• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efficacy Test Ashes of Leave and Steams Sereh (Cymbopogan nardus) as Larvacide of Culex quinquefasciatus in Laboratory

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Efficacy Test Ashes of Leave and Steams Sereh (Cymbopogan nardus) as Larvacide of Culex quinquefasciatus in Laboratory"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

Background: Filariasis is an important tropical disease in Indonesia with Culex quinquefasciatus female mosquitos as infecting vector. These fore, It needs to develop a natural insecticide. Sereh (Cymbopogon nardus) is a common plant that we can find in everywhere, and it can be function as natural larvacide. This Study was conducted to know the effectivity of leave and steams sereh in ashes form as larvacide of culex quinquefasciatus larvae, it’s LC 50, LC 90, and LT 90 is also studied

Design and Method: Experimental study with post test – randomized control group design. The samples were 3th instar Culex quinquefasciatus larvae. Data can be found from total of death larvae in all groups. Kruskal Wallis test was used to analyze the significant differences among groups. Probit procedure was used to determine LC 50, LC 90, and LT 90.

Result: Kruskal Wallis test have showed significant differences among groups, e.i 0,006 (p < 0,05). Probit procedure have showed LC 50 leaves and steams of Sereh ashes with 1,83 mg/300 ml concentration (1,69 – 2,01), and in LC 90 with 2,55 mg/300 ml concentration (2,32 – 2,88). LT 90 with 1,6 mg/300 ml concentration have killed larvae on 31,65 days (23,13 – 57,77) and LT 90 with 3,2 mg/300 ml concentration have killed larvae on 4,63 days (4,03 – 5,31).

Conclusion: Residues of leaves and steams of Sereh ashes effective as Culex quinquefasciatus larvicide, so it can be used to decrease mosquitos resistency which have extended and uncontrolled. (Sains Medika,1(2); 132-139)

Keywords : Culex quinquefasciatus, larvicide, leaves and steams of Sereh ashes

ABSTRAK

Pendahuluan: Filariasis termasuk penyakit tropis penting di Indonesia dengan nyamuk Culex quinquefasciatus betina sebagai vektor penularnya. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan insektisida alami. Sereh (Cymbopogon nardus) merupakan tanaman yang banyak dijumpai dan dapat berfungsi sebagai larvasida alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas residu abu, daun dan batang sereh sebagai larvasida culex quinquefasciatus, serta mengetahui LC 50, LC 90 dan LT 90.

Metode Penelitian: Eksperimental murni dengan pendekatan post test – randomized control group design.

Sampel penelitian larva Culex quinquefasciatus instar III. Data didapatkan dari jumlah larva mati pada seluruh kelompok. Analisis data menggunakan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaaan bermakna antar kelompok, sedangkan Probit procedure untuk menentukan LC 50 dan LC 90, serta LT 90 abu daun dan batang Sereh sebagai larvasida Culex quinquefasciatus.

Hasil Penelitian: Uji Kruskal Wallis menunjukkan adanya perbedaan bermakna antar kelompok, yaitu 0,006 (p < 0,05). Dari Probit procedure didapatkan LC 50 abu daun dan batang Sereh dengan konsentrasi 1,83 mg/300 ml (1,69 – 2,01), dan LC 90 didapatkan pada konsentrasi 2,55 mg/300 ml (2,32 – 2,88), serta LT 90 pada konsentrasi 1,6 mg/300 ml yaitu 31,65 hari (23,13 – 57,77) dan LT 90 pada konsentrasi 3,2 mg/ 300 ml sebesar 4,63 hari (4,03 – 5,31).

