• Tidak ada hasil yang ditemukan

Birokrasi dan Demokrasi docx 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Birokrasi dan Demokrasi docx 1"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BIROKRASI DAN DEMOKRASI

“Relasi Positif Antara Birokrasi Dan Demokrasi”

Kelompok 7 Nama Anggota:

1. Agus Ma’arif (13/348056/SP/25760)

2. Danty Tri P. (13/347863/SP/25694)

3. Fajar Danny (10/299787/SP/24219)

4. Hafidz Jodi P.

5. Meilinda A. (13/347874/SP/25701)

6. Rivi Aulia

Jurusan Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Gadjah Mada

(2)

Berbicara tentang birokrasi seringkali kita langsung mengasumsikan sebagai sebuah prosedur yang berbelit, panjang dan memakan waktu lama, dan beberapa asumsi negatif lainnya tentang birokrasi. Asumsi tersebut akan lebih kuat lagi apabila kita membahas birokrasi yang sifatnya formal, baik itu negeri maupun swasta. Namun apakah sudah menjadi hal yang sulit dirubah bahwa birokrasi selalu menghambat kemudahan, kemajuan dan perkembangan sistem politik khususnya mempersempit ruang demokrasi. Birokrasi sebagai suatu sistem organisasi formal pertama kali dimunculkan oleh Max Weber1 pada tahun 1947. Menurutnya birokrasi

merupakan tipe ideal bagi sebuah organisasi formal, ciri organisasi yang mengikuti sistem birokrasi ini adalah adanya pembagian kerja dan spesialisasi, orientasi impersonal, kekuasaan hierarkis, peraturan-peraturan, karir yang panjang dan efisiensi. Target utama dari birokrasi ini adalah mencapai efisiensi kerja yang seoptimal mungkin. Birokrasi memainkan peran aktif di dalam proses politik di kebanyakan negara dan birokrasi menggunakan banyak aktifitas-aktifitas yang diantaranya adalah tentang usaha paling penting dalam implementasi pembuatan undang-undang, persiapan proposal legislatif, peraturan ekonomi, lisensi dalam perekenomian dan masalah-masalah professional, dan membagi pelayanan kesejahteraan (Herbert M.Levine, 1.982: 241). Masyarakat yang dibentuk dan diperintah oleh para birokrat akan menjadi masyarakat-masyarakat birokratis yang nantinya masyarakat-masyarakat tersebut akan menjadi birokrasi-birokrasi masyarakat yang patuh dan tunduk pada pengaruh sikap-sikap dan nilai-nilai birokrat, karena adanya perubahan sikap dari masyarakat akan bergantung kepada pengaruh para birokrat.

Selama masih ada tipe pejabat negara dan seperangkat nilai yang dianggap sebagai bagian inheren dalam demokrasi yang sebenarnya, maka masalah birokrasi dan demokrasi tidak akan pernah berhenti. Cara pandang tentang demokrasi dari waktu ke waktu mengalami perkembangan sejalan semakin dengan kompleksnya hubungan antar warga. Esensi dari demokrasi adalah bahwa rakyat memerintah atau melakukan pemerintahan oleh dirinya (government by the people). Demokrasi mengimplikasikan adanya kebebasan sipil dan politik bagi seluruh warga masyarakat. Usaha demokratisasi masih memerlukan rentang waktu yang cukup panjang bagi lembaga-lembaga politik, rezim yang memerintah, maupun nilai masyarakatnya sendiri dalam memaksimalkan upaya yang ada menuju iklim demokratisasi yang

(3)

diinginkan.2 Konsep birokrasi dan demokrasi mungkin terkesan bertentangan. Namun,

sesunggunya keduanya diperlukan demi terciptanya pemerintahan yang efektif dan responsif. Keduanya menyediakan manfaat bagi masyarakat. Responsifnya pemerintahan demokratis harus diimbangi dengan dengan kepastian dan kenetralan yang ada di lembaga birokrasi. Begitu juga, proses-proses demokratis diperlukan demi mengabsahkan proses pemerintahan dan menghasilkan perundang-undangan yang benar-benar diinginkan warganegara. Sifat komplementer birokrasi dan demokrasi ini esensial bagi good governance.

B. Pengertian Birokrasi Dan Demokrasi

1) Pengertian Birokrasi

Birokrasi biasanya menunjuk suatu lembaga atau tingkatan lembaga khusus. Selain itu birokrasi juga dapat berarti suatu metode tertentu untuk mengalokasikan sumber daya dalam suatu organisasi yang berskala besar. Selanjutnya birokrasi diartikan sebagai “beurauness” or ”quality that distinguishes bureaus from other types of organization”. Dalam pengertian ini birokrasi merujuk pada kualitas yang dihasilkan oleh suatu organiasi. Birokrasi merupakan sebuah ancaman bagi demokrasi, sebab, birokrasi dapat bertindak sebagai alat untuk perluasan dominasi negara dan represi negara, peningkatan kapasitas birokrasi dan monopoli informasi dapat menembus domain individu yang akan memberikan otonomi dan kebebasan lebih luas kepada birokrasi, kekuatan monopoli birokrasi dalam hal keahlian dan informasi dapat membebaskan mereka dari kontrol politisi dan melindungi lingkup penugasan birokrasi.

