• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGAPA POLITIK DINASTI HARUS DICEGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MENGAPA POLITIK DINASTI HARUS DICEGAH"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MENGAPA POLITIK DINASTI HARUS DICEGAH

Walaupun dalam status di facebook dan twitter saya selalu menyerukan untuk tidak menerima proses regenerasi kekuasaan melalui garis turunan sedarah atau yang populer disebut politik dinasti, sebenarnya saya tidak alergi dengan politik dinasti, asalkan saja terbentuknya dinasti politik dari proses tersebut, dilalui melalui tahapan yang jujur dan adil. Karena adalah hak konstitusional setiap anak bangsa, apakah istri, anak, mertua, menantu, adik atau adik ipar, di negara yang menganut demokrasi seperti Indonesia, untuk memperoleh posisi atau kekuasaan apapun dan dimanapun di negara ini. Tetapi masalahnya, munginkah dalam proses regenerasi kekuasaan yang mengadopsi politik dinasti dapat tercipta suatu proses yang adil dan jujur? Khususnya dalam masyarakat Indonesia, yang masih kental dengan kultur feodalisme dan tingkat pendidikan yang relatif rendah! Inilah yang akan saya coba ulas dalam tulisan ini.

Pengertian Politik Dinasti

Kekuasaan adalah anak kandung politik. Sama dengan salah satu tujuan pernikahan untuk memperoleh keturunan, maka tujuan berpolitik ujung-ujungnya adalah memperoleh kekuasaan yang merupakan kepentingan abadi dari politik. Politik dinasti didefinisikan sebagai suatu proses berpolitik dimana untuk memperoleh, mempertahankan atau melanggengkan kekuasaan, dilakukan berdasarkan regenerasi melalui garis keturunan atau melalui hubungan kekerabatan. Jadi politik dinasti adalah suatu usaha dari pemegang kekuasaan untuk melanggengkan cengkraman atas kekuasaan. Kelompok pemegang kekuasan atau rezim politik yang menjalankan kekuasaan secara turun-temurun dalam garis hubungan kekerabatan/kekeluargaan disebut dengan dinasti politik. Berdasarkan ilmu politik, politik dinasti sering juga disebut dengan demokrasi oligarkis, dimana penentuan orang2 yang akan memegang kekuasaan, baik dalam partai maupun dalam pemerintahan, di tentukan oleh sekelompok orang tertentu yang memiliki pengaruh.

Di negara yang kaya dan sangat demokratis pun keberadaan dinasti politik jamak terjadi. Hal ini sejalan dengan teori yang dikembangkan oleh Gaetano Mosca, filsuf Italia dalam bukunya The Ruling Class, sebagaimana yang telah banyak dikutip (Maulanusantara: Politik Dinasti dan Demokrasi, dalam blog MAULA, Masyarakat Universal Lintas Agama, 14 Maret 2011 dan Perhimpunan Pendidikan Demokrasi, Konstelasi, Edisi ke-30, Maret 2011), yang menyatakan bahwa: "setiap kelas pada faktanya, menunjukan kecenderungan untuk membangun tradisi yang turun temurun atau untuk menjadi sekumpulan orang seketurunan, jika tidak bisa dalam aturan hukum". Hal ini dapat kita lihat bahkan dalam suatu organisasi yang demokratis pun, jika sebuah kepemimpinan terpilih, maka ia akan membuat kekuasaannya sedemikian mapan, sehingga sulit untuk digeser, walaupun hal itu menggerus prinsip-prinsip demokrasi. Atau seperti kata Ernesto Dal Bo et al, dalam paper mereka, Political Dynasty: "when a person holds more power it becomes more likely that this person will start, or continue, a political dynasty" (The Review of Economic Study 76, 2009). Dan kalau ini terjadi dan dibiarkan maka kita tinggal tunggu saja terealisasinya adagium terkenal dari Lord Acton: "power tend to corrupt, absolut power corrupt absolutely".

