• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Diversi Terhadap Tindak Pida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pelaksanaan Diversi Terhadap Tindak Pida"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Pelaksanaan Diversi Terhadap Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Anak di Pengadilan

Negeri Pekanbaru

A. Latar Belakang Masalah

Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilakukan manusia yang

dapat bertanggung jawab yang mana perbuatan tersebut dilarang atau

diperintahkan atau dibolehkan oleh undang-undang yang diberi sanksi berupa

sanksi pidana. Kata kunci untuk membedakan suatu perbuatan sebagai tindak

pidana atau bukan adalah apakah perbuatan tersebut diberi sanksi pidana atau

tidak.1

Perlindungan anak Indonesia berarti melindungi sumber daya insani

dan membangun manusia Indonesia seutuhnya, menuju masyarakat yang adil

dan makmur, materil spiritual berdasarkan pancasila dan Undang- Undang

Dasar 1945.2 Kegiatan perlindungan anak setidaknya memiliki dua aspek.

Aspek pertama berkaitan dengan kebijakan dan peraturan perundang-undangan

yang mengatur mengenai perlindungan hak-hak anak. Aspek kedua,

menyangkut pelaksanaan kebijakan dan peraturan-peraturan tersebut.3

Konvensi Internasional tentang hak-hak anak telah merumuskan

prinsip-prinsip hak anak yang ditujukkan untuk melindungi hak anak, di

antaranya penangkapan, penahanan atau pemenjaraan seorang anak harus

sesuai dengan hukum dan hanya sebagai upaya terakhir dan untuk jangka

1 Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia, Suatu Pengantar, Refika Aditama, Bandung, 2010, hlm. 100

2 Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 1.

(2)

waktu yang sesingkat-singkatnya.4Pernyataan tersebut terdapat dalam

Convention on the Rights of the Child (Konvensi Hak-Hak Anak) yang

disahkan secara aklamasi tanggal 20 November Tahun 1989 dalam Resolusi

Majelis Umum PBB Nomor 44. 25, yang telah diratifikasi oleh pemerintah

Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tanggal 26

Januari Tahun 1990.5

Dalam hukum positif Indonesia, perlindungan terhadap hak-hak anak

dapat ditemui di berbagai peraturan perundung-undangan, seperti yang tertuang

dalam Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990 pada tanggal 25 agustus

1990, yang merupakan ratifikasi dan konvensi PBB Konvensi tentang Hak-hak

anak (Convention of the rights of the child), Undang-undang Nomor 4 Tahun

1979 tentang Kesejahteraan anak, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak, Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang

Hak Asasi Manusia, dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak.6

Ketika seorang anak berada dilingkungan lembaga pemsyarakatan,

anak akan menghadapi lingkungan yang bergaul dengan narapidana dengan

berbagai jenis kejahatan dan jika bebas akan mendapat stigma anak yang nakal

yang sulit direhabilitasi sepanjang hidupnya.7

4M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk di Hukum, Cetakan Pertama, Sinar Grafika, Jakarta Timur, 2013, hlm. 58.

5 Abintoro Prakoso,Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak, Surabaya, Laksbang Grafika,2013 hlm.4.

6 Nashriana, Op.cit, hlm. 13

(3)

Prinsip tentang Perlindungan Anak terutama tentang prinsip non

diskriminasi yang mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak dan hak untuk

hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan sehingga diperlukan

penghargaan terhadap pendapat anak.8 Sehingga Muncul suatu gagasan untuk

hal tersebut, bahwa pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh anak harus

sejauh mungkin dihindarkan dari proses peradilan pidana. Berdasarkan dari

pemikiran tersebut, maka lahirlah sebuah konsep yang disebut diversion yang

dalam istilah bahasa Indonesia disebut diversi atau pengalihan.9

Diversi merupakan sebuah tindakan atau perlakuan untuk

mengalihkan suatu kasus dari proses formal ke proses informal atau

menempatkan ke luar pelaku tindak pidana anak dari sistem peradilan anak.

atau menempatkan ke luar pelaku tindak pidana anak dari sistem peradilan

pidana.10 Artinya tidak semua masalah perkara anak nakal mesti diselesaikan

melalui jalur peradilan formal, dan memberikan alternatif bagi penyelesaian

dengan pendekatan keadilan demi kepentingan terbaik bagi anak dan dengan

mempertimbangkan keadilan bagi korban.