Kesimpulan: Residu abu daun dan batang sereh efektif sebagai larvasida Culex quinquefasciatus, sehingga dapat digunakan untuk mengurangi terjadinya resistensi pada nyamuk yang semakin meluas dan tidak terkontrol. (Sains Medika,1(2); 132-139)

Kata kunci: Larvasida, abu daun dan batang sereh, Culex quinquefasciatus

Uji Efikasi Abu Daun dan Batang Sereh (

Cymbopogan nardus

)

sebagai Larvasida

Culex quinquefasciatus

di Laboratorium

Efficacy Test Ashes of Leave and Steams Sereh (Cymbopogan nardus) as

Larvacide of Culex quinquefasciatus in Laboratory

Menik Sahariyani1*, Ulfah Dian Indrayani2

Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Bagian Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang, (m_sahariyani@yahoo.com)

(2)

PENDAHULUAN

Penyakit yang bersumber dari binatang dengan vektor nyamuk akhir-akhir ini

masih cenderung meningkat dalam hal jumlah kasus dan jumlah wilayah endemis di

Indonesia. Pada kondisi tertentu penyakit tersebut bahkan berisiko menimbulkan Kejadian

Luar Biasa (KLB) dan kematian langsung. Filariasis dan Japanese Encephalitis (JE) adalah

beberapa diantaranya. Vektor nyamuk Culex quinquefasciatus (Cx. quinquefasciatus) betina

merupakan penyebab utama penyakit-penyakit tersebut (Kandun, 2005).

Filariasis merupakan salah satu dari enam penyakit tropik yang penting di dunia.

Kira-kira 80 juta orang di dunia terinfeksi penyakit ini dan kurang lebih 30 juta orang

diantaranya terjangkit filariasis limfatik kronik atau yang disebut juga kaki gajah

(Elephantiasis). Prevalensi tinggi terjadi di negara-negara berkembang seperti India dan

Indonesia (Pidiyar et al., 2004). Filariasis limfatik tersebar luas di seluruh pelosok

tanah air. Risiko penularan Filariasis cukup besar di daerah-daerah yang ada nyamuk

vektornya dengan kepadatan tinggi seperti perkotaan (Kandun, 2005). Sekitar 93

kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2004/2005 merupakan endemis Filariasis

(Anonim, 2005). JE adalah penyakit radang akut susunan saraf pusat yang disebabkan

oleh virus JE, yang mana telah berhasil diisolasi dari C

x. quinquefasciatus. Penyakit JE

diketahui endemik di Bali, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Papua dan di berbagai lokasi

yang ada kaitannya dengan peternakan babi. Vektornya banyak ditemukan di daerah

persawahan di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa spesies C

x. quinquefasciatus

merupakan vektor nyamuk yang sangat penting (Benenson, 1990; Kandun, 2005).

C

x. quinquefasciatus mempunyai habitat di pemukiman. Stadium pra-dewasa

spesies ini banyak dijumpai pada comberan dengan air keruh dan kotor dekat rumah

(Zulhasril, 1998). Cara yang paling efektif untuk mencegah dan memberantas penyakit

yang ditularkan oleh nyamuk sampai saat ini adalah melalui pengendalian vektor dengan

kegiatan PSN – 3 M PLUS (Kandun, 2005; Anonim, 2005). Menaburkan insektisida pada

tempat air tergenang adalah salah satu cara yang dianjurkan, tetapi penggunaan

insektisida jangka panjang dan tidak terkontrol memicu terjadinya resistensi yang meluas

termasuk pada spesies C

x. quinquefasciatus. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan

(3)

didapat oleh masyarakat, murah dan sederhana (Pidiyar et al., 2004; Gionar et al., 2005).