(2)

tampak terjadi dengan wajar dan dengan tetap memperhatikan prinsip meritokrasi. Keluarganya dipersiapkan sedemikian rupa, untuk memperoleh keunggulan, baik dalam bidang pendidikan, yang umumnya jebolan dari Universitas ternama, maupun dalam kepemimpinan, dimana mereka mengikuti proses rekrutmen secara berjenjang, tidak secara tiba2 langsung jadi pemimpin. Mereka dipersiapkan secara hati2 untuk selalu berada dalam jalur yang "benar dan baik", karena masyarakat disana sangat anti (tidak permisif) terhadap penyimpangan yang dilakukan calon pemimpin mereka. Barangkali ada yang masih ingat, bagaimana si bungsu Ted Kennedy tidak pernah berhasil maju menjadi presiden AS, dan menjadi Senator abadi, karena pernah terlibat skandal etika (skandal Chappaquiddick), ketika ia meninggalkan Sekertarisnya begitu saja, yang kemudian meninggal, dalam kecelakaan mobil yang mereka berdua naiki, saat tengah malam kecebur ke sungai, selepas pulang dari suatu pesta (party). Secara legal Ted dianggap tidak bersalah, tetapi masyarakat menganggapnya melanggar "etika". Politik dinasti di negara2 maju, tidak dipersoalkan benar, karena rakyat tetap bisa memilih pemimpin yang memang layak menjadi pemimpin, bukan karena bapaknya atau suaminya. Lain halnya di negara2 dengan tingkat pendidikan dan pendapatan masih rendah, misalnya Indonesia, bisa terjadi seorang Bupati yang masuk penjara karena korupsi digantikan oleh istri atau bisa terjadi konon seorang anak wanita Bupati yang pernah merekam adegan sexnya dan sempat beredar luas, kemudian bisa menjadi Bupati menggantikan bapaknya yang masuk penjara karena korupsi pula atau suatu jabatan Bupati (di Jawa Timur) diperebutkan oleh istri tua dan istri muda mantan Bupati yang diberhentikan karena korupsi (waduh, opo ora hebat?).

Dinasti politik memang akan tumbuh subur di negara dimana rata-rata tingkatan pendidikan rendah dan turunannya yaitu tingkat pendapatan, juga rendah (miskin), apalagi bila distribusi pendapatan disertai dengan tingkat ketimpangan (inequality) yang tinggi. Budaya feodalisme yang kental serta lemahnya kelembagaan parpol, yang merupakan pilar demokrasi, juga merupakan faktor tumbuh suburnya dinasti politik. Dalam negara demokrasi dengan tingkat pendidikan rendah dan kemiskinan tinggi, rakyat tidak mengerti dan atau tidak menjadi soal siapa dan bagaimana pemimpin mereka terpilih, mereka sudah cukup senang bila dalam proses regenerasi melalui pesta demokrasi yang diadakan, mereka dapat memperoleh sedikit manfaat ekonomi. Mereka tidak menyadari bahwa manfaat ekonomi yang diperoleh mereka adalah hanya sesaat dan bahkan tidak sebesar ujung kuku dari pemimpin yanag mereka pilih, sementara pemimpin yang mereka pilih memperoleh manfaat ekonomi selama masa jabatan mereka dengan memperhitungkan semua biaya dan "pembagian" yang telah mereka keluarkan beserta imbal baliknya. Situasi ini sejalan dengan temuan Mendoza, ibid, bahwa politik dinasti biasa terjadi di daerah (negara) yang berpenduduk miskin. Hasil penelitian yang dilakukan oleh AIMPC (The Asian Institute Of Management Policy Centre) memperkuat temuan, yang menunjukan bahwa legislator yang berasal dari politik dinasti, ternyata mewakili daerah dengan pendapatan per kapita yang rendah dan atau tingkat kemiskinan yang tinggi.

(3)

kekayaan, asalkan memiliki ilmu pengetahuan. Dengan demikian keturunan pejabat itu bisa saja menjadi pemimpin atau pejabat, tetapi bukan karena mereka anak pemimpin/pejabat, tetapi karena memang memiliki pengetahuan dan layak untuk menjadi pemimpin. Bahwa para keturunan pejabat itu memiliki pengetahuan karena mereka lebih banyak memiliki dan diberi kesempatan, dan bahkan bahwa kadang-kadang kesempatan itu hanya untuk mereka, diterima saja oleh rakyat dengan pasrah dan tanpa protes, karena dianggap itu sudah hak mereka sebagai anak pejabat, padahal rakyat memiliki hak yang sama. Atau bisa juga kepasrahan itu juga karena ketidak berdayaan, dalam pemikiran mereka, walaupun protes, nasib mereka tetap saja sama, bahkan bisa2 ada "biaya" yang harus dibayar untuk itu.

