• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TESIS PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT

MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN

JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA

TANGAN CO ASS FKG UNMAS DENPASAR

I GUSTI AGUNG GDE OKA ARDANA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

(2)

TESIS

PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT

MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN

JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA

TANGAN CO ASS FKG UNMAS DENPASAR

I GUSTI AGUNG GDE OKA ARDANA NIM 1390761032

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT

MENINGKATKAN PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN

JUMLAH KOLONI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA

TANGAN CO ASS FKG UNMAS DENPASAR

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana

I GUSTI AGUNG GDE OKA ARDANA NIM : 1390761032

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 16 Juni 2016

Mengetahui

Tesis Ini Telah Diuji Pada tanggal

PanitiaPenguji Tesis Berdasarkan SK. Rektor Pembimbing I,

Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, Msi., Sp.MK(K) NIP. 196404171996011001

Pembimbing II,

Prof.Dr.dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes. NIP. 196603091998021003

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Dr.dr.Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.G(K) NIP. 195805211985031002

Direktur Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K) NIP. 195902151985102001

(5)

UniversitasUdayana, No.; 2710/UN 14.4 / HK / 2016 Tanggal ; 10 Juni 2016

Ketua : Dr.dr. I Dewa Made Sukrama, Msi., Sp.MK(K) Sekretaris : Prof.Dr.dr.I Putu Gede Adiatmika, M.Kes. Anggota : 1. Prof.dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF

2. Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And. 3. Dr. dr. I Wayan Putu SutirtaYasa, M.Si

(6)
(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Waca, Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkatNYA penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Program Penyadaran Kepatuhan Cuci Tangan dapat Meningkatkan Pengetahuan Cuci Tangan, Menurunkan Jumlah Koloni dan Bakteri Staphylococcus aureus pada Tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar. Tesis ini dibuat sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan yang ditempuh di Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Universitas Udayana Denpasar.

Terimakasih yang sebesar-besarnya, penulis ingin sampaikan kepada pembimbing satu yaitu, Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, Msi., Sp.MK(K), yang telah penuh perhatian dan kesabaran memberikan pengarahan, bimbingan, saran, serta waktunya kepada penulis selama tesis ini dibuat sampai dengan selesai. Terimakasih pula penulis sampaikan kepada Prof. Dr. dr I Putu Gede Adiatmika, M.Kes. selaku pembimbing kedua yang menyempatkan diri untuk memberikan pengarahan, bimbingan, dorongan, waktunya serta kritikan dalam pembuatan tesis ini. Terimakasih juga kepada Co Ass dan RSGM FKG UNMAS Denpasar sebagai subjek / tempat penelitian dalam menyelesaikan tesis ini.

Ucapan terimakasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada:

Rektor Universitas Udayana Denpasar Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.PD (KEMD) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikaan Program Magister di Universitas Udayana, Direktur Pasca Sarjana Universitas Udayana Denpasar, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K) yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Universitas Udayana Denpasar.

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar, Dr.dr.Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.G(K) atas kesempatan dan fasilitas

(8)

yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Universitas Udayana Denpasar, seluruh penguji yaitu, Prof.dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF., Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, MSc, Sp. And., Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, Msi., Sp.MK(K), Prof. Dr.dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes, dan Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si., atas masukan dan kritiknya kepada penulis sehingga dalam penulisan tesis ini dapat menjadi lebih baik.

Seluruh dosen dan pengelola Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar, dan Seluruh Dosen yang telah mendidik, mengarahkan serta membantu penulis selama menempuh pendidikan.

Rektor Universitas Mahasaraswati Denpasar, Dekan FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar, Direktur RSGM Universitas Mahasaraswati Denpasar, dan Kepala Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan untuk menggunakan Labnya selama penelitian ini dilakukan.

Direktur Utama beserta jajarannya dan teman-teman di SMF Gigi dan Mulut RSUP Sanglah Denpasar yang telah memberikan kesempatan dan dukungan pada saat menempuh pendidikan. Seluruh teman-teman mahasiswa Program Studi Ilmu Biomedik angkatan 2013 khususnya Ilmu Kedokteran Dasar yang telah bersama-sama menemani baik dalam keadaan suka maupun duka dalam menempuh masa pendidikan.

Kepada istri tercinta dan terkasih Anak Agung Ayu Rukmasari SE, MSi., yang telah berkorban dan menemani semenjak awal sampai akhir perkuliahan sudah menjadi teman yang selalu memberikan inspirasi, motivasi sehingga memberikan rasa optimis dalam menyelesaikan pendidikan dan tesis ini. Kepada putra-putri dan menantu tersayang, drg. I Gusti Agung Istri Dentarika, SKG, dr. I Gusti Agung Gde Dendyningrat, S.Ked beserta istri

(9)

dr.I Gusti Agung Ayu Sri Wulandari Pramana S.Ked. dan I Gusti Agung Gde Dennyningrat yang telah membuat penulis merasa terhibur dan semangat dalam menyelesaikan pendidikan dan tesis ini. Kepada cucu manisku yang tersayang dan terkasih I Gusti Agung Mas Luna Atalya dan Anak Agung Ayu Kaesra dengan kelucuan dan kepolosannya telah membuat penulis merasa terhibur dan semangat dalam menyelesaikan pendidikan dan tesis ini serta semua pihak yang belum tersebutkan, yang telah membantu dan memberikan dukungan samapai selesainya tesis ini.

Penulis sadar bahwa tesis ini tidak sempurna, sehingga masukan dan kritik untuk perbaikan kearah yang lebih baik sangat diharapkan. Akhir kata penulis berharap, tesis ini dapat membawa manfaat untuk para pembaca, khususnya para individu yang bergerak dalam bidang kedokteran / kedokteran gigi.

Denpasar, Mei 2016

Penulis ABSTRAK

PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT MENINGKAT PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN JUMLAH KOLONI BAKTERI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA TANGAN CO ASS FKG UNMAS

DENPASAR.

Presentase data infeksi nosokomial di Indonesia masih cukup tinggi yaitu sebesar 6-16 % dengan rata-rata 9,8%. Untuk menurunkan angka infeksi nosokomial dapat dilakukan dengan program penyadaran kepatuhan cuci tangan dengan cara meningkatkan pengetahuan cuci tangan. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan cuci tangan sehingga dapat menurunkan jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus pada tangan.

Rancangan penelitian ini pre-post test control group design, dengan jumlah sampel 28 orang Co Ass FKG UNMAS yang terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok kontrol melakukan cuci tangan sesuai prosedur tetap, kelompok perlakuan melakukan cuci tangan dengan program penyadaran kepatuhan cuci tangan dan rerata perbedaan hasil diuji secara statistik.

Hasil analisis data pengetahuan sebelum perlakuan dengan uji t-independent, t = 0,141 dan nilai p = 0,889, artinya skor pengetahuan sebelum perlakuan kedua kelompok tidak berbeda

(10)

(p>0,05). Sedangkan sesudah perlakuan, skor pengetahuan dengan uji t-independent, t = 3,89 dan nilai p = 0,001, artinya skor pengetahuan sesudah perlakuan pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p<0.05). Hasil analisis data koloni bakteri sebelum perlakuan dengan uji

Mann-Whitney, p = 0,110, artinya median koloni bakteri sebelum perlakuan pada kedua

kelompok tidak berbeda (p>0,05). Sedangkan sesudah perlakuan, p = 0,139, artinya median koloni bakteri sesudah perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda secara bermakna (p>0,05). Hasil analisis data koloni bakteri Staphylococcus aureus sebelum perlakuan, dengan uji

Mann-Whitney, p = 0,180, artinya median koloni bakteri Staphylococcus aureus sebelum perlakuan

pada kedua kelompok tidak berbeda (p>0,05). Sedangkan sesudah perlakuan, p = 0,100, artinya median koloni bakteri Staphylococcus aureus sesudah perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda secara bermakna (p>0,05).

Simpulan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan, tidak dapat menurunkan jumlah koloni bakteri dan bakteri

Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar

Kata kunci : program penyadaran kepatuhan cuci tangan, pengetahuan cuci tangan, jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus

(11)

ABSTRACT

HAND WASHING COMPLIANCE AWARENESS PROGRAM ABLE TO IMPROVE KNOWLEDGE OF HAND WASHING, TO REDUCE NUMBER OF COLONIES AND BACTERIA STAPHYLOCOCCUS AUREUS ON HAND OF CO ASS FKG UNMAS DENPASAR

The percentage of nosocomial infections in Indonesia ws still high enough at 6-16% with mean of 9,8%. To reduce number of nosocomial infections can be conducted by hand washing compliance awareness program by improve the knowledge of hand washing. Aim to increase awareness and compliance with hand washing so as to reduce the number of bacterial colonies and bacteria Staphylococcus aureus on hand.