Serai wangi atau sereh (Cymbopogon nardus) adalah salah satu tanaman yang

banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari yang dapat berfungsi sebagai insektisida

alami. Khasiat tersebut bisa didapatkan dari minyak serai maupun abu dari daun dan

batang serai. Kandungan minyak atsiri dalam tanaman tersebut yang menyebabkan

adanya efek insektisida terhadap nyamuk (Kardinan, 2003). Hasil penelitian sebelumnya

juga menyebutkan bahwa tanaman yang mengandung minyak atsiri dapat digunakan

sebagai repelen dan larvasida (Aminah et al., 2001).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas residu abu daun dan batang

sereh sebagai larvasida Culex quinquefasciatus. Penelitian ini juga bertujuan untuk

mengetahui Lethal Concentration (LC) 50 , LC 90 dan Lethal Time (LT) 90 residu abu daun

dan batang sereh sebagai larvasida Culex quinquefasciatus.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan pendekatan

post test – randomized control group design. Subyek penelitian ini adalah semua larva Cx.

quinquefasciatus yang berumur 6 – 7 hari (instar III) yang diperoleh dari Balai Penelitian

Vektor dan Reservoir Penyakit (BPVRP) Salatiga. Larva dipelihara dengan pemberian

konsentrat sampai berumur 6 – 7 hari. Sampel dalam penelitian ini adalah 25 ekor larva

C

x. quinquefasciatus yang berumur 6 – 7 hari (instar III) untuk tiap-tiap perlakuan dan

kelompok kontrol (Komisi Pestisida Departemen Pertanian, 1995). Masing-masing

kelompok dilakukan 3 kali pengulangan.

Abu daun batang dan batang sereh didapatkan dari pembakaran daun dan batang

sereh yang telah kering, kemudian digerus dengan mortar dan stamper sampai halus.

Abu yang didapatkan kemudian diayak menggunakan pengayak tepung terigu. Berat abu

halus yang diujikan untuk uji pendahuluan yaitu 0,4 mg; 0,8 mg; 1,6 mg; 3,2 mg; dan 6,4

mg.

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui konsentrasi minimal dari

abu daun dan batang sereh dalam 300 ml akuades yang dapat membunuh larva C x.

quinquefasciatus sampai 80%. Abu daun dan batang sereh dimasukkan pada mangkok

(4)

300 ml; 3,2 mg/300 ml; dan 6,4 mg/300 ml. Pada kelompok kontrol mangkok plastik tidak

diberi abu. Masing-masing mangkok plastik lalu dimasukkan sebanyak 25 ekor larva.

pH dan suhu air dibuat optimum untuk pertumbuhan larva Cx. quinquefasciatus.

Pengamatan larva dilakukan setiap 24 jam setelah larva dimasukkan dalam

mangkok-mangkok dengan berbagai konsentrasi abu daun dan batang sereh, kemudian dihitung

jumlah larva yang mati sampai pada akhirnya semua larva mati, atau sampai semua

larva menjadi nyamuk. Konsentrasi yang menyebabkan kematian larva Cx. quinquefasciatus

sampai 80% digunakan sebagai konsentrasi patokan untuk uji inti.

Uji efikasi residu abu daun dan batang sereh terhadap larva Cx. quinquefasciatus

dilakukan pada berbagai konsentrasi abu daun dan batang sereh yang dapat membunuh

100% larva nyamuk larva Cx. quinquefasciatus. Abu daun dan batang sereh dimasukkan

pada mangkok plastik dengan berbagai tingkat konsentrasi yaitu 0,4 mg/300 ml; 0,8 mg/

300 ml; 1,6 mg/300 ml; 3,2 mg/300 ml; dan 6,4 mg/300 ml. Pada kelompok kontrol mangkok

plastik tidak diberi abu. Masing-masing mangkok plastik lalu dimasukkan sebanyak 25

ekor larva. pH dan suhu air dibuat optimum untuk pertumbuhan larva Cx. quinquefasciatus.

Pengamatan larva dilakukan setiap 24 jam setelah larva dimasukkan dalam

mangkok-mangkok dengan berbagai konsentrasi abu daun dan batang sereh, kemudian dihitung

jumlah larva yang mati sampai pada akhirnya semua larva mati, atau sampai semua

larva menjadi nyamuk.

