• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Aktivitas Antimikroba Infusa Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) Dengan Daun Salam (Eugenia polyantha (Wight.)Walp.) Terhadap Staphylococcus aureus Secara In Vitro.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Aktivitas Antimikroba Infusa Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) Dengan Daun Salam (Eugenia polyantha (Wight.)Walp.) Terhadap Staphylococcus aureus Secara In Vitro."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

iv Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA INFUSA

DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN DAUN

SALAM (Eugenia polyantha [Wight.] Walp.) TERHADAP

Staphylococcus aureus SECARA IN VITRO

Jennie, 2014. Pembimbing I : Djaja Rusmana, dr., M. Si Pembimbing II : Lusiana Darsono, dr., M.Kes

Latar belakang: Daun jambu biji dan daun salam mengandung zat aktif yang diduga memiliki efek antimikroba terhadap Staphylococcus aureus. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit pioderma pada manusia.

Tujuan: Mengamati dan mengukur zona inhibisi yang terbentuk di sekeliling cakram infusa daun jambu biji dan daun salam, serta membandingkannya terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro.

Metode: Penelitian bersifat eksperimental laboratorik sungguhan dengan metode disc diffusion. Konsentrasi infusa yang digunakan adalah 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%.

Hasil: Penelitian menunjukkan diameter zona inhibisi yang terbentuk di sekeliling cakram infusa daun jambu biji adalah 14 mm (100%), 13,3 mm (80%), 13 mm (60%), 10,9 mm (40%), dan 7,9 mm (20%) dan infusa daun salam adalah 15,5 mm (100%), 14,2 mm (80%), 13 mm (60%), 10,9 mm (40%), dan 10,3 mm (20%). Hasil uji t tidak berpasangan menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara zona inhibisi yang dihasilkan oleh infusa daun jambu biji dan daun salam (60%) (p>0,05).

Simpulan: Infusa daun jambu biji dan daun salam memiliki aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus. Efektivitas kadar infusa daun jambu biji optimal sebesar 60% dan infusa daun salam 80%. Infusa daun salam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus tidak berbeda dengan infusa daun jambu biji.

(2)

v Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

IN VITRO COMPARISON OF ANTIMICROBIAL ACTIVITY OF

GUAVA LEAVES (Psidium guajava L.) INFUSION WITH SALAM

LEAVES (Eugenia polyantha [WIGHT.] WALP.) INFUSION

AGAINST Staphylococcus aureus

Jennie, 2014. Tutor I : Djaja Rusmana, dr., M.Si Tutor II : Lusiana Darsono, dr., M.Kes

Backgound: Guava and salam leaves contain active substances having antimicrobial activity against Staphylococcus aureus. This bacteria can cause pyoderma in human.

Aim: The objective of this research is to observe and analyze the inhibition zone that is formed around infused guava and salam leaves’ disk towards Staphylococcus aureus, and compare both of disk’s inhibition zones.

Method: This research was a true laboratory experimental with disk diffusion method. The concentrations used were 20%, 40%, 60%, 80%, and 100%.

Result: The inhibition zones formed around the infused guava leaves were 14 mm (100%), 13,3 mm (80%), 13 mm (60%), 10,9 mm (40%), 7,9 (20%) and around infused salam leaves were 15,5 mm (100%), 14,2 mm (80%), 13 mm (60%), 10,9 mm (40%), 10,3 mm (20%). The result of independent t test showed that there’s no significant difference between inhibition zone of guava and salam leaves infusion (60%) (p>0,05).

Conclusion: Guava leaves and salam leaves had antimicrobial activity against Staphylococcus aureus. The optimum effectivity concentration of guava leaves infusion was 60% and salam leaves infusion was 80%. Salam leaves had the same antimicrobial activity as guava leaves infusion against Staphylococcus aureus.

(3)

vi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 2

1.3Maksud dan Tujuan ... 2

1.4Manfaat Penelitian ... 3

1.5Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1.5.1 Kerangka Pemikiran ... 3

1.5.2 Hipotesis Penelitian ... 4

1.6Metode Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pioderma ... 5

2.2 Staphylococcus aureus 2.2.1 Klasifikasi ... 7

2.2.2 Morfologi ... 8

2.2.3 Identifikasi ... 9

(4)

vii Universitas Kristen Maranatha

2.3.1 Klasifikasi Antimikroba ... 13

2.3.2 Ampicillin ... 13

2.4 Jambu Biji 2.4.1 Taksonomi ... 15

2.4.2 Morfologi Tanaman ... 15

2.4.3 Penyebaran dan Pertumbuhan ... 16

2.4.4 Kandungan Kimia Daun Jambu Biji ... 17

2.4.5 Manfaat Daun Jambu Biji ... 20

2.5 Salam 2.5.1 Taksonomi ... 21

2.5.2 Morfologi Tanaman ... 21

2.5.3 Penyebaran dan Pertumbuhan ... 22

2.5.4 Kandungan Kimia Daun Salam ... 23

2.5.5 Manfaat Daun Salam ... 23

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat ... 24

3.1.2 Bahan-bahan ... 25

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Desain Penelitian ... 26

3.3.2 Variabel Penelitian 3.3.2.1 Definisi Konsepsional Variabel ... 26

3.3.2.2 Definisi Operasional Variabel ... 26

3.3.3 Prosedur Kerja 3.3.3.1 Sterilisasi Alat ... 27

3.3.3.2 Persiapan Mikroorganisme Uji 3.3.3.2.1 Identifikasi Mikroorganisme Uji ... 27

(5)

viii Universitas Kristen Maranatha

3.3.3.3.1 Pengumpulan Bahan Uji ... 29

3.3.3.3.2 Pembuatan Infusa Daun Jambu Biji dan Daun Salam 29 3.3.3.4 Pengujian Aktivitas Antimikroba Infusa Daun Jambu Biji dan Daun Salam terhadap Staphylococcus aureus……… 30

3.4 Hipotesis statistik ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 32

4.2 Pembahasan ... 39

4.3 Uji Hipotesis 4.3.1 Hipotesis Penelitian ... 40

4.3.2 Hal yang Mendukung ... 40

4.3.3 Hal yang Tidak Mendukung ... 41

4.3.4 Simpulan ... 41

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 42

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

LAMPIRAN ... 46

(6)

ix Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

(7)

x Universitas Kristen Maranatha DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Infeksi kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus ... 5

2.2 Staphylococcus aureus ... 8

2.3 Pewarnaan Gram Staphylococcus aureus ... 9

2.4 Pertumbuhan Staphylococcus aureus pada LAD ... 9

2.5 Struktur Dinding Bakteri Gram Positif ... 10

2.6 Struktur Ampisilin ... 14

2.8 Daun Jambu Biji ... 16

2.9 Flavon, Flavonol, Flavonon ... 17

2.10 Guaijavarin, Quercetin ... 18

2.11 Tanin Terhidrolisis, Tanin Terkondensasi ... 18

2.12 Saponin Triterpenoid, Saponin Steroid ... 20

2.13 Daun Salam ... 22

L.5.1 Pinset, oase, cotton swab ... 55

L.5.2 Bunsen ... 55

L.5.3 Standard 0,5 McFarland ... 55

L.5.4 Mikropipet dan Tip Mikropipet ... 55

L.5.5 Autoclave ... 56

L.5.6 Inkubator ... 56

L.5.7 Penangas Air dan Cawan Petri ... 56

L.5.8 Panci Infusa ... 56

L.5.9 Daun Jambu biji ... 56

L.5.10 Daun Salam ... 56

L.5.11 Cakram Ampisilin ... 57

L.5.12 Cakram Kosong ... 57

L.6.1 Pewarnaan Gram ... 58

L.6.2 Pembiakan pada LAD ... 58

L.6.3 Pembiakan pada MSA ... 59

(8)
(9)

xii Universitas Kristen Maranatha

DAFTARLAMPIRAN

Halaman LAMPIRAN I` Besar Sampel ... 46 LAMPIRAN II Uji Statistik Zona Inhibisi yang Dibentuk oleh Infusa

Daun Jambu Biji terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ... 47 LAMPRIAN III Uji Statistik Zona Inhibisi yang Dibentuk oleh Infusa Daun Salam terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ... 52

LAMPIRAN IV Uji T Tidak Berpasangan pada Zona Inhibisi yang Dibentuk oleh Infusa Daun Jambu Biji dan Daun Salam Terhadap Bakteri

Staphylococcus aureus……... ... 54 LAMPIRAN V Gambar Alat dan Bahan ... 55 LAMPIRAN VI HasilPercobaan ... 58

(10)

1

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pioderma adalah penyakit kulit akibat infeksi bakteri piogenik berupa foliculitis, furunculosis, ecthyma, dan impetigo (Craft, et al, 2008). Survei di Sumatra didapatkan bahwa 1,4% dari 917 orang usia di atas 12 tahun dan 0,2% dari 433 orang usia di bawah 12 tahun menderita pioderma (WHO, 2005). Pada survei lain ditemukan bakteri pioderma primer antara lain: Staphylococcus aureus 65,6%, Streptococcus pyogenes 28,1%, dan 6,4% gabungan keduanya. Sedangkan pada pioderma sekunder didapatkan bakteri penyebab antara lain: Staphylococcus aureus 44,7%, Streptococcus pyogenes 15,8%, 18,4% gabungan keduanya, dan bakteri batang gram negatif 21,1% (Fatani, et al, 2002).

Pemberian antibiotik baik topikal maupun sistemik merupakan penanganan utama terhadap pioderma yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Namun, resistensi Staphylococcus aureus terhadap antibiotik menjadi masalah yang sulit diatasi hingga saat ini sejak tahun 1980 (Craft, et al, 2008). Refdanita, et al, 2004, melakukan survei di sebuah rumah sakit Jakarta dan ditemukan bahwa Staphylococcus aureus telah resisten (100%) terhadap antibiotik yang diuji antara lain: ampisilin, amoksisilin, amoksiklav, penicillin G, dan sulbenisilin. Oleh karena itu, diperlukan terapi lain sebagai komplemen terhadap antibiotik yang sudah ada dan relatif memiliki sedikit efek samping.

(11)

2

Universitas Kristen Maranatha telah meneliti efek antimikroba ekstrak daun jambu biji memiliki Kadar Bunuh Minimum (KBM) terhadap Staphylococcus aureus pada konsentrasi 3%.

Daun salam memiliki kandungan kimia, yaitu minyak atsiri (sitral dan eugenol), tanin, dan flavonoid yang dapat bekerja sebagai antimikroba (Winarto, 2004). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sudewi, 1992, Kadar Bunuh Minimum (KBM) minyak atsiri dari daun salam dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus sekitar 5%.

Penelitian yang sudah dilakukan di atas dalam bentuk ekstrak, sedangkan di masyarakat penggunaan dalam bentuk infusa lebih praktis dan murah. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai aktivitas antimikroba dalam bentuk infusa daun jambu biji dan daun salam terhadap Staphylococcus aureus dan membandingkannya.

1.2.Identifikasi Masalah

1. Apakah infusa daun jambu biji (Psidium guajava L.) memiliki aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro.

2. Apakah infusa daun salam (Eugenia polyantha [Wight.] Walp.) memiliki aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro.

3. Apakah infusa daun salam memiliki efek antimikroba yang sama dengan infusa daun jambu biji terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus secara in vitro.

1.3.Maksud dan Tujuan

Maksud penelitian ini adalah untuk mengamati aktivitas antimikroba infusa daun jambu biji dan daun salam terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro. Tujuan penelitian ini adalah untuk:

(12)

3

Universitas Kristen Maranatha 2. Mengamati dan mengukur zona inhibisi yang terbentuk di sekeliling cakram pada medium yang telah diulas dengan suspensi Staphylococcus aureus, setelah ditetesi infusa daun salam.

3. Membandingkan zona inhibisi antara infusa daun jambu biji dan daun salam terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus secara in vitro.

1.4.Manfaat Penelitian

Manfaat akademis: memperluas wawasan ilmu pengetahuan di bidang mikrobiologi dan farmakologi tentang efek antimikroba infusa daun jambu biji dan daun salam terhadap Staphylococcus aureus serta perbandingannya.

Manfaat praktis: sebagai dasar lebih lanjut untuk dijadikan salah satu terapi komplemen yang mudah dijangkau oleh masyarakat terhadap penyakit yang ditimbulkan oleh Staphylococcus aureus.

1.5.Kerangka pemikiran dan Hipotesis

1.5.1.Kerangka pemikiran

Antimikroba adalah suatu substansi yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan cara penghambatan pada sintesis dinding sel, sintesis protein, metabolisme asam folat dan asam nukleat, atau dengan mengganggu fungsi membran sel bakteri (Henry, 2006).

(13)

4

Universitas Kristen Maranatha Daun salam (Eugenia polyantha [Wight.] Walp.) memiliki zat aktif berupa minyak atsiri (sitral dan eugenol), tanin, dan flavonoid (Winarto, 2004). Minyak atsiri dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan kuman dengan mengganggu proses terbentuknya membran atau dinding sel. Tanin memiliki efek antimikroba melalui reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi atau inaktivasi fungsi materi bakteri. Sedangkan flavonoid akan membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang akan mengganggu integritas membran sel bakteri (IndoBIC, 2005).

Dengan kerangka pemikiran di atas, diharapkan infusa daun jambu biji dan daun salam mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.

1.5.2 Hipotesis Penelitian

1. Infusa daun jambu biji dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus secara in vitro.

2. Infusa daun salam dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus secara in vitro.

3. Infusa daun salam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus tidak berbeda dengan infusa daun jambu biji secara in vitro.

1.6Metode Penelitian

(14)

42

Universitas Kristen Maranatha BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan simpulan sebagai berikut:

‒ Infusa daun jambu biji dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus secara in vitro tapi tidak sebaik ampisilin.

‒ Infusa daun salam dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus secara in vitro tapi tidak sebaik ampisilin.

‒ Infusa daun salam dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus sama dengan infusa daun jambu biji secara in vitro. Simpulan tambahan:

‒ Efektivitas kadar infusa daun jambu biji optimal dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 80%.

‒ Efektivitas kadar infusa daun salam optimal dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 60%.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran sebagai berikut:

‒ Perlu dilakukan percobaan mengenai efek kombinasi antara infusa daun jambu biji dan daun salam dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.

(15)

62

Universitas Kristen Maranatha RIWAYAT HIDUP

Nama : Jennie

Nomor Pokok Mahasiswa : 1110018

Tempat dan Tanggal Lahir : Bandung, 4 Januari 1993

Alamat : Jl. Otista No. 6A, Sukabumi

Email : liang.jennie93@gmail.com

Riwayat Pendidikan

 Tahun 1999 : TK Budi Luhur, Sukabumi

 Tahun 2005 : SD Mardi Waluya, Sukabumi

 Tahun 2008 : SMP Mardi Waluya, Sukabumi

 Tahun 2011 : SMA Mardi Yuana, Sukabumi

(16)

PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA INFUSA DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN DAUN SALAM

(Eugenia polyantha [Wight.] Walp.) TERHADAP Staphylococcus aureus SECARA IN VITRO

Jennie*, Djaja Rusmana**, Lusiana Darsono***

*Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung

**Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung ***Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Jl. Prof. Drg. Suria Sumantri No. 65, Bandung

ABSTRAK

Latar belakang: Daun jambu biji yang mengandung tanin, saponin, flavonoid, dan daun salam yang mengandung tanin, flavonoid, dan minyak atsiri diduga memiliki efek antimikroba terhadap Staphylococcus aureus.

Tujuan: Mengamati dan mengukur zona inhibisi yang terbentuk di sekeliling cakram infusa daun jambu biji dan daun salam, serta membandingkannya terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro.

Metode: Penelitian bersifat eksperimental laboratorik sungguhan dengan metode disc diffusion. Konsentrasi infusa yang digunakan adalah 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%.

Hasil: Penelitian menunjukkan diameter zona inhibisi yang terbentuk di sekeliling cakram infusa daun jambu biji adalah 14 mm (100%), 13,3 mm (80%), 13 mm (60%), 10,9 mm (40%), dan 7,9 mm (20%) dan infusa daun salam adalah 15,5 mm (100%), 14,2 mm (80%), 13 mm (60%), 10,9 mm (40%), dan 10,3 mm (20%). Hasil uji t tidak berpasangan menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara zona inhibisi yang dihasilkan oleh infusa daun jambu biji dan daun salam (60%) (p>0,05).

Simpulan: Infusa daun jambu biji dan daun salam memiliki aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus. Efektivitas kadar infusa daun jambu biji optimal pada penelitian sebesar 60% dan infusa daun salam 80%. Infusa daun salam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus tidak berbeda dengan infusa daun jambu biji.

Kata Kunci: Staphylococcus aureus, daun jambu biji, daun salam

ABSTRACT

Backgound: Guava leaves containing tannins, saponins, flavonoids, and salam leaves containing tannins, flavonoids, and essential oils thought to have antimicrobial activity against Staphylococcus aureus.

Aim: The objective of this research is to observe and analyze the inhibition zone that is formed around infused guava and salam leaves’ disk towards Staphylococcus aureus, and compare both of disk’s inhibition zones.

Method: This research was a true laboratory experimental with disk diffusion method. The concentrations used were 20%, 40%, 60%, 80%, and 100%.

Result: The inhibition zones formed around the infused guava leaves were 14 mm (100%), 13,3 mm (80%), 13 mm (60%), 10,9 mm (40%), 7,9 (20%) and around infused salam leaves were 15,5 mm (100%), 14,2 mm (80%), 13 mm (60%), 10,9 mm (40%), 10,3 mm (20%). The result of independent t test showed that there’s no significant difference between inhibition zone of guava and salam leaves infusion (60%) (p>0,05).

Conclusion: Guava leaves and salam leaves had antimicrobial activity against Staphylococcus aureus. The optimum effectivity concentration of guava leaves infusion was 60% and salam leaves infusion was 80%. Salam leaves had the same antimicrobial activity as guava leaves infusion against Staphylococcus aureus.

(17)

PENDAHULUAN

Pioderma adalah penyakit kulit akibat

infeksi bakteri piogenik berupa foliculitis,

furunculosis, ecthyma, dan impetigo 1. Survei

di Sumatra didapatkan bahwa 1,4% dari 917

orang usia di atas 12 tahun dan 0,2% dari 433

orang usia di bawah 12 tahun menderita

pioderma 2. Pada survei lain ditemukan bakteri

pioderma primer antara lain: Staphylococcus

aureus 65,6%, Streptococcus pyogenes 28,1%,

dan 6,4% gabungan keduanya. Sedangkan

mikroba penyebab pioderma sekunder antara

lain: Staphylococcus aureus 44,7%,

Streptococcus pyogenes 15,8%, 18,4%

gabungan keduanya, dan bakteri batang gram

negatif 21,1% 3.

Pemberian antibiotik baik topikal maupun

sistemik merupakan terapi utama terhadap

pioderma yang disebabkan oleh

Staphylococcus aureus. Namun, resistensi

Staphylococcus aureus terhadap antibiotik

menjadi masalah yang sulit diatasi hingga saat

ini sejak tahun 1980 1. Survei di sebuah rumah

sakit Jakarta dan ditemukan bahwa

Staphylococcus aureus telah resisten (100%)

terhadap antibiotik yang diuji antara lain:

ampisilin, amoksisilin, amoksiklav, penicillin

G, dan sulbenisilin 4. Oleh karena itu,

diperlukan terapi lain sebagai komplemen

terhadap antibiotik yang sudah ada dan relatif

memiliki sedikit efek samping.

Daun jambu biji diduga memiliki zat aktif

yang berpotensi sebagai antimikroba, antara

lain flavonoid, tanin dan saponin. Flavonoid

membentuk senyawa kompleks terhadap

protein ekstraseluler dan terlarut sehingga

mengganggu intregritas membran sel bakteri

diikuti dengan keluarnya senyawa intraseluler

5

. Tanin bekerja dengan menginaktivasi enzim,

salah satunya yaitu DNA topoisomerase 6.

Tanin juga bereaksi dengan protein untuk

membentuk ikatan hidrogen yang akan

menyebabkan protein terdenaturasi sehingga

membran sel bakteri rusak 7. Saponin bekerja

dengan meningkatkan permeabilitas membran

sel bakteri dengan menyisipkan aglikon pada

membran lipid-bilayer sehingga menyebabkan

terbentuknya lubang pada membran sel 8.

Daun salam memiliki kandungan kimia,

yaitu minyak atsiri (sitral dan eugenol), tanin,

dan flavonoid yang dapat bekerja sebagai

antimikroba 9. Daya antibakteri minyak atsiri

disebabkan karena adanya senyawa fenol dan

turunannya yang dapat mengubah sifat protein

sel bakteri 10.

Penggunaan di masyarakat dalam bentuk

infusa terbilang lebih praktis dan murah.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka

penulis tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai aktivitas antimikroba dalam bentuk

infusa daun jambu biji dan daun salam

terhadap Staphylococcus aureus dan

membandingkannya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan rancangan penelitian

eksperimental murni laboratorik secara in vitro

dengan menggunakan Staphylococcus aureus.

Pembuatan infusa daun jambu biji dan daun

salam dilakukan di Laboratorium Farmakologi,

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen

Maranatha Bandung. Sedangkan penelitian

(18)

dan daun salam dilakukan di Laboratorium

Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Universitas

Kristen Maranatha Bandung, pada bulan

Januari 2014 sampai dengan November 2014.

Potongan daun jambu biji dan daun salam

masing-masing ditimbang sampai 55 gram,

ditambahkan aquades 550 ml (10%) dan

dimasukkan ke dalam panci infusa. Harus

dipastikan simplisisa kering terendam

sepenuhnya. Kemudian dipanaskan di atas

penangas air selama 15 menit, terhitung mulai

suhu 900C sambil sekali-kali diaduk.

Konsentrasi 20% dibuat dengan mengambil 20

mL dari larutan infusa tersebut dan diuapkan

hingga. Konsentrasi 40% dibuat dengan

mengambil 40 mL dari larutan infusa tersebut

dan diuapkan hingga 10 mL dan seterusnya

dengan cara yang sama hingga didapatkan

konsentrasi 100%. Larutan disaring

menggunakan kain flanel dan disimpan dalam

beaker glass. Infusa daun salam yang

mengandung minyak atsiri harus diserkai

setelah dingin 11.

Sebelum melakukan percobaan, alat-alat

yang digunakan disterilisasi dengan

menggunakan autoclave. Mikroba uji yang

digunakan pada penelitian ini adalah

Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus

diidentifikasi dengan pewarnaan gram,

pembiakan pada Lempeng Agar Darah (LAD)

dan Mannitol Salt Agar (MSA).

Pada pengujian aktivitas antimikroba,

suspensi Staphylococcus aureus yang telah

distandarisasi dengan 0.5 McFarland

diinokulasikan pada permukaan medium

Mueller-Hinton Agar (MHA) diinokulasikan

dengan cara spread plate menggunakan cotton

swab yang telah direndam di dalam. Cakram

yang sudah diteteskan infusa daun jambu biji

dan daun salam masing-masing sebanyak 15 l

dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80% dan

100%, cakram antibiotik (ampisilin) sebagai

kontrol positif dan cakram kosong sebagai

kontrol negatif diletakkan di permukaan MHA

kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu

350C. Setelah diinkubasi selama 24 jam,

dilakukan pengukuran diameter zona inhibisi

dengan menggunakan jangka sorong dalam

satuan millimeter (mm). Diameter yang diukur

adalah diameter horizontal dan vertikal,

kemudian diambil rata-ratanya 12.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi mikroba uji dengan

menggunakan pewarnaan gram ditemukan

bakteri kokus gram positif tersusun seperti

anggur. Pengamatan secara makroskopis

dengan menggunakan medium LAD

didapatkan koloni konveks berwarna kuning

keemasan dengan permukaan seperti porselen

dan reaksi beta hemolisis di sekitar koloni dan

pada medium MSA mikroba uji

memfermentasikan manitol dengan timbulnya

zona kuning disekitar koloni. Hasil identifikasi

di atas menunjukkan bahwa mikroba uji adalah

(19)

Tabel 1 Hasil Pengamatan Zona Inhibisi yang Dibentuk oleh Infusa Daun Jambu Biji terhadap

Staphylococcus aureus

konsentrasi Percobaan rata-rata (mm) A (mm) B (mm) C (mm) D (mm)

dapat menghambat pertumbuhan

Staphylococcus aureus tetapi tidak sebaik

ampisilin. Hasil uji aktivitas antimikroba

infusa daun salam dianalisa menggunakan

statistik. Uji normalitas menunjukkan data

normal (p>0,05), sedangkan uji homogenitas

menunjukkan bahwa sebaran data tidak

homogen

(p<0,05) sehingga analisis statistik

menggunakan uji Kruskal-Wallis.

Pada hasil uji Kruskal-Wallis diperoleh

p=0.002, hal ini menunjukkan adanya

perbedaan rerata zona inhibisi yang sangat

bermakna (p<0,01) antara kelompok

perlakuan. Untuk mengetahui kelompok mana

yang berbeda, dilakukan uji Mann Whitney. ** = Sangat Bermakna (p<0,01)

Pada hasil uji Mann Whitney daun jambu

biji, didapatkan efektivitas kadar optimal

infusa daun jambu biji pada penelitian sebesar

60%.

Romasi 13 melakukan penelitian ekstrak

etanol daun jambu biji terhadap

Staphylococcus aureus didapatkan zona

inhibisi sebesar 7,99 mm (10%), 8,58 mm

(20%), 9,52 mm (30%), 11,81 mm (40%), dan

12,95 mm (50%). Sedangkan pada penelitian

oleh Biswas 14 menunjukkan diameter zona

inhibisi yang terbentuk oleh ekstrak etanol

daun jambu biji 20% terhadap Staphylococcus

aureus sebesar 11 ± 0,52 mm. Hasil penelitian

diatas menunjukkan bahwa zona inhibisi yang

terbentuk ekstrak etanol daun jambu biji masih

lebih besar dibandingkan infusa daun jambu

(20)

ekstraksi dengan etanol, zat aktif pada daun

jambu biji lebih banyak tersari sehingga

aktivitas antimikroba yang dihasilkan lebih

baik dibandingkan dengan teknik infusa.

Tabel 3 Hasil Pengamatan Zona Inhibisi yang Dibentuk oleh Infusa Daun Salam terhadap

Staphylococcus aureus

Konsentrasi Percobaan rata-rata (mm) A (mm) B (mm) C (mm) D (mm)

semua konsentrasi infusa daun salam dapat

menghambat pertumbuhan Staphylococcus

aureus tetapi tidak sebaik ampisilin. Hasil uji

aktivitas antimikroba infusa daun salam

dianalisa menggunakan statistik. Uji

normalitas dan uji homogenitas menunjukkan

data yang digunakan normal dan homogen

sehingga analisis statistik menggunakan

ANAVA satu arah.

Pada hasil uji ANAVA diperoleh F hitung

sebesar 174.241 dan p sebesar 0.000, hal ini

menunjukkan adanya perubahan rerata zona

inhibisi yang sangat bermakna antara

kelompok perlakuan (p<0.01). Untuk

mengetahui kelompok mana yang berbeda

dilakukan uji Post hoc LSD.

Tabel 4 Uji Post Hoc LSD pada Zona Inhibisi yang Dibentuk oleh Infusa Daun Salam terhadap

Staphylococcus aureus ** = Sangat Bermakna (p<0,01)

Pada hasil uji Post Hoc LSD daun salam,

didapatkan efektivitas kadar optimal infusa

daun salam pada penelitian sebesar 80%.

Sudirman 15 pada hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa diameter zona inhibisi

yang terbentuk terhadap Staphylococcus

aureus di sekitar cakram ekstrak etanol daun

salam, yaitu 12,5% (7,29mm), 25% (7,7mm),

50% (8,75 mm), 75% (9,34mm), dan 100%

(21)

inhibisi yang terbentuk pada infusa daun salam

lebih besar dibandingkan dengan ekstrak daun

salam. Hal ini mungkin disebabkan karena zat

aktif yang tersari lebih banyak pada infusa.

Untuk membandingkan aktivitas

antimikroba infusa daun jambu biji dan daun

salam terhadap Staphylococcus aureus

dianalisa dengan menggunakan statistik. Uji

normalitas dan homogenitas menunjukkan data

yang digunakan normal dan homogen sehingga

analisis statistik menggunakan uji t tidak

berpasangan. Pada uji t tidak berpasangan,

didapatkan nilai t hitung 0.119, nilai p 0.909,

nilai rerata 0.0750, dan standar deviasi sebesar

0.6296. Hasil uji t tidak berpasangan

menunjukkan hasil tidak berbeda bermakna

(p>0.05) yang berarti tidak ada perbedaan efek

antimikroba antara infusa daun jambu biji

dengan daun salam.

Dapat dilihat bahwa dengan meningkatnya

konsentrasi infusa, meningkat pula diameter

zona inhibisinya. Hal ini disebabkan karena

kadar zat aktif yang tersari lebih banyak

seiring dengan peningkatan konsentrasi

sehingga kemampuan dalam menghambat

pertumbuhan bakteri semakin besar.

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan, didapatkan simpulan sebagai

berikut:

1.Infusa daun jambu biji dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus

secara in vitro tapi tidak sebaik ampisilin.

2.Infusa daun salam dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus

secara in vitro tapi tidak sebaik ampisilin.

3.Infusa daun salam dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus

tidak berbeda bermakna dengan infusa daun

jambu biji secara in vitro.

Simpulan tambahan:

1.Efektivitas kadar infusa daun jambu biji

optimal dalam menghambat pertumbuhan

Staphylococcus aureus adalah 80%.

2.Efektivitas kadar infusa daun salam optimal

dalam menghambat pertumbuhan

Staphylococcus aureus adalah 60%.

SARAN

1.Perlu dilakukan percobaan mengenai efek

kombinasi antara infusa daun jambu biji dan

daun salam dalam menghambat pertumbuhan

Staphylococcus aureus.

2.Infusa daun jambu biji dan daun salam dapat

digunakan sebagai terapi tambahan atau

pencegahan untuk mengobati penyakit yang

disebabkan oleh Staphylococcus aureus.

DAFTAR PUSTAKA

1. Craft, N., et al. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. s.l. : McGraw-Hill; 2008. 2. WHO. Epidemiology and Management of Common Skin Diseases in Children in Developing Countries. Geneva : World Health Organization; 2005.

3. Fatani, M, et al. Pyoderma Among Hajj Pilgrims in Makah. Saudi Med J; 2002.

4. Refdanita, et al. Pola Kepekaan Kuman terhadap Antibiotik di Ruang Intensif Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001-2002. Makara Kesehatan; 1999 vol 8(41-48) 5. IndoBIC. Senyawa Antimikroba Dari Tanaman.

2005. Dasar. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama; 1993.

(22)

9. Winarto, W.P. Memanfaatkan Bumbu Dapur untuk Mengatasi Aneka Penyakit. Jakarta : Agromedia Pustaka; 2004.

10. Bone, K., & Mills, S.. Principles and Practice of Phytotherapy: Modern Herbal Medicine. Elsevier Health Science; 2013.

11. Kementrian Kesehatan RI, D.J. Farmakope Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan; 1995.

12. Forbes, et al. Bailey & Scott's Diagnostic Microbiology. USA : Mosby, Inc.;2002. 13. Romasi, F. R. , et al. Study of Antimicrobial

Activity From Guava Leaf Extract Towards Pathogenic Microbes. Jakarta: Universitas Pelita Harapan; 2011

14. Biswas, et al. Antimicrobial Activities of Leaf Extracts of Guava on Two Gram-Negative and Gram-Positive Bacteria. USA: Fort Valley State University; 2013.

(23)

43

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Arima, & Danno. (2002). Isolation of Antimicrobal Compunds from Guava (Psidium guajava L.) and Their Structural Elucidation. Bioscience, Biothecnology and Biochemistry.

Biswas, et al (2013). Antimicrobial Activities of Leaf Extracts of Guava on Two Gram-Negative and Gram-Positive Bacteria. USA: Fort Valley State University.

Bone, K., & Mills, S. (2013). Principles and Practice of Phytotherapy: Modern Herbal Medicine. Elsevier Health Science.

Cappuccino, J., & Sherman, N. (1998). Microbiology: A Laboratory Manual (Vol. 5th edition). New York: Benjamin/Cummings Science Publishing.

Corwin, E. J. (2000). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: EGC.

Cowan, M. (1999). Clinical Microbiology Reviews. Plant Products as Antimicrobal Agents , 22.

Craft, N., Lee, K., Zipoli, M. T., Weinberg, A. N., Swartz, M., & Johnson, R. (2008). Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. McGraw-Hill. Dalimartha, S. (2000). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Trubus

Agriwidya.

Depkes RI (1995). Farmakope Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Depkes RI (2001). Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Djuanda, A. (2011). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Dypatra, R. (2010). Enzimologi. Retrieved 11 26, 2014, from Institut Teknologi Bandung: old.analytical.chem.itb.ac.id

Edberg, S., & Berger, S. (1983). Antibiotika dan Infeksi. Jakarta: EGC.

(24)

44

Universitas Kristen Maranatha Forbes, B.A., Sahm, & Weissfeld, D. a. (2002). Bailey & Scott's Diagnostic Microbiology (Vol. 11th edition). USA, United States of America: Mosby, Inc.

Guenther, E. (1990). Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: UI-Press. Harborne, J. (1996). Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa

Tumbuhan. Bandung: ITB.

Henry, F. (2006). Goodman and Gillman The Pharmacological Basis of Therapeutics. USA: McGraw-Hill.

IndoBIC. (2005). Senyawa Antimikroba Dari Tanaman.

http://indobic.or.Id/beritadetail.php?idberita=124

Jork, H. Funk, W, & Fischer, W. Wimmer, H. (1994). Thin Layer Chromatography: Reagents and Detection Methods, Volume 1b. VCH Weinheim.

Katzung, B. (2007). Basic and Clinical Pharmacology. McGraw-Hill. Kayser, F. (2005). Medical Microbiology. Thieme.

Kenneth, J. (2004). Medical Microbiology: An Introduction to Infectious Diseases. USA: McGraw-Hill.

Lowy, F. (2008). Harrison's Principles of Internal Medicine. McGraw-Hill. Lucia, E. (2006). Farmakologi: Pendekatan Teoritis dan Praktis. Surabaya:

Fakultas Farmasi Universitas Surabaya.

Markham, K.R. (1988). Cara Mengidentifikasi Flavonoida. Bandung: ITB. Onawunmi, GO (1989). Evaluation of the Antimicrobial Activity of Citral, Lett. Appl. Microbial, Vol. 9

Refdanita, et al (1999). Pola Kepekaan Kuman terhadap Antibiotik di Ruang Intensif Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001-2002. Makara Kesehatan, vol 8, hlm 41-48.

Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB. Romasi, F. R. ,et al (2011). Study of Antimicrobial Activity From Guava Leaf

Extract Towards Pathogenic Microbes. Jakarta: Universitas Pelita Harapan. Seeman, P., Cheng, D., & Iles, G. (1973). Structure of membrane holes in osmotic

(25)

45

Universitas Kristen Maranatha Sudewi, R. (1992). Isolasi dan Uji Antibakteri Minyak Atsiri Daun Salam. FF

UGM.

Sudirman, T. A. (2014). Uji Efektivitas Ekstrak Daun Salam Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus secara in vitro. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Sunarmo, Soemantri, B., & Ekoputro, J. W. (2011). Efek Antibakteri Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro.

Suparjo (2008). Saponin, Peran dan Pengaruhnya Bagi Ternak dan Manusia. Jambi: Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

Todar, K. (2012). Staphylococcus aureus and Staphylococcal Disease. http//:www.textbookofbacteriology.net/staph.html

Volk, W. A., & Wheeler, M. (1993). Mikrobiologi Dasar. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.

WHO. (2005). Epidemiology and Management of Common Skin Diseases in Children in Developing Countries. Geneva: World Health Organization. Winarto, W. (2004). Memanfaatkan Bumbu Dapur untuk Mengatasi Aneka

Penyakit. Jakarta: Agromedia Pustaka.

www.farmmedica.blogspot.com/

2013/09/ternyata-daun-salam-bisa-untuk-obat.html?m=1

Gambar

Gambar
Tabel 1 Hasil Pengamatan Zona Inhibisi yang Dibentuk oleh Infusa Daun Jambu Biji terhadap
Tabel 3 Hasil Pengamatan Zona Inhibisi yang Dibentuk oleh Infusa Daun Salam terhadap

Referensi

Dokumen terkait

Sebaran suhu air laut menunjukkan nilai tertinngi menuju ke arah darat, sebaliknya untuk salinitas nilainya makin rendah karena masih memiliki pengaruh dari air

Segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Identifikasi

Sedangkan tujuan pendidikan yang harus dicapai pada Pasal 13 Ayat 1 adalah &#34;untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar untuk

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan media gambar dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada siswa kelas I SDN

Untuk mengetahui lebih detail keadaan peserta didik SMP Al-Falah Assalam Tropodo Waru Sidoarjo tahun pelajaran 2016-2017 dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut ini:..

Pada perkembangan saat ini diperlukan untuk aquarium otomatis yang sangat membantu kita dalam mengerjakan penggantian air dan pemberi pakan pada ikan , biasanya akan di

4,5 Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan meningioma.Schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan insidensi laki-laki lebih

Investasi pertanian secara umum juga bukan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan permintaan tenaga kerja di sektor tanaman pangan, perikanan,