This study was conducted with pre-post test control group design, by number of sample was 28 students of Co Ass of FKG UNMAS they were divided into two groups, that were the control group who they was washed their hands according to the permanent procedure and the treatment group who was handwashing with hand washing compliance awareness programs and mean differences were statistically tested result.

The results of data analysis of knowledge at pre-test with independent t-test, t = 0.141 and p = 0.889, its meaning the knowledge score before treatment at both groups did not signficant (p> 0,05). While after treatment, the score of knowledge by t-independent, t = 3,89 and p = 0,001, its meaning the knowledge score after treatment in both groups differed significantly (p <0,05). The results of the data analysis of bacterial colonies pre-test with the Mann-Whitney test, p = 0,110, its meaning that the median of bacterial colonies before treatment in both groups did not significant (p > 0,05). Whereas after treatment, p = 0,139, its means theat median of bacterial colonies after treatment in both groups did not significant (p > 0,05). The results of the data analysis of bacteria Staphylococcus aureus before treatment, with the Mann-Whitney test, p = 0,180, its means that median of bacteria Staphylococcus aureus before treatment in both groups did not significant (p > 0,05). Whereas after treatment, p = 0,100, its meaning median of bacteria Staphylococcus aureus after treatment in both groups did not significant (p > 0,05).

The conclusion that hand washing compliance awareness program can improve knowledge of hand washing, , but did not reduce the number of bacterial colonies and the bacteria Staphylococcus aureus on hands Co Ass of FKG UNMAS Denpasar

Keywords : hand washing compliance awareness programs, knowledge of hand washing, number of bacterial colonies and bacteria Staphylococcus aureus

(12)

SAMPUL DEPAN ……… i

PRASYARAT GELAR ………. ii

LEMBAR PERSETUJUAN ………. iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……… iv

UCAPAN TERIMA KASIH ……… v

ABSTRAK ……… ix

ABSTRACT ……… x

DAFTAR ISI ……….. xi

DAFTAR TABEL ……… xvi

DAFTAR GAMBAR ………. xvii

DAFTAR SINGKATAN ………. xviii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xix

BAB I PENDAHULUAN ………. 1 1.1 1.2 1.3 Latar belakang ……… Rumusan masalah ………... Tujuan ……… 1 9 9 1.3.1. 1.3.2. Tujuan umum ………... Tujuan khusus ……… 9 9 1.4 Manfaat penelitian ………. 10 1.4.1. Manfaat akademis ………. 10

(13)

1.4.2. Manfaat praktis ……….. 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ………... 11

2.1 Infeksi nosokomial………. 11

2.2 Bakteri ……… 12

2.2.1. 2.2.2. Bakteri pada tangan manusia……… Bakteri penyebab infeksi nosokomial……. 15 15 2.3 2.4 Pencegahan infeksi nosokomial………. Hand hygiene……….... 16 18 2.4.1 Ruang lingkup hand hygiene……….. 19

2.4.2 Tata laksana hand hygiene………. 20

2.4.3 Enam (6) langkah cuci tangan ………. 21

2.4.4 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam cuci tangan……… 23 2.4.5 Hambatan untuk cuci tangan ……… 23

2.4.6 Langkah-langkah untuk meningkatkan kepatuhan cuci tangan ……….. 24 2.4.7 Tujuh fakta cuci tangan pakai sabun…..…… 24

2.5 Program penyadaran (Awareness program)……….. 25

2.5.1 Tujuan program penyadaran ………... 25

2.5.2 Faktor-fakor yang mempengaruhi perilaku cuci tangan ……… 26

(14)

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ……….. 28 3.1 3.2 3.3 Kerangka berpikir ………. Konsep penelitian ………. Hipotesis penelitian………... 28 30 30

BAB IV METODE PENELITIAN ………. 32

4.1 4.2 4.3

Rancangan penelitian ……… Tempat dan waktu penelitian ……….. Penentuan sumber data………

32 33 33 4.3.1 4.3.2 4.3.3. 4.3.4. 4.3.5. Populasi penelitian ………. Sampel penelitian……….. Kriteria eligibilitas……….. Besar sampel……… Tehnik pengambilan sampel………

33 33 34 35 35 4.4. 4.5. 4.6. 4.7. Variabel penelitian ……….. Hubungan antar variabel ……….. Definisi operasional variabel ………. Bahan dan alat penelitian………

36 37 37 39 4.7.1. 4.7.2. Bahan………. Alat ……… 39 39

(15)

4.8. Prosedur penelitian ………. 40 4.8.1. 4.8.2. 4.8.3. 4.8.4. 4.8.5. Tahap persiapan………. Tahap pemilihan dan penentuan sampel Tahap pelaksanaan penelitian ………….. Alur penelitian ……… Analisis data ……… 40 40 41 44 44 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN……… 46

5.1 Hasil ……… 46

5.1.1 Pengetahuan Cuci Tangan ………... 46

5.1.2 Jumlah Koloni Bakteri ……… 48

5.1.3 Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus ……. 52

5.2 Pembahasan………. 55

5.2.1 Pengetahuan Cuci Tangan……….. 55

5.2.2 Jumlah Koloni Bakteri……… 59

5.2.3 Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus ……. 69

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN………. 77

6.1 Simpulan ………. 77

6.2 Saran……… 77

DAFTAR PUSTAKA ……….. 79

(16)

DAFTAR TABEL

5.1 Hasil Uji Normalitas Data Pengetahuan ……….…...………….. 46 5.2 Homogenitas Pengetahuan antar Kelompok Perlakuan ……… 47 5.3 Perbedaan Rerata Skor Pengetahuan antar Kelompok Sebelum Program

Penyadaran Kepatuhan Cuci Tangan ……….………...……… 47 5.4 Perbedaan Rerata Skor Pengetahuan antar Kelompok Sesudah Program

Penyadaran Kepatuhan Cuci Tangan... 48 5.5 Jenis dan Rerata Jumlah Koloni Bakteri yang di Isolasi dari Swab

Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan

(n=14)……… 49

5.6 Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Koloni Bakteri ……… 50 5.7 Rerata Jumlah Koloni Bakteri yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan

Sampel pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Sebelum dan

Sesudah Cuci Tangan………...… 50

5.8 Rerata Jumlah Koloni Bakteri yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol antara Sebelum dengan Sesudah

Perlakuan……… 51

5.9 Jenis dan Rerata Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan

Perlakuan (n=14)………. 53

5.10 Rerata Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus yang di Isolasi dari Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan Kelompok

Perlakuan Sebelum dan Sesudah Cuci Tangan ………... 54 5.11 Rerata Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus yang di Isolasi dari

Swab Telapak Tangan Sampel pada Kelompok Kontrol dan Kelompok

(17)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Lima waktu ( momen ) cuci tangan (WHO, 2009)………. 21

2.2 Lima langkah cuci tangan pakai sabun (WHO, 2009)………... 22

3.1 Konsep penelitian………. 30

4.1 Rancangan penelitian………... 32

4.2 Hubungan antara variabel………. 37

4.3 Alur penelitian……….. 44

5.1 Jenis dan jumlah koloni bakteri sebelum perlakuan pada media Plate Count Agar………... 48

5.2 Jenis dan jumlah koloni bakteri sesudah perlakuan pada media Plate Count Agar………...………... 49

5.3 Identifikasi bakteri Staphylococcus aureus dengan API 20 E Biomeriux dengan sistim perubahan warna ………... 52

5.4 Identifikasi bakteri Staphylococcus aureus pada mikroskop Olympus dengan pembesaran 1000 X……….………..……….. 52

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1 Jawaban Permohonan Data Infeksi dan Kepatuhan Kebersihan Tangan 87

2. Lampiran 2 Data infeksi dan kepatuhan kebersihan tangan………. 88

3. Lampiran 3 Penyerahan Ethical Clearence ………. 89

4. Lampiran 4 Keterangan Kelaikan Etik………. 90

5. Lampiran5 Amandemen Perubahan Judul Penelitian ………. 91

6 Lampiran 6 D Data Pengisian Responden……… 92 7 Lampiran 7 Lembar Kuesioner………. 93

8 Lampiran 8 Informed Consent……….. 96

9 Lampiran 9 Jumlah Kolon Bakteri………... 97 10 Lampiran 10 Uji Normalitas Data Pengetahuan Baik Sebelum dan Sesudah Perlakuan………. 98

11 Lampiran 11 Uji t-independent Data Pengetahuan antar Kelompok Sebelum dan Sesudah Perlakuan……… 98

12 Lampiran 12 Uji Normalitas Data Jumlah Koloni Bakteri………. 99

13 Lampiran 13 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri Sebelum Perlakuan dan Sesudah Perlakuan antar Kelompok Perlakuan………. 99

14 Lampiran 14 Uji Wilcoxon Jumlah Koloni Bakteri antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Kontrol………. 100

15 Lampiran 15 Uji Wilcoxon Jumlah Koloni Bakteri antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Perlakuan……….. 101

16 Lampiran 16 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus Sebelum Perlakuan……… 102

17 Lampiran 17 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus Sesudah Perlakuan……… 103

18 Lampiran 18 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus antara Sebelum dan Sesudah perlakua pada kelompok kontrol……… 104

19 Lampiran 19 Uji Mann-Whitney Jumlah Koloni Bakteri Staphylococcus aureus antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Perlakuan……….. 104

(19)

DAFTAR SINGKATAN

AIDS : Aquired Immunodeficiency Syndrom

APIC : Association for Professionals in Infection Control CDC : Centers for Disease Control and Prevention CFU : Coloni Forming Unit

Co Ass : Co Asisten

CTPS : Cuci tangan pakai sabun Depkes : Departemen Kesehatan DKI : Daerah Khusus Ibukota EMBA : Eosin Methylen Blue Agar FKG : Fakultas Kedokteran Gigi HAIs : Health-care Associated Infection HBV : Hepatitis B virus

HIV : Human immunodeficiency virus ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Atas Kemenkes : Kementerian Kesehatan

LOS : Length of stay ml : mili liter

PCA : Plate Count Agar RI : Republik Indonesia

RSGM : Rumah Sakit Gigi dn Mulut RSU : Rumah Sakit Umum

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat TSBA : Tryptic Soy Broth Agar UNMAS : Universitas Mahasaraswati VP : Voges Proskauer

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Infeksi dapat terjadi pada semua orang yang kontak dengan pasien termasuk di dalamnya Co Ass ( mahasiswa program pendidikan profesi dokter gigi ) Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar, karena mereka tidak terlepas dari kemungkinan untuk berkontak secara langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam saliva dan darah pasien.

Penyebaran infeksi dapat terjadi melalui transmisi mikroorganisme dari serum dan dari tangan yang tidak bersih. Hal ini dapat menyebabkan pelayanan dalam praktek kedokteran gigi menempatkan mahasiswa program pendidikan profesi kedokteran gigi berisiko tinggi terutama terhadap penyakit menular / infeksi nosokomial berbahaya yang disebabkan oleh bakteri dan virus dari pasien dan sebaliknya pada waktu menjalankan proses pendidikan profesinya di Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM).

Presentase data infeksi nosokomial di rumah sakit dunia mencapai 9% (WHO) variasi 3 – 21% atau lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia mendapatkan infeksi nosokomial. Penelitian lain yang dilakukan oleh World Health Organization menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan adanya infeksi nosokomial, dan untuk Asia Tenggara sebanyak 10,0% (WHO, 2002).

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang angka infeksi nosokomialnya masih cukup tinggi, data kejadian infeksi nosokomial di Indonesia dapat dilihat dari data surveilans

(21)

yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 1987 di sepuluh (10) RSU Pendidikan diperoleh angka infeksi nosokomial sebesar 6-16 % dengan rata-rata 9,8 %, dan penelitian yang pernah dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8 % pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat (Balaguris, 2009).

Dari beberapa rumah sakit lain dilaporkan hasil penelitian angka kejadian infeksi nosokomial tahun 2005 adalah di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta sebesar 7,94%, Rumah Sakit Dr.Sutomo Surabaya sebesar 14,60%, Rumah Sakit Bekasi sebesar 5,06%, Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung sebesar 4,60%, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta sebesar 4,60% (Bady et al., 2007).

Infeksi terjadi karena adanya interaksi segitiga epidemiologi yang sering dikenal dengan istilah trias epidemiologi yaitu ; host (tuan rumah / penjamu), environment ( lingkungan ) dan

agent ( mikro organisme / bakteri ) (Maryani dan Muliani, 2010). Semua mikro organisme

termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri.

Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebaran mikro organismenya melalui benda atau bahan-bahan yang tidak steril, termasuk dari tangan petugas kesehatan yang kurang bersih akibat tidak mengimplementasikan panduan kebersihan tangan secara baik dan benar (WHO,2009).

Sejak ditemukan mikroskop oleh Antony van Leeuwenhoek pada tahun 1683 (Gupte, 1990), dapat diketahui ternyata kuman ada di mana-mana, di air, tanah, udara, benda-benda, bahkan di tubuh setiap orang misalnya pada telapak tangan, ujung jari dan di bawah kuku seperti

(22)

E.coli, Salmonella sp, Shigela sp, Clostridium perfringens, Giardia lamblia, virus Norwalk dan virus hepatitis A (Synder, 1988).

Flora tetap tidak bersifat patogen yang sering dijumpai pada kulit seperti Staphylococcus

epidermis, Staphylococcus koagulase, Corynebaterium (Trampuz & Widmer, 2004), sedangkan

flora tetap yang patogen adalah Staphylococcus aureus (Synder, 2001). Keberadaan kuman-kuman yang tidak kasat mata tersebut seringkali membuat kita tidak sadar akan bahaya berbagai penyakit yang dapat ditimbulkan (Rachmawati dan Triyana,2008).

Bakteri patogen penyebab infeksi nosokomial yang paling umum adalah Staphylococcus

aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter spp, dan Klebsiella pneumonia

(Tennant dan Harding, 2005 ; Prabhu et al., 2006). Berdasarkan data, penyebab infeksi nosokomial yang paling sering adalah Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (Zulkarnain, 2009 ; Bereketet al., 2012).

Peningkatan insiden infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan virus hepatitis B (HBV) menyebabkan peningkatan kewaspadaan terhadap infeksi silang semakin meningkat.Tingkat disiplin pada pengendalian infeksi telah meningkat selama 10 tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan insidensi AIDS yang lebih beresiko mengenai tenaga medis kedokteran gigi. Pasien dan tenaga medis di kedokteran gigi beresiko untuk tertular mikro- organisme patogen yang menginfeksi rongga mulut. Penyakit infeksi dapat menyebar di tempat praktek melalui kontak secara langsung antara manusia dengan manusia, atau secara kontak tidak langsung dari alat, bahan dan tempat pelayanan dengan manusia (Wibowo et al., 2009).

Kegiatan pencegahan dan pengedalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya merupakan suatu standar mutu pelayanan dan penting bagi pasien, petugas

(23)

kesehatan maupun pengunjung rumah sakit. Pengendalian infeksi harus dilaksanakan oleh semua rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya untuk melindungi pasien, petugas kesehatan dan pengunjung dari kejadian infeksi.

Untuk itu Departemen Kesehatan menetapkan lima rumah sakit sebagai pusat pelatihan regional pencegahan dan pengendalian infeksi, yaitu RSUP Adam Malik Medan, RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung, RSUP Dr SardjitoYogyakarta, RSUD Dr Soetomo Surabaya, dan RSUP Sanglah Denpasar (Depkes.RI., 2007).

Pencegahan dan pengendalian infeksi mutlak harus dilakukan oleh perawat, dokter/dokter gigi termasuk calon dokter gigi dan seluruh orang yang terlibat dalam perawatan pasien.Salah satu cara/ usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah terjdinya infeksi nosokomial adalah dengan dekontaminasi tangan dimana transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga kebersihan tangan dengan cara cuci tangan (Depkes.RI., 2007). Cuci tangan menjadi salah satu langkah yang efektif untuk memutuskan rantai transmisi infeksi, sehingga insidensi nosokomial dapat berkurang.

Salah satu komponen standar kewaspadaan dan usaha menurunkan infeksi nosokomial adalah menggunakan panduan kebersihan tangan (hand hygiene) yang benar dan mengimplementasikan secara benar dan efektif (WHO, 2002). Kebiasaan cuci tangan tidak timbul begitu saja, tetapi harus dibiasakan sejak kecil.Anak-anak merupakan agen perubahan untuk memberikan edukasi baik untuk diri sendiri dan lingkungannya sekaligus mengajarkan pola hidup bersih dan sehat.Anak-anak juga cukup efektif dalam memberikan contoh terhadap orang yang lebih tua khususnya mencuci tangan yang selama ini dianggap remeh (Batanoa, 2008).

(24)

Peran tangan sebagai sarana transmisi kuman patogen telah disadari sejak tahun 1840an, dengan cuci tangan diharapkan akan mencegah penyebaran kuman patogen melalui tangan .Sejak itu banyak penelitian yang memastikan bahwa dokter yang membersihkan tangannya dari kuman sebelum dan sesudah memeriksa pasien dapat mengurangi angka infeksi rumah sakit (Teare, 1999).Cuci tangan merupakan suatu hal yang sederhana yang biasa kita lakukan tapi sangat besar manfaatnya. Aktivitas cuci tangan menyebabkan hilangnya kotoran di tangan secara mekanis (tanah, bahan-bahan organik) dan flora yang melekat di tangan sehingga cuci tangan dapat menurunkan jumlah kuman di tangan (Girou et al., 2002).

Perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan intervensi kesehatan yang paling murah dan efektif dibandingkan dengan hasil intervensi kesehatan dengan cara lainnya dalam mengurangi risiko penularan berbagai penyakit (Fewtrell et al., 2005). Oleh karena itu kebersihan tangan dengan mencuci tangan perlu mendapat prioritas yang tinggi, karena cuci tangan dengan sabun sebagai pembersih, penggosokan, dan pembilasan dengan air mengalir akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung mikroorganisme (Fatonah, 2005).

Tangan adalah salah satu penghantar utama masuknya kuman penyakit ke tubuh manusia, cuci tangan dengan sabun dapat menghambat masuknya kuman penyakit ke tubuh manusia melalui perantaraan tangan, hampir semua orang mengerti pentingnya cuci tangan pakai sabun namun tidak membiasakan diri untuk melakukannya dengan benar (Depkes.RI., 2010). Kebersihan tangan merupakan salah satu cara yang paling penting untuk mencegah penyebaran infeksi.

Penyedia layanan kesehatan harus berlatih dan membiasakan dengan kebersihan tangan pada titik-titik kunci sebelum kontak dengan pasien, setelah kontak dengan cairan tubuh atau darah atau permukaan yang terkontaminasi, sebelum prosedur invasif, dan setelah melepas

(25)

handscoens, karena mencuci tangan merupakan salah satu unsur pencegahan penularan infeksi

(CDC, 2012).

Cuci tangan merupakan salah satu cara yang mudah untuk pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial, tetapi pada kenyataannya cuci tangan ini tidak dilakukan karena banyaknya alasan seperti kurangnya sarana-prasarana, alergi sabun pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya cuci tangan, dan waktu mencuci tangan yang lama (Lankford et al., 2003). Hasil Studi Formatif Perilaku Higienitas yang digelar Water and Sanitation Program menunjukkan, perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) belum menjadi praktik yang umum ataupun norma sosial (USAID, 2006) dan angka prevalensi nasional berperilaku benar dalam cuci tangan adalah 23,2% (Depkes. RI, 2008a). Kebiasaan masyarakat Indonesia dalam mencuci tangan pakai sabun hingga kini masih tergolong rendah, indikasinya dapat terlihat dengan tingginya prevalensi penyakit diare (Depkes. R.I. 2008) dan tercatat rata-rata hanya 12% masyarakat yang melakukan cuci tangan pakai sabun (Kemenkes. RI., 2010).

Dari 99,6% mahasiswa kedokteran mengetahui prosedur cuci tangan yang benar, namum dalam kenyataannya hanya 52,9% dari mereka menganggap itu sebagai tindakan preventif yang paling penting untuk mengontrol infeksi (Huang et al., 2013). Cuci tangan adalah tindakan sederhana, tetapi kurangnya kepatuhan diantara penyedia layanan kesehatan adalah masalah di seluruh dunia (WHO, 2009).

Penelitian lain yang mengamati tingkat kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan di unit perawatan intensif Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta Utara hasilnya menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan cuci tangan paling tinggi adalah perawat 43%, dokter 19% dan tenaga kesehatan lainnya 28% (Jamaluddin et al., 2012), sedangkan hasil penelitian perbedaan angka kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan di RSUP Kariadi Semarang hasilnya adalah angka

(26)

kepatuhan cuci tangan perawat 31,31%, residen 21,22% dan Co Ass 21,69% (Suryoputri, 2011).

Tingkat kepatuhan cuci tangan dikalangan mahasiswa program pendidikan profesi kedokteran Fakultas Kedokteran Univesitas Udayana Denpasar juga masih rendah, terbukti dari data RSUP Sanglah Denpasar menunjukkan tingkat kepatuhan cuci tangan periode April – Juni 2014 adalah 24,32 % , periode Juli – September 2014 adalah 44,83 % (RSUP Sanglah, 2015).

Data-data tersebut diatas menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan cuci tangan masih rendah, masih berada dibawah standar WHO yang mewajibkan kepatuhan cuci tangan harus lebih dari 50%. Kebiasaan cuci tangan wajib dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) termasuk Co Ass FKG UNMAS, namun sampai saat ini datanya belum dijumpai sehingga perlu dilakukan penelitian.

Analisis penyebab ketidak patuhan akibat kurangnya pengetahuan dan informasi yang ilmiah tentang hand hygiene sehinggaa menjadi penghambat atau kurangnya motivasi untuk taat dalam melakukan cuci tangan sesuai dengan rekomendasi (Pitted, 2001 ; WHO 2002), faktor ketidak mengertian akan tekhnik hand hygiene atau standar hand hygiene (Burke, 2003), kurangnya pengetahuan terhadap standar (Lankfordet al.,2003), kurangnya pendidikan cuci tangan (WHO, 2005), kurangnya sosialisasi cuci tangan yang baik dan benar (Jamaluddin et al., 2012), oleh karenanya diperlukan Program penyadaran (Awareness program).

Dengan adanya permasalahan tersebut di atas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang program penyadaran (Awareness program) dengan judul program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan, dapat menurunkan jumlah koloni bakteri dan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.

(27)

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang diuraikan di atas , maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut ;

1 Apakah program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar ?

2 Apakah program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat menurunkan jumlah koloni bakteri pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar ?

3 Apakah program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar ?

1.3 Tujuan

1 Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan, menurunkan jumlah koloni bakteri dan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar

2 Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Untuk membuktikan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar.

2. Untuk membuktikan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat menurunkan jumlah koloni bakteri pada tangan Co Ass FKG UNMAS.

(28)

3. Untuk membuktikan bahwa program penyadaran kepatuhan cuci ta- ngan dapat menurunkan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass FKG UNMAS

1.4 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1 Manfaat akademis ;

Penelitian ini dapat dipakai acuan dalam panduan kebersihan tangan yang sangat penting untuk pencegahan terjadinya infeksi nosokomial. 2 Manfaat praktis ;

1. Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dapat dilakukan dengan program penyadaran kepatuhan cuci tangan.

2. Kalau program penyadaran kepatuhan cuci tangan terbukti dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan, dapat menurunkan jumlah kolon bakteri dan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan maka program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat disosialisasi- kan ke peserta didik khususnya dilingkungan Co Ass Fakultas Kedok teran Gigi dan profesi kesehatan lainnya.

(29)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Infeksi nosokomial.

Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen dan bersifat sangat dinamis.Salah satu penyakit infeksi yang merupakan penyebab meningkatnya angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) di rumah sakit adalah infeksi nosokomial, yang dikenal pertama kali pada tahun 1847 oleh Semmelweis dan sampai sekarang tetap menjadi masalah yang cukup menyita perhatian rumah sakit (Darmadi, 2008). Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh dunia (WHO, 2002).

Nosokomial berasal dari bahasa Yunani,dari kata nosos yang artinya penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk merawat atau rumah sakit. Jadi infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang terjadi di rumah sakit dan menyerang penderita-penderita yang sedang dalam proses pelayanan rumah sakit (Darmadi, 2008), dan infeksi nosokomial terjadi lebih dari 48 jam setelah pasien masuk rumah sakit (Prabu et al., 2006).

Sedangkan menurut WHO infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya, yang terjadi 48 jam setelah masuk rumah sakit, 3 hari setelah pulang dari rumah sakit, sampai 30 hari setelah operasi, ketika pasien dirawat untuk penyakit non infeksi . Infeksi nosokomial atau yang sekarang disebut juga sebagai infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan atau Health-care Associated Infection (HAIs) dapat juga didefinisikan sebagai infeksi yang didapat oleh pasien selama perawatan di rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya setelah pasien masuk rumah sakit dalam kurun waktu 48 – 72 jam , pada saat itulah penularan saling silang itu bisa terjadi. Infeksi ini tidak hanya terjadi 11

(30)

kepada pasien, tetapi dapat juga terjadi pada semua tenaga kesehatan yang bekerja didalamnya serta pengunjung rumah sakit (WHO, 2002).

Proses terjadinya penyakit infeksi adalah akibat adanya interaksi segitiga epidemiologi, sering dikenal dengan istilah trias epidemiologi dan merupakan konsep dasar yang memberikan gambaran tentang hubungan antara tiga faktor utama yang berperan dalam terjadinya penyakit dan masalah kesehatan lainnya, yaitu host (penjamu), environment (lingkungan), dan agent (bakteri) (Maryani dan Mulyani, 2010).

Infeksi nosokomial disebabkan oleh patogen yang mudah menyebar ke seluruh tubuh, terutama pada pasien rumah sakit dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah , sehingga mereka kurang mampu untuk melawan infeksi. Dalam beberapa kasus, pasien mengalami infeksi karena kondisi / atau fasilitas kesehatan di rumah sakit yang buruk, atau karena staf rumah sakit tidak mengikuti prosedur yang tepat seperti cuci tangan yang baik dan benar (WHO,2009).

2.2 Bakteri.

Penemuan mikroskop oleh Antony van Leeuwenhoek pada tahun 1683 (Gupte, 1990), telah membuka tabir ternyata kuman/mikroorganisme berada di mana-mana, di air, tanah, udara, benda-benda, bahkan di tubuh manusia, termasuk pada telapak tangan. Keberadaan kuman-kuman yang tidak kasat mata tersebut seringkali membuat kita tidak sadar akan bahaya yang dapat ditimbulkan. Tubuh manusia secara terus menerus terpapar berbagai mikroorganisme yang sebagian besar merupakan bakteri, namun ada juga jamur dan mikroorganisme lain.

Keberadan mikrorganisme tersebut dibuktikan dengan adanya berbagai penelitian, bahkan salah satu penelitian membuktikan bahwa sabun yang digunakan untuk mencuci tangan dapat terkontaminasi oleh bakteri, padahal penggunaan sabun dimaksudkan untuk mengurangi jumlah bakteri yang ada di tubuh kita termasuk pada telapak tangan (Gal et al., 2004).Pada

(31)

keadaan normal dan sehat, organisme tersebut tidak berbahaya bahkan dapat bermanfaat bagi manusia yang dapat dikenal sebagai flora normal atau komensal.

Flora normal adalah mikroorganisme yang menempati suatu daerah tanpa menimbulkan penyakit pada inang yang ditempati.Tempat paling umum dijumpai flora normal adalah tempat yang terpapar dengan dunia luar yaitu kulit, mata, mulut, saluran pernafasan atas, saluran pencernaan dan saluran urogenital.Kulit normal biasanya ditempati bakteria sekitar 10.2–10.6 CFU/cm2 (Trampuz & Widmer, 2004).Flora normal yang menempati kulit terdiri dari dua jenis yaitu flora normal atau mikroorganisme sementara (transient microorganism) dan mikroorganisme tetap (resident microorganism).

Flora transien terdiri atas mikroorganisme non patogen atau potensial patogen yang tinggal di kulit atau mukosa selama kurun waktu tertentu (jam, hari atau minggu), berasal dari lingkungan yang terkontaminasi atau dari pasien.Flora ini pada umumnya tidak menimbulkan penyakit (mempunyai patogenisitas lebih rendah) dan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan flora tetap. Pada kondisi terjadi perubahan keseimbangan, flora transien dapat menimbulkan penyakit (Trampuz & Widmer, 2004; Jawetz et al., 2005).

The Association for Professionals in Infection Control (APIC) memberi- kan pedoman

bahwa mikroorganisme transien adalah mikroorganisme yang dapat diisolasi dari kulit, tetapi tidak selalu ada atau menetap di kulit. Mikroorganisme transien, yang terdiri atas bakteri, jamur, ragi, virus dan parasit, terdapat dalam berbagai bentuk, yang dapat terjadi kontak dengan kulit. Biasanya mikro-organisme ini dapat ditemukan di telapak tangan, ujung jari dan di bawah kuku. Kuman patogen yang mungkin dijumpai di kulit sebagai mikroorganisme transien adalah

Escherichia coli, Salmonella sp, Shigella sp, Clostridium perfringens, Giardia lamblia,virus Norwalk dan virus hepatitis A (Synder, 1988).

(32)

Flora tetap adalah flora yang menetap di kulit pada sebagian besar orang sehat yang ditemukan di lapisan epidermis dan di celah kulit (Synder, 1988). Flora tetap terdiri atas mikroorganisme jenis tertentu yang biasanya dijumpai pada bagian tubuh tertentu dan pada usia tertentu pula, jika terjadi perubahan lingkungan mereka akan segera dapat kembali seperti semula(Jawetz et al., 2005). Flora tetap yang paling sering dijumpai adalah Staphylococcus

epidermidis dan stafilokokkus koagulase negatif lainnya, Corynebaterium dengan densitas

populasi antara 10.2-10.3 CFU (Coloni Forming Unit)/cm2 (Trampuz & Widmer, 2004).

Flora tetap tidak bersifat patogen, kecuali Staphylococcus aureus, bakteri ini dapat menyebabkan penyakit jika telah mencapai jumlah 1.000.000 atau 10.6 per gram, suatu jumlah yang cukup untuk memproduksi toksin (Synder, 2001). Jenis dan jumlah mikroorganisme tetap bervariasi dari satu individu ke individu lainnya dan berbeda di antara regio tubuh. Sebagian besar mikroorganisme tetap tidak berbahaya (Synder, 1988; dan Strohl et al., 2001). Flora transien akan mati atau dapat dihilangkan dengan dicuci , sedangkan flora tetap yang sering dijumpai di bawah kuku, sulit dihilangkan. Flora tetap akan selalu ada dan bertahan hidup apalagi tempat tersebut menyediakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan mikroba.

2.2.1. Bakteri pada tangan manusia.

Bakteri yang ditemukan pada tangan tenaga medis dan paramedis adalah Staphylococcus

epidermidis, Staphylococcus saprophyticus, Staphylococcus aureus, Serratia liquefacients, Serratia marcescens, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter aerogenes, Citrobacter freundii, Salmonella sp, Basillus cereus, dan Neisserria mucosa. (Pratami et al., 2013).

2.2.2. Bakteri penyebab infeksi nosokomial.

Sebagian besar mikroorganisme yang bertanggung jawab untuk infeksi rumah sakit dan mikroba yang memiliki kapasitas / kemampuan untuk menyebabkan infeksi pada pasien yang

(33)

dirawat di rumah sakit adalah 90% disebabkan oleh bakteri, sedangkan sisanya disebabkan mikobakteri, virus, jamur atau protozoa. Bakteri yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah ; Staphylococcus aureus, Streptococcus spp., Bacillus cereus, Acineto-bacter spp., Enterococci, Pseudomonas aeruginosa, Legionella dan Escherichia coli, Proteus mirabilis,

Salmonella spp., Serratia marcescens, Kleb-Siella pneumoniae. Yang umumnya dilaporkan

adalah E.coli, Staphylococcus aureus, enterococci dan P.aeruginosa, tapi berdasarkan data,

Escherichia coli dan Staphylococcus aureus adalah yang paling sering / paling banyak sebagai

penyebab infeksi nosokomial (Zulkarnain, 2009 ; Bereket et al., 2012).

2.3 Pencegahan infeksi nosokomial.

Mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain baik dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung .Tangan yang bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan binatang, ataupun cairan tubuh lain (seperti air ludah, ingus) dan makanan/minuman yang terkontaminasi saat tidak dicuci dengan sabun dapat memindahkan bakteri, virus, dan parasit pada orang lain yang tidak sadar bahwa dirinya sedang ditulari (WHO. 2009).

Diperkirakan 40 persen infeksi nosokomial disebabkan oleh kebersihan tangan yang buruk. Petugas rumah sakit dapat secara signifikan mengurangi jumlah kasus dengan mencuci tangan secara teratur. Pencegahan infeksi noso- komial adalah tanggung jawab semua individu dan pemberi layanan kesehatan, banyak penekanan telah dilakukan pada prosedur terkait staf, terutama tentang kebersihan tangan karena dengan mencuci tangan merupakan intervensi penting dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial disamping sarung tangan, baju, dan masker .WHO telah mencanangkan setiap tanggal 15 Oktober sebagai Hari Mencuci

(34)

Tangan Pakai Sabun Sedunia, yang diikuti oleh 20 negara di dunia, salah satu diantaranya adalah Indonesia (WHO, 2009).

Pentingnya membudayakan cuci tangan pakai sabun secara baik dan benar juga didukung oleh World Health Organization (WHO). Data WHO menunjukkan setiap tahun rata-rata 100 ribu anak di Indonesia meninggal dunia karena diare. Kajian WHO menyatakan cuci tangan memakai sabun dapat mengurangi angka diare hingga 47%. Data dari Subdit diare Kemenkes juga menunjukkan sekitar 300 orang diantara 1000 penduduk masih terjangkit diare sepanjang tahun. Penyebab utama diare adalah kurangnya perilaku hidup sehat di masyarakat, salah satunya kurangnya pemahaman mengenai cara cuci tangan dengan sabun secara baik dan benar menggunakan air bersih yang mengalir (Kemenkes.RI., 2010).

Sebuah penelitian menemukan bahwa mencuci tangan dengan sabun secara teratur dan menggunakan masker, sarung tangan, dan pelindung, lebih efektif untuk menahan penyebaran virus ISPA seperti flu dan SARS. Penelitian ini menyatakan bahwa mencuci tangan dengan air dan sabun adalah cara yang sederhana dan efektif untuk menahan virus ISPA, mulai dari virus flu sehari-hari hingga virus pandemik yang mematikan (Isaa & Cairncross, 2007). Penelitian lain menyatakan bahwa perbandingan bayi yang dirawat oleh petugas kesehatan yang tidak mencuci tangan dengan sabun lebih signifikan, lebih sering, dan lebih cepat terkena patogen S.

aureus dibandingan dengan bayi yang dirawat oleh petugas kesehatan yang mencuci tangan

dengan sabun (Paul et al., 2011).

Mencuci tangan adalah tindakan yang sangat sederhana, namun efektif dalam pencegahan dan pengendalian infeksi karena secara statistik telah membuktikan bahwa mencuci tangan adalah langkah yang paling penting dalam pencegahan dan pengendalian infeksi. Pusat Pencegahan Infeksi dan Pengendalian Penyakit jelas mengamanatkan bahwa semua personil

(35)

kesehatan harus melakukan dekontaminasi tangan saat merawat pasien. Membersihkan tangan merupakan pilar dan indikator mutu dalam mencegah dan mengendalikan infeksi, sehingga wajib dilakukan oleh setiap petugas rumah sakit. Membersihkan tangan dapat dilakukan dengan mencuci tangan dengan air mengalir atau menggunakan antiseptik berbasis alkohol (Hernandes, 2014).

2.4 Hand hygiene.

Hand hygiene merupakan istilah umum yang berlaku baik untuk mencuci tangan, cuci

tangan dengan antiseptik, maupun hand rub antiseptik. Pada tahun 1988 dan 1995, pedoman mencuci tangan dan antisepsis tangan diterbitkan oleh Association for Professionals in Infection

Controls (APIC) (Boyce dan Pitted, 2002). Pada tahun 2009, WHO mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu merumuskan inovasi strategi penerapan hand hygiene untuk petugas kesehatan dengan My five moments for hand hygiene (WHO, 2009).

Hand hygiene adalah suatu upaya atau tindakan membersihkan tangan, baik dengan menggunakan sabun antiseptik di bawah air mengalir (hand washing) atau dengan menggunakan handrub berbasis alkohol (hand rubbing) dengan langkah-langkah yang sistematik sesuai urutan, sehingga dapat mengurangi jumlah bakteri yang berada pada tangan (WHO, 2009)

Hand washing (mencuci tangan) adalah proses menggosok kedua permukaan tangan

dengan kuat secara bersamaan menggunakan zat pembersih yang sesuai dan dibilas dengan air mengalir dengan tujuan menghilangkan mikroorganisme sebanyak mungkin (Keevil, 2011).

Hand rubbing adalah tindakan menggosok tangan dengan berbahan dasar alkohol tanpa

air (Widmer,2000), penggosokkan tangan ini dilakukan dengan menggunakan senyawa berbahan dasar alkohol (misalnya, etanol, n-propanol atau isopropanol) yang digunakan dengan cara bilas (rinse) dan gosok (rub) untuk tangan (Keevil, 2011).

(36)

2.4.1 Ruang lingkup hand hygiene

WHO menyarankan untuk setiap orang atau petugas yang tersebut dibawah ini untuk selalu mematuhi prosedur hand hygiene, yaitu :

1. Setiap orang yang kontak langsung dengan pasien seperti dokter/ perawat dan petugas kesehatan lainnya.

2. Setiap orang yang kontak tidak langsung dengan pasien, seperti : ahli gizi, farmasi.

3. Setiap personil yang berkontribusi dengan prosedur yang dilakukan terhadap pasien.

4. Setiap orang yang bekerja di lingkungan rumah sakit.

2.4.2 Tata laksana hand hygiene.

WHO (World Health Organization) mensyaratkan five moment of hand hygien (5 waktu

hand hygiene), yang merupakan petunjuk waktu kapan petugas harus melakukan cuci tangan ,

yaitu :

1. Sebelum kontak dengan pasien.

Cuci tangan sebelum menyentuh pasien , untuk melindungi pasien dari bakteri patogen yang ada pada tangan petugas.

2. Sebelum melakukan tindakan aseptik.

Cuci tangan segera sebelum melakukan tindakan aseptik , untuk melin- dungi pasien dari bakteri patogen , termasuk yang berasal dari permukaan tubuh pasien sendiri.

(37)

3. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien.

Cuci tangan setelah kontak atau resiko kontak dengan cairan tubuh pasien (dan setelah melepas sarung tangan), untuk melindungi petugas kesehatan dari bakteri patogen yang berasal dari pasien.

4. Setelah kontak dengan pasien .

Cuci tangan setelah menyentuh pasien, untuk melindungi para petugas kesehatan dari bakteri patogen yang berasal dari pasien.

5. Setelah kontak dengan area sekitar pasien .

Cuci tangan setelah menyentuh objek yang ada di sekitar pasien pada saat meninggalkan pasien walaupun tidak menyentuh pasien, untuk melindungi petugas kesehatan dan area sekelilingnya bebas dari bakteri patogen yang berasal dari pasien.

Lima (5) waktu cuci tangan ( five moment of hand hygien ) dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(38)

Gambar 2.1.

Lima waktu ( momen ) cuci tangan (WHO, 2009)

2.4.3 Enam ( 6 ) langkah cuci tangan

:

Pelaksanaan hand hygiene dengan mencuci tangan efektif membutuhkan waktu sekitar 40-60 detik ( WHO ), yang dimulai dengan membuka kran dan basahi kedua telapak tangan, tuangkan sabun cair dan gosokkan pada kedua telapak tangan dengan urutan TE-PUNG – SELA-CI- PU-PUT yaitu TELAPAK, PUNGGUNG, SELA-SELA, KUNCI, PUTAR-PUTAR sebagai berikut :

1. Telapak tangan; gosok kedua telapak tangan

2. Punggung tangan; gosok punggung dan sela-sela jari sisi luar tangan kiri dan sebaliknya.

(39)

4. KunCi; jari jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci

5. Putar; gosok ibu jari tangan kiri dan berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya

6. Putar; rapatkan ujung jari tangan kanan dan gosokkan pada telapak tangan kiri dengan cara memutar mutar terbalik arah jarum jam, lakukan pada ujung jari tangan sebaliknya.

Ambil kertas tisu atau kain lap sekali pakai, keringkan kedua tangan dan tutup kran dengan siku atau bekas kertas tisu yang masih di tangan. Enam ( 6) langkah cuci tangan dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2.

Enam langkah cuci tangan pakai sabun (WHO, 2009)

(40)

Sebelum dan sesudah melakukan hand hygiene, ada hal-hal yang harus diperhatikan agar tujuan hand hygiene dapat tercapai, diantaranya adalah :

1. Kuku tangan.

Kuku tangan harus dalam keadaan bersih dan pendek, karena kuku yang panjang dapat menimbulkan potensi akumulasi bakteri patogen yang terdapat di bawah kuku.

2. Perhiasan dan aksesoris.

Tidak diperkenankan memakai perhiasan seperti cincin pada jari, karena ada resiko akumulasi bakteri patogen .

3. Kosmetik.

Kosmetik seperti cat kuku tidak diperkenankan, karena dapat menyim- pan bakteri patogen.

4. Penggunaan tisu.

Pengeringan tangan sebaiknya memakai tisu sekali pakai, hasilnya lebih kering dan dapat dipakai sebagai pelindung waktu menutup kran.

2.4.5 Hambatan-hambatan pada cuci tangan

Ada berbagai alasan mengapa petugas kesehatan tidak melakukan cuci tangan yang diperlukan untuk melindungi pasien (Kampf, 2009):

1. Kurangnya pengetahuan , 2. Kurangnya fasilitas, 3. Kurangnya waktu, 4. Iritasi kulit/ masalah kulit

(41)

Langkah-langkah meningkatkan kepatuhan cuci tangan (Kampf, 2009) 1. Pelatihan staf berkaitan dengan indikasi klinis tentang cuci tangan 2. Pencantuman tujuan yang jelas dalam program pelatihan

3. Disinfeksi cuci tangan harus tersedia luas 4. Pengurangan cuci tangan yang tidak perlu

5. Anggota staf senior medis harus member contoh / panutan dan bertin- dak sesuai pedoman.

2.4.7 Fakta cuci tangan pakai sabun (CTPS) :

Ada 7 fakta cuci tangan pakai sabun (Depkes.RI., 2008b) ; 1. Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup.

2. Mencuci tangan pakai sabun bisa mencegah penyakit yang menyebab kan kesakitan / kematian jutaan anak-anak setiap tahunnya.

3. Waktu-waktu kritis CTPS yang paling penting adalah setelah ke jamban dan sebelum menyentuh makanan (mempersiapkan/ memasak/ menyaji- kan dan makan).

4. Perilaku CTPS adalah intervensi kesehatan yang “cost-effective” .

5. Untuk meningkatkan CTPS memerlukan pendekatan pemasaran sosial yang berfokus pada pelaku CTPS dan motivasi masing-masing yang menyadarkannya untuk mempraktikkan perilaku CTPS.

6. Perilaku CTPS sudah merupakan pengetahuan umum bagi masyarakat tetapi tidak diikuti oleh perilaku yang berkesinambungan karena ti- dak tersedianya sarana CTPS di dekat mereka.

(42)

Stategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat..

2.5 Program penyadaran (Awareness program).

Awareness adalah pengetahuan atau persepsi dari situasi atau fakta, sadar menyiratkan

pengetahuan yang didapat melalui persepsi sendiri atau dengan bantuan sarana informasi dari luar dan program penyadaran adalah sebuah program yang dirancang untuk meningkatkan kesadaran sesuatu (Anonim, 2015). Tingkat pengetahuan mahasiswa program pendidikan profesi dipengaruhi oleh sumber belajar seperti kuliah formal, pengalaman waktu bertugas,

hospital guidelines, fasilitas dan artikel sains (Huang et al., 2013).

Jadi program penyadaran (Awareness program) yang dimaksud disini adalah program untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan cuci tangan yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan cuci tangan sehingga dapat menurunkan jumlah koloni bakteri dan jumlah bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar, dengan proses sosialisasi cuci tangan yang baik dan benar melalui proses pendidikan (ceramah) untuk meningkatkan pengetahuan serta melalui latihan (peragaan dan praktek) untuk meningkatkan ketrampilan cuci tangan.

2.5.1 Tujuan program penyadaran adalah

; 1. Meningkatkan pengetahuan hand hygiene

2. Meningkatkan budaya hand hygiene 3. Meningkatkan kepatuhan cuci tangan 4. Menurunkan resiko infeksi .

5. Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit

Faktor kunci keberhasilan program penyadaran adalah monitoring dan evaluasi terus menerus secara berkelanjutan, setiap tahun kegiatan program dievaluasi pada tingkat kesadaran

(43)

serta perubahan perilaku pada kepatuhan cuci tangan/kebersihan tangan yang terjadi. Perbaikan dapat dibuat sehingga program dapat lebih efektif dalam mencapai tujuan untuk tahun berikutnya (WHO, 2008).

2.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku cuci tangan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku cuci tangan pakai sabun adalah (Kushartanti, 2012) ;

1. Citra diri

2. Status sosial ekonomi 3. Pengetahuan

4. Kebiasaan 5. Sikap 6. Motivasi

7. Pola Asuh Orang Tua (lingkungan, tingkat sosial ekonomi ) 8. Peran guru/dosen.

9. Ketersediaan sarana sanitasi ; 1. Air /wastafel,

2. Sabun (Senyawa Iodine Heksaklorofen, Iodofor, Triclosan / Irgasan). 3. Tisu

4. Ketersediaan media pendidikan/informasi

1. Alat bantu melihat (visual aids) ;slide, film, gambar, poster. 2. Alat bantu dengar (audio aids) radio,

(44)
(45)

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka berpikir.

Infeksi nosokomial masih menjadi masalah utama dunia, karena kejadian infeksi ini menyebabkan lama perawatan /length of stay (LOS) bertambah panjang, sehingga angka kematian dan biaya untuk pelayanan kesehatan menjadi semakin meningkat. Pada infeksi nasokomial transmisi bakteri dapat melalui 3 cara, yaitu flora transien dan residen dari kulit pasien , flora dari petugas kesehatan ke pasien khususnya melalui tangan dan flora dari lingkungan rumah sakit.

Orang yang berkecimpung dalam bidang kesehatan termasuk Co Ass Fakultas Kedokteran Gigi mempunyai peran besar dalam rantai transmisi infeksi di Rumah Sakit. Rumah Sakit Gigi dan Mulut tempat menjalani pendidikan profesi merupakan sarana dan tempat ideal yang memungkinkan terjadinya penularan penyakit dari pasien ke pasien, dari pasien ke pengunjung yang lain dan dari pasien ke Co Ass dan sebaliknya dari Co Ass ke pasien , sehingga diperlukan kewaspadaan adanya penularan penyakit.

Oleh karena itu pada waktu memberikan pelayanan/perawatan kepada semua pasien, maka Co Ass FKG UNMAS Denpasar diwajibkan untuk melakukan perlindungan diri diantaranya dengan cara cuci tangan sebelum dan setelah melayani pasien, karena cara ini merupakan salah satu langkah yang efektif untuk memutus rantai transmisi infeksi sehingga insiden infeksi nosokomial dapat dicegah dan dikendalikan .

Dengan cuci tangan diharapkan akan mencegah penyebaran kuman patogen melalui tangan, karena peran tangan sangat penting sebagai sarana transmisi kuman patogen dan telah

(46)

terbukti bahwa dokter yang membersihkan tangannya dengan cara cuci tangan sebelum dan sesudah melayani pasien dapat mengurangi angka infeksi di rumah sakit.

Yang masih menjadi masalah adalah bahwa masih rendahnya tingkat kepatuhan cuci tangan tenaga kesehatan maupun calon tenaga kesehatan khususnya mahasiswa program pendidikan profesi kedokteran yakni masih berada dibawah standar WHO (50%), yang disebabkan masih kurangnya pengetahuan dan ketrampilan cuci tangan.

Untuk mengatasi masalah ini maka perlu dilakukan usaha maupun upaya agar pengetahuan serta kepatuhan cuci tangan meningkat dengan meningkatkan pengetahuan/ketrampilan cuci tangan yang dapat dimulai dari para mahasiswa khususnya dan para petugas kesehatan umumnya sehingga dampak yang ditimbulkan seperti masih adanya penyakit infeksi yang mengakibatkan tingginya angka kematian dan biaya kesehatan dapat dicegah.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta kepatuhan cuci tangan adalah dengan “awareness programm” atau “program penyadaran”, yaitu suatu program yang dapat menggugah kesadaran dan kebiasaan untuk selalu meningkatkan pola hidup sehat dengan cara meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta kepatuhan cuci tangan sehingga dapat menurunkan jumlah koloni bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus yang pada akhirnya dapat mencegah dan mengendalikan kejadian infeksi nosokomial.

3.2 Konsep Penelitian

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat disusun kerangka konsep berdasarkan hubungan antar variabel yang ada.

Faktor Internal Pengetahuan Sikap/perilaku Lingkungan Faktor Eksternal Air mengalir Kran Sabun Waktu Tisu Program Penyadaran

(47)

3.3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar.

2. Program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat menurunkan jumlah koloni bakteri pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar.

3. Program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat menurunkan jumlah bakteri

Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass FKG UNMAS Denpasar. Gambar 3.1.

Konsep Penelitian

Peningkatan pengetahuan cuci tangan. Penurunan Jumlah koloni bakteri.

Penurunan Jumlah bakteri

(48)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan penelitian

Rancangan penelitian ini adalah eksperimental dengan pre-post test control group

design. Adapun skema penelitian ini digambarkan sebagai `berikut (Pocock, 2008) :

Keterangan:

P = Populasi, S = Sampel, K = Kelompok Kontrol, P 1 = Kelompok Perlakuan

RA = Random Alokasi

O1= Observasi K sebelum perlakuan thd.pengetahuan, jumlah koloni dan jumlah bakteri patogen

O2= Observasi K setelah perlakuan thd.pengetahuan, jumlah koloni dan jumlah bakteri patogen

O3= Observasi P1 sebelum perlakuan thd.pengetahuan, jumlah koloni dan jumlah bakteri patogen

O4= Observasi P1 setelah perlakuan thd.pengetahuan, jumlah koloni dan jumlah bakteri patogen

4.2 Tempat dan waktu penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di poliklinik Gigi dan Mulut RSGM FKG UNMAS Denpasar.

P

S

RA

O

1

P

1

O

2

O

3

O

4 Gambar 4.1. Rancangan Penelitian

K

(49)

2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksakan pada bulan Mei 2015.

4.3 Penentuan Sumber Data

4.3.1 Populasi penelitian 1. Populasi target

Dalam penelitin ini populasi target adalah Co Ass yang praktek di poliklinik Gigi dan Mulut RSGM FKG UNMAS Denpasar.

2. Populasi terjangkau

Dalam penelitian ini sebagai populasi terjangkau adalah Co Ass yang praktek di poliklinik Gigi dan Mulut RSGM FKG UNMAS Denpasar dan bersedia menjadi sampel

4.3.2. Sampel penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah jumlah sampel yang diambil dari populasi terjangkau, disesuaikan dengan kriteria inklusi yang dibahas dalam kreteria eligibilitas.

4.3.3. Kriteria eligibilitas.

Kreteria pemilihan yang membatasi karakteristik populasi terjangkau adalah:

1. Kriteria Inklusi

Pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi adalah Co Ass yang ; 1. Sehat jasmani dan rohani.

(50)

2. Jenis kelamin pria atau wanita

3. Sedang praktek di poliklinik Gigi dan Mulut RSGM FKG UNMAS. 4. Bersedia menjadi sampel dengan mengisi formulir Informed consent. 2. Kriteria eksklusi.

Kriteria eksklusi adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi, tapi karena sesuatu keadaan dikeluarkan dari sampel antara lain:

1. Ada riwayat baru sembuh dari luka pada telapak tangan 2. Ada riwayat alergi terhadap bahan pembersih tangan 3. Ada fraktur pada tangan.

4. Ada cacat pada tangan 3. Kriteria penggugur (Drop out)

1. Mengundurkan diri saat penelitian berlangsung

2. Datangnya sampel tidak sesuai dengan waktu penelitian.

4.3.4 Besar sampel

Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini berdasarkan rumus Pocock (2008) berikut ini:

Keterangan :

(51)

σ = nilai standar deviasi

μ1 = rerata jumlah kumansebelum perlakuan μ2 = rerata jumlah kumansetelah perlakuan α = tingkat kesalahan tipe I (0,05)

β = tingkat kesalahan tipe II (0,1) f (α,β) = nilai yang ada pada tabel (10,5).

Berdasarkan hasil penelitian dari Rachmawati dan Triyana (2008), penghitungan sampel dengan data rerata penurunan koloni bakteri sebesar 25,42 dan standar deviasi 19,5 diperoleh hasil besar sampel 12,36 ditambah 10% menjadi 13,59 dan dibulatkan menjdi 14 sampel setiap kelompok, sehingga jumlah keseluruhan sampel pada kedua kelompok menjadi 28 sampel.

4.3.5. Tehnik pengambilan sampel

Tehnik pengambilan sampel dengan cara sebagai berikut:

1. Melakukan pemilihan sejumlah Co Ass yang praktek di poliklinik Gigi dan Mulut RSGM FKG UNMAS Denpasar berdasarkan kriteria inklusi.

2. Jumlah sampel yang terpilih diseleksi lagi berdasarkan kriteria eksklusi.

3. Mengadakan pemilihan besar sampel sebanyak 28 responden secara random sederhana dari subyek yang terpilih.

4. Melakukan pembagian kelompok menjadi 2(dua) kelompok masing- masing kelompok berjumlah 14 responden.

Pembagian kelompok dilakukan dengan cara acak sederhana, selanjutnya kelompok 1 akan dipakai sebagai kontrol, melakukan cuci tangan sesuai prosedur tetap dan kelompok 2 mendapat perlakuaan sosialisasi program penyadaran kepatuhan cuci tangan, melakukan cuci tangan sesuai dengan program penyadaran kepatuhan cuci tangan.

(52)

4.4. Variabel penelitian

Variabel dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 3(tiga), yaitu ; 1. Variabel bebas adalah program penyadaran kepatuhan cuci tangan.

2. Variabel tergantung adalah pengetahuan cuci tangan, jumlah koloni bakteri dan jumlah bakteri Staphylococcus aureus.

3. Variabel kendali adalah air mengalir, jenis kran, sabun antiseptik, waktu cuci tangan, tisu pengering.

4.5 Hubungan Antar Variabel

P Variabel bebas

Program penyadaran kepatuhan cuci tangan

Variabel Kendali Air mengalir, jenis kran, sabun antiseptik, waktu cuci

tangan, tisu pengering. Variabel Tergantung

Pengetahuan cuci tangan, jumlah koloni bakteri / bakteri Staphylococcus aureus

Gambar

Gambar 5.4  Identifikasi

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Penelitian ialah untuk mengevaluasi dan mengetahui sejauh mana sistem informasi persediaan yang sedang berjalan (meliputi pengendalian manajemen dan pengendalian

Pada Gambar 6c memperlihat nilai rata-rata jitter dari tiga skenario dengan tiga pengujian, dimana terjadi kenaikan nilai jitter hingga 0.031 pada skenario

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia barang/jasa yang teregistrasi pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dan memenuhi persyaratan memiliki Surat Izin Usaha

12/ULPD/WII.8/2016 tanggal 26 Februari 2016, dengan ini kami mengumumkan Pemenang Seleksi Sederhana untuk pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Perencana Gedung Kantor.

Demikian disampaikan untuk dimaklumi..

 Harapannya tercapai sinergisme (synergism) yang berarti tindakan-tindakan simultan unit individual atau yang terpisah yang bersama-sama menghasilkan suatu efek total

HASIL PENELITIAN PENGARUH EKSTRAK DAUN TEMPUYUNG TERHADAP NAFSU MAKAN SELAMA 7 HARI, PERHITUNGAN ANAVA RANCANGAN RAMBANG LUGAS DAN. PERHITUNGAN STATISTIK HSD HARI KE-7 Kel

Berdasarkan grafik diatas menunjukan bahwa pada perlakuan R1 menunjukan hari perkecambahan yang paling cepat yaitu pada hari ke 5 setelah pembenaman benih kayu merah dengan