• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAMBATAN DAN TANTANGAN DALAM MEWUJUDKAN (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HAMBATAN DAN TANTANGAN DALAM MEWUJUDKAN (1)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Infotekmesin Volume 1 Edisi Juli 2010 1

HAMBATAN DAN TANTANGAN DALAM MEWUJUDKAN

GOOD

GOVERNANCE

MELALUI PENERAPAN E-GOVERNMENT DI

KABUPATEN CILACAP

Andesita Prihantara

Dosen Tetap Program Studi Teknik Informatika, Politeknik Cilacap

Abstract

Nowadays, there is a demand for Indonesia to have a good governance. It could be difficult but actually it is also possible. The development of technology is enable good governance to be achieved, that is by using e-Government. The existence of e-Government give a potency to Indonesia government to be more transparant and to have finest quality in serving citizens anywhere and anytime. In 2003 ,there was an inisiative from government to implement e-Government by launching Keppres no 3/2003. Because of that, every local and central government were try to execute this policy by developing e-Government. But regrettably, e-government developed by local governments indicate that the development is only for fulfilling the policy and have no quality. There are several barriers that make implementation of e-Government in less than optimal, namely the lack of highly competent human resources are adequate and inadequate ICT infrastructure so that a level of public accessibility of e-Government.

Key words: good governance, e-Government, barriers

1. Pendahuluan

Semua bentuk komunikasi digital termasuk internet telah menjadi instrumen yang penting dalam semua sektor. Demikian juga di sektor pelayanan publik dan politik, media elektronik ini telah menjadi instrumen yang penting dalam komunikasi data internal dan eksternal. Penggunaan jaringan internet telah mempercepat proses komunikasi, kontak antara instansi pemerintah dengan masyarakat semakin dekat dan langsung, waktu tunggu untuk memperoleh informasi semakin singkat, dan aliran data dari satu unit instansi pemerintah ke unit organisasi lain (baik privat maupun publik) juga mengalami peningkatan yang luar biasa. Pemanfaatan Teknologi Informasi (TI) secara umum, khususnya internet menawarkan peluang kepada pemerintah untuk memberikan layanan dan berinteraksi yang lebih baik kepada semua konstituen; warga negara, kalangan bisnis, dan mitra pemerintah lainnya (Chen, 2002; West, 2006). E-government sebagai bagian dari produk internet menjadi topik pembicaraan dalam diskusi internet maupun media massa dan populer setelah dihubungkan dengan otonomi daerah.

(2)

Infotekmesin Volume 1 Edisi Juli 2010 2 diperoleh pemerintah melalui pemanfaatan e-Government adalah pemerintah dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan tanpa batas waktu dan tempat.

2. Perumusan Masalah

Kebijakan yang dilahirkan oleh pemerintah pada tahun 2003 sebagai inisiatif pengembangan e-Government nampaknya telah membuahkan hasil yang cukup menggembirakan. Kebijakan yang hadir sebagai inisiatif pengembangan e- Government, disambut dengan cukup baik oleh lembaga-lembaga pemerintahan di Indonesia, khususnya pemerintah Kabupaten Cilacap. Namun sayangnya, menjamurnya e-Government tidak diimbangi dengan kualitas yang baik. Ada beberapa indikasi hambatan yang menjadikan penerapan e-Government di Kabupaten Cilacap belum dapat berjalan dengan optimal.

3. Tujuan Penelitian

Merujuk kepada latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk : mengidentifikasi dan mengklarifikasi karakteristik dan ciri-ciri dari good governance serta macam penerapan e-government dalam sektor publik, mengidentifikasi sejumlah tantangan dan hambatan yang ditengarai sebagai penyebab minimnya adopsi dan kapasitas penerapan e-government dalam mewujudkan good governance di Kabupaten Cilacap.

4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan masukan dan temuan yang ada pada penerapan e-Government di lingkungan pemerintah Kabupaten Cilacap, sehingga diharapkan dengan adanya temuan yang berupa kendala dan hambatan yang muncul dari penerapan e-Government dapat membantu pemerintah Kabupaten Cilacap mewujudkan good governance.

