1
Topik: Ruang Terbuka Hijau dan Desentralisasi
Judul: Upaya Pemerintah Daerah dalam Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Malang
Latar Belakang
Pesatnya pembangunan kota secara tidak langsung merubah posisi kota
menjadi lebih modern. Hal ini memberikan dampak yang positif bagi masyarakat.
Masyarakat dapat mengakses kebutuhan meraka dengan mudah, namun di sisi
lain pembangunan fisik kota seringkali tidak berwawasan lingkungan, sehingga
menyebabkan semakin menyempitnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada.
Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik
dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang di mana
dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa
bangunan (Permendagri No.1 pasal 1 (1) tahun 2007).
Sementara itu, menurut Green (1959) mengatakanan bahwa, RTH adalah
bagian dari ruang terbuka – yang merupakan salah satu bagian dari ruang-ruang
di suatu kota – yang biasa menjadi ruang bagi kehidupan manusia dan makhluk
lainnya untuk hidup dan berkembang secara berkelanjutan 1(dikutip dari buletin
tata ruang edisi Januari-Februari 2012, p.20). Sementara itu, pendefinisian
menurut Permendagri No.1 tahun 2007, RTH kawasan perkotaan merupakan
bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan
dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan
1
2 estetika. Sayangnya, keadaan RTH di wilayah perkotaan khususnya di Kota
Malang semakin sempit. Hal ini akan mempengaruhi siklus lingkungan kota
Malang. Malang menjadi kota yang semakin panas di musim kemarau dan
terjadi banjir pada musim penghujan (Wahyu, 2007, p.65).
Argumen yang akan dikemukakan oleh penulis dalam essay ini adalah
minimnya ruang terbuka hijau (RTH) wilayah perkotaan khususnya kota malang.
Pemerintah daerah sebagai penanggungjawab penyediaan RTH kurang
memperhatikan aturan rancangan tata ruang wilayah (RTRW) yang ada. Banyak
lahan yang yang seharusnya menjadi kawasan RTH justru dialih fungsikan
menjadi kawasan hunian dan usaha(Wahyu, 2007, p.65).
Essay ini akan dibagi menjadi beberapa bagaian, yaitu : 1. Latar belakang;
2. Lingkungan hidup dan desentralisasi dalam tinjauan teoritis dan yuridis; 3.
Realita RTH di kota Malang; 4. Kesimpulan dan saran.
Lingkungan Hidup dan Desentralisasi dalam Tinjauan Teoritis dan Yuridis a. Teoritis
Secara teoritis Rondinelli dan Cheema (1983), mendefinisikan
desentralisasi sebagai transfer perencanaan, pengambilan keputusan dan atau
kewenangan administrasi dari pemerintah pusat kepada organisasi pusat di
daerah, unit administrasi lokal, organisasi semi otonomi dan parastatal
(perusahaan), pemerintah daerah atau organisasi non pemerintah. Dengan
demikian, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengatur daerahnya
3 tersebut salah satunya adalah kewengan dalam hal penataan ruang dan
lingkungan hidup (PP N0.38 Tahun 2007 pasal 2 (4)).
Salah satu hal yang berkaitan dengan penataan Ruang dan lingkungan
hidup adalah masalah RTH. RTH memiliki peran penting dalam wilayah
perkotaan. Menurut Adam (1952) Hal ini karena RTH memiliki tiga fungsi dasar,
yaitu secara sosial, fisik, dan estetik (dikutip dari buletin tata ruang edisi Januari-
Februari 2012, p. 21)2. Keberadaan RTH dalam wilayah perkotaan sangat
penting, namun nyatanya RTH di kota Malang semakin sempit, sehingga tidak
heran jika di Jawa Timur, kota Malang merupakan salah satu kota yang tingkat
degradasi RTH terbesar setelah Surabaya (Kompas, Juni 2007). Kota malang
secara teknis memilki Rancana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Perda
yang mengatur penyediaan RTH kota Malang. Namun, pada implementasinya
seringkali tidak konsisten (Wahyu, 2007, p.76). Dalam realitas sosial, ada
kepentingan yang bersifat mutualisme a tara pe gusaha da pe guasa seperti
dalam gagasan Peter M.Blau, yaitu semacam pertukaran simetris (dari Rachmad
K. Dwi Susilo, 2009, p.149).
2
4
b. Yuridis
Adapun peraturan yang mengatur tentang Lingkungan Hidup dan RTH
adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Peraturan yang mengatur perihal Lingkungan Hidup
Jenis (dirangkum dari berbagai peraturan hukum terkait RTH)
Dari peraturan tersebut di atas, yang menarik adalah ketersediaan RTH
diatur oleh lintas kementerian. Hal ini menunjukkan bahwa penyediaan RTH
5
Realita RTH di kota Malang
Desentralisasi memberikan kewenangan daerah untuk mengatur
daerahnya masing-masing. Hal ini membuat berbagai daerah berlomba-lomba
untuk menggelembungkan pos-pos anggarannya yang berasal dari Pendapatan
Asli Daerah (PAD) (D. Juliana, 2006, p. 5), begitu juga dengan kota Malang.
Pembangunan perkotaan yang seringkali tidak berwawasan lingkungan
sebagaiamana yang diungkapkan Wahyu Hidayat Riyanto (2007:5) hampir dapat
dipastikan pada kurun waktu 20 tahun belakangan, konsep perencanaan
pembangunan kota Malang tidak ramah lingkungan. Pembangunan yang
dilakukan lebih dominan mementingkan sekelompok tertentu daripada
kepentingan masyarakat. Hal ini tidak sesuai dengan Keputusan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor.378/Kpts/19873 dan Instruksi Mendagri Nomor 14
Tahun 19884 Nyatanya pada tahun 2007 RTH yang ada di kota Malang tinggal 3
%, sebagaimana yang dilansir oleh kompas 5(Juni, 2007).
Pembangunan di kota Malang juga sering menabrak Perda kota Malang
No. 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Malang
tahun 2010-2030, sehingga wajar jika terjadi banyak kasus alih fungsi RTH di kota
Malang (wahyu, 2007, P.5) seperti: hilangnya Taman Indrokilo, Kompleks Brimob
Taman Trip, menyempitnya RTH Jl. Jakarta, berkurangnya RTH Rampal dan
3
tentang Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan Kota yang mengatur standar perencanaan RTH di lingkungan permukiman kota, Ketentuan tersebut mengatur tentang Kebutuhan kota terhadap taman kota, hutan kota, jalur hijau, dan pemakaman dihitung berdasarkan kebutuhan masing-masing penduduk terhadap jenis RTH
4
yang mensyaratkan bahwa luas RTH dalam suatu kota minimal 40% dari luas wilayah kota.
5
6 berubahnya RTH stadion Gajayana yang diantaranya beralih fungsi menjadi
kompleks perumahan mewah, pertokoan dan mall. Hal ini tentu berbenturan
dengan (wahyu, 2007 p.3) gerakan penghijauan yang dicanangkan oleh Walikota
pada tahun 2004 yang dikenal dengan gerakan Malang Ijo Royo-Royo (MIRR)6.
Malang yang juga pernah meraih piala Adipura7 pada Juni 2007 (Wahyu,
2007, P.73) pada kategori kota besar8. Namun sayangnya, penghargaan tersebut
terkesan hanya sebagai gengsi semata jika dilihat dari luas dan jumlah RTH
sekarang yang ada di Kota Malang yang semakin sempit. Banyak permasalah
yang timbul dari pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan. Misalnya
saja pembangunan kawasan bisnis Mall Olympic Garden (MOG) yang
menghilangkan RTH di kawasan luar Stadion Gajayana. Pembangunan tersebut
memberikan dampak yang luas bagi masyarakat sekitar, khususnya berkaitan
dengan lingkungan hidup di swilayah perkotaan, salah satunya adalah berkaitan
dengan resapan dan limpasan.
Dari hasil studi yang dilakukan oleh: Maulidi dkk., yang menelaah
Dampak Pembangunan MOG terhadadap Resapan dan Limpasan (Makalah PKMI
bidang lingkungan, 2006), menunjukkan bahwa pembangunan MOG telah
merubah kawasan RTH sebesar 8.408 Ha menjadi tinggal 1.6 Ha. Akibatnya hal
6 gerakan rekreatif untuk menjaga RTH di kota Malang dengan menanam Pohon 7
adalah sebuah penghargaan bagi kota di Indonesia yang berhasil dalam kebersihan serta pengelolaan lingkungan perkotaan. Adipura diselenggarakan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
8
7
Dari data tersebut menunjukkan bahwa pembangunan MOG telah
menghilangkan ketersediaan fasilitas publik yang seharusnya mudah di akses
masyarakat. Kalangan pelajar SMA, SMP, SD dan murid-murid TK tidak bisa lagi
bermain secara bebas memanfaatkan RTH seperti dulu10, sehingga dalam
pembangunan suatu wilayah perkotaan sudah seharusnya memperhatikan RTRW
yang ada untuk mengantisipasi dampak teknis.
Kesimpulan dan Saran a. Kesimpulan
Pada dasarnya RTH memiliki peran yang sangat penting dalam
ekosistem wilayah perkotaan. RTH adalah fasilitas untuk umum yang
memberikan banyak fungsi. mulai dari fungsi rekreasi, pendidikan sampai olah
raga. Selain itu, RTH kota dapat menjadi tempat untuk menjalin komunikasi
antar masyarakat kota sehingga menurunkan tensi kehidupan kota yang
individualis. Di sisi lain RTH juga berperan sebagai paru-paru kota. Namun
sayangnya, meskipun fungsi RTH begitu penting dalam wilayah perkotaan
keadaan RTH di kota malang semakin sempit seiring dengan pembangunan
9
Daerah tempat meresapnya air hujan ke dalam tanah yang selanjutnya akan menjadi air tanah.
10
8 besar-besaran yang dilakukan oleh pemerintah kota Malang. Pembangunan
Wilayah perkotaan yang seringkali menabrak RTRW yang ada mengakibatkan
RTH yang ada beralih fungsi menjadi lahan bangunan, ruko atau Mall.
b. Saran
Penyelamatan RTH harus dilakukan oleh semua pihak, khususnya Pemkot
Malang. Pemerintah kota harus konsisten dalam pelaksanaan dan penegakkan
kekuatan hukum yang ada. Pemkot dapat melibatkan seluruh komponen
masyarakat untuk memantau kinerja Pemkot dalam pemeliharaharaan
lingkungan. Selain itu, dalam membuat desain pembangunan kota, Pemkot perlu
melibatkan masyarakat, sehingga perencanaan wilayah lebih mendasarkan
9
DAFTAR PUSTAKA
BKPRN 2012, buletin tata ruang, diakses 16 Oktober 2012
<http://www.pu.go.id/search?q=ruang%20terbuka%20hijau>
Perda Kota Malang No.4 tahun 2011, diakses 29 Oktober 2012 <http://jdih.depdagri.go.id/files/KOTA_MALANG_4_2011.pdf >
Permendagri No.1 Tahun 2007, diakses 16 Oktober 2012,
<http://hukum.unsrat.ac.id/men/mendagri_1_2007.pdf>
Permen Lingkungan Hidup No.5 Tahun 2012, diakses 16 Oktober 2012,
< http://pslh.ugm.ac.id/id/wp-content/uploads/PermenLH-05-Tahun-2012.pd>
Buku
Riyanto, Wahyu Hidayat 2007, Malang, Kota Kita, Umm Press, Malang
Salahudin 2012, Korupsi, Demokrasi & Pembangunan Daerah, Lapinda Bidos,
NTB
Susilo, Rachmad K. Dwi 2009, Sosiologi Lingkungan, Rajawali Pers, Jakarta