• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KARYAWAN PERUSAHAAN DAN TANGGUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN KARYAWAN PERUSAHAAN DAN TANGGUN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KARYAWAN – PERUSAHAAN DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

A. KEWAJIBAN KARYAWAN DAN PERUSAHAAN 1. Kewajiban Karyawan terhadap Perusahaan 1.1. Tiga kewajiban karyawan yang penting

a. Kewajiban Ketaatan

Bagi orang yang memiliki ikatan kerja dengan perusahaan, salah satu implikasi dari statusnya sebagai karyawan adalah bahwa ia harus mematuhi perintah dan petunjuk dari atasannya. Tetapi, karyawan tidak perlu dan malah tidak boleh mematuhi perintah yang menyuruh dia melakukan sesuatu yang tidak bermoral.

b. Kewajiban konfidensialitas

Merupakan kewajiban untuk menyimpan informasi yang bersifat konfidensial atau rahasia. Dalam konteks perusahaan konfidensialitas memegang peranan penting. Karena seseorang bekerja pada suatu perusahaan, bisa saja ia mempunyai akses kepada informasi rahasia. Sehingga tidak perlu dipertanyakan lagi mengapa karyawan harus menyimpan rahasia perusahaan karena alasan etika mendasari kewajiban ini yaitu bahwa perusahaan menjadi pemilik informasi rahasia itu.

c. Kewajiban loyalitas

Dengan mulai bekerja di suatu perusahaan, karyawan harus mendukung tujuan-tujuan perusahaan, karena sebagai karyawan ia melibatkan diri untuk turut merealisasikan tujuan-tujuan tersebut, dan karena itu pula ia harus menghindari segala sesuatu yang bertentangan dengannya. Dengan kata lain, ia harus menghindari apa yang bisa merugikan kepentingan perusahaan.

(2)

1.2. Melaporkan kesalahan perusahaan

Whistle blowing mendapat arti khusus yaitu menarik perhatian dunia luar dengan melaporkan kesalahan yang dilakukan oleh sebuah organisasi. Dalam ranah bisnis, whistle blowing dibagi menjadi whistle blowing internal dan whistle blowing eksternal. Whistle blowing internal merupakan pelaporan kesalahan di dalam perusahaan sendiri dengan melalui atasan langsung. Sedangkan whistle blowing eksternal adalah pelaporan kesalahan perusahaan kepada instansi di luar perusahaan, entah kepada instansi pemerintah atau kepada masyarakat melalui media komunikasi.

Dari sudut pandang etika, whistle blowing jelas bertentangan dengan kewajiban loyalitas. Kalau memang diperbolehkan whistle blowing dapat dipandang sebagai pengecualian dalam bidang kewajiban loyalitas. Dasarnya adalah kewajiban lain yang lebih mendesak. Jadi, kadang-kadang mungkin ada kewajiban untuk melaporkan suatu kesalahan demi kepentingan orang banyak. Meskipun sulit sekali untuk memastikan kapan situasi seperti itu secara obyektif terealisasi. Pada kenyataannya hati nurani si pelapor harus memutuskan hal itu, setelah mempertimbangkan semua faktor terkait. Pelaporan bisa dibenarkan secara moral, bila memenuhi syarat berikut:

1. Kesalahan perussahaan harus besar

2. Pelaporan harus didukung oleh fakta yang jelas dan benar

3. Pelaporan harus dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kerugian bagi pihak ketiga, bukan karena motif lain.

4. Penyelesdaiaan masalah secara internal harus dilakukan dulu, sebelum kesalahan perusahaan dibawa keluar.

5. Harus ada kemungkinan real bahwa pelaporan kesalahan akan mencatat sukses.

(3)

2. Kewajiban Perusahaan terhadap Karyawan

2.1. Perusahaan tidak boleh mempraktekan diskriminasi a. Diskriminasi dalam konteks perusahaan

Diskriminasi dimaksudkan membedakan antara berbagai karyawan karena alasan tidak relevan yang berakar dari prasangka. Deskriminasi terjadi karena 2 alasan, yang pertama adalah alasan relevan seperti dalam hal imbalan, bisa terjadi bahwa suatu karyawan mendapat bonus akhir tahun karena lebih berprestasi daripada karyawan lainnya. Kemudian alasan tidak relevan, yakni bila beberapa karyawan diperlakukan dengan cara yang berbeda, karena alasan yang berakar atas suatu pandangan stereotip terhdap ras, agama atau jenis kelamin bersangkutan.

b. Argumentasi etika melawan diskriminasi - Dari pihak utilitarisme.

Dikemukakan argumen bahwa diskriminasi merugikan perusahaan itu sendiri. Jika perusahaan memperhatikan faktor-faktor lain selain kualitas karyawan ia bisa ketinggalan dalam kompetisi dengan perusahaan lain. Karena itu perusahaan harus menghindari diskriminasi demi kepentingannya sendiri.

- Deontologi menyediakan argumentasi lain.

berpendapat bahwa diskriminasi melecehkan martabat dari orang yang didikriminasi. Berarti tidak menghormati martabat manusia yang merupakan suatu pelanggaran etika yang berat.

- Teori keadilan

Berpendapat bahwa praktek diskriminasi bertentangan dengan keadilan, khususnya keadilan distributif yang menuntut bahwa kita memperlakukan semua orang dengan cara yang sama, selama tidak ada alasan khusus untuk memperlakukan mereka dengan cara yang berbeda.

c. Beberapa masalah terkait

(4)

tidak terjadi karena prasangka buruk, melainkan justru prefensi dan bersifat positif (mengutamakan orang-orang tertentu). Favoritisme terjadi, bila perusahaan mengutamakan karyawan yang berhubungan famili, berasal dari daerah yang sama, memeluk agama yang sama, dll.

2.2. Perusahaan harus menjamin kesehatan dan keselamatan kerja a. Beberapa aspek keselamatan kerja

Di Indonesia masalah keselamatan dan kesehatan kerja dikenal sebagai K3 dan banyak perusahaan mempunyai Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). Sedangkan di Amerika Serikat didirikan Occupational Safety and Health Administration (OSHA) untuk mengawaasi pelaksanaan UU yang bertujuan untuk to assure as far as possible every working man and woman in the nation safe and healthful working conditions. b. Pertimbangan etika

Tiga pendasaran segi etika dari masalah perlindungan kaum pekerja. 1. The right of survival (hak untuk hidup)

2. Manusia selalu diperlakukan sebagai tujuan pada dirinya dan tidak pernah sebagai sarana belaka.

3. Kewajiban etis harus sejalan dengan cost benefit analysis. Masyarakat sendiri dan terutama ekonomi negara akan mengalami kerugian besar jika proses produksi tidak berlangsung dalam kondisi aman dan sehat.

c. Dua masalah khusus

(5)

2.3. Kewajiban memberi gaji yang adil - Menurut keadilan distributif

Bahwa dalam menentukan gaji yang adil, baik prestasi maupun kebutuhan harus berperan. Gaji semua karyawan memang tidak perlu sama, tetapi perbedaan juga tidak boleh terlalu besar. Jelas pemerataan pendapatan adalah tuntutan etis yang berkaitan dengan prinsip ini. Prinsip-prinsip hak, usaha dan kontribusi kepada masyarakat ikut pula menentukan gaji yang adil.

- Enam faktor khusus

Berikut adalah usulan dari Thomas Garrett dan Richard Klonoski supaya gaji / upah itu adil / fair:

a. Peraturan Hukum

b. Upah yang lazim dalam sektor industri tertentu / daerah tertentu c. Kemampuan perusahaan

d. Sifat khusus pekerjaan tertentu

e. Perbandingan dengan upah / gaji lain dalam perusahaan f. Perundingan upah / gaji yang fair

- Senioritas dan imbalan rahasia

Senioritas sebagai kriteria untuk menentukan gaji karena dilihat dari pengalamannya bekerja dengan waktu yang begitu lama dan kesetiaannya pada perusahaan, zaman sekarang sudah tidak diperhitungkan lagi. Zaman modern sekarang lebih memperhatikan prestasi dan hak. Pembayaran sama untuk pekerjaan yang sama memang dilatarbelakangi suasana modern itu dan karenanya dapat di mengerti jika tekanan pada senioritas akan berkurang.

2.4. Perusahaan tidak boleh memberhentikan karyawan dengan semena-mena

Menurut Garret dan Klonoski, dengan lebih konkret lewajiban majikan (perusahaan) dalam memberhentikan perusahaan dapat dijabarkan ke dalam 3 poin sebagai berikut:

a. Majikan hanya boleh memberhentikan karena alasan yang tepat b. Majikan harus berpegang pada prosedur yang semestinya.

(6)

2.5. Beberapa Kasus

Berikut adalah beberapa kasus yang terkait dengan Kewajiban Karyawan dan Perusahaan:

1. Donald Wohlgemuth dan Goodrich 2. Pertamina vs Ny. Kartika Thahir c.s 3. Golden Key Group dan Bapindo. Dll.

B. TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

1. Tanggung Jawab Legal dan Tanggung Jawab Moral Perusahaan

Perusahaan memiliki tanggung jawab legal karena sebagai badan hukum ia memiliki status legal. Karena berbadan hukum, perusahaan memiliki banyak hak dan kewajiban legal yang dimiliki juga oleh manusia perorangan dewasa seperti menuntut di pengadilan, dituntut di pengadilan, memiliki milik, mengadakan kontrak dll. Perusahaan pun harus mentaati peraturan hukum dan harus memenuhi hukumannya bila terjadi pelanggaran. Singkatnya ia memiliki tanggung jawab legal.

Lebih lanjut, perusahaan juga merupakan suatu pelaku moral / tidak memiliki argumen yang pro dan kontra. Di satu pihak harus diakui bahwa hanya individu / manusia perorangan memiliki kebebasan untuk mengambil keputusan dan akibatnya hanya individu dapat memikul tanggung jawab. Di lain pihak sulit juga untuk menerima pandangan bahwa perusahaan hanyalah semacam benda mati yang dikemudikan oleh manajer. Banyak pertanda yang menunjukan bahwa perusahaan mempunyai kepribadian tersendiri.

(7)

2. Pandangan Milton Friedman tentang Tanggung Jawab

Yang dimaksud disini adalah tanggung jawab moral perusahaan terhadap masyarakat. Tanggung jawab moral perusahaan bisa diarahkan kepada banyak hal: kepada diri sendiri, kepada para karyawan, kepada perusahaan lain, dan sebagainya. Namun yang paling disoroti adalah tanggung jawab moral terhadap masyarakat dalam kegiatan perusahaan tersebut.

Tanggung jawab perusahaan adalah meningkatkan keuntungan menjadi sebanyak mungkin. Tanggung jawab ini diletakkan dalam tangan manajer. Pelaksanaanya tentu harus sesuai dengan aturan-aturan main yang berlaku di masyarakat, baik dari segi hukum, maupun dari segi kebiasaan etis.

Menurut Friedman maksud dari perusahaan adalah perusahaan publik dimana kepemilkan terpisah dari manajemen. Para manajer hanya menjalakan tugas yang dipercayakan kepada mereka oleh para pemegang saham. Sehingga tanggung jawab social boleh dijalankan oleh para manajer secara pribadi, seperti juga oleh orang lain, akan tetapi sebagai manajer mereka mereka mewakili pemegang saham dan tanggung jwab mereka adlah mengutamakan kepentingan mereka, yakni memperoleh keuntungan sebanyak mungkin.

Friedman menyimpulkan bahwa doktrin tanggung jawab social dari bisnis merusak system ekomoni pasar bebas. Terdapat satu dan hanya satu tanggung jawab social untuk bisnis, yakni memanfaatkan sumber dayanya dan melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan yang bertujuan meningkatkan keuntungan, selama masih dalam batas aturan main, artinya melibatkan diri dalam kompetisi yang terbuka dan bebas tanpa penipuan atau kecurangan.

3. Tanggung Jawab Ekonomis dan Tanggung Jawab Sosial

Masalah tanggung jawab social perusahaan dapat menjadi lebih jelas, jika kita membedakan dari tanggung jawab lain. Bisnis selalu mempunya dua tanggung jawab, yakni tanggung jawab ekonomis dan tanggung jawab social.

(8)

Tanggung jawab social perusahaan adalah tanggung jawab terhadap masyarakat di luar tanggung jawab ekonomis. Secara positif perusahaan bisa melakukan kegiatan yang tidak membawa keuntungan ekonomis dan semata-mata dilangsungkan demi kesejahteraan masyarakat atau salah satu kelompok di dalamnya. Secara negative perusahaan bisa menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan tertentu yang sbenarnya menguntungkan dari segi bisnis, tetapi akan merugikan masyarakat atau sebagian masyarakat.

Dalam mengambil keputusan, perusahaan tentu tidak boleh menutup mata terhadap akibat-akibat sosialnya., tetapi jika sudah diusahakan perbaikan ekononomis dan tidak berhasil mereka tidak wajib menerima kerugian ekonomis itu demi suatu tujuan di luar bisnis.

4. Kinerja Sosial Perusahaan

Jika kita menyimak sejarah industri, memang ada pengusaha-pengusaha besar yang memperoleh nama harum bukan saja karena keberhasilan dibidang bisnis, tetapi juga sebagai filantrop.

Ada beberpa alasan mengapa bisnis menyalurkan sebagian labanya kepada karya amal melalui yayasan independent. Alasan pertama berkaitan dengan perusahaan-perusahaan itu berstatus public. Rapat umum pemegang saham dapat menyetujui bahwa sebagian laba tahunan disisihkan untuk karya amal sebuah yayasan khusus. Disamping alasan financial seperti pajak,alasan lain lagi adalah bahwa pemimpin perusahaan tidak bisa ikut campur dalam urusan suatu yayasan independent, dan dengan demikian bantuan mereka lebuh tulus, bukan demi kepentingan perusahaan saja.

Upaya kinerja sosial perusahaan sebaiknya tidak dikategorikan sebagai pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. Walaupun secara langsung tidak dikejar keuntungan, namun usaha-usaha kinerja social perusahaan ini tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab ekonomis perusahaan.

Konsepsi kinerja sosial perusahaan ini memang tidak asing terhadap tanggung jawab ekonomis perusahaan, tetapi konsepsi ini sangat cocok juga dengan paham stakeholders management.

5. Beberapa Kasus

(9)

Hanya sebagian kecil ibu-ibu muda tidak dapat menyusui anaknya sendiri. Maka, untuk membantu mereka pada abad ke-19 dikembangkan susu formula sebagai pengganti Air Susu Ibu (ASI). Nestle mengkampanyekan promosi besar-besaran yang akhirnya menurut banyak pengamat melanggar etika. Beberapa LSM mengadakan aksi melawan Nestle, hingga jutaan orang dari puluhan negara memboikot semua produk Nestle dan berlangsung selama enam setengah tahun. Pada Mei 1981, WHO dan UNICEF menyelenggarakan World Health Assembly, sehingga diterimanya kode etik pemasaran susu formula. Kode etik yang melarang pemasaran setiap kegiatan pemasran yang tidak mengakui dengan jelas keunggulan ASI di atas susu formula. Lama kelamaan Nestle menerima semua ketentuan hingga boikot di hentikan.

- Musibah pabrik Union Carbide di Bhopal

Pada 3 desember 1984 terjadi kecelakaan besar dalam pabrik pestisida milk Union Carbide di kota Bhopal, India. Timbul pertanyaan siapa yang bertanggung jawab atsa kejadian tragis ini. Kecelakaan yang disebabkan oleh beberapa faktor berbeda yang memainkan peran skaligus. Sebagai pemilik mayoritas saham, Union Carbide Amerika mempunyai tanggung jawab khusus. Pada saat itu ditemukannya kekurangan pada tangki-tangki MIC, sehingga hal ini diperbaiki saat kecelakaan. Terdapat lima system pengaman tangki yang bisa mencegah kecelakaan.

- Pabrik Multi Bintang Surabaya

Membangun fasilitas pengolahan limbah di Surabaya pada 1984, sehingga tidak akan ada pengaduan dan protes masyarakat terhadap limbah.

C. BISNIS, LINGKUNGAN HIDUP, DAN ETIKA

1. Krisis Lingkungan Hidup

(10)

hidup manusia. Terutama ada 6 problem yang dengan jelas menunjukan dimensi global masalah lingkungan hidup. Antara lain:

- Akumulasi bahan beracun - Efek rumah kaca

- Perusakan lapisan ozon - Hujan asam

- Deforestasi dan penggurunan - Keanekaragaman hayati

2. Lingkungan Hidup dan Ekonomi

2.1. Lingkungan hidup sebagai “the commons”

The commons adalah ladang umum yang dulu dapat ditemukan dalam banyak daerah pedesaan di Eropa dan dimanfaatkan secara bersama-sama oleh semua penduduknya. Sering kali diartikan padang rumput yang dipakai oleh semua penduduk kampung sebagai tempat pengangonan bagi ternaknya.lam zaman modern, seiring bertambahnya penduduk sistem itu tidak bisa dipertahankan lagi dan ladang umum itu diprivatisasi dengan menjualnya kepada penduduk perorangan. Kejadian itu merupakan suatu perubahan sosial-ekonomi yang besar antara lain karena menjadi awal mula pemilikan tanah dalam kuantitas besar oleh orang kaya (the landlords).

Menurut Hardin, masalah lingkungan hidup dan masalah kependudukan dapat dibandingkan dengan proses menghilangnya the commons. Solusi teknis hanya bersifat sementara dan tidak menangani masalahnya pada akarnya. Jalan keluar yang efektif terletak di bidang moral, yakni dengan membatasi kebebasan. Solusi itu memang bersifat moral karena pembatasan kebebasan harus dilaksanakan dengan adil. Membiarkan kebebasan dari semua orang justru akan mengakibatkan kehancuran bagi semua orang.

(11)

2.2. Lingkungan Hidup tidak lagi eksternalis

Sumber daya alam pun ditandai dengan kelangkaan. Akibatnya, faktor lingkungan hidup pun termasuk urusan ekonomi, karena ekonomi adalah usaha untuk memanfaatkan barang yang langka dengan cara paling efisien, sehingga bisa dinikmati semua peminat. Kini environmental economics diterima sebagai suatu cabang penting dari ilmu ekonomi.

Karena sumber daya alam pun barang langka dan harus diberi suatu harga ekonomis, komponen-komponen lingkungan hidup itu tidak lagi merupakan eksternalities. Maksudnya adalah faktor-faktor yang sebenarnya bersifat ekonomis, tapi tetap tinggal di luar perhitungan ekonomis. Eksternalitas seperti itu mengakibatkan pasar menjadi tidak sempurna.

Sekarang lebih mudah disetujui bahwa efek atas lingkungan hidup itu tidak lagi boleh diperlakukan sebagai eksternalitas ekonomis. Bukan saja dari sudut moral, tetapi dai sudut ekonomis pun hal itu tidak sehat. Namun demikian belum disetujui bagaimana sebaiknya faktor lingkungan diperhitungkan secara ekonomis.

2.3. Pembangunan berkelanjutan

Ekonomi selalu menekankan perlunya pertumbuhan. Ekonomi yang sehat merupakan ekonomi yang tumbuh. Makin besar pertumbuhan, semakin sehat pula kondisi ekonomi tersebut. Kapasitas alam untuk menampung tekanan dari polusi udara, air, degradasi tanah dsb, tidak dapat diimbangi dengan teknologi baru. Ekonomi harus memikirkan kemungkinan “zero growth” atau tidak pertumbuhan sama sekali.

Sebuah langkah penting dalam refleksi tentang konsekuensi masalah lingkungan hidup untuk ekonomi adalah laporan dari World Commision on Environment and Development (WCED) yang diberi judul Our Common Future (Masa Depan kita bersama) tahun 1987. Disebut juga The Brundtland Report yang mempopulerkan pengertian sustainable development (pembangunan yang berkelanjutan). Sedangkan WCED mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan dari generasi sekarang, tanpa membahayakan kesanggupan generasi-generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri.

(12)

Pada dasarnya manusia adalah sebagian alam. Pandangan modern tentang alam yang dibutuhkan adalah antroposentris karena menempatkan manusia dalam pusatnya. Aliran dalm filsafat lingkungan yang dengan paling radikal mengemukakan pandangan ini adalah deep ecology. Gagasan itu pertama kali dikemukakan oleh filsuf Norwegia, Arne Naess. Deep ecology sangat menekankan kesatuan alam. Semua makhluk hidup termasuk manusia tercantum dalam alam menurut relasi-relasi tertentu.

Deep ecology harus dibedakan dari shallow ecology, ekologi dangkal. Ekologi dangkal itu tidak pernah sampai pada akar masalah-masalah lingkungan hidup dan hanya mengakui nilai instrumental dari alam. Berikut adalah 8 prinsip sebagai pandangan yang rata-rata dianut oleh pendukung ekologi dalam :

1. Kesejahteraan dan keadaan baik dari kehidupan manusiawi maupun bukan manusiawi di bumi memiliki nilai intrinsik.

2. Kekayaan dan keanekaan bentuk-bentuk hidup menyumbangkan kepada terwujudnya nilai-nilai ini dan merupakan nilai-nilai sendiri.

3. Manusia tidak berhak mengurangi kekayaan dan keanekaan ini, kecuali untuk memenuhi kebutuhan vitalnya.

4. Keadaan baik dari kehidupan dfan kebudayaan manusia dapat dicocokan dengan dikuranginya secara substansial jumlah penduduk.

5. Campur tangan manusia dengan dunia bukan manusiawi kini terlalu besar dan situasi memburuk dengan pesat.

6. Kebijakan umum harus berubah yang harus menyangkut struktur-struktur dasar di bidang ekonomi, teknologis dan ideologis.

7. Perubahan ideologis adalah terutama menghargai kualitas kehidupan.

8. Berkewajiban secara langsung dan tidak langsung untuk berusaha mengadakan perubahan yang diperlukan.

(13)

justru ditingkatkan. Karenas itu manusia adalah makhluk yang memiliki tanggung jawab moral. Melalui manusia, alam bertanggung jawab atas nasibnya sendiri.

4. Mencari Dasar Etika untuk Tanggung Jawab Terhadap Lingkungan Hidup

Dasar etika untuk tanggung jawab manusia itu sendiri disajikan oleh beberapa pendekatan berbeda, anatara lain :

- Hak dan deontology

Manusia berhak atas lingungan yang berkualitas karena ia mempunyai hak moral atas segala sesuatu yang perlu untuk hidup dengan pantas sebagai manusia, artinya yang memungkinkan dia memenuhi kesanggupan sebagai makhluk yang rasional dan bebas. - Utilitarisme

Teori ini bisa menunjukan jalan keluar bagi beberapa kesulitan yang dalam hal ini ditimbulkan oleh pandangan hak. Menurut teori ini suatu perbuatan dipandang baik kalau membawa kesenangan paling besar untuk jumlah orang paling besar / dengan kata lain kalau memaksimalkan manfaat. Jelas, pelestarian lingkungan hidup membawa keadaan paling menguntungkan untuk seluruh umat manusia, termasuk juga generasi-generasi yang akan datang. Sehingga lingkungan hidup tidak boleh lagi diperlakukan sebagai suatu eksternalitas ekonomis.

- Keadilan

Keadilan di sini harus dipahami sebgai keadilan distributif, artinya keadilan yang mewajibkan untuk membagi dengan adil. Lingkungan hidup pun menyangkut soal kelangkaan dan karena itu harus dibagi dengan adil. Hal itu dapat dijelaskan dengan 3 cara untuk mengaitkan keadilan dengan masalah lingkungan hidup:

a. Persamaan.

Lingkungan hidup harus dilestarikan karena hanya dengan cara memakai sumber daya alam itulah memajukan persamaan (equality) sedangkan cara memanfaatkan alam yang merusak lingkungan mengakibatkan ketidaksamaan karena membawa penderitaan tambahan khusunya untuk orang kurang mampu.

(14)

John Rawls merumuskan the just savings principle yang artinya kita harus menghemat dalam memakai sumber daya alam, sehingga masih tersisa bagi generasi-generasi yang akan datang. Karena itu dalam posisi asali, semua generasi akan menerima prinsip penghematan adil sebagai cara yang adil untuk membagi.

c. Keadilan sosial

Kini sudah tampak beberapa gejala yang menunjukan bagaimana lingkungan hidup memang mulai disadari sebagai masalah keadilan sosial yang berdimensi global. Meskipun para individu masing-masing tidak berdaya, itu tidak berarti bahwa manusia perorangan sebaiknya diam saja. Tetap aktual seperti semboyan yang dilontarkan Rene Dubos: think globally but act locally. Sehingga jika dipraktekan bersama-sama berdasarkan kesadaran umum pada skala besar, pasti dapat dicapai kemajuan besar dalam memperbaiki dan melestarikan lingkungan hidup.

5. Implementasi Tanggung Jawab Terhadap Lingkungan Hidup

Tanggung jawab moral untuk melindungi lingkungan harus dipertimbangkan terhadap faktor-faktor lain, khususnya kegiatan-kegiatan ekonomis seperti berikut ini :

5.1. Siapa harus membayar ?

Dalam konteks bisnis setiap tindakan untuk melindungi atau memperbaiki lingkungan mempunyai konsekuensi finansial juga. Pertanyaannya kepada siapa finansial tersebut harus dibebankan. Pertama, the polluter pays (si pencemar membayar). Orang atau perusahaan yang mengakibatkan pencemaran harus juga menanggung biaya untuk membersihkannya. Namun dalam prakteknya sangat sulit diterapkan karena kuantitas disini mengakibatkan perubahan kualitas. Kedua yaitu those who will benefit from environment improvement should pay the costs, yang ingin menikmati lingkungan bersih harus menanggung juga biayanya. Namun pada kenyataannya prinsip ini tidak menghiraukan tanggung jawab.

(15)

5.2. Bagaimana beban dibagi ?

Beban finansial dapat dibagi dengan fair jika dilakukan oleh pemerintah dengan bekerja sama dengan bisnis.Bisa juga dengan memanfaatkan instrumen ekonomis seperti mekanisme pasar. Terutama 3 cara telah diusahakan yang masing-masing mempunyai kekuatan dan kelemahan.

1. Pengaturan

Kekuatan pengaturan kelebihannya adalah pelaksanaanya bisa dipaksakan secara hukum. Bagi yang melanggar ada sanksinya. Tetapi kelemahannya :

o Pelaksanaan kontrol terhadap peraturan-peraturan macam itu menuntut tersedianya teknologi tinggi serta personel berkualitas sehingga mahal.

o Pengontrolan efektif menjadi suatu kesulitan ekstra untuk negara-negara berkembang.

o Meskipun bisa diterapkan dengan cara egalitarian untuk semua industri dan karena itu harus dianggap fair tetapi dilain pihak situasi semua industri dan lokasi tidak sama sehingga penerapan norma-norma yang sama kadang-kadang menjadi tidak efektif.

o Pengaturan di bidang polusi industri dapat menimbulkan suatu sikap minimalistis pada bisnis.

o Pengaturan ketat bisa menimbulkan efek negatif untuk ekonomi. 2. Insentif

Cara menangani biaya perbaikan lingkungan yang menemui lebih banyak simpati pada bisnis adalah emmberikan insentif kepada industri yang bersedia mengambil tindakan khusus untuk melindungi lingkungan / insentif berupa penghargaan bagi perusahaan yang mempunyai jasa khusus dalam memperbaiki lingkungan. Kekuatannya adalah peranan pemerintah dapat dikurangi dan inisiatif bebas dari bisnis dimajukan sehingga penutupan perusahaan / perpindahan pabrik ke tempat lain dapat dihindari. Tetapi kelemahannya :

o Metodenya berjalan dengan perlahan-lahan.

(16)

Mereka yang mementingkan ekonomi pasar bebas cenderung memasang harga pada polusi yang disebabkan industri. Sehingga cara berproduksi yang paling bersih menjadi juga cara berproduksi yang paling murah. Mekanisme harga itu memungkinkan lagi beberapa variasi sesuai dengan situasi. Keuntungannya, yang harus membayar adalah si pencemar namun kelemahannya berarti secara implisit tetap mengizinkan polusi dan perusakan lingkungan. Dengan demikian hanya toleransi ekonomis dari masyarakat dipertimbangkan bukan toleransi alam / kemampuan alam untuk membersihkan diri. Sehingga dapat disimpulkan dari 3 metode untuk membiayai perusakan lingkungan tadi tidak ada yang memuaskan 100 % karena terdapat kelemahan dan kelebihannya masing-masing.

5.3. Etika dan hukum lingkungan hidup

Apa yang berlaku tentang etika bisnis pada umumnya berlaku pula mengenai masalah lingkungan hidup.Pebisnis belum tentu memenuhi norma etika berpegang pada aturan-aturan hukum.Memang benar sebagian besar hukum mempertegas norma-norma etika tetapi hal itu tidak berarti bahwa hukum menampung semua nilai dan norma etika. Etika secara logis mendahului hukum dan refleksi etis selalu mendampingi dan menilai hukum. Lingkungan hidup hanya bisa dilindungi dengan baik jika tercipta peraturan hukum yang efektif dan lengkap demi tujuan itu. Mestinya bisnis membantu dalam membuat sistem peraturan hukum lingkungan yang baik. Tetapi jika bisnis memiliki tanggung jawab moral dalam arti kewajiban positif untuk memajukan kepentingan lingkungan hidup, hal itu tidak berarti bahwa seluruh tanggung jawab harus dipikul oleh produsen saja. Produsen dan konsumen bersama-sama memikul tanggung jawab itu.Sangat diharapkan kesadaran lingkungan pada konsumen akan bertambah besar. Jumlah produsen dalam masyarakat sangat terbatas sedangkan jumlah konsumen luas sekali sehingga pengaruhnya besar pula.

6. Beberapa Kasus Lingkungan Hidup

(17)

b. PT. Inti Indorayon Utama dan Danau Toba Pada 19 Maret 1999 Presiden B.J. Habibie memutuskan untuk menghentikan sementara kegiatan operasional industri bubur kertas (pupl) yang berlokasi di Sosor Ladang, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir. Penutupan pabrik PT. IIU diperintahkan sebagai percobaan meredakan keresahan masyarakat, karena menjadi penyebab utama kerusakan lingkungan sekitar Danau Toba, yang permukaan airnya menurun drastis.

Referensi

Dokumen terkait

‰ Jika diberi bahan dielektrik diantara kedua pelat maka untuk beda potensial yang sama, muatan kapasitor menjadi bertambah, sehingga kapasitasnya pun bertambah.. Efek

Kapasitas produksi yang terpasang pada lokasi tambang andesit baru sebesar 600 ton per jam dan dapat beroperasi untuk jangka waktu 20 - 30 tahun..

Zn dalam tanah dikelompokkan dalam bentuk-bentuk kelompok mudah tersedia sampai tidak tersedia bagi tanaman, yaitu bentuk terlarut dalam air, dapat dipertukarkan (terikat

Pembiayaan dengan akad musyarakah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh BMT Bismillah kepada nasabah untuk pengembangan suatu usaha yang produktif. Dalam pembiayaan ini BMT

dikarenakan banyaknya program Total lulusan mahasiswa bersertifikat kompetensi yang diikuti oleh lulusan kompetensi dan profesi TA 2018 : X mahasiswa Universitas Airlangga Total

Jika dalam proses identifikasi informasi mengenai kondisi perusahaan auditor tidak menemukan adanya kesangsian besar terhadap kemampuan entitas untuk mempertahankan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa r hitung 0,496 lebih besar dari r tabel = 0,244 pada taraf signifikansi 5% yang artinya bahwa ada hubungan yang positif

Static Zone adalah daerah tanpa pergerakan Dokter Gigi Maupun Perawat Gigi serta tidak terlihat oleh pasien, zona ini untuk menempatkan Meja Instrumen Bergerak