5. Landasan Teori

5.1 Lingkup dan Tahapan e-Government

E-goverment lahir karena dua revolusi: revolusi informasi dan revolusi pemerintahan. Kedua revolusi ini berdampak pada pola interaksi pemerintah dengan masyarakat dan bagaimana masyarakat dikelola (Heeks, 2001). Menurut Seifert dan Bonham (2003), meskipun e-government meliputi beragam aktivitas dan aktor, terdapat tiga ranah penerapan yang dapat diidentifikasi, yaitu government-togovernment (G2G), government-to-business (G2B), dan government-to-citizen (G2C). Beberapa peneliti mengenalkan domain keempat, government-toemployee (G2E), namun beberapa yang lain memasukkan domain terakhir ke dalam domain G2G. Dalam banyak hal, domain G2G merepresentasikan tulang punggung e-government yang mengacu kepada proses standar yang digunakan lembaga-lembaga pemerintah untuk saling berkomunikasi dan memudahkan proses. Proses internal ini perlu diperbaiki di semua tingkatan sebelum memberikan layanan yang terbaik untuk publik.

Domain G2B menjembatani pemerintah dalam memberikan layanan yang lebih baik kepada dunia bisnis. Layanan ini, di antaranya, dapat berupa penyediaan informasi potensi bisnis dan simplifikasi dan transparansi proses perijinan. Domain G2C dirancang untuk memfasilitasi warga negara berinteraksi dengan pemerintah, yang oleh beberapa peneliti disebut sebagai tujuan utama implementasi e-government (Seifert dan Bonham, 2003).

Dalam literatur ditemukan berbagai model implementasi e-government (e.g. Layne dan Lee, 2001; Kunstelj dan Vintar, 2004). Salah satu model tersebut melihat tahapan implementasi egovernment, mulai dari dari tahapan (1) web presence, (2) interaction, (3) transaction, sampai dengan (4) transformation atau horizontal integration, yang didalamnya semua sistem informasi pemerintah sudah diintegrasikan.

(3)

Infotekmesin Volume 1 Edisi Juli 2010 3 5.2 Governance vs Government dan Good Governance

Pada dasarnya governance, government dan good governance merupakan terminologi yang berbeda satu sama lain, meskipun ketiganya saling berhubungan. Untuk memahami ketiga terminologi tersebut, uraian berikut diharapkan dapat membantu.

5.2.1 Governance vs Government

Dalam memahami perbedaan antara governance dan government, Schwab dan Kubler (2001) melihatnya dari 5 (lima) fitur dimensi berdasarkan pengamatan mereka terhadap interaksi pada sebuah kontinuum pengaturan kebijakan antara governance dan government adalah dimensi aktor, dimensi fungsi, dimensi struktur, dimensi konveksi interaksi, dan dimensi distribusi kekuasaan.

Dilihat dari dimensi aktor, governance dicirikan dengan banyaknya jumlah peserta baik yang berasal dari sektor publik maupun privat yang terlibat dalam pengaturan sebuah kebijakan. Sementara itu, government dicirikan dengan sangat sedikit dan terbatasnya jumlah peserta dalam proses pengaturan kebijakan tersebut, aktor yang terlibat pun biasanya merupakan badan-badan (lembaga) pemerintahan.

Dari dimensi fungsi, governance dicirikan melalui banyaknya konsultasi yang dilakukan dalam pengaturan kebijakan. Hal ini memungkinkan bagi adanya kerjasama dalam pembuatan kebijakan antara aktor-aktor yang terlibat sehingga issue-isue kebijakan yang dihasilkan menjadi lebih sempit. Hal ini berbeda dengan government yang dicirikan dengan sedikitnya konsultasi, tidak adanya kerjasama antar aktor dalam pembuatan kebijakan yang menyebabkan luasnya issue kebijakan yang dihasilkan.

Berdasarkan dimensi struktur, governance dicirikan dengan adanya batas-batas yang didefinisikan secara fungsional dan sangat terbuka selain keanggotaan dari struktur yang bersifat sukarela. Batas-batas yang didefinisikan secara fungsional disini berarti pertimbangan pengaturan kebijakan didasarkan atas kebutuhan fungsional. Hal ini tidak seperti government yang mendefinisikan batas-batas berdasarkan kewilayahan dan bersifat tertutup selain tentu saja keanggotaannya yang tidak sukarela, artinya untuk dapat masuk sebagai struktur harus merupakan anggota dari organisasi sektor publik.

Dari dimensi konvensi interaksi, governance dicirikan dengan konsultasi yang sifatnya horisontal dengan pola hubungan yang bersifat kooperatif sehingga lebih banyak keterbukaan. Sementara itu government dicirikan dengan adanya hirarkhi kewenangan sehingga pola hubungan yang terjadi lebih banyak bersifat konflik dan dipenuhi dengan banyak kerahasiaan.