Selain kedua hal diatas, faktor lain yang mendukung tumbuh suburnya politik dinasti, adalah lemahnya fungsi kelembagaan parpol sebagai pilar demokrasi. Walaupun partai-partai sudah banyak memiliki sistem dan mekanisme dalam manajemen kepartaian yang cukup modern, tetapi karena kurangnya dana untuk menjalankan roda organisasi partai, dan masih kentalnya kultur feodalisme seperti yang diuraikan diatas, maka partai-partai ini segera merapat dan merekrut pejabat atau mereka yang memiliki dana besar. (namprel.go.ph)

Politik Dinasti di Indonesia. Bagaimana di Indonesia? Sebagai negara yang penduduknya memiliki rata-rata tingkat pendidikan rendah dan kemiskinan tinggi dan kelembagaan parpol yang masih lemah, tak pelak lagi sebagaimana terjadi di negara yang mengadopsi demokrasi dalam keadaan kualitas penduduk yang rendah, Indonesia akan merupakan lahan subur bagi tumbuhnya dinasti politik. Kita lihat, belum juga penerapan demokrasi bebas berusia seumur jagung, dimulai dengan Banten dimana pembentukan dinasti disini sangat mencolok, terbentuknya dinasti politik telah merebak ke berbagai daerah. Karena masih baru, belum banyak penilitian yang berkaitan dengan masalah dinasti politik di Indonesia, baru terbatas kepada data tentang para dinasti dan berbagai langkah yang mereka tempuh untuk membentuk dinasti. Fenomena Banten, meminjam istilah Andrie Herlina, telah menyebar ke; Bali dimana anak Bupati Tabanan menggantikan ayahnya, ke Lampung; anak Gubernur Lampung, Ricky Mendoza, menjadi Bupati Lampung Selatan, di Way Kanan dan Tulang Bawang, anak Bupati mencalonkan diri dan atau menggantikan ayahnya. Ke Kalimantan; Rita Widysari, menggantikan ayahnya Syaukani, yang sekarang menjadi terpidana korupsi, menjadi Bupati Kukar, Neni Moernaeni istri Walikota Bontang, maju menggantikan suami, Sofyan Hasdam. Ke Jawa Tengah; di Sukohardjo, Sragen, dan Semarang serta Bantul di Jogyakarta, para istri maju menggantikan suami. Ke Riau; dimana istri Gubernur Riau Rusli Zainal, yang sekarang jadi tersangka korupsi di KPK, pada tahun 2011, bersaing dengan istri Walikota Pekanbaru, untuk merebut kedudukan Walikota Pekanbaru. Di Jawa Barat, tetangga Banten, Ana Sophanah, istri Cagub Jabar Jance, menggantikan Jance sebagai Bupati Indramayu, dan baru2 ini kalau tidak salah istri Walikota Cimahi menggantikan suaminya di Cimahi. Sebenarnya karena luput dari pemberitaan pers dan tidak sempat kita ikuti, dinasti politik juga telah terbentuk seperti di Sulawesi, keluarga Yasin Limpo, yang sekarang Gubernur Sulsel, di Lombok dan banyak lagi.

(4)

kognitif-emosional, maupun sosial-ekonomi. Kecenderungan pengkultusan tokoh yang dikeliling sejumlah mitos, jejak-jejak feodalisme yang masih tampak jelas, struktur dan interaksi sosial yang masih tak egaliter, dan kesenjangan antarwarga dalam ekonomi dan pendidikan, bisa jadi alasan itu. Kecenderungan mengkultusan tokoh mengindikasikan adanya kecenderungan memandang kekuatan dan keutamaan tokoh sebagai sifat-sifat yang secara alamiah terberi khusus pada orang tertentu. Lalu disusul anggapan, tokoh itu dilindungi dan dijaga martabatnya secara kodrati, termasuk martabat keluarganya. Keturunannya pun ikut dihormati dan diunggulkan. Jika tokoh itu pernah berkuasa maka keturunannya atau keluarganya dianggap pantas juga berkuasa. Naturalisasi keunggulan tokoh tertentu beserta keluarganya merupakan modal bagi dinasti politik. Indikasi feodalisme tampil dominan di masyarakat Indonesia. Penghormatan yang berlebihan terhadap pejabat tinggi pemerintah, pelayanan yang berlebihan oleh bawahan terhadap atasan, memperlakukan istri dan anak pejabat sebagai orang-orang yang juga perlu dilayani dan diberi fasilitas khusus, “perburuan” gelar bangsawan, kebiasaan menghubung-hubungkan tokoh yang sedang berkuasa dengan kerajaan di masa lalu merupakan sebagian dari contoh gejala yang kental muatan feodalismenya".

Politik Dinasti dan Dinasti Politik Banten

Untuk lebih memahami politik dinasti di Indonesia ada baiknya kita mengamati kasus dinasti politik dan politik dinasti di Banten. Pembentukan dinasti politik di Banten sangat mencolok. Dari 8 Dati II di Banten, semua dikuasaai dinasti politik. 4 daerah dikuasai keluarga Chasan Sohib atau Dinasti Atut (Wabup Serang: Tatu Chasanah, Anak/adik Atut; Walkot Serang: Chaerul Jaman, anak/adik Atut; Wabup Pandeglang: Heryani, istri/ibu tiri Atut; sementara ibu tiri Atut yang lain, Ratna Komalasari menjadi anggota DPRD Serang, dan Walkot Tangsel: Airin Rahmi D, menantu/adik ipar Atut), dan puncaknya Propinsi Banten oleh sang Gubernur Atut, putri mahkota, sementara 4 daerah lagi dikuasai oleh dinasti2 daerah setempat. Pola terbentuknya dinasti politik di Banten tampaknya menjadi steriotip pembentukan dinasti politik daerah di Indonesia. Pada tahap awal seorang Kepala Daerah terpilih, langkah pertama yang dilakukan biasanya adalah memutasi atau mengganti pejabat lama dengan pendukung dan pengikutnya. Kemudian pada suatu ketika pada masa jabatannya ia akan membuat berbagai prosedur dan langkah yang memungkinkan ia dan pengikutnya (keluarganya) lebih mudah terekspos kepada masyarakat. Misalnya istri yang otomatis sebagai Ketua PKK dan atau mendorong anak, adik dan lain2 sebagai Ketua Kelompok Pemuda, pengurus organisasi2 poleksosbud atau bahkan menjadi pimpinan cabang suatu parpol tertentu dimana dengan bantuan fasilitas dan dana dari APBD mereka melakukan berbagai manuver (maneuvre) untuk meningkatkan citra sang Kepala Daerah dan keluarganya.

(5)

mengganti para pejabat di Banten dengan para pendukungnya, dan secara agresif menempatkan kerabatnya untuk memegang pimpinan berbagai organisasi poleksosbud. Untuk masalah keuangan, sudah menjadi rahasia umum, Tb Chasan Sohib, sang ayah, yang sejak Orde Baru sudah dikenal kegiatannya sebagai rent seeker, dan dalam blog Goresan Pena, Rizal Muhammad, menyebutnya sebagai old predator, adalah penentu dari pelaksana proyek2 pembangunan di Banten, sehingga kemudian tidak aneh bila dia kemudian dijuluki atau bahka menyebut dirinya sebagai "Gubernur Jendral" Banten. Dengan dukungan keuangan yang kuat dan fasilitas birokrasi, segera saja jaringan dinasti Atut menggurita di Banten. Dibawah ini adalah gambaran jaringan dinasti Atut yang saya kutip dari blog Perhimpunan Pendidikan Demokrasi; Konstelasi, Edisi ke-31, April 2011

Raja-raja kecil lain di Banten adalah mereka yang saat ini menjadi penguasa di Kabupatan2; Tanggerang (Iskandar) dan Lebak (Jayabaya), Kota2; Cilegon (Safaat) dan Tenggerang (Wahidin Halim). Wahidin Halim, telah menjabat Walkot Tanggerang selama 2 periode, pastilah juga berusaha mencengkramkan kukunya disana, walau belum kelihatan. Tetapi dalam pilkada Tangsel ia mengorbitkan adiknya Suwandi untuk maju sebagai calon Walkot Tangsel, tetapi dikalahkan oleh Airin dari dinasti Atut. Sedangkan Walkot Cilegon Iman Aryadi, adalah anak Aat Safaat, Walkot lama, yang kemudian menjadi tersangka korupsi. Iman juga dipersiapkan melalui kedudukannya sebagai pengurus partai Golkar Cilegon dan berbagai organisasi sosial lainnya.

Di Kabupaten Tanggerang dan Lebak, yang kedua Bupatinya saya kenal baik, telah menyiapkan dinasti mereka secara sistematis sesuai dengan pola umum yang berlaku. Salah satu jastifikasi mereka yang sampai ke saya adalah bahwa pembentukan dinasti ini dalam rangka memotong gurita Atut untuk menguasai seluruh Banten (tapi melahirkan gurita kecil yang menunggu waktu untuk menjadi besar, pen.). Ismet Iskandar, Bupati Tanggerang, melalui Golkar, menyiapkan putrinya Intan Nurul Hikmah, menjadi Wakil Ketua DPRD Tanggerang, dan anak laki2nya Zaki Iskandar Zulkarnaen, menjadi anggota DPR dan kemudian menggantikan Ismet menjadi Bupati Tanggerang, memang telah sukses menghadang adik Atut yang turut tersaing untuk menguasai Tanggerang dalam Pilkada tahun lalu.

(6)

mengeluarkan Perda Transparansi, yang memberikan akses luas kepada masyarakat kepada semua informasi pemerintahan Kab. Lebak.

Ketidakadilan dan Penyimpangan Yang Biasa Terjadi Dalam Politik Dinasti Dengan mengamati apa yang terjadi di Filipina dan terutama Banten, saya coba mengulas ketidak adilan dan penyimpangan yang sering terjadi dalam politik dinasti. Sebenarnya dengan membaca bagaimana terbentuknya dinasti2 tersebut diatas dan melihat gambar gurita Atut, sudah bisa di duga dimana ketidak adilan dan kecurangan akan terjadi. Untuk membiayai kegiatan keluarga dan kerabat dalam memimpin berbagai organisasi, sudah tentu diperlukan berbagai fasilitas dan dana yang besar. Pembiayaan ini tentu saja sulit untuk dikeluarkan dari koceknya sendiri yang sudah terkuras saat mereka maju di pilkada untuk memperoleh posisi yang diduduki, dan yang harus diprioritaskan pengembaliannya, tetapi juga mereka berpikir: "bukankah aktifitas saya untuk kepentingan masyarakat juga, mengapa dananya harus dari kantong saya"? Maka mulailah terjadi kebocoran dalam penggunaaan anggaran pembangunan dan belanja daerah (APBD), terutama dalam anggaran pembiayaan pembangunan infra struktur dan anggaran yang sebenarnya untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, misalnya bantuan sosial (bansos), pembangunan fasilitas kesehatan dan fasilitas pendidikan yang dialokasikan cukup besar.

Cara yang biasa adalah dengan menunjuk mereka yang melaksanakan pembangunan dan pengadaan barang dan jasa, dari perusahaan "plat merah" atau "cv aku", yaitu perusahaan milik mereka sendiri atau yang berafiliasi dengan mereka (Chasan Sohib dan Jayabaya, asal muasalnya adalah kontrarktor). Atau dengan menjadi "penentu" dari pemenang tender dalam pelaksanaan pembangunan dan pengadaan, dengan cara memberi informasi tentang hal yang berkaitan dengan proses tender, dimana sebagai kerabat yang dekat dengan kekuasaan tentu punya akses terhadap informasi tersebut, dan kemudian memperoleh "fee" untuk itu. Mungkin saja tidak terjadi "mark up" dalam penetapan HPS (Harga Perkiraan Sendiri, OE; owner estimate), karena pada umumnya mengikuti standar yang telah ditetapkan, tetapi karena harus membayar fee dan juga memperoleh keuntungan, maka yang terjadi adalah penurunan spec dari sarana dan peralatan yang dibangun dan diadakan. Jadi tidak aneh kalau bangunan dan jalan2 yang dibangun menjadi cepat rusak, dan ini justru yang diinginkan karena berarti akan kembali ada proyek yang bisa digarap.

(7)

Sebagaimana hasil investigasi di Filipina, dimana di daerah yang dikuasai dinasti politik, kebocoran pembangunan infra struktur mencapai 12.5 - 25% dan pengadaan untuk keperluan yang berkaitan dengan IPM mencapai 50%, tampaknya di Banten, walaupun belum ada investigasi khusus untuk itu dan tidak yakin juga bisa sebesar itu, kebocoran anggaran disektor belanja publik tersebut yakin terjadi. Indikasinya adalah akumulasi perkembangan aset milik dinasti yang secara kasat mata bisa dilihat begitu cepat (yang sudah menjadi rahasia umum), sementara pencapaian peningkatan IPM penduduk Banten sangat rendah. Berdasarkan data dari BPS, pada tahun 2002, diawal berdirinya, IPM Propinsi Banten adalah 66,6, lebih tinggi dari Jawa Timur 64,1 dan Jawa Tengah 64,6 serta Propinsi Gorontalo sebesar 64.1 yang juga baru terbentuk. Pada tahun 2011, IPM Banten meningkat menjadi 70,9, Jatim 72,2, Jateng 72, 9 sementara Gorontalo menjadi 70, 8 (dari 64.1). Tingkat IPM Banten adalah terendah di pulau Jawa, secara nasional peringkat 23, tetapi tingkat pertumbuhan IPM Propinsi Banten, dalam kurun waktu 8 tahun adalah no.2 terendah diseluruh Indonesia, yaitu dibawah angka 5, kalah bahkan oleh Papua, yang dalam kurun waktu sama tingkat pertumbuhannya 5.36 atau Irjabar, dalam jangka waktu 7 tahun dengan tingkat pertumbuhan 6 (yang terendah adalah tingkat pertumbuhan IPM DKI, tetapi sejak 2002, memang sudah mencapai tingkat IPM tertinggi di Indonesia).

Wilayah lain dimana terjadi penyimpangan dan ketidak adilan untuk daerah yang dikuasai dinasti politik adalah dalam rekrutmen jabatan publik, khususnya rekrutmen penerus dari posisi sang petahana, yang tentunya merupakan keluarga petahana. Langsung kita simak kasus dinasti Atut sebagai contoh. Dia telah menempatkan Andika Hazrumi, anak, sebagai Bendahara Karang Taruna Banten dan Ketua Taruna Tanggap Bencana dan juga di besut oleh Ansor untuk menjadi Wakil Ketua GP Ansor. Masih jamak bila yang dilakukan saat terjadi bencana, tetapi yang terjadi ketika menghadapi Pemilu 2009, saat ia maju menjadi anggota DPD-RI, membuat kandidat lain meradang. Ia berkeliling seperti sinterklas membantu memberi "pembekalan" berbagai kelompok pemuda dan bermuara kepada, baik terucap maupun tersirat suatu "pengarahan" untuk dirinya. Seorang Lurah pernah bercerita bahwa mereka beserta dengan Camat telah dikumpulkan oleh Gubernur di Hotel Jayakarta, Jakarta, untuk menerima "pembekalan" dan "pengarahan". Tentu saja sang Camat/Lurah akan berusaha untuk mensukseskan apa yang diarahkan, karena kalau tidak sukses apalagi "jeblok", maka ada risiko bagi posisinya.

(8)

sedikit uang. Oleh karena itu populer sekali kalimat "amplopnya mana?" pada saat kampanye pemilu/pilkada di Banten.

Tetapi bagi yang masih memiliki hati nurani dan nalar hal itu cukup membuat miris dan ber-tanya2: a) kalau terbukti ada kecurangan yang besar2an seperti itu, kok sangsinya hanya diulang? bukankah harusnya didiskualifikasi? (tetapi tentu ini berkaitan dengan perUUngan yang berlaku), b) Apa yang kita harapkan akan dilakukan oleh pemimpin yang meraih kekuasaan dengan kecurangan seperti itu? Jawabannya hanya menimbulkan kekhawatiran bahwa pilkada, apalagi dengan dua putaran, pasti telah menghabiskan dana puluhan miliar, dan tentulah yang terpikir oleh sang pemenang adalah bagaimana memburu rente untuk mengembalikan uang yang telah dikeluarkan, dengan imbal baliknya. Muara dari semuanya adalah rendahnya tingkat pencapaian IPM, tidak proporsional dengan alokasi belanja publik yang dikeluarkan, sebagaimana fakta di Filipina dan Banten. Banyak lagi wilayah2 dimana mungkin terjadi penyimpangan dan ketidak adilan dalam suatu pemerintahan yang dikuasai suatu dinasti politik. Tetapi saya anggap 2 contoh itu sudah cukup menggambarkan bahwa politik dinasti adalah politik parasit, dimana calon2 pemimpin turunan ini memanfaatkan berbagai kemudahan dan numpang popularitas petahana. Juga tampak jelas bagaimana dekatnya politik dinasti dengan KKN.

Penyebarannya Harus Segera DicegahFenomena Banten ini harus dicegah jangan sampai menjalar lebih luas lagi ke daerah2 lain di Indonesia. Karena bukan saja kita tidak akan diperoleh pimpinan terbaik, tetapi juga akan banyak menimbulkan ketidak adilan yang akan berdampak kepada rendahnya partisipassi rakyat dan bermuara kepada rendahnya pencapaian tingkat kesejahteraan rakyat yang menjadi tujuan pembangunan kita yang diukur dari tingkat indeks pembangunan manusia. Kalau sudah merebak keberbagai daerah di Indonesia, akan sulit untuk melakukan perubahan seperti yang dialami Filipina. Berdasarkan Konstitusi Filipina 1986, politik dinasti disana sebenarnya dilarang, tetapi ada fasal yang menyatakan bahwa pelaksanaannya harus didefinisikan dan diatur dalam undang-undang. Sampai sekarang hampir 30 tahun, Senat Filipina belum berhasil mengeluarkan undang-undang dimaksud, karena sudah terlanjur bercokol para legislator yang berasal dari para dinasti politik di daerah2 yang dengan berbagai alasan berusaha menjegal keluarnya UU anti dinasti.

Kondisi Indonesia dengan tingkat pendidikan rendah, kemiskinan tinggi dan kultur feodal yang kental, belum memungkinkan untuk mengadopsi terbentuknya politik dinasti yang bebas, harus dibatasi. Mengacu kepada pengalaman Filipina, kondisi Indonesia dan banyaknya ketidak adilan yang terjadi dalam politik dinasti, Pemerintah telah berinisiatif untuk mengajukan rancangan revisi UU Pilkada (UU No.32/2004) yang akan membatasi terjadinya politik dinasti. Dalam rancangan revisi ini, maka istri, keluarga secara vertikal (ayah, anak) dan horizontal (kakak, adik) tidak boleh mengajukan diri sebagai calon pengganti petahana, kecuali telah meliwati jeda selama 1 periode. Menurut saya, ini tidak mengurangi hak konstitusi, hanya mengatur, karena mereka boleh saja maju di daerah lain dimana sang petahana bukan merupakan keluarga mereka atau kalau untuk daerah yang sama menuggu sampai liwat satu periode setelah sang petahana kerabat menjabat.

(9)

Referensi

Dokumen terkait

Selain pengaruh dari konstruksi wind tunnel, fan dan motor pun ikut berperan penting untuk menghasilkan aliran / flow stabil yang digunakan untuk pengujian, oleh karena itu

Faktor keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengaruh pihak-pihak yang memiliki hubungan darah secara langsung serta kerabat dekat terhadap status anak

(2) Tujuan Nota Kesepahaman adalah sebagai pedoman bagi PARA PIH A K dalam rangka meningkatkan kerja sama dalam penyelenggaraan pengamanan, koordinasi serta

Kabupaten Merangin yang memiliki kepadatan penduduk yang rendah, secara nyata masih memiliki ruang yang cukup untuk penyediaan perumahan dan penyediaan prasarana

Rina Ciputra Sastrawinata, Presiden Direktur dari Ciputra Artpreneur Center mengatakan, “Kami sangat senang dapat menjadi bagian dari pameran ini, dimana untuk pertama

Berdasarkan uraian tersebut dalam makalah ini akan dibahas mengenai “ Pengaruh Pencemaran Sampah Terhadap Kualitas Air Tanah DangkalmDi TPA ( Tempat.. Pembuangan Akhir

Jenis miskonsepsi yang paling banyak ditemukan adalah content-based misconception (27,25% pada data 1 dan 28,5% pada data 2), hal tersebut disebabkan karena

Hasil penelitian untuk variabel ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Parerung (2014) berjudul disiplin, kompensasi,dan pengembangan karir pengaruhnya