Analisis data menggunakan uji Kruskal Wallis. Perbedaan dianggap bermakna

bila p < 0,05. Untuk menentukan LC 50, LC 90, dan LT 90 abu daun dan batang sereh,

digunakan metode Probit procedure yang merupakan prosedur statistik yang biasa

digunakan pada analisis bioassay (Yap dan Chong, 1993).

HASIL PENELITIAN

a. Uji Pendahuluan

Hasil uji pendahuluan menunjukkan bahwa konsentrasi 6,4 mg/300 ml abu daun

dan batang sereh merupakan konsentrasi kematian 80% larva Culex quinquefasciatus

(Tabel 1). Untuk selanjutnya konsentrasi tersebut digunakan sebagai patokan untuk uji

(5)

b. Uji Efikasi Residu Abu Daun dan Batang Sereh sebagai Larvasida Culex quinquefasciatus

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan rerata kematian larva Culex

quinquefasciatus pada berbagai konsentrasi abu daun dan batang sereh, dimana terdapat

kematian larva di atas 50% pada konsentrasi 3,2 mg/300 ml dan 6,4 mg/300 ml (Tabel 2).

Analisis perbedaan dengan uji Kruskal Wallis menunjukkan adanya perbedaan signifikan,

efikasi, residu abu daun dan batang sereh sebagai larvasida Culex quinquefasciatus.

Kelompok kontrol dari berbagai konsentrasi abu daun dan batang sereh tidak

didapatkan kematian larva Culex quinquefasciatus Hal ini membuktikan bahwa kematian

larva Culex quinquefasciatus pada kelompok perlakuan disebabkan oleh abu daun dan

batang sereh, bukan karena media atau variabel pengganggu yang lain (pH, suhu, makanan

larva).

c. Analisis Probit untuk menentukan Lethal Consentration (LC) 50 dan LC 90 residu abu

daun dan batang sereh sebagai larvasida Culex quinquefasciatus

LC (Lethal Concentration) 50 adalah konsentrasi abu dan dan batang sereh yang

dapat menyebabkan kematian larva Culex quinquefasciatus sebesar 50% berdasarkan

penghitungan statistik. LC 90 adalah konsentrasi abu dan dan batang sereh yang dapat

menyebabkan kematian larva Culex quinquefasciatus sebesar 90% berdasarkan

penghitungan statistik. Penentuan LC 50 dan LC 90 abu daun dan batang sereh dengan

metode Probit procedure merupakan prosedur statistik yang biasa digunakan pada analisis

bioassay (Yap dan Chong, 1993). Analisis data dengan Probit procedure menunjukkan

bahwa konsentrasi 1,83 mg/300 ml (dengan rentang terendah 1,69 mg/300 ml dan rentang

tertinggi 2,01 mg/300 ml) merupakan LC 50. LC 90 didapatkan pada konsentrasi 2,55 mg/

300 ml (dengan rentang terendah 2,32 mg/300 ml dan rentang tertinggi 2,88 mg/300 ml).

Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa

ekstrak tanaman orang aring yang mengandung minyak atsiri dapat digunakan sebagai

larvasida Aedes aegypti, dengan LC 50 0,3 mg/300 ml dan LC 90 0,9 mg/300 ml (Aminah et

al., 2001).

d. Analisis Probit untuk menentukan Lethal Time (LT) 90 pada konsentrasi residu abu

daun dan batang sereh yang melebihi LC 50 sampai konsentrasi yang mendekati LD

(6)

LT (Lethal Time) 90 adalah waktu yang dibutuhkan larvasida abu dan batang sereh

yang dapat menyebabkan kematian larva Culex quinquefasciatus sebesar 90% berdasarkan

penghitungan statistik. Penentuan berdasarkan hasil analisa Probit LC 50 dan LC 90,

maka penentuan LT 90 dimulai dari konsentrasi 1,6 mg/300 ml. Konsentrasi 1,6 mg/300

ml mempunyai LT 90 lebih lama dibandingkan LT 90 pada konsentrasi 3,2 mg/300 ml

(Tabel 3).