Berdasarkan dimensi distribusi kekuasaan, governance dicirikan dengan rendahnya dominasi negara, dipertimbangkannya kepentingan masyarakat dalam pengaturan kebijakan serta adanya keseimbangan atau simbiosis antar aktor. Sementara itu government dicirikan dengan adanya dominasi negara yang dalam banyak hal tidak terlalu memperhatikan kepentingan masyarakat serta tidak adanya keseimbangan antar aktor yang terlibat.

5.2.2 Good Governance

Pengertian dari good governance dapat dilihat dari pemahaman yang dimiliki baik oleh IMF maupun World Bank yang melihat Good Governance sebagai sebuah cara untuk memperkuat “kerangka kerja institusional dari pemerintah”. Hal ini menurut mereka berarti bagaimana memperkuat aturan hukum dan prediktibilitas serta imparsialitas dari penegakannya. Ini juga berarti mencabut akar dari korupsi dan aktivitas-aktivitas rent seeking, yang dapat dilakukan melalui transparansi dan aliran informasi serta menjamin bahwa informasi mengenai kebijakan dan kinerja dari institusi pemerintah dikumpulkan dan diberikan kepada masyarakat secara memadai sehingga masyarakat dapat memonitor dan mengawasi manajemen dari dana yang berasal dari masyarakat

Berdasarkan pengertian di atas, good governance memiliki sejumlah ciri sebagai berikut:

(4)

Infotekmesin Volume 1 Edisi Juli 2010 4

 Transparan, artinya harus tersedia informasi yang memadai kepada masyarakat terhadap proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan;

 Responsif, artinya dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus mampu melayani semua stakeholder;

 Setara dan inklusif, artinya seluruh anggota masyarakat tanpa terkecuali harus memperoleh kesempatan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan sebuah kebijakan;

 Efektif dan efisien, artinya kebijakan dibuat dan dilaksanakan dengan menggunakan sumberdayasumberdaya yang tersedia dengan cara yang terbaik;

 Mengikuti aturan hukum, artinya dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan membutuhkan kerangka hukum yang adil dan ditegakan;

 Partisipatif, artinya pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus membuka ruang bagi keterlibatan banyak aktor;

 Berorientasi pada konsensus (kesepakatan), artinya pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus merupakan hasil kesepakatan bersama diantara para aktor yang terlibat

6. Pembahasan

Terminologi “E-Government” dapat diartikan sebagai kumpulan konsep untuk semua tindakan dalam sektor publik (baik di tingkat Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah) yang melibatkan tehnologi informasi dan komunikasi dalam rangka mengoptimalisasi proses pelayanan publik yang efisien, transparan dan efektif. Hal ini dimungkinkan, karena secara internal pertukaran informasi antar unit organisasi publik menjadi lebih cepat, mudah dan terintegrasi.

Dalam rangka mengembangkan e-Government di Indonesia, bukanlah usaha yang mudah bagi pemerintah Indonesia. Selama ini, pelaksanaan e-Government di Indonesia mengalami berbagai macam kendala. Salah satunya adalah kenyataan bahwa internet belum dapat dimiliki oleh semua lapisan masyarakat, dikarenakan oleh faktor tarif dan infrastruktur dari internet (Hasibuan 2007).

Agar e-Government mampu memberikan manfaat yang optimal, e-government di Indonesia haruslah mencapai kondisi mature, yaitu kondisi yang matang atau sempurna. Untuk mencapai kondisi mature ini, tentunya diperlukan sebuah proses, yang didalamnya terdiri dari berbagai tahapan. Agar e-Government di Indonesia dapat secara terarah mencapai kondisi mature, maka di setiap tahapan perlu adanya sebuah model yang sesuai dan tepat untuk kondisi e-Government di Indonesia dan ruang lingkupnya dari e-e-Government tersebut. Tujuan dari pemodelan maturity ini adalah untuk menjadi benchmark bagi e-Government sehingga mampu menentukan strategi dan langkah yang tepat untuk mengembangkan e-Government sehingga mencapai kondisi matur.

Hambatan penerapan e-government dapat lihat misalnya dari hasil pengamatan yang dilakukan Kementerian Komunikasi yang menyimpulkan bahwa mayoritas situs pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah masih berada pada tingkat persiapan (pertama) apabila ditinjau dari sejumlah aspek:

 E-Leadership: prioritas dan inisiatif negara di dalam mengantisipasi dan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi;

 Infrastruktur Jaringan Informasi: kondisi infrastruktur telekomunikasi serta akses, kualitas, lingkup, dan biaya jasa akses;

 Pengelolaan Informasi: kualitas dan keamanan pengelolaan informasi;

 Lingkungan Bisnis: kondisi pasar, sistem perdagangan, dan regulasi yang membentuk konteks perkembangan bisnis teknologi informasi;

 Masyarakat dan Sumber Daya Manusia: difusi teknologi informasi didalam kegiatan masyarakat baik perorangan maupun organisasi, serta sejauh mana teknologi informasi disosialisasikan kepada masyarakat melalui proses pendidikan.