Max Weber mengartikan birokrasi sebagai “ideal type of organization” yang mempunyai ciri-ciri :

1. Adanya pembagian pekerjaan, hubungan kewenangan dan tanggung jawab yang didefinisikan dengan jelas

2. Kantor diorganisasikan secara hierarki atau adanya rangkaian komando

3. Pejabat manjerial dipilih dengan kualifikasi teknis yang ditentukan dengan pendidikan dan ujian

4. Peraturan dan pengaturan mengarah pada pelaksanaan pekerjaan 5. Hubungan antara manajer dengan karyawan berbentuk impersonal 6. Pegawai yang berorientasi pada karier dan mendapatkan gaji yang tepat.3

2 Aisyah Dara, “Hubungan Birokrasi dan Demokrasi”. Jurnal Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Politin Universitas Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3808/1/admnegara-aisyah.pdf.

(4)

Birokrasi pemerintah seringkali diartikan sebagai officialdom atau kerajaan pejabat, yang berarti pejabat yang memiliki yurisdiksi4 jelas dan pasti, memiliki tugas dan tanggung jawab

resmi (official duties) serta batas kewenangan yang jelas, tersusun dalam hierarki sebagai perwujudan otoritas tingkat kekuasaannya,mendapat penghasilan gaji sesuai dengan keahlian dan kompetensi yang dimiliki, tunjangan-tunjangan berdasarkan keahlian, kompetensi dan tingkatan hierarki jabatannya serta proses komunikasinya didasarkan dokumen tertulis dan formalistis. (Miftah Thoha, 2007, 2). Pejabat birokrasi pemerintah adalah pusat dari segala penyelesaian urusan masyarakat karena itu masyarakat sangat tergantung pada pejabat birokrasi, bukannya pejabat yang tergantung pada masyarakat. Birokrasi pemerintahan merupakan suatu kekuatan yang besar, lebih lagi bagi sebuah negara yang sedang dalam proses membangun. Keistimewaan birokrasi sebagai kerajaan pejabat ini seringkali dapat mendatangkan sebuah resiko berupa politisasi birokrasi. Politisasi birokrasi bukan menjadi sebuah hal yang baru bagi birokrasi di Indonesia namun sudah menjadi sebuah persoalan sejak zaman kolonial hingga era sekarang.

Pada era pasca kemerdekaan hingga akhir era orde baru instansi pemerintahan pada saat itu seperti “pelangi politik”. Partai politik yang ada pada saat itu seolah-olah melakukan sebuah pembagian pemerintahan dan jika seorang pemimpin instansi birokrasi “berwarna merah” maka apa yang dibawa oleh pemimpin ini akan diikuti juga oleh yang ada dibawah sehingga pada kejadian inilah terjadi polarisasi politik dalam birokrasi yang mana birokrasi nantinya juga akan berwarna merah. Kejadian yang serupa juga terjadi pada masa orde baru, namun pada masa orde baru terlihat sangat ekstrim, vulgar dan tanpa adanya rasa malu. Pada saat itu hanya ada satu warna politik yang ada di birokrasi, yaitu warna kuning. Semua pejabat dari tingkat pusat hingga tingkat terkecil dalam pemerintahan menggunakan warna kuning dalam proses jalannya birokrasi. Namun pada era reformasi ada sebuah peraturan pemerintah yang melarang pejabat birokrasi terlibat dalam dunia politik. Peraturan tersebut terbukti cukup ampuh untuk beberapa waktu saja dan lambat laun birokrasi yang ada di Indonesia kembali lagi ke masa lalu, namun yang membedakan adalah di mana pada saat ini politisasi birokrasi dilakukan secara terselubung dan malu-malu kucing.

Ketika birokrasi telah terseret ke dalam ranah politik maka akan terjadi pola pergeseran peran birokrasi dari mengabdi kepada masyarakat menjadi abdi dari kepentingan politik.