Tabel 1. Rerata kematian larva Culex quinquefasciatus pada uji pendahuluan berbagai konsentrasi abu daun dan batang sereh dalam mg/300 ml (pengamatan 24 jam)

Keterangan :

· Σ = Jumlah kematian larva tiap konsentrasi · X = Rerata kematian larva tiap konsentrasi · % = Prosentase kematian larva tiap konsentrasi

Setiap konsentrasi pengulangan menggunakan 25 ekor larva

Tabel 2. Rerata kematian larva Culex quinquefasciatus pada uji berbagai konsentrasi abu daun dan batang sereh dalam mg/300 ml (pengamatan 24 jam)

Keterangan :

· Σ = Jumlah kematian larva tiap konsentrasi · X = Rerata kematian larva tiap konsentrasi · % = Prosentase kematian larva tiap konsentrasi

(7)

Tabel 3. LT 90 berbagai konsentrasi abu daun dan batang sereh

PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa residu abu daun dan batang sereh efektif

sebagai larvasida Culex quinquefasciatus. Efektifitas ini diduga karena kandungan minyak

atsiri dalam residu abu daun dan batang sereh. Minyak atsiri dalam serai wangi pada

konsentrasi tertentu mempunyai sifat racun (desiscant) yang dapat membunuh nyamuk

Culex quinquefasciatus pada stadium larva (Kardinan, 2003). Hasil penelitian ini

mendukung penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa ekstrak tanaman orang

aring yang mengandung minyak atsiri dapat digunakan sebagai larvasida Aedes aegypti

(Aminah et al., 2001). Berdasarkan kedua penelitian ini, maka tanaman yang memiliki

kandungan minyak atsiri dalam bentuk ekstrak dan abu dapat dimanfaatkan sebagai

larvasida nyamuk, baik Aedes aegypti maupun Culex quinquefasciatus.

Abu daun dan batang sereh konsentrasi 3,2 mg/300 ml memiliki Lethal Time (LT)

90 sebesar 4,63 hari. Pemberian residu abu daun dan batang sereh konsentrasi 3,2 mg/

300 ml diduga dapat menghentikan siklus Culex quinquefasciatus sebelum menjadi pupa

(terjadi kegagalan pupasi), karena siklus hidup Culex quinquefasciatus dari telur sampai

pupa diketahui sekitar 8 – 12 hari sebelum menjadi nyamuk (Gandahusada et al., 2003).

KESIMPULAN

Residu abu daun dan batang sereh efektif sebagai larvasida Culex quinquefasciatus.

Lethal Concentration (LC) 50 residu abu daun dan batang sereh sebagai larvasida Culex

quinquefasciatus didapatkan pada konsentrasi 1,83 mg/300 ml, sedangkan LC 90

didapatkan pada konsentrasi 2,55 mg/300 ml. Lethal Time (LT) 90 yang dapat menyebabkan

kegagalan pupasi didapatkan pada konsentrasi 3,2 mg/300 ml abu daun dan batang

sereh.

SARAN

Penelitian konsentrasi minyak atsiri di dalam abu daun dan batang sereh perlu

dilakukan. Penelitian lanjutan di daerah endemik untuk mengetahui efektifitas residu

(8)

UCAPAN TERIMAKASIH

Kami sampaikan terimakasih kepada Dikti yang telah mendanai penelitian ini.

Terimakasih kami sampaikan juga kepada Lemlit Universitas Islam Sultan Agung

Semarang, Dekan Fakultas Kedokteran UNISSULA Semarang, Kepala Bagian beserta staf

laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran UNISSULA, yang telah memberikan fasilitas

dan bantuan pada pelaksanaan penelitian ini, sehingga penelitian ini dapat terlaksana

dengan baik dan lancar.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2005, E. L. F - Elimination of Lymphatic Filariasis (Eliminasi Filariasis Limfatik), Int/ http://www.kesehatandiy.go.id/file/ARTIKEL%2520FILARIASIS2.pdf, dikutip tgl 12.03.2006.