Terdapat sejumlah kelemahan pembentukan e-government di Kabupaten Cilacap:

(5)

Infotekmesin Volume 1 Edisi Juli 2010 5

 Inisiatif merupakan upaya instansi secara sendiri-sendiridan masih bersifat parsial; dengan demikian sejumlah faktor seperti standardisasi, keamanan informasi, otentikasi, dan berbagai aplikasi dasar yang memungkinkan interoperabilitas antar situs secara andal, aman, dan terpercaya kurang mendapatkan perhatian

 Kesenjangan kemampuan masyarakat untuk mengakses jaringan internet.

Dengan melihat kepada kondisi di atas, maka tantangan yang muncul kemudian adalah bagaimana meningkatkan penerapan e-government di masa datang menjadi lebih memadai sehingga tidak memungkinkan lagi adanya tahapan pelayanan yang memerlukan pertemuan tatap muka antara masyarakat dengan penyedia pelayanan publik.

7. Kesimpulan

Sebagai penutup dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa jalan bagi penerapan good governance di Indonesia khususnya di pemerintah Kabupaten Cilacap yang memadai melalui e-government masih cukup panjang. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan yang muncul. Pertama, melalui pengembangan lebih lanjut dari e-government pada tahapan paling tinggi yang memungkinkan selain melalui pendidikan dan pemerataan akses masyarakat terhadap internet. Kedua, harus adanya integrasi dan keterlibatan penuh dari staf dan seluruh pegawai yang perlu mendapatkan pelatihan yang memadai dan ada intensif yang diukur berdasarkan kesuksesan pelaksanaan e-Government di lapangan. Keterlibatan pegawai menjadi mutlak karena sebaik apapun sistem aplikasi yang dijalankan tidak akan mempunyai manfaat penuh tanpa keterlibatan para pegawai.

8. Daftar Pustaka

Chaffey, Dave. (2007) E-Bussiness and E-Commerce Management. Prentice Hall.

Chen, H. (2002) Digital Government: Technologies and Practices, Decision Support Systems, Vol. 34, 223-227.

Hasibuan, A. Zainal. (2007), Langkah-Langkah Strategis dan Taktis P engembangan e-Government untuk PEMDA. Journal Sistem Informasi MTI-UI Vol 3 – No. 1 – April 2007

Heeks, R. (2001). Understanding E-Governance for Development. Dalam iGovernment Working Paper Series. Manchester: Institute for Development Policy and Management, University of Manchester.

Kunstelj, M., dan Vintar, M. (2004). Evaluating the Progress of E-Government Development: A Critical Analysis. Information Polity, 9(3-4), 131-148.

Layne, K., dan Lee, J. (2001). Developing Fully Functional E-Government: A Four Stage Model. Government Information Quarterly, 18(2), 122-136.

Schwab,B and Kubler,D. (2001). Metropolitan Governance and the “democratic deficit”: Theoretical Issues and Empirical Findings, Paper in Conference Area-based initiatives in contemporary urban policy, Copenhagen, May 2001

Referensi

Dokumen terkait

scientific community and community of researchers sekarang tidak lagi seperti era dulu yang hanya menghimpun keahlian dalam satu disiplin ilmu, tetapi menghimpun dan siap

Tampilan Menu Huruf Alif Pada halaman menu huruf alif ini akan tampil gambar cara baca huruf dan muncul suara, jika ingin ke halaman berikutnya maka harus

Memahami dan menjelaskan tentang sudut pandang dan visualisasi pada model Architecture  Ketepatan  Kejelasan  Komprehensi vitas  Keterbaruan Mahasiswa mampu

Perekat likuida dari limbah kulit buah kakao diuji dengan metoda SNI 06- 4567-1998 dalam hal: kenampakan, pH, kekentalan, berat jenis, kadar padatan dan waktu

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Sejauhmana Pengaruh Strategi Public Relations terhadap Identitas Perusahaan PT Pegadaian Cabang

Data kajian yang akan digunakan dalam kajian ini ialah data yang berkaitan dengan DMUL yang terdiri daripada data sinkronik daripada informan kajian (Rujuk 1.6.2) dan data

Puji syukur Kehadirat Allah SWT atas karunia yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh