• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETEKSI Staphylococcus DALAM BAHAN MAKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DETEKSI Staphylococcus DALAM BAHAN MAKAN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

DETEKSI Staphylococcus DALAM BAHAN MAKANAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bahan makanan seperti daging dapat tercemar Staphylococcus aureus melalui kontak dengan manusia atau hewan. Bakteri ini terdapat secara alami pada kulit dan hidung, tetapi dapat menyebabkan infeksi gastrointestinal jika kontak dengan daging mentah. S. aureus juga ditemukan pada susu dan keju yang tidak dipasteurisasi. Bakteri ini dapat pindah dari manusia atau hewan dan mengeluarkan enterotoksin pada daging mentah jika alat-alat yang digunakan dalam pengolahan bahan makanan tidak bersih. Deteksi S. aureus dalam bahan makanan dapat dilakukan melalui isolasi ke medium MSA (Mannitol Salt Agar), pewarnaan Gram, dan uji katalase.

B. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mendeteksi adanya S. aureus dalam bahan makanan.

II. METODE A. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan antara lain: daging dan bagian jeroan ayam, medium

Mannitol Salt Agar, larutan NaCl 0,85%, alkohol 70%, plasma darah, cat Gram (Gram A,

Gram B, Gram C, Gram D), larutan H2O2 3%, akuades.

B. Alat

Alat-alat yang digunakan antara lain: blender untuk menghaluskan bahan pangan, cawan petri untuk mengkulturkan mikrobia, ose untuk menginokulasi mikrobia, lampu Bunsen untuk sterilisasi, tabung reaksi untuk mengkulturkan mikrobia dalam medium, mikropipet dan pipet tetes untuk menginokulasi mikrobia dan mengambil larutan, inkubator untuk inkubasi, vortex untuk homogenisasi larutan, gelas preparat untuk tempat menguji sampel, mikroskop untuk mengamati bakteri.

C. Cara Kerja

(2)

sampai 10-6, kemudian 1 ml sampel diinokulasi secara pour plate ke dalam medium MSA. Sampel diinkubasi selama 24 – 72 jam pada suhu 300C. Hasil positif berupa koloni putih kekuningan yang dikelilingi zona kuning.

a. Pengecatan Gram

Gelas benda dibersihkan dengan alkohol 70% dan dipanggang di atas lampu Bunsen. Selanjutnya, 1 ose koloni bakteri diambil dan diratakan di atas gelas benda. Gelas benda difiksasi kemudian cat Gram A diteteskan pada gelas benda dan didiamkan selama 1 menit. Gelas benda dicuci dengan akuades kemudian cat Gram B diteteskan dan didiamkan selama 1 menit. Gelas benda dicuci dengan cat Gram C, didiamkan selama 30 detik, dan dicuci kembali dengan akuades. Cat Gram D diteteskan pada gelas benda dan didiamkan selama 2 menit, kemudian dicuci dengan akuades. Bakteri hasil pengecatan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x100.

b. Uji katalase

Larutan H2O2 3% diteteskan pada gelas benda kemudian kultur diusapkan pada gelas benda menggunakan ose. Suspensi dicampur perlahan dan hasil positif berupa terbentuknya gelembung-gelembung udara diamati.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

Berikut merupakan hasil yang didapat dari praktikum ini.

(3)

Gambar 2. Morfologi S. aureus pada pewarnaan Gram

Gambar 3. Uji katalase S. aureus

B. Pembahasan

Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri Gram positif patogen non motil, koloni tumbuh seperti buah anggur dan berwarna kuning keemasan, diameter sel berukuran 1 μm. Bakteri ini ditemukan secara alami pada membran mukosa manusia dan hewan, terutama pada kulit dan hidung. Selain itu, habitat S. aureus juga pada air, materi yang terdekomposisi, dan di permukaan lainnya. Suhu yang dibutuhkan untuk dapat hidup adalah pada 70 – 48,50C (suhu optimum 300 – 370C), dan pH 4,2 – 9,3 (pH optimum 7 – 7,5). Jika suhu atau kondisi nutrien tidak memungkinkan, S. aureus akan dorman selama beberapa waktu sampai kondisi lingkungan memungkinkan kembali. Adanya dinding sel yang tebal menyebabkan S. aureus

tahan terhadap tekanan internal seperti zat antibakteri sehingga bakteri ini sulit untuk ditangani (Freeman-Cook & Freeman-Cook, 2006; Kadariya et al., 2014).

S. aureus dapat mengeluarkan enterotoksin yang terbagi menjadi agen aktif membran dan

toksin dengan aktivitas T-sel SAg. Agen aktif membrane tidak menyebabkan penyakit secara langsung, sedangkan toksin dengan aktivitas T-sel SAg menyebabkan penyakit seperti keracunan makanan dan penyakit kulit. S. aureus merupakan bakteri yang umum menyebabkan keracunan makanan. Enterotoksin diproduksi setelah waktu inkubasi yang tidak lama, sehingga orang yang mengonsumsi bahan makanan tercemar S. aureus

(4)

dapat menoleransi kondisi garam dan suhu tinggi (Fratamico et al., 2005; Ala’Aldeen & Hiramatsu, 2009).