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak memuat :11

8 DS. Dewi Fatahilla dan A.syukur, Mediasi Penal : penerapan restorative justice di pengadilan anak indonesia, Indie Pre Publishing, Depok, 2011, hlm. 13

9 Marlina, Pengantar konsep diversi dan restoratif justice dalam hukum pidana, USU Press. Medan, 2010, hal 1.

10 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2009, hlm. 158.

(4)

1. Pada Tingkat Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Perkara Anak di

Pengadilan Negeri wajib diupayakan Diversi.

2. Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal tindak

pidana yang dilakukan :

a) Diancam dengan pdana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan

b) Bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

Kepada pejabat yang telah diamanatkan Undang-Undang untuk

memberikan upaya diversi tetapi tidak dilakukan diberikan sanksi pidana

sebagaimana diatur dalam Pasal 96 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

yang berbunyi :

“Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagamana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 2.00.000.000,- (dua ratus juta rupiah)”

Pelaksanaan diversi dilatarbelakangi keinginan menghindari efek

negatif terhadap jiwa dan perkembangan anak oleh keterlibatannya dengan

sistem peradilan pidana. Upaya pengalihan atau ide diversi ini, merupakan

penyelesaian yang terbaik yang dapat dijadikan formula dalam penyelesaian

beberapa kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku tindak pidana. Dengan

langkah kebijakan non penal anak pelaku kejahatan, yang penanganannya

dialihkan di luar. jalur sistem peradilan pidana anak, melalui cara-cara

pembinaan jangka pendek atau cara lain yang bersifat keperdataan atau

administratif.12

(5)

Sudah cukup banyak study dan tulisan yang mengkritik penerapan

pidana penjara sebagai alat untuk merubah perilaku baik masyarakat yang

berpotensi menjadi penjahat maupun mereka yang telah divonis sebagai

penjahat. Penjara walaupun telah dirubah namanya menjadi lembaga

pemsyarakatan tetaplah mengandung banyak kelemahan yang tidak dapat

mencapai maksud utama dipidanya seseorang. 13 termasuk anak sebagai pelaku

tindak pidana.

Berdasarkan data dari hasil pra riset yang dilaksanakan oleh penulis di

Pengadilan Negeri Bangkinang mengenai pelaksanaan diversi di Pengadilan

Negeri Bangkinang pada tahun 2014 dan 2015. Diperoleh data sebagai berikut :

Tabel I.1

Data Pelaksanaan Diversi di PengadilanNegeri Pekanbaru

Data dari Pengadilan Negeri Pekanbaru menunjukkan sejak

diberlakukannya Diversi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2012 Tentang Sistem Peradilan Anak, pada tahun 2014 tidak ada kasus anak

yang di Diversi dan keseluruhannya kasus berakhir dengan putusan pidana, dan

ditahun berikutnya, tahun 2015 jumlah kasus yang memiliki putusan pidana

sebanyak 23 kasus dan 3 kasus berakhir dengan diversi. Dari tabel diatas dapat

diartikan bahwa telah mengalami peningkatan penerapan diversi dari tahun

(6)

2014 dan 2015. Tapi dari data tersebut jugamenunjukkan bahwa masih banyak

jumlah anak yang berhadapan dengan hukum dalam berakhir dengan pidana.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka menarik untuk diteliti

yang dituangkan dalam karya ilmiah dalam bentuk proposal skripsi dengan

judul: “Pelaksanaan diversi terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak di Pengadilan Negeri Pekanbaru ”.

B. Masalah Pokok

1. Bagaimanakah Pelaksanaan diversi terhadap tindak pidana yang dilakukan

oleh anak di Pengadilan Negeri Bangkinang?

2. Apa pelaksanaan diversi terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak di

Pengadilan Negeri Bangkinang telah mencerminkan perlindungan hukum

terhadap anak?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui pelaksanaan diversi terhadap tindak pidana yang

dilakukan oleh anak di Pengadilan Negeri Bangkinang

b. Untuk mengetahui pelaksanaan diversi terhadap tindak pidana yang

dilakukan oleh anak di Pengadilan Negeri Bangkinang telah

mencerminkan perlindungan hukum terhadap anak

(7)

a. Penelitian ini berguna bagi penulis sebagai syarat untuk memperoleh

gelar sarjana.

b. Kegunaan penelitian bagi dunia akademik adalah penelitian ini

diharapkan dapat menjadi masukan yang positif bagi pengembangan

ilmu khususnya mengenai pelaksanaan diversi terhadap tindak pidana

yang dilakukan oleh anak di Pengadilan Negeri Bangkinang.

c. Kegunaan penelitian ini bagi masyarakat dan instansi yang terkait

dengan pelaksanaan diversi terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh

anak di Pengadilan Negeri Bangkinang.

D. Kerangka Teori

1. Konsep Restorative Justice

Restorative Justice merupakan reaksi terhadap teori retributif yang

berorientasi pada pembalasan dan teori neo klasik yang berorientasi pada

kesetaraan sanksi pidana dan sanksi tindakan. Dalam teori retributif, sanksi

pidana bersumber padea ide “mengapa diadakan pemidanaan”. Dalam hal ini

sanksi pidana lebih menekankan pada unsur pembalasan (pengimbalan) yang

sesungguhnya bersifat reaktif terhadap sesuatu perbuatan. Ia merupakan

penderitaan yang sengaja dibebankan kepada seorang pelanggar, atau seperti

dikatakan oleh J. E. Jonkers bahwa sanksi pidana dititikberatkan pada pidana

yang diterapkan untuk kejahatan yang dilakukan. Sementara sanksi tindakan

bersumber pada ide “untuk apa diadakan pemidanaan itu”. Jika dalam teori

retributif sanksi pidana tertuju pada perbuatan salah seorang lewat pengenaan

(8)

terarah pada upaya memberi pertolongan agar dia berubah.14 Sanksi tindakan

bertujuan lebih bersifat mendidik15 dan berorientasi pada perlindungan

masyarakat.16

Ada tiga prinsip dasar untuk membentuk Restorative Justice yaitu :

a) Terjadi pemulihan kepada mereka yang menderita kerugian akibat

kejahatan;

b) Pelaku memiliki kesempatan untuk terlibat dalam pemulihan keadaan

(restorasi);

c) Pengadilan berperan untuk menjaga ketertiban umum dan masyarakat

berperan untuk melestarikan perdamaian yang adil.

Diversi terdiri dari 3 tahap yaitu :

a) Diversi dalam tahap Penyidikan

Penyidikan terhadap anak dilakukan oleh penyidik yang ditetapkan

berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisan Negara Republik Indonesia atau

pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia dengan syarat telah berpengalaman sebagai penyidik, mempunyai

minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak serta telah

mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan anak.

b) Diversi dalam tahap Penuntutan

14Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana¸Bandung,1984, hlm 4

15 Utrecht, E, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana II, Surabaya, Pustaka Tinta Mas, 1994, hlm. 360

(9)

Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan

perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan

supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. Penuntutan

terhadap perkara anak dilakukan oleh Penuntut Umum yang ditetapkan

berdasarkan Keputusan Jaksa Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh

Jaksa Agung. Dengan syarat telah berpengalaman sebagai penuntut umum,

mempunyai minat, perhatian dan memahami masalah anak dan telah

mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan anak.

c) Diversi dalam tahap Persidangan

Sidang Pengadilan dilakukan oleh Hakim Pengadilan Anak, yang

ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung atau pejabat

lain yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah Agung atas usul ketua pengadilan

negeri yang bersangkutan melalui ketua pengadilan tinggi dengan syarat

telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan peradilan umum,

mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak serta

telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan anak.

Penulis akan menggunakan Konsep Restorative Justice ini sebagai

pisau analisi untuk melihat pengaturan diversi terhadap tindak pidana yang

dilakukan oleh anak dalam hukum pidana Indonesia.

(10)

Penal Policy dikatakan sebagai suatu ilmu sekaligus seni yang

bertujuan untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara

lebih baik. Objek dari hukum pidana bukan hanya meliputi perbuatan dari

suatu masyarakat dalam konteks secara umum tetapi hukum pidana juga

memeliki sasaran kepada para penguasa. Menurut Peters, pernah menyatakan

pembatasan dan pengawasan/ pengendalian kekuasaan negara merupakan

dimensi yuridis yang sesungguhnya dari hukum pidana; tugas yuridis dari

hukum pidana bukanlah ’’mengatur masyarakat’’ , tetapi "mengatur penguasa"

yaitu :"the limitation of, and control over, the powers of the State constitute the

real yuridical dimension of criminal law :The Juridical task of criminal law is

not policing society but policing the police"( pembatasan, dan kontrol atas,

kekuasaan negara merupakan dimensi yuridis nyata dari hukum pidana: Tugas

Yuridis hukum pidana tidak kebijakan masyarakat tetapi kepolisian polisi).

Kebijakan penegakan hukum pidana merupakan serangkaian proses

yang terdiri dari tiga tahap kebijakan yaitu :

a. Tahap kebijakan legislatif (formulatif) yaitu menetapkan atau merumuskan

perbuatan apa yang dapat dipidana dan sanksi apa yang dapat dikenakan

oleh badan pembuat undang-undang.

b. Tahap kebijakan yudikatif/ aplikatif yaitu menerapkan hukum pidana oleh

aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.

c. Tahap kebijakan eksekutif/administratif yaitu melaksanakan hukum pidana

secara konkrit, oleh aparat pelaksana pidana.17

(11)

Pada tahap kebijakan legislatif merupakan muara dari kebijakan

hukum pidana itu sendiri dimana dalam hal ini akan berorientasi kepada

pelaksanaan hukum pidana itu sendiri dimana dalam hal ini akan sangat terkait

dengan ditetapkan sistem pemidanaan, maka pada hakekatnya sistem

pemidanaan itu merupakan sistem kewenangan/ kekuasaan menjatuhkan

pidana. Pidana tidak hanya dapat dilihat dalam arti sempit/ formal, tetapi juga

dapat dilihat dalam arti luas/ material.

Bertolak dari hal tersebut dalam konteks arti sempit atau formal,

penjatuhan pidana ini berarti kewenangan untuk menjatuhkan sanksi pidana

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dilakukan

oleh pejabat yang berwenang, sedangkan dalam arti luas atau material,

penjatuhan pidana merupakan mata rantai proses tindakan hukum dari pejabat

yang berwenang, mulai dari proses penyidikan, penuntutan, sampai pada

putusan pidana dijatuhkan oleh pengadilan dan dilaksanakan oleh aparat

pelaksana pidana, jadi dalam hal ini merupakan keseluruhan proses dari sistem

peradilan pidana itu sendiri, hal ini merupakan satu kesatuan sistem penegakan

hukum pidana yang integral, dimana keseluruhan proses penegakan hukum

itupun harus terwujud dalam satu kesatuan kebijakan legislatif yang integral.

Penggunaan hukum pidana di Indonesia sebagai sarana untuk

menanggulangi kejahatan tampaknya tidak menjadi persoalan, hal ini terlihat

dari praktek perundang-undangan selama ini yang menunjukkan bahwa

penggunaan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan atau politik

(12)

hal yang wajar dan normal, seolah-olah eksistensinya tidak dipersoalkan.

Persoalan sekarang adalah garis-garis kebijakan atau pendekatan yang

bagaimanakah sebaiknya ditempuh dalam menggunakan hukum pidana.

E. Konsep Operasional

Untuk memudahkan Pemahaman terhadap Penulisan ini dan tidak

terjadi perbedaan persepsi pandangan yang dapat menimbulkan

kesalahpahaman, penulis membuat suatu bentuk suatu definisi operasional

istilah-istilah yang penulis gunakan.

1. Pelaksanaan adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu badan atau

wadah secara berencana, teratur dan terarah guna mencapai tujuan yang

diharapkan.18

2. Diversi adalah sebuah tindakan atau perlakuan untuk mengalihkan suatu

kasus dari proses formal ke proses informal atau menempatkan ke luar

pelaku tindak pidana anak dari sistem peradilan anak. atau menempatkan ke

luar pelaku tindak pidana anak dari sistem peradilan pidana.19

3. Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib

hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak sengaja telah dilakukan oleh

seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut

adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan

umum.20

18 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1996, hlm. 488. 19 Marliana, Op. Cit, hlm. 158

(13)

4. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

termasuk anak yang masih dalam kandungan.21

5. Pengadilan Negeri Pekanbaru adalah pelaksana kekuasaan kehakiman yang

berada dilingkungan peradilan umum22 di wilayah hukum Bangkinang.

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum sosiologis yaitu

penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan identifikasi hukum dan

bagaimana efektifitas pelaksanaan hukum berlaku di masyarakat.23 Atau

meninjau keadaan melalui permasalahan dilapangan yang dikaitkan dengan

aspek hukum yang berlaku.24 2. Obyek Penelitian

Penelitian ini mengenai Pelaksaan diversi yang dilaksanakan di

Pengadilan Negeri Pekanbaru, khususnya di Kepaniteraan Muda Pengadilan

Negeri Pekanbaru.

3. Data dan Sumber Data a. Data Primer

21 Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 22 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

23 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1982, hlm. 33.

(14)

Data primer adalah data yang penulis dapatkan atau diperoleh secara

langsung melalui wawancara dengan responden di lapangan mengenai

hal-hal yang bersangkutan dengan masalah yang diteliti.

b. Data Sekunder

Data Sekunder, adalah data yang diperoleh dari Undang-Undang,

literatur-literatur atau merupakan data yang diperoleh melalui penelitian

perpustakaan antara lain berasal dari:

1) Bahan Hukum Primer

Yaitu bahan yang bersumber dari penelitian kepustakaan yang

diperoleh dari Peraturan perundangan-undangan, seperti Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana, dan Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Dagang.

2) Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan-bahan penelitian yang berasal dari literatur dan hasil

penelitian para ahli sarjana yang berupa buku-buku yang berkaitan

dengan pokok pembahasan.

3) Bahan Hukum Tersier

Data yang penulis peroleh dari kamus ensiklopedia dan Internet

atau media cetak lainnya yang dapat menunjang kesempurnaan dalam

(15)

4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara/Interview

Wawancara atau interview yaitu dengan mengumpulkan beberapa

pertanyaan yang sesuai dengan konsep permasalahan yang kemudian

langsung mengajukan pertanyaan secara langsung kepada responden serta

pihak pihak yang memiliki kaitan dengan konsep permasalahan yang di

angkat didalam permasalahan proposal ini.25 b. Kajian Kepustakaan

Menggunakan teknik pengumpulan data baik dengan cara membaca

buku, jurnal-jurnal yang terkait dengan tajuk permasalahan dalam proposal

dan atau referensi lain.

5. Analisis Data dan metode Penarikan kesimpulan

Berdasarkan dengan rumusan permasalahan dan pembahasan atas

permasalahan yang dipergunakan maka teknik analisis data penulis lakukan

dengan cara kualitatif. Dimana penulis melakukan analisa data melalui

pengumpulan data dari observasi lokasi yang terbatas dengan beberapa

responden yang diwawancarai, yang kemudian data tersebut penulis pahami

dan penulis beri makna untuk selanjutnya penulis jadikan tulisan dan

keterangan yang dapat memberikan penjelasan atas rumusan permasalahan

yang penulis angkat. Setelah data terkumpul baik data primer maupun data

sekunder dari lapangan selanjutnya diolah dengan cara mengelompok data

(16)

menurut jenisnya, kemudian dilakukan pembahasan dengan memperlihatkan

teori-teori hukum, dokumen-dokumen dan data-data lainnya. Sedangkan

metode berpikir yang digunakan oleh penulis yaitu deduktif yakni

pengerucutan dari bagian umum yang merupakan permasalahan umum kepada

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi zakat dan yang dikeluarkan UMKM mebel ukir dan pengaruhnya terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar melalui BAZNAS

Kemudian fasilitator diversi menerangkan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, bahwa diversi merupakan pengalihan perkara anak

• Pemerataan pembangunan antar wilayah dan antar sektor untuk memperbaiki kondisi wilayah yang belum berkembang dengan tetap. mempertimbangkan pertumbuhan dan

Berat rata-rata udang yang diperoleh dari kelima petak tersebut, tidak jauh berbeda dengan Tahe dan Makmur (2016), pada penelitiannya pengaruh padat penebaran terhadap

1. Tedapat pengaruh yang sangat nyata terhadap perlakuan pupuk organik pada variabel luas daun umur 2 BST dan berbeda nyata pada variabel parameter luas daun umur 1

Fokus dari penelitian ini yaitu membahas mengenai pola aliran komunikasi organisasi The Breeze BSD City untuk membentuk motivasi kerja karyawan menggunakan

Pemustaka dapat memanfaatkan layanan RBM dengan berkunjung dan langsung menggunakan fasilitas dan kegiatan yang diselenggarakan oleh layanan RBM, kemudian untuk

Padahal Rhodamin B merupakan pewarna untuk kertas dan tekstil sehingga pewarna ini berbahaya bagi kesehatan (Salam, 2008). Permasalahan ini mendorong untuk