• Tidak ada hasil yang ditemukan

KELEMBAGAAN DAN TATA PEMERINTAHAN KECAMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KELEMBAGAAN DAN TATA PEMERINTAHAN KECAMA"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

KELEMBAGAAN DAN TATA PEMERINTAHAN KECAMATAN DI ERA OTONOMI DAERAH

“ Makalah Tentang Implementasi, Permasalahan dan Rekomendasi Penguatan Kelembagaan”

I. Pendahuluan

(2)

II. Kondisi ideal dan Faktual Kelembagaan Pemerintah Kecamatan.

a. Kondisi Ideal dan Faktual Tentang Pelimpahan Kewenagan

Secara normative ideal, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 telah memberikan peluang adanya pendelegasian kewenangan dari Bupati ke kecamatan untuk urusan urusan tertentu sebagaimana yang tertuang dalam pasal 126 ayat 2. Pelimpahan kewenangan tersebut selanjutnya akan memberikan ruang gerak yang lebih leluasa bagi Camat dan Kecamatan untuk mengoperasionalisasikan fungsi-fungsi yang harus diperankannya. Namun dalam implementasinya, hingga saat ini belum dilaksanakan amanat undang-undang tersebut. Masalah lain juga akan muncul jikalau pelimpahan kewenangan ini telah dilaksanakan, apakah disertai dengan dukungan anggaran, SDM dan sarana prasarana yang mencukupi, sehingga secara ringkas beberapa situasi yang dihadapi oleh Camat diwilayah kewenangan yakni, bahwa kewenangan tetap berada di tangan Bupati dan didistribusikan secara proporsional kepada dinas-dinas teknis sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pendukung organisasi pemerintahan kabupaten. Camat atau pemerintah kecamatan tidak dapat berbuat banyak untuk melakukan fungsinya, sekalipun diwilayahnya ditemukan kekosongan intervensi dari dinas teknis, karena kewenangan tersebut tidak dilimpahkan. Situasi yang juga dihadapi Camat dalam kewenangan ini yaitu tidak adanya political will dari Bupati untuk mengalihkan sebagian kewenangan dinas yang tidak efektif kepada Camat karena beragam alasan mengapa pelimpahan kewenangan ini tidak dilaksanakan yang merentang dari alasan politis praktis hingga alasan teknis seperti kelegowoan dinas dalam membagikan tugasnya ke Kecamatan.

b. Kondisi Ideal dan Faktual tentang Penganggaran

Implementasi tentang sistim penganggaran dipemerintahan kecamatan atau pendanaan bagi operasionalisasi fungsi-fungsi kecamatan. Selama ini penganggaran pendanaan bagi SKPD berpedoman pada peraturan pemerintah yang memperoleh penyusunan anggaran berbasis kinerja. Namun, khusus bagi Kecamatan yang dipakai adalah plafonisasi atau anggaran dalam jumlah yang tetap sepanjang tahun dan kalaupun ada penambahan, penambahannya juga tidak terlalu segnifikan betapapun ada kebutuhan berkembang yang seharusnya dipenuhi. Artinya, sekalipun diwilayahnya ditemukan ada kebutuhan pembangunan yang mendesak untuk segera dipenuhi, namun karena ketiadaan kewenangan, maka Kecamatan tidak berhak untuk mengajukan pendanaan bagi pemenuhan kebutuhan tersebut sekalipun permasalahan itu berada didepan mata.

(3)

c. Kondisi Ideal dan Faktual tentang Insfrastruktur Penopang Keberfungsian Kecamatan Sebuah kelembagaan pemerintahan yang efektif dan efesien selayaknya didukung oleh adanya Insfratruktur berupa peralatan atau teknologi yang memadai. Dalam hal dukungan institusi kecamatan dalam hal dukungan tekhnologi, institusi kecamatan berada dalam hal yang sangat memperihatinkan. Hal ini disebabkan rentetan dari ketiadaan kewenangan yang dimiliki oleh kecamatan. Namun, sebenarnya selain undang undang no. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah patut juga diperhatikan undang – undang no. 26 tahun 2007 tentang tata ruang. Dan undang – undang no. 5 tahun 2004 tentang perencanaan pembangunan daerah, disana sangat jelas tampak betapa peran penting kecamatan sebagai elemen perencaan wilayah. Dijelaskan undang – undang no. 26 tahun 2007 bahwa kecamatan secara idealnya memiliki kemampuan untuk menyusun rencana detail tentang tata ruang. Roh pilosofi yang dibangun dalam tata ruang tersebut adalah desentralisasi system perencanaan wilayah, dimana desa atau wilayah pedesaan menjadi pusat bermulanya semua perencaaan wilayah. Dengan tuntutan seperti ini, maka perencaan antara desa yang dikoordinasikan oleh camat menjadi titik sangat menentukan bagi perencaan wilayah regional. Dengan tuntutan peran kecamatan yang senantiasa berkembang dari hari ke hari, maka penguatan kelengkapan fisik teknologi kecamatan menjadi kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi. Persoalannya lagi - lagi pada ketiadaan akses pada pendanaan yang menyebabkan pemenuhan kebutuhan akan perlengkapan kelembagaan tidak dapat dicapai.

d. Kondisi Ideal dan Faktual tentang Sumber Daya Manusia.

(4)

warga akan pelayanan public artinya SDM kecamatan kedepan sepantasnya responsive dan memunuhi kualifikasi atas tuntutan tata pemerintahan yang baik.

Dari berbagai kondisi factual dan hal ideal yang telah digambarkan diatas, secara kelembagaan kecamatan dalam pemerintahan daerah terlihat kondisi yang sangat lebar dan rumit, dimana kondisi factual yang terjadi dilapangan tidak seperti kondisi ideal yang diharapkan pemerintah kecamatan dalam menjalankan fungsi kelembagaannya.

III. Rekomendasi Penguatan Kelembagaan Pemerintahan Kecamatan

Dengan sederet kondisi ideal dan faktual yang telah digambarkan sebelumnya, maka jika kecamatan diharapkan tetap eksis dan justru dituntut untuk berperan lebih besar dari apa yang berlangsung saat ini, maka beberapa langkah harus ditempuh secara sekaligus, yaitu :

1. Tindakan dijalur strukturalisme – fungsional harus ditempuh. Langkahnya adalah berupa penyusunan dan realisasi peraturan pemerintah (PP) tentang kecamatan secara segera. PP tersebut berisi penegasan – penegasan tentang dimanakah “ruang bermain” kecamatan dalam pemerintah daerah yang sesungguhnya. Dengan PP ini, maka amanat pasal 126 ayat 2 UU no. 32/2004 tentang pelimpahan kewenangan dari bupati kepada camat/kecamatan bisa dioperasionalisasikan secara nyata. Dengan demikian political will pelimpahan kewenangan dapat diwujudkan melalui instrument peraturan pemerintah.

2. Paralel dengan upaya perwujudan PP tentang kecamatan, diperlukan juga upaya untuk mendefiniskan secara baik dan jelas tentang kategori kewenangan bagi setiap kecamatan dalam pemerintahan, pembangunan dan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Tidaklah bijaksana memberikan kewenangan dengan bobot yang sama dan rata kepada setiap kecamatan, sementara fakta menunjukkan bahwa jenis persoalan, dimensi permasalahan, luas wilayah, serta jumlah penduduk yang diurus oleh satu dan lain kecamatan berbeda – beda.

(5)

masalah oleh persoalan organisasional yaitu seringkali permasalahan – permasalahan tersebut berada di luar jangkauan tugas pokok dan fungsi dinas sektoral. Sebagai missal : masalah resolusi konflik sumberdaya alam, perencanaan pemanfaatan sumberdaya alam diatas desa dan masyarakat, manajemen krisis bencana alam, fungsi ombudsman (saluran informasi) ata segala keluhan dari desa yang harus disampaikan ke kabupaten, pengawasan pemanfaatan sumberdaya alam, lalu – lintas manusia di daerah perbatasan antar Negara, dan sebagainya. Dengan demikian, keberfungsian social kelembagaan institusi kecamtan akan meningkat manakala institusi ini mampu menangani persoalan khas local dan menyelesaikan dengan baik.

4. Penguatan kelembagaan dan SDM kecamatan harus dimaknai sebagai proses investasi kepemimpinan lokal jangka panjang, sehingga camat dan stafnya ke depan tidak sekedar diharapkan mampu menjalankan fungsi koordinasi, fasilitasi, dan bantuan kepada pemerintah kabupaten atau masalah dan mencari solusi khas lokal atas kebutuhan atau masalah yang berkembang diwilayahnya. Dengan cara ini, maka camat tidak akan lagi menghadapi sindroma “macan ompong” yang tidak dapat berbuat banyak di depan publiknya.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan posisi kasus sebagaimana telah diuraikan diatas, maka telah terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan, hal ini berdasarkan

(4) DAK Bidang Jalan dialokasikan untuk membantu daerah- daerah dengan kemampuan fiskal rendah atau sedang dalam rangka mendanai kegiatan pemeliharaan berkala,

Pada Tugas Akhir ini diteliti mengenai efektivitas dan kecukupan ruang tunggu keberangkatan serta kecukupan dari fasilitas yang tersedia di ruang tunggu

Menurut Woodward (Romanyshyn 1971:6), diakonia karitatif cenderung mempertahankan status quo, ideologi, dan teologinya, karena kemiskinan tidak terhindarkan, karena

Oleh karena itulah, dengan adanya prinsip umum hukum sebagai sumber hukum internasional sangatlah penting bagi pertumbuhan dan perkembangan sistem hukum

(3.1) Dalam hal ini implementasinya pada suatu kontroler dapat dilihat pada Gambar 3.3 , jaringan saraf tiruan sebagai struktur dari metode update nilai parameter

Pada kesempatan ini penulis ingin menyucapkan terima kasih yang sebesar– besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan baik secara moral maupun secara material