaha indiv.idu untuk membuat situasi yang terbaik dengan mengembangkan atau melihat permasalahan dari segi yang lebih baik. 6. Mencari Dukungan Sosial Instrumental

Usaha individu dalam mencari bantuan, informasi, atau nasehat tentang apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi penyebab stress.

7. Mencari Dukungan Sosial Emosional

Usaha individu untuk mendapatkan simpati atau dukungan emosional dari orang lain.

8. Penggunaan Obat-obatan

Usaha individu untuk mengurangi stress melalui penggunaan obat-obatan dan minuman beralkohol.

9. Menggunakan Humor

Usaha individu untuk mengurangi stress melalui humor. 10.Menghilangkan Peristiwa yang Tidak Menyenangkan

Usaha individu untuk menghilangkan hal-hal yang tidak menyenangkan dalam kehidupannya.

Dalam penelitian ini, hanya menggunakan 7 dimensi karena tiga dimensi seperti dimensi penggunaan obat-obatan (use of drugs) tidak dapat digunakan di Indonesia, berhubungan dengan alkohol dan obat-obatan. Tidak semua orang bersedia memberikan keterangan yang sesungguhnya mengenai hal ini. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahardjo (2007) disebutkan bahwa penggunaan obat-obatan dalam coping hanya digunakan oleh pria yang berhubungan seksual beresiko dengan pria.

Dimensi penggunaan humor juga tidak dapat dilakukan pengukuran secara kuantitatif dikarenakan setiap orang memiliki selera humor yang berbeda-beda. Penggunaan humor dapat diketahui melalui observasi sehingga akan memperoleh data yang akurat. Sementara berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2010), bahwa penggunaan humor hanya mengurangi sedikit beban pikiran individu yang mengalami stress tersebut.

Dimensi menghilangkan peristiwa yang tidak menyenangkan tidak dapat digunakan karena jika seseorang melakukan hal ini, maka ia tidak akan mengingat apapun yang berkaitan dengan hal yang ia ingin lupakan. Sehingga tidak akan berjalan dengan efektif. Untuk mengetahui apakah seseorang melakukan penghilangan peristiwa yang tidak menyenangkan atau tidak diperlukan tes secara mendalam.

b. Emotion-Focused Coping

Carver (dalam Armeli, 2001) mengungkapkan aspek-aspek yang dapat digunakan untuk mengungkap emotion-focused coping. Aspek-aspek tersebut adalah:

(7)

Kecenderungan untuk memperoleh dukungan, simpati, dan pengertian dari lingkungan sekitar.

b. Mengubah Kembali Keadaan Atau Kejadian Secara Positif Menginterpretasikan situasi stress dengan andangan positif. c. Pengingkaran

Respon atau tanggapan individu yang berbentuk penolakan terhadap sumber masalah.

d. Penerimaan

Tanggapan individu terhadap situasi stress dengan menerima kondisi tersebut sebagai suatu hal yang harus dijalani.

e. Berpaling Pada Agama

Individu cenderung lari pada agama ketika ada masalah.

Drama

Drama berarti perbuatan, tindakan. Berasal dari bahasa Yunani “draomai

yang berarti berbuat, berlaku, bertindak dan sebagainya. Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak. Konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama. Drama bisa diwujudkan dengan berbagai media: di atas panggung, film, dan atau televisi. Drama juga terkadang dikombinasikan dengan musik dan tarian, sebagaimana sebuah opera (Wiyanto, 2002).

Menurut Kareem (2013) Sebuah drama memiliki ciri-ciri diantaranya memiliki sifat penokohan yang sangat penting dalam mengungkap cerita didalamnya, sehingga setiap tokoh harus menjiwai dan mendalami sifat karakter yang dimainkan.

Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas mengenai drama Korea dan sinetron Indonesia. Berikut ini adalah pengertian dari drama Korea dan sinetron Indonesia:

a. Drama Korea

Drama Korea mengacu pada drama televisi dengan format miniseri yang diproduksi dalam bahasa Korea (Nagisa, 2011). Drama Korea adalah produk entertainment Korea pertama yang berhasil masuk menguasai pasar Indonesia. Drama Korean pertama hadir di layar kaca Indosiar pada tahun 2002 dengan drama Korea pertama berjudul Endless Love. Masuknya produk Korea lewat drama ini diawali dengan keberanian Indonesia yang melakukan liberalisasi pada tahun 1990-an(Melisa, 2012). b. Sinetron Indonesia

(8)

Wanita Karir

Menurut Richardus (2011) wanita karir adalah wanita yang bekerja atau melakukan kegiatan yang direncanakan untuk mendapatkan hasil berupa uang atau jasa. Diterangkan lebih lanjut bahwa bekerja bagi wanita selain untuk mendapatkan uang sebagai tambahan ekonomi juga terkait dengan kesadaran akan kedudukan wanita baik dalam keluarga maupun masyarakat sehingga menyebabkan wanita secara khusus perlu menguatkan kemampuan dan memberdayakan dirinya sendiri untuk bekerja.

Perbedaan Problem Focused-Coping Dan Emotion-Focused Coping Pada Wanita Karir Yang Menonton Drama Korea Dan Indonesia

Menurut Santrock (2007) perubahan peran wanita saat ini jelas terjadi dengan meningkatnya tingkat pekerja wanita. Pekerjaan wanita saat ini semakin bervariasi. Mereka mulai bisa mengejar karir dalam bidang hukum, bisnis, pengobatan atau teknik dan juga menjalani peran sebagai ibu rumah tangga. Peran ganda sebagai wanita karir dan ibu rumah tangga yang saat ini banyak dijalani oleh para wanita membuat permasalahan yang dihadapi oleh para wanita karir semakin banyak dan kompleks. Permasalahan tersebut harus diselesaikan oleh wanita karir dengan baik dan menggunakan konsep yang matang (coping). Berdasarkan pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa wanita karir membutuhkan strategi coping untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya baik di lingkungan pekerjaan maupun lingkungan sosialnya.

Salah satu cara untuk melakukan strategi coping adalah dengan menonton drama yang saat ini banyak ditayangkan di televisi. Drama televisi dapat berupa sinetron Indonesia ataupun drama Korea yang saat ini sedang populer di Indonesia. Menonton drama televisi dapat menjadi salah satu alternatif untuk melakukan strategi coping karena selain menghibur dalam kedua drama jenis drama televisi yang telah disebutkan diatas (sinetron dan drama Korea) juga terdapat bagaimana cara seseorang atau tokoh utama dalam menghadapi permasalahan dan konflik di dalam hidupnya. Penyelesaian konflik dalam kedua drama tersebut ada yang berfokus pada masalah (Problem-Focused Coping)dan ada pula yang berfokus pada emosi (Emotion-Focused Coping).

Hipotesis Penelitian

1. Ada perbedaan strategi coping pada wanita karir yang gemar menonton drama Korea dengan sinetron Indonesia.

2. Wanita karir yang gemar menonton drama Korea dalam konsep penyelesaian masalahnya lebih dominan menggunakan Problem-Focused Coping daripada

Emotion-Focused Coping.

3. Wanita karir yang gemar menonton drama Indonesia dalam menyelesaikan masalahnya lebih dominan menggunakan Emotion-Focused Coping daripada

(9)

METODE PENELITIAN

Partisipan dan Desain Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah wanita yang menonton drama Korea atau sinetron dan berada di wilayah kota Malang, Jawa Timur. Sampel dalam penelitian ini adalah wanita karir yang menonton drama Korea atau sinetron yang berada di kota Malang, Jawa Timur. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah non-probability sampling dengan teknik purposive sampling

sebanyak 50 orang yang menonton drama Korea dan 50 orang yang menonton sinetron.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan metode komparatif yang bertujuan untuk membedakan variabel terikat yaitu Problem-Focused Coping (Y1) dan Emotion-Focused Coping (Y2) dan variabel bebas (X) jenis drama (Korea atau sinetron). Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji asumsi klasik dan uji hipotesis dan dilakukan menggunakan program SPSS 17.0 for Windows. Uji asumsi klasik yang dilakukan adalah uji normalitas dan uji homogenitas sedangkan uji hipotesis yang digunakan adalah dengan menggunakan independent sample t-test. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Problem-Focused Coping dan