(5)

Birokrasi tidak akan pernah maksimal dalam melayani dan menyejahterakan rakyat ketika birokrasi sudah memiliki kepentingan sendiri. Membebaskan birokrasi dari belenggu politik merupakan suatu keharusan untuk terciptanya sebuah birokrasi yang good governance. Dalam politik sekelompok orang mengorganisasikan diri dalam suatu partai politik dan berusaha mempengaruhi pemerintah untuk mengambil dan melaksanakan suatu kebijakan dan tindakan yang dapat mengangkat suatu kepentingannya serta mengesampingkan kepentingan kelompok lainnya. Kelompok masyarakat ini mempunyai kepentingan yang diperjuangkan agar pemerintah terpengaruh. Birokrasi pemerintah langsung atau tidak langsung akan selalu berhubungan dengan kelompok-kelompok kepentingan masyarakat. Namun pemerintah harus mengesampingkan kepentingan politik dan lebih menguatamakan kepada kepentingan masyarakat karena tugas utamanya adalah melayani masyarakat. Birokrasi pemerintah merupakan institusi yang bisa memberikan peran politik dalam memecahkan konflik politik yang timbul diantara orang-orang dan kelompok orang yang mengedepankan kepentingan politiknya msing-masing.

2) Pengertian Demokrasi

Demokrasi (Demos Kratia) adalah suatu sistem pemerintahan oleh rakyat yang pertama kali muncul dan diterapkan pada abad ke 5 sebelum masehi di Athena. Namun pada saat itu demokrasi yang diterapkan adalah jenis demokrasi langsung, dimana segenap warga negara yang memiliki hak politik penuh5 tergabung dalam Dewan Rakyat untuk terlibat langsung dalam

proses penentuan kebijakan. Seiring dengan perkembangan zaman, jenis demokrasi langsung dianggap tidak lagi cocok untuk diterapkan dan digantikan dengan demokrasi tidak langsung atau yang lazim disebut sebagai demokrasi modern.dengan menggunakan sistem perwakilan.

Namun sebenarnya, perkembangan demokrasi dari awal kemunculan hingga hadirnya konsep demokrasi modern pernah mengalami keadaan yang stagnan dan bahkan seperti lenyap sama sekali. Keadaan seperti itu bahkan berlangsung selama berabad-abad, sebagaimana yang kita ketahui sistem politik yang lazim digunakan pada masa-masa sebelum Renaisance adalah sistem monarki absolut. Barulah pada saat memasuki zaman Renaissence muncul berbagai pemikir politik yang mulai mempertanyakan segi-segi manusiawi dalam hubungan antara penguasa dengan rakyatnya dan menolak absolutisme monarki. Tokoh-tokoh seperti John Locke,

(6)

Montesquieu, J.J Rousseau dan lain-lain menyumbangkan pikirannya tentang masalah-masalah kebebasan, hak-hak asasi manusia dan keadilan yang kemudian menjadi pondasi munculnya demokrasi modern.

Perkembangan selanjutnya, demokrasi muncul dengan bermacam-macam definisi dari berbagai sudut pandang. Sebut saja misalnya definisi demokrasi yang sederhana dari Abraham Lincoln yang paling sering dikutip, yaitu dengan menyebut demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Sedangkan C.F. Strong berpendapat bahwa demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan pada mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjarnin bahwa pemerintah akhimya mempertanggungjawabkan tindakan kepada mayoritas.6 Sementara itu, David Held menyatakan ada 7 prinsip utama

penyelenggaraan negara berdasarkan demokrasi yaitu:

1. masyarakat harus memerintah dalam arti semua harus terlibat dalam membuat undang-undang, memutuskan kebijaksanaan umum dan melaksanakan hukum dan administrasi pemerintahan. 2. masyarakat secara perseorangan harus terlibat dalam pembuatan keputusan yang penting dalam arti memutuskan hukum-hukum publik dan masalah-masalah kebijaksanaan umum. 3. Para penguasa berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan tindakan- tindakannya kepada masyarakat.

4. Para penguasa harus bertanggung jawab kepada perwakilan dari masyarakat. 5. Para penguasa harus dipilih oleh masyarakat.

6. Para penguasa dipilih melalui representatif/perwakilan dari masyarakat dan 7. Para penguasa harus bertindak sesuai dengan kepentingan masyarakat. 7

Dari beberapa pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa demokrasi adalah suatu sistem yang menuntut adanya keterlibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan. Oleh sebab itu, demokrasi seringkali dipandang sebagai sistem politik yang baik dan merupakan sebuah keharusan bagi negara modern. Untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis, suatu pemerintahan akan membuka peluang bagi rakyatnya untuk melakukan kontrol yang efektif terhadap kebijakan-kebijakan. Dari sebuah negara yang demokratis juga kita akan menemukan sebuah pemilihan umum untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Bahkan lebih dari itu, lembaga-lembaga pemerintahan pun dituntut untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip dari

(7)

demokrasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa demokrasi akan memberi dampak terhadap formasi hubungan antara warga negara dengan pemerintahannya dan tata kelola suatu pemerintahan.

C. Relasi Birokrasi-Demokrasi.

Pada dasarnya, apapun jenis sistem pemerintahan yang dianut oleh suatu negara akan selalu berdampak pada birokrasinya. Hubungan birokrasi dengan demokrasi seringkali dipandang sebagai dua hal yang bertolak belakang. Ini dikarenakan birokrasi cenderung diasosiasikan dengan sesuatu yang bersifat legalistik dan hirarkis yang identik dengan pemerintahan yang otoritarian. Namun sebenarnya hubungan antara keduanya sama-sama penting dan diperlukan baik bagi birokrasi maupun demokrasi.

Secara sederhana hubungan antara birokrasi dan demokrasi bisa digambarkan sebagai berikut: Sistem politik dengan alur input-proses-output merupakan ranah demokrasi sebagai legislatif. Setelah melalui proses politik dihasilkanlah sebuah kebijakan, kemudian birokrasi sebagai lembaga eksekutif bertugas menjalankan kebijakan tersebut. 8 Dengan demikian posisi

birokrasi publik dalam negara demokratis menjadi penting karena akan menjadi wahana pemerintah untuk menerjemahkan berbagai kebijakan publik sesuai dengan aspirasi masyarakat yang telah tersalur. Sementara itu bagi demokrasi, birokrasi sangat diharapkan berfungsi dengan baik, memiliki kepastian dan kenetralan agar terwujudnya pemerintahan yang responsif.

Selain hubungan yang saling membutuhkan antara birokrasi dan demokrasi, agaknya tesis dasar Eva Etzioni dalam Beureaucratic Power-A Democratic Dilemma perlu dibahas. Etzioni menawarkan tiga tesis mengenai hubungan antara kekuasaan birokrasi dan dilema demokrasi:

1. Tesis pertama mengatakan bahwa birokrasi sebagai dilemma bagi demokrasi. Dalam tulisan tersebut Etzioni meyakini bahwa demokrasi akan efektif jika birokrasi dibuat kuat dan independen, tetapi ia mengingatkan bahwa kebutuhan tersebut akan berakibat birokrasi terlepas dari kontrol para politikus jika tidak didahului oleh reform yang memadai dan serius.

2. Tesis kedua Etzioni tidak kalah penting untuk, yakni demokrasi sebagai dilemma bagi birokrasi. Etzioni menyatakan bahwa dalam demokrasi, birokrasi diikat oleh dua hal. Pertama, dikendalikan oleh eksekutif meskipun dia harus bertanggung jawab terhadap hal-hal yang dilakukannya sendiri. Kedua, dia harus menjalankan kebijakan yang diambil para

(8)

politikus meskipun dia harus berpartisipasi dalam proses perumusan kebijakan tersebut. Intinya birokrasi adalah alat yang diharapkan harus mampu menempatkan diri dengan baik dan berkualitas sesuai kebijakan yang diambil para politisi.

3. Tesis ketiga yakni “These dielemmas exacerbate strains and power struggles on the political scene”. Etzioni meyakini bahwa demokrasi akan efektif jika birokrasi dibuat kuat dan independen, tetapi ia mengingatkan bahwa kebutuhan tersebut akan berakibat birokrasi terlepas dari kontrol para politisi jika tidak didahului oleh reform yang memadai dan serius. Birokrasi dapat memiliki kehendak sendiri di tengah gencarnya demokratisasi yang dilakukan oleh sebuah negara bangsa.9

Dilemma Birokrasi-Demokrasi yang dikemumakan oleh Etzioni ini sejalan dengan Ismi Hadad yang mengatakan bahwa; “Sekalipun kadar ‘demokrasi’ itu tinggi, tetapi kalau didampingi oleh sistem birokrasi dan aparat yang lemah, malah akan memandulkan kehidupan politik dan dapat menyebabkan stagnasi dalam pemerintahan. Sebaliknya, betapa pun kuatnya, betapa pun tertibnya administrasi dan betapa pun efesiensinya birokrasi, semua tak akan mempan, selagi ada jarak antara yang “di dalam” dengan yang “di luar”, antara yang memerintah dan yang diperintah. (Ismid Hadad, 1981).

Sederhananya, masing-masing birokrasi dan demokrasi bukan hanya sekedar hubungan timbal-balik tetapi memiliki ketergantungan satu sama lain. Maka dari saling ketergantungan tersebut bukan hanya dampak-dampak positif yang dihasilkan tetapi juga memunculkan berbagai dilemma. Birokrasi dinilai baik sejauh ia mampu memenuhi kriteria tertentu yang cocok dengan suatu pemerintahan yang demokratis, sementara demokrasi dinilai efektif sejauh ada independensi dari birokrasi yang posisinya sebagai pelaksana kebijakan. Birokrasi terikat erat dengan demokrasi karena nilai-nilai demokratis tidak saja diartikan sebagai tujuan-tujuan masyarakat yang ditentukan oleh keputusan mayoritas. Tetapi tujuan-tujuan tersebut diterapkan melalui metode-metode efektif yang ada, yakni dengan memantapkan organisasi-organisasi yang sifatnya lebih birokratis.