Aminah, S.N., Sigit, S.H., Partosoedjono, S., dan Chairul,2001, S. rarak D. metel dan E. prostata sebagai Larvasida Aedes aegypti, Cermin Dunia Kedokteran, 131: 8-10.

Benenson, S.A., 1990, Control of Commmunicable Disease in Man, 5th Edition, 75th Anniversary, Washington DC: 31-35.

Gandahusada, S., Ilahude, H., D., dan Pribadi, W., 2003, Parasitologi Kedokteran, Edisi Ketiga, FK UI, Jakarta: 223-224.

Gionar, Y.R., Zubaidah, S., Stoops, C.A., and Bangs, M.J., 2005, Penggunaan Metode Microtitre Plate Assay untuk Deteksi Gejala Kekebalan terhadap Insektisida OP pada Tiga Spesies Nyamuk di Indonesia, Prosiding Seminar Nasional Parasitologi dan

Entomologi dalam Peringatan Hari Nyamuk V, Bandung, 19 Agustus 2005.

Kandun, I.N., 2005, Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes RI,

Prosiding Seminar Nasional Parasitologi dan Entomologi dalam Peringatan Hari

Nyamuk V, Bandung, 19 Agustus 2005.

Kardinan, A., 2003, Tanaman Pengusir dan Pembasmi Nyamuk, Agro Media Pustaka, Jakarta: 235-237.

Komisi Pestisida Departemen Pertanian, 1995, Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida, Departemen Pertanian, Jakarta: 2.

Pidiyar, V.J., Jangid, K., Patole, M.S., and Shouche, Y.S., 2004, Studies on cultured and uncultured microbiota of wild Culex quinquefasciatus mosquito midgut based on 16S ribosomal RNA gene analysis, Am. J. Trop. Med. Hyg., 70(6): 597-603.

Yap, H.H. and Chong, N.L., 1993, Manual for Workshop on Laboratory Biological Evaluations of Household Insecticide Products, Edisi 2, Vector Contur Research Unit School of Biological Science University Sign Malaysia, Penang: 103-108.

Gambar

Tabel 1.Rerata kematian larva Culex quinquefasciatus pada uji pendahuluan berbagai
Tabel 3.LT 90 berbagai konsentrasi abu daun dan batang sereh

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan tugas akhir ini berjudul “Pengaruh Social Shopping, Shopping Status, Entertainment dan Overall Quality Terhadap Loyalty dimediasi Oleh Customer

Di sisi lain, Tiongkok menyatakan akan membalas dengan memberlakukan tarif impor terhadap produk impor AS senilai US$60 miliar pada 24 September.. Sentimen positif datang

Tidak dibenarkan mengeluar ulang mana-mana bahagian artikel, ilustrasi dan isi kandungan buku ini dalam apa juga bentuk dan dengan cara apa jua sama ada secara elektronik,

Hasil pengujian access time dilakukan dengan menggunakan 6 sampel data pengujian. Dari 6 data sampel pengujian dengan data sama setiap klik tombol rekomendasi,

Salah satu ketentuan yang diatur dalam Bahagian II Undang-undang ini adalah berkaitan dengan pencatatan perkawinan yang terdapat pada pasal 22 ayat (1) yang berbunyi

lokal, maka tentara Jepang tidak terlalu berperan, karena yang berperan di sini ialah hanya Tomatua- Tomatua (penasehat dalam pemerintahan) yang terlebih dahulu

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa potensi pajak reklame yang dimaksud adalah segala kempuan yang dimiliki pajak reklame untuk menjadi sumber penerimaan bagi

Pada masyarakat Jawa, transformasi nilai–nilai moral sebagai wujud pendidikan budi pekerti umumnya telah dilakukan melalui tembang (Setyadi, 2012). Dalam paradigma lama,