Emotion-Focused Coping sesuai dengan teori Carver (dalam Armeli, 2001). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas tampang, validitas isi dan validitas konstruk. Pengujian reliabilitas pada skala ini menggunakan reliabilitas Cronbach’s Alpha.

Tabel 1. Hasil Cronbach’s Alpha

Alat Ukur dan Prosedur Penelitian

Penelitian ini menggunakan skala Problem-Focused Coping dan Emotion-Focused Coping milik Carver (dalam Armeli, 2001), tetapi untuk skala Problem-Focused Coping, peneliti hanya menggunakan 7 dimensi dari 10 dimensi yang ada. Sedangkan dalam skala Emotion-Focused Coping peneliti menggunakan kelima dimensi yang dikemukakan oleh Carver (dalam Armeli, 2001). Tipe skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert dengan menggunakan aitem-aitem favourable dan unfavourable. Setelah dilakukan uji coba, untuk skala Problem-Focused Coping dari total 56 aitem, dihasilkan 35 aitem diterima dan untuk skala Emotion-Focused Coping dari 40 aitem dihasilkan 19 aitem

diterima dengan korelasi aitem total ≥0,2.

No. Alat Ukur Skor Cronbach’s Alpha

Reliabilitas

1 Skala Problem-Focused Coping

0.886 Tinggi

2 Skala Emotion-Focused Coping

(10)

HASIL

Berdasarkan hasil penghitungan yang dilakukan menggunakan SPSS 17.0 for Windows, terlihat bahwa rata-rata Problem-Focused Coping responden yang menonton sinetron adalah 102.66 sedangkan untuk responden yang menonton drama korea sebesar 103.04. Secara absolut terlihat bahwa rata-rata Problem-Focused Coping responden yang menonton sinetron dengan responden yang menonton drama korea tidak memiliki perbedaan secara signifikan. Sedangkan rata-rata Emotion-Focused Coping responden yang menonton sinetron adalah 58.70 sedangkan untuk responden yang menonton drama korea sebesar 59.34. Secara absolut terlihat bahwa rata-rata Emotion-Focused Coping responden yang menonton sinetron dengan responden yang menonton drama korea juga tidak memiliki perbedaan secara signifikan.

Berdasarkan hasil uji normalitas, diperoleh nilai signifikansi variabel

Problem-Focused Coping sebesar 0.145 dan nilai Emotion-Focused Coping sebesar 0.067 dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai α = 0,05 sehingga dapat

dikatakan bahwa kedua variabel tersebut berdiri normal. Berdasarkan uji homogenitas diperoleh nilai F untuk variabel Problem-Focused Coping F=0,242 (p=0,624 > 0,05) dan nilai F untuk Emotion-Focused Coping sebesar F=1,143 (p=0,288 > 0,05). Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa data tersebut disebut data equal/homogen. Setelah data tersebut dinyatakan menyebar normal/homogen, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis menggunakan uji t. Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai t pada variabel Problem-Focused Coping

adalah -0.219 dengan probabilitas signifikansi 0.827 (two tail). Jadi dapat disimpulkan bahwa rata-rata Problem-Focused Coping tidak berbeda secara signifikan antara responden yang menonton drama korea dengan sinetron. Nilai t pada variabel Emotion-Focused Coping juga dapat dikatakan tidak memiliki perbedaan secara signifikan antara responden yang menonton drama korea dengan sinetron, yaitu dengan nilai -0.531 dengan probabilitas signifikansi 0.596 (two tail). Dalam metode analisis ini menggunakan SPSS 17.0 for Windows untuk membantu dalam uji hipotesis maupun uji asumsi.

DISKUSI

Problem-Focused Coping mengarah pada penyelesaian masalah, seperti informasi mengenai suatu masalah, mengumpulkan solusi-solusi yang dapat dijadikan alternatif, mempertimbangkan alternatif dari segi biaya dan manfaatnya, memilih alternatif, dan menjalani alternatif yang dipilih (Lazarus dan Folkman, 2006). Emotion-Focused Coping menurut Lazarus dan Folkman (2006), merupakan sekumpulan proses kognitif yang diarahkan untuk mengurangi penderitaan emosional dan mencakup strategi menghindari, meminimalisir, menjaga jarak, selektif memilih perhatian, perbandingan positif, dan mencari nilai positif dari sebuah peristiwa negatif.

(11)

positif maupun negatif melalui proses peniruan. Proses peniruan tersebut disebut sebagai imitasi. Sebelum seseorang melakukan imitasi, terdapat beberapa hal yang harus terpenuhi, yaitu minat dan perhatian yang cukup besar terhadap hal tersebut, sikap menjunjung tinggi atau mengagumi hal-hal yang diimitasi dan memiliki penghargaan sosial yang tinggi.

Menurut Comstock (dalam Karo, 2008), proses tayangan drama ditelevisi ditiru dan membentuk sikap dan perilaku penonton dalam hal ini adalah wanita karir di kehidupan sehari-hari melalui satu proses yang sangat panjang. Artinya, memerlukan tahapan yang dimulai dari pengalaman si wanita karir dengan realita kehidupan mereka, seperti bagaimana ia melihat secara langsung peristiwa orang terdekat mereka. Selain pengalaman yang didapat secara kontak langsung, ada juga yang diperoleh secara kontak tidak langsung, yaitu melalui media-media lain selain televisi. Dengan demikian, apa yang ditayangkan di televisi baik drama Korea maupun sinetron belum tentu ditiru dan diterapkan dalam kehidupan para wanita karir. Tergantung bagaimana minat dan seperti apa penghargaan yang akan diperoleh oleh wanita karir tersebut.

Penonton televisi yang dibahas dalam penelitian ini adalah wanita karir. Wanita karir biasanya memiliki cara berpikir objektif dan tidak mudah terpengaruh, sehingga mereka tidak secara langsung mengimitasi tontonan yang mereka lihat dari televisi. Mereka akan mempertimbangkan apa yang akan mereka lakukan dari berbagai sisi. Hal tersebut sesuai dengan tugas perkembangan para wanita karir yang dalam penelitian ini memiliki dua tahapan perkembangan yaitu dewasa awal (20 sampai 40 tahun) dan dewasa madya (40 sampai 60 tahun). Masa dewasa awal awal menurut Fatimah (2012) adalah masa kematangan fisik dan psikologis. Ciri kematangan psikologi dewasa awal menurut Fatimah (2012) ada 7 yaitu: berorientasi pada tugas, memiliki tujuan yang jelas dan kebiasaan kerja yang efisien, mengendalikan perasaan pribadi, keobjektifan, menerima kritik dan saran, pertanggungjawaban terhadap usaha-usaha pribadi dan penyesuaian yang realistis terhadap situasi baru. Menurut Hurlock (2004), tugas perkembangan dewasa madya adalah: tugas yang berkaitan dengan perubahan fisik, tugas yang berkaitan dengan minat wara negara dan sosial, tugas yang berkaitan dengan kejuruan (pemantapan dan pemeliharaan standar hidup yang relatif aman) dan tugas yang berkaitan dengan kehidupan keluarga. Usia sangat mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan, terutama dalam cara mengatasi stress maupun dalam penyelesaian konflik. Semakin matang usia seseorang, maka semakin matang pula strategi coping yang digunakan.