Bahan makanan yang dapat tercemar S. aureus antara lain produk daging (ayam, babi, sapi), telur, produk susu, kentang, dan produk roti. Deteksi S. aureus pada bahan makanan dapat dilakukan menggunakan berbagai macam media antara lain: Baird-Parker, Mannitol

Salt Agar, brain-heart infusion broth, dan plasma koagulase dengan EDTA

(McLandsborough, 2004). Media yang digunakan pada praktikum ini adalah Mannitol Salt

Agar (MSA). MSA mengandung pepton, ekstrak daging sapi, mannitol, NaCl, agar, dan fenol

merah. Konsentrasi garam tinggi (7,5%) pada MSA dapat menghambat pertumbuhan mikrobia lain. Mannitol merupakan karbohidrat yang hanya dapat difermentasi S. aureus. Media ini juga dapat membedakan koloni S. aureus dengan koloni Staphylococcus lainnya yang tidak dapat menfermentasi mannitol dengan terbentuk koloni berwarna kuning pada S.

aureus (McLandsborough, 2004).

MSA mengandung kadar garam tinggi sehingga merupakan media selektif untuk pertumbuhan mikrobia halofilik, terutama S. aureus. Mannitol pada MSA difermentasi oleh

S. aureus sehingga menghasilkan asam. Produk tersebut menyebabkan perubahan pH yang

dapat ditunjukkan oleh perubahan warna media dari merah muda menjadi kuning. Mikrobia yang dapat menfermentasi mannitol akan menyebabkan perubahan warna tersebut, sedangkan mikrobia yang tidak dapat menfermentasi mannitol tidak berperan dalam perubahan warna (Engelkirk & Duben-Engelkirk, 2008).

Hasil menunjukkan bahwa pada MSA pengenceran 10-3 dan 10-4 terbentuk koloni S.

aureus berwarna kuning, sedangkan pada MSA pengenceran 10-5 tidak terbentuk koloni (Gambar 1). Hal ini menunjukkan bahwa pada sampel bahan makanan yang diujikan mengandung S. aureus. Perubahan warna medium dari merah menjadi kuning disebabkan oleh mannitol yang difermentasi menjadi asam oleh S. aureus. Koloni S. aureus yang tidak terbentuk pada MSA pengenceran 10-5 disebabkan karena pengenceran sampel. Koloni semakin sedikit terbentuk pada pengenceran yang semakin meningkat.

(5)

Pengujian katalase dilakukan untuk membedakan mikrobia streptococci (katalase negatif) dengan staphylococci (katalase positif). S. aureus menghasilkan enzim katalase (katalase positif) sehingga dapat mengubah H2O2 menjadi O2 dan H2O yang ditunjukkan oleh terbentuknya gelembung-gelembung udara. Adanya S. aureus pada sampel menunjukkan bahwa kualitas sampel tersebut tidak baik dan tidak layak dikonsumsi. Kontaminasi S. aureus

pada sampel dapat disebabkan oleh proses pengolahan (handling) yang kurang baik dan penggunaan alat-alat yang kurang bersih sehingga ketika S. aureus yang terdapat secara alami pada permukaaan kulit kontak dengan daging mentah, S. aureus akan mengeluarkan enterotoksin yang berbahaya jika terkonsumsi.

IV. KESIMPULAN

Sampel bahan makanan yang diuji mengandung S. aureus, ditunjukkan oleh terbentuk koloni berwarna kuning pada MSA pengenceran 10-3 dan 10-4, morfologi sel berwarna ungu pada pewarnaan Gram, dan terbentuk gelembung-gelembung udara pada uji katalase.

V. DAFTAR PUSTAKA

Ala’Aldeen, D. A. A., and K. Hiramatsu. 2009. Staphylococcus aureus: Molecular and

Clinical Aspects. Horwood Publishing Limited. West Sussex, p. 196.

Engelkirk, P. G., and J. Duben-Engelkirk. 2008. Laboratory Diagnosis of Infectious Diseases. Lippincott Williams & Wilkins. Baltimore, p. 189.

Fratamico, P. M., A. K. Bhunia, J. L. Smith. 2005. Foodborne Pathogens: Microbiology and

Molecular Biology. Caister Academic Press. Norfolk, p. 273.

Freeman-Cook, L., and K. Freeman-Cook. 2006. Staphylococcus Aureus Infections. Chelsea House Publishers. New York, pp. 26-28.

Kadariya, J., T. C. Smith, D. Thapaliya. 2014. Staphylococcus aureus and Staphylococcal Food-Borne Disease: An Ongoing Challenge in Public Health. BioMed Research International 2014: 1-9.

Gambar

Gambar 1. Hasil positif yang ditunjukkan oleh koloni S. aureus berwarna kuning pada
Gambar 3. Uji katalase S. aureus

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Penelitian ialah untuk mengevaluasi dan mengetahui sejauh mana sistem informasi persediaan yang sedang berjalan (meliputi pengendalian manajemen dan pengendalian

Akibat fiksasi oleh senyawa organik, aluminium menjadi tidak mudah dipertukarkan (Hargrove dan Thomas, 1982) dan tidak bersifat fototoksik (Hue et al., 1986).Aplikasi bahan

Dengan didasarkan pada debit terbesar yang dihasilkan, maka didapatkan bahwa tinggi genangan optimal bak SPL-P untuk mendapatkan air hasil saringan dengan

Menurut Kasmir (2013:156), Debt To Assets Ratio (Debt Ratio), merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh

Baik Bapepam maupun standar akuntansi yang berlaku memperbolehkan konsolidasi dari laporan keuangan anak perusahaan tanpa menyesuaikan periode fiskal anak perusahaan

!itandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut, dan perut menjadi tegang dan kembung. 4yeri tekan dan defens muskuler terjadi di seluruh perut,

Kontribusi penelitian ini adalah DSL dan grammar yang dapat digunakan untuk melakukan proses parsing DDL yang akan menjadi bagian dari kakas generator data.. Kata kunci : data

Pada tabel 1 ditampilkan efek antibakteri untuk menentukan pasangan waktu kontak dan konsentrasi optimal jus pir terhadap Streptococcus mutans