D. Relasi Positif Antara Birokrasi Dan Demokrasi

-Good Governance SebagaiHal Positif dari Birokrasi dan Demokrasi.

(9)

Dalam bab ini akan menjelaskan tentang hal positif yang didapat dari dilemma antara birokrasi dan demokrasi. Birokrasi dan demokrasi memiliki hubungan timbal-balik yang erat, seperti yang dikatakan Ismid Hadad bahwa keduanya saling mempengaruhi, jika salah satu tinggi dan tak diimbangi dengan yang lain maka akan menyebabkan ketidak efektifan dalam pemerintahan. Menurut Miftah Thoha (2007) birokrasi dapat diartikan sebagai officialdom atau kerajaan pejabat yang memiliki yurisdiksi. Mereka tersusun secara hierarki dengan tugas dan tanggung jawab yang jelas dengan batasan-batasan, mereka digaji dan professional karena didasari pada keahlian. Mereka sangat kuat sebagai sebuah kesatuan karena mereka dapat memonopoli keahlian dan informasi. Bahkan merekalah yang dibutuhkan oleh masyarakat bukan birokrasi yang membutuhkan masyarakat. Kekuatan inilah yang seringkali dikhawatirkan birokrasi akan menguasai negara lebih buruk lagi jika birokrasi yang menguasai negara itu dikontrol oleh kepentingan politik.

Demokrasi datang sebagai konsep yang membuat penguasa dengan rakyatnya bisa berhubungan dan penolakan terhadap monarki absolute. Atau dibahasakan dengan sederhana oleh Lincoln sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Keterlibatan masyarakat dalam proses kenegaraan adalah sebuah hal yang ada dalam konsep demokrasi ini. Keterlibatan tersebut membuat penguasa dipilih atas dasar representative agar kehendak rakyat bisa tersalurkan sebagai sebuah kebijakan yang sesuai dengan kepentingan rakyat. Demokrasi menuntut transparansi dari pemerintah dalam setiap kebijakan yang mereka buat.

Namun birokrasi dan demokrasi dianggap sebagai hal yang terpisah dan saling berbenturan satu sama lain dengan karakteristik yang berbeda pula. Birokrasi dianggap mewakili kekuasaan yang besar dengan struktur yang hirarkis dengan kecenderungan akan dijalankan dengan kekuasaan oleh pejabat. Penggunaan kekuasaan yang tak sesuai dengan konsep demokrasi menimbulkan masalah. Porsi-porsi tersebut dibedakan oleh Martin Albrow yaitu:

1. Pejabat menuntut kekuasaan terlalu besar dan perlu dikembalikan pada fungsinya semula;

2. Pejabat benar-benar memiliki kekuasaan dan tugas yang semakin besar sehingga jabatan tersebut harus dijalankan secara bijaksana;

3. Kekuasaan perlu bagi pejabat sehingga harus dicari metode-metode pelayanan yang dapat disalurkan bersama-sama

(10)

pemerintahan. Namun sebelum itu kita harus membedakan Government dengan

Governance. Government dalam bahasa Inggris adalah “the Autoritative direction and administration of the affairs of men/women in nation, state, city, etc.” atau negara memiliki otoritas untuk menyelenggarakan pemerintahan negara. Sedangkan Governance

dapat diartikan sebagai proses atau kegiatan dalam kata lain dapat diartikan kepemerintahan. Penyelenggaraan yang dimaksut adalah serangkaian proses interaksi social politik antara pemerintah, masyarakat dan swasta.

Good Governance muncul sebagai sebuah istilah yang oleh World Bank dartikan sebagai penyelenggaraan manajemen yang solid dan bertanggung jawab, sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi investasi, menghindarkan praktek KKN baik secara politik maupun administrasi, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan lingkungan ekonomi bagi tumbuhnya wiraswasta. UNDP beranggapan bahwa Good Governance merupakan hubungan yang sinergis dan konstruktif diantara negara, sector swasta dan masyarakat, dalam prinsip-prinsip; partisipasi, supremasi hukum, transparansi, cepat tanggap, kesetaraan, efektif dan efisien, bertanggung jawab serta visi yang strategic.

Dari dua definisi tentang Good Gavernance terdapat partisipasi public dalam penyelenggaraan pemerintahan/ pelayanan public yang mengedepankan kepentingan rakyat. Kinerja pelayanan public menjad hal penting yang dipantau oleh masyarakat untuk menunjang kesejahteraan masyarakat. Menurut Kumorotomo (1996) ada beberapa kriteria untuk menjadi pedoman:

1. Efesiensi

Kriteria ini menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan birokrasi/organisasi pelayanan public mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis.

2. Efektivitas

Hal ini tentang apa tujuan didirikannya organisasi pelayanan public ini tercapai? 3. Keadilan

(11)

4. Daya Tanggap

Organisasi pelayanan public/birokrasi merupakan bagian dari daya tanggap negara atau pemerintah akan kebutuhan-kebutuhan vital masyarakat. Oleh karena itu penyelenggaraan organisasi pelayanan public harus dapat dipertanggung jawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria ini.

Good Governance memberikan konsep pemerintahan yang bertanggung jawab dan membuat birokrasi tidak berdiri sebagai pemegang wewenangan dan kekuasaan yang tinggi dan tak tersentuh oleh masyarakat itu sendiri. Konsep ini adalah konsekuensi dari demokratisasi birokrasi atau saat birokrasi dicoba untuk lebih demokratis agar menjadi lembaga yang memang untuk rakyat.

E. Simulasi Kasus

-Reformasi Perpajakan

Pada era reformasi, birokrasi lebih menarik dibicarakan karena pada era tersebut semua sistem birokrasi dituntut untuk terbuka, transparan dan adanya penerapan nilai-nilai pokok demokrasi, seperti penghargaan terhadap HAM, kebebasan persamaan, keadilan dan tanggung jawab. Selain itu, demokrasi pada tahun 1999 di tuntut untuk menjadi demokrasi modern, dimana demokrasi modern lebih menuntut peran birokrasi yang independen dan efisien. Dalam makalah ini simulasi kasus yang kami sajikan tentang peran birokrasi dalam pembuatan kebijakan publik contohnya yang pernah terjadi di Indonesia yaitu Pelaksanaan Reformasi Perpajakan.

Berdasarkan UU KUP Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, dalam disertasinya dengan judul "Pajak dan pembangunan" Pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai keperluan umum.10.

Berdasarkan buku Pengantar Hukum Ilmu Pajak, pajak merupakan salah satu sumber utama pendapatan negara yang diambil dari sebagian kekayaan warganya (Santoso; 2010). Dari ketiga

(12)

definisi tersebut dapat kami simpulkan bahwa pajak adalah kontribusi wajib dari warga negara kepada negara yang terutang dan bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk membiayai keperluan negara demi kemakmuran rakyat.

Seperti yang kita ketahui, sistem pemungutan pajak telah ada sejak masa kolonial belanda hingga sekarang. Dalam perjalannannya, sistem pemungutan pajak mengalami berbagai pembenahan/ pembaharuan baik dalam hal mekanisme pemungutan pajak, tarif pajak, maupun pembaharuan peran dari birokrasi (pelayanan publik). Pada masa kolonial Belanda, sistem pemungutan pajak dilakukan semata- mata merupakan wujud loyalitas rakyat kepada rajanya. Dalam pelaksanaan sistem pemungutan pajak tersebut dianggap sangat memberatkan rakyat (terutama di jawa) yang pada saat itu sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani. Pemungutan pajak pada masyarakat jawa biasanya berupa kerja wajib (lebih mengandalkan tenaga dari pada uang). Banyak kekurangan yang terjadi pada saat itu, salah satunya jika dipandang dari segi birokrasi maka sistem pemungutan pajak era kolonial sangat kekurangan para birokrat serta kurangnya alat penunjang pemungutan pajak. Berbeda lagi dengan sistem pemungutan pajak pada masa kepemimpinan Rafles. Pada masa kepemimpinan Rafles, ada beberapa pembaharuan sistem pemungutan pajak yang dikenal dengan (landrente stelsel). Dimana petani menjual hasil produksinya ke pemerintahan Inggris untuk mendapatkan uang dan uang tersebut digunakan untuk membayar pajak tanah serta membeli tekstil kepada pemerintahan Inggris. Dalam sistem pemungutan pajak masa pemerintahan Rafles tidak memiliki hambatan pada alat serta personil. Mereka memiliki personil banyak dan alat yang memadai. Rakyat pun awalnya merasa lebih ringan karena tidak ada pajak berupa wajib kerja yang akan lebih meguras tenaga, namun seiring berjalannya waktu masyarakat merasa pemerintahan kolonial semakin menampakkan unsur- unsur eksploitasi, dimana petani seakan- akan menjadi ladang keuntungan bagi kepentingan penjajah, tanpa memikirkan kepentingan para petani.

(13)

dalam pelaksanaan pelayanan publik. Pada tahun 1969 kerja nyata dari pemerintah sangat terasa dengan adanya Undang- Undang No. 8 Tahun 1967 tentang perubahan dan penyempurnaan tata cara pemungutan pajak pendapatan 1944, pajak kekayaan 1932 dan pajak perseroasn 1925. Dengan diberlakukannya undang-undang tersebut, maka akan membantu efisiensi kinerja birokrasi, dalam hal ini birokrasi juga membantu mengawasi jalannya pelaksanaan undang-undang tersebut. Keuntungan di terapkannya kebijakan tersebut salah satunya memperkecil birokrasi untuk melakukan korupsi, karena pajak dihitung secara mandiri oleh para wajib pajak.

Pada tahun 1983, pemerintah Indonesia merasa perlu adanya perombakan pada undang-undang No. 8 tahun 1967, hal tersebut dikarenakan acuan dari undang-undang- undang-undang No.8 tahun 1967 masih menggunakan aturan dari warisan kolonial. Bagi pemerintah Indonesia, acuan yang masih menggunakan warisan kolonial (dimana hanya mengandalkan kepentingan penguasa), maka akan sulit untuk menjalankannya, hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan kepentingan antara cita-sita kolonial dengan cita-cita bangsa Indonesia sendiri. Dengan alasan itulah pemerintah Indonesia mengganti UU No.8 Tahun 1967 dengan PSPN (Pembaruan Sistem Perpajakan Nasional), pergantian undang – undang tersebut di kenal dengan sebutan reformasi perpajakan11.

Ada alasan lain di balik reformasi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia yaitu untuk menstabilkan perekonomian yang tidak menentu karena pengaruh perekonomian internasional maupun nasional, upaya mengalihkan sektor penerimaan APBN dari migas yang semula sebagai sektor primadona menjadi pajak sebagai sumber yang lebih dapat menjanjikan karena secara rasional pajak adalah penerimaan yang berkelanjutan tidak seperti migas, usaha mengikuti ketentuan dunia terutama dalam hal pendanaan (pinjaman luar negeri) yang mensyaratkan struktur pajak yang ada harus disesuaikan dengan kondisi seharusnya, alasaan terakhir yaitu untuk meningkatkan peneriman dari sektor pajak.

Tujuan dari reformasi perpajakan adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada wajib pajak, menekan terjadinya penyelundupan pajak oleh wajib pajak, meningkatkan kepatuhan bagi wajib pajak dalam penyelenggarakan kewajiban perpajakannya, menerapkan konsep good governance (adanya transparansi, responsibility, keadilan dan akuntabilitas dalam meningkatkan kinerja instansi pajak, sekaligus publikasi jelasnya pos Penggunaan pengeluaran dana pajak), serta meningkatkan penegakan hukum pajak, pengawasan yang tinggi dalam pelaksanaan administrasi pajak baik kepada fiskus (petugas pajak) maupun kepada wajib pajak.

(14)

Selain tujuan diatas, reformasi perpajakan juga membentuk kantor pajak modern dengan tujuan sebagai berikut; untuk melakukan modernisasi administrasi perpajakan dengan menggunakan teknologi informasi (LAN) dilengkapi dengan SAPT, e-mail, account, internet dan intranet; meningkatkan pelayanan dan pengawasan terhadap wajib pajak (pelayanan dengan menyampaikan SPT melalui e-SPT dan e-Filling) sedangkan pengawasan melalui Taxpayers account; meningkatkan citra Direktorat Jendral Pajak menginformasikan dan memberi pelayanan pada wajib pajak (Account representative, sarana dan prasarana kantor yang baik), serta mencegah penyalahgunaan wewenang pegawai dan pimpinan kantor mematuhi kode etik, diawasi pelaksanaannya oleh Komite Kode Etik dipimpin Sekjen Dep Keu. dan lembaga Ombusmen.

Dengan adanya reformasi perpajakan maka diharapkan pandangan buruk yang selama ini melekat pada hubungan birokrasi dengan demokrasi bisa ditepiskan. Karena dengan adanya berbagai pembaharuan dalam hal pemungutan pajak pada masa kolonial, orde baru sampai reformasi perpajakan menggambarkan betapa seriusnya pemerintah dalam memeperbaiki pelayanan publik khususnya pajak. Dalam uraian studi kasus diatas juga mencerminkan bahwa birokrasi tidak selamanya buruk, tetapi birokrasi juga memiliki sisi positif yaitu dengan keseriusannya membantu menjalankan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah dan berusaha melayani masyarakat dengan baik demi kesejahteraan masyarakat.

F. Kesimpulan

Menurut Weber, birokrasi merupakan tipe ideal bagi sebuah organisasi formal, ciri organisasi yang mengikuti sistem birokrasi ini adalah adanya pembagian kerja dan spesialisasi, orientasi impersonal, kekuasaan hierarkis, peraturan-peraturan, karir yang panjang dan efisiensi. Sedangkan dari beberapa pernyataan yang sudah dijelaskan diatas dapat dikatakan bahwa demokrasi adalah suatu sistem yang menuntut adanya keterlibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan. Oleh sebab itu, demokrasi seringkali dipandang sebagai sistem politik yang baik dan merupakan sebuah keharusan bagi negara modern.

(15)

legislatif. Setelah melalui proses politik dihasilkanlah sebuah kebijakan, kemudian birokrasi sebagai lembaga eksekutif bertugas menjalankan kebijakan tersebut.

Good Governance memberikan konsep pemerintahan yang bertanggung jawab dan membuat birokrasi tidak berdiri sebagai pemegang wewenangan dan kekuasaan yang tinggi dan tak tersentuh oleh masyarakat itu sendiri. Konsep ini adalah konsekuensi dari demokratisasi birokrasi atau saat birokrasi dicoba untuk lebih demokratis agar menjadi lembaga yang memang untuk rakyat.

Dengan adanya reformasi perpajakan maka diharapkan pandangan buruk yang selama ini melekat pada hubungan birokrasi dengan demokrasi bisa ditepiskan. Karena dengan adanya berbagai pembaharuan dalam hal pemungutan pajak pada masa kolonial, orde baru sampai reformasi perpajakan menggambarkan betapa seriusnya pemerintah dalam memeperbaiki pelayanan publik khususnya pajak. Dalam uraian studi kasus diatas juga mencerminkan bahwa birokrasi tidak selamanya buruk, tetapi birokrasi juga memiliki sisi positif yaitu dengan keseriusannya membantu menjalankan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah dan berusaha melayani masyarakat dengan baik demi kesejahteraan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Ismid Hadad (editor), 1981, Kebudayaan Politik dan Keadilan Sosial, LP3ES, Jakarta.

Thoha, Miftah. 1991. Beberapa Aspek Kebijakan Demokrasi. Yogyakarta: Media Widya Mandala

Wahyudi Kumorotomo, 2005, Akuntabilitas Birokrasi Publik. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Widodo, Joko. 2005. Membangun Birokrasi Berbasis KInerja. Malang: Bayumedia Publishing

(16)

Aisyah, Dara.2003. Hubungan Birokrasi dan Demokrasi. Diakses dari;

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3808/1/admnegara-aisyah.pdf. Diakses tanggal 29 Oktober 2014.

Darmanto, Meita. 2009. “Pelayanan Birokrasi di Era Reformasi, Bagaimana Seharusnya?”. Jurnal Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Universitas Terbuka. Diunduh melalui

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=105968&val=2287&title diunduh pada tanggal 30 Oktober 2014

Departemen Keuangan. “Ketetapan MPRS No. XXIII Tahun 1966”. diunduh melalui

http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/1996/XXIII-MPRS-1966TAP.HTM. diunduh pada

tanggal 30 Oktober 2014

Departemen Keuangan. “Penjelasan Umum Tarif”. Diunduh melalui

http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=kup diunduh pada tanggal 30 Oktober 2014

Kurnia, siti. “Sistem Perpajakan”.ebookbrowsee. diakses melalui

http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/374/jbptunikompp-gdl-sitikurnia-18696-5-pertemua-5.pdf, diunduh pada tanggal 30 Oktober 2014

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui bagaimana kualitas pelayanan publik yang saat ini diberikan oleh Kecamatan Natar dalam memenuhi kebutuhan

Berdasarkan pembahasan dan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh likuiditas yang diukur dengan Current Ratio (CR) terhadap profitabilitas yang

lebih jauh, yang diperlukan adalah memahami struktur sosial masyarakat sehingga diperlukan pendekatan interdisipliner agar lebih kaya dalam pemahaman agama serta

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Usaha yang dilakukan diantaranya adalah mengembangkan sistem pemantau truk angkutan secara realtime , sms center pengaduan dan mendorong peran serta masyarakat dalam pengelolaan

1.2 Memisahkan linarut dari matriks (simplisia atau bahan yang diekstrak) Memisahkan linarut dari matriks (simplisia atau bahan yang diekstrak) menggunakan pelarut

“Laju pertumbuhan pelanggan pada kuartal ketiga mengalami perlambatan, karena para kompetitor menawarkan produk TV-berbayar dengan promosi- promosi yang sangat agresif, dan

Mungkin kalian tertarik dengan kabar bahwa baru-baru ini ditemukan sebuah entri aneh di dalam buku register, bukan register Westfield tapi Priors Roothing, sampai jemaat