(12)

Dalam penelitian ini, terdapat wanita karir yang bertatus belum menikah, telah menikah dan berstatus janda. Dalam konsep penyelesaian masalah diantara ketiga status tersebut juga pasti berbeda. Menurut penelitian yaang dilakukan Ciabatary (2002), wanita single parent (tidak terikat pernikahan) yang berpendapatan rendah, dan tidak mempunyai kedudukan yang tinggi dalam pekerjaannya menjalani kehidupannya sebagai seorang wanita bekerja dan seorang ibu bagi anak-anaknya lebih mudah mengalami stress dan cenderung melakukan strategi coping (Problem-Focused Coping dan Emotion-Focused Coping) dalam konsep mengatasi stress nya. Dalam penelitian ini, drama Korea dan sinetron digunakan sebagai media strategi coping.

Menurut Asih (2006), strategi coping yang dipilih seseorang dipengaruhi oleh tipe ancaman atau peristiwa, konteks sosial, struktur identitas, dan sumber-sumber kognitif. Tipe ancaman dapat berupa penyebab internal atau eksternal, jangka panjang atau pendek, stabil atau tidak stabil. Konteks sosial meliputi aturan-aturan ideologi seperti norma, kepercayaan, nilai-nilai, aturan-aturan hubungan interpersonal, dan adanya keanggotaan kelompok. Individu yang harga dirinya lebih rendah kemungkinan untuk terganggu saat mengalami stress sangat tinggi, sedangkan individu dengan harga diri tinggi kemungkinan untuk terganggu saat mengalami stress sangat rendah. Wanita karir dalam hal ini memiliki harga diri yang tinggi, karena selain mereka rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, berpenghasilan, mereka juga ditunjang dengan penampilan yang menarik.

Selain faktor-faktor tersebut, faktor lain yang mempengaruhi seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman, persepsi terhadap stimulus serta kemampuan intelektual sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku coping

yang dipilih individu. Perbedaan penilaian kognitif yang dilakukan individu terhadap stressor menghasilkan pemilihan strategi coping yang berbeda-beda pula antar individu. Melalui penilaian kognitif, individu dapat menilai apakah suatu situasi menimbulkan stress atau tidak baginya dan strategi coping yang bagaimanakah yang dapat ia pilih sesuai dengan situasi yang dihadapinya. Wanita karir dalam hal ini memiliki penilaian lebih objektif terhadap masalah yang sedang ia hadapi. Wanita karir memikirkan secara matang seperti apa dan bagaimana mereka menyelesaikan masalah yang sedang ia hadapi.

Dalam penelitian selanjutnya diharapkan peneliti memperhitungkan faktor intensitas menonton drama (Sinetron maupun Korea) pada tiap subjek dalam satu minggu. Intensitas menonton drama adalah banyaknya seseorang menonton drama. Drama tidak secara langsung mempengaruhi perilaku penonton, tetapi jika ditonton dengan intensitas tinggi, diduga akan berdampak bagi penonton. Dalam penelitian ini, intensitas yang diperhitungkan adalah intensitas menonton drama dalam sehari. Selain faktor intensitas menonton, faktor usia juga perlu mendapatkan perhatian, karena dalam penelitian ini usia subjek berada pada tahap perkembangan yang berbeda yaitu pada tahap perkembangan dewasa awal dan dewasa madya. Dalam penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan usia dengan tahap perkembangan yang sama.

(13)

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dimensi dan indikator milik Carver (dalam Armeli, 2001). Skala Problem-Focused Coping

memiliki 10 dimensi dan Emotion-Focused Coping memiliki 5 dimensi. Tetapi untuk Peoblem-Focused Coping dalam penelitian ini hanya menggunakan 7 dimensi yaitu perencanaan, keaktifan diri, penguasaan diri, penekanan pada aktivitas utama, pemahaman situasi secara positif, mencari dukungan sosial instrumental dan mencari dukungan sosial emosional. Tiga dimensi lain yaitu penggunaan obat-obatan, penggunaan humor dan melupakan peristiwa yang tidak menyenangkan tidak dapat digunakan karena tidak dapat dilakukan pengambilan data secara kuantitatif.

DAFTAR PUSTAKA

Armeli, S. (2001). Stressors, Appraisals, Coping and Post-Event Outcomes: The Dimensionality and Antecendents of Stress-Related Growth. Journal of Social and Clinical Psychology. Vol 20 No 3

Asih, D. (2006). Hubungan Antara Problem-Focused Coping dengan Depresi pada Mahasiswa Tingkat Akhir. Skripsi (Tidak Diterbitkan).

Fajar. (2012). 10 Tema Film dan Sinetron di Indonesia. Diunduh dari http://ffanto.reyblog.com pada Sabtu, 30 Maret 2013.

Folkman, S. (1986). Dynamics of a Stressfull Encounter: Cognitive Appraisal Coping, and Encounter Outcomes. Journal of Personality and Social Psychology. Vol 50. No 5. 992-1003.

Hurlock, E.B. (2004). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan . Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.

Kareem, G. (2012). Pengertian Drama dan Unsur yang Membangun. Diunduh dari http://rumputliar.com pada Sabtu, 30 Maret 2013.

Karo, S. (2008). Potret Sinetron Remaja di RCTI dan SCTV Periode 2007-2008.

Jurnal.

Lazarus, R. S & Folkman, S. (2006). Stress, Appraisal and Coping. New York. Springer.

Melisa, H. (2012). Pengaruh Tayangan Drama Korea di Televisi Terhadap Perilaku Remaja Kelurahan Simpan Baru Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru. Skripsi (Tidak Diterbitkan).

(14)

Nielsen, AGB (a). (2011). Memahami Kebiasaan Konsumsi Media Perempuan. Nielsen Newsletter diunduh dari http://agbnielsen.co.id pada Senin, 6 Januari 2014.

Nielsen, AGB (b). (2011). Potensi Penonton TV Bertambah 8% di Bulan Ramadhan. diunduh dari http://agbnielsen.co.id pada Senin, 6 Januari 2014.

Papalia, D. E (2009). Perkembangan Manusia (Human Development). Buku Kedua. Jakarta: Salemba Humanika

Pardani, N . (2010). Analisis Tingkat Stress wanita Karir Dalam Peran Gandanya Dengan Regresi Logistik Ordinal (Studi Kasus Pada Tenaga Kerja Wanita di Rs. Mardi Rahayu Kudus). Skripsi Tidak Diterbitkan.

Rahardjo, W. (2007). Konsumsi Alkohol, Oat-Obatan Terlarang dan Perilaku Seks Beresiko: Suatu Meta-Analisis. Jurnal Psikologi Vol. 35 No. 1 hal 80-100

Rustiana, H. (2003). Gambaran Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) dan Perilaku Coping Anak-Anak Korban Kerusuhan Maluku Utara. Tazkiya. Vol 3. No. 1 46-64

Santrock, J.W. (2007). Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.

Sembiring, A. (2010). Coping Stress Pada Insan Pasca Stroke yang Mengikuti Klub Stroke di Rumah Sakit Jakarta. Jurnal Psikologi Volume 8 Nomor 1.

Gambar

Tabel 1. Hasil Cronbach’s Alpha

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya dari praktik baik ( best practice ) tersebut dikembangkan draf model implementasi kebijakan sistem pelayanan perijinan terpadu satu loket yang efektif yang

APM dihitung berdasarkan data yang dapat menggambarkan keempat komponen, yaitu angka harapan hidup yang mewakili bidang kesehatan, angka melek huruf dan rata-rata

Salah satu cara untuk menentukan ukuran dan jumlah plot sampel adalah dengan menggunakan Area kurve spesies, yang pada prinsipnya mengikuti prosedur sbb:..

Kompres hangat adalah tindakan yang dilakukan dengan menberikan cairan hangat untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau mencegah terjadinya spasme

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan keterampilan teknik dengan

[r]

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data laporan keuangan dan data pasar modal perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI sejak

Karena terdapat variabel pendapatan yang memiliki korelasi negatif dengan pengeluaran pemerintah, dengan nilai yang signifikan; (3) Terdapatnya fenomena ilusi fiskal