BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat terdiri dari beraneka ragam individu dalam alam merdeka
yang penuh dengan perjuangan hidup. Manusia dalam usahanya untuk
memperoleh sesuap nasi dan melindungi kehidupan keluarganya serta
mempertahankannya dari bahaya ataupun bencana baik yang datangnya dari
alam maupun dari manusia itu sendiri yang ada disekelilingnya mau tidak mau
harus terikat pada lingkungannya. Kita menerima dengan sadar bahwa manusia
mempunyai cara masing-masing, umpamanya saja dalam memenuhi kebutuhan
akan makan, jelas seribu satu macam cara akan dilaksanakan oleh setiap orang,
bahkan tidak jarang kita melihat dalam memenuhi kebutuhannya tersebut
manusia itu menjadi penjahat dalam bentuk seperti mencuri, merampok,
membunuh, menipu dan sebagainya. Tindakan kejahatan yang dilakukan oleh
seseorang tanpa memandang jenis kelaminnya, akan membawa sesorang
masuk ke dalam penjara dan mengakibatkan dirinya menjadi seorang
narapidana (Hamdan, 2005).
Narapidana wanita kebanyakan memiliki latar belakang yang traumatis
pada proses kehidupannya. Peristiwa traumatis ini berupa pengalaman menjadi
korban dari kekerasan fisik dan seksual, ketergantungan narkoba serta kondisi
kesehatan yang kurang terawat. Di Negara-negara miskin, wanita dimanfaatkan
oleh pengedar narkoba sebagai penyeludup dengan bayaran kecil, wanita
Pada tahun 2005, diseluruh dunia pernah terjadi bahwa lebih dari
setengah juta perempuan dan anak putri ditahan di lapas, baik untuk menunggu
proses pengadilan atau menjalani hukuman. Tiga kali jumlah ini, atau sekitar
1,5 juta orang akan di penjarakan sepanjang tahun (Walmsley, 2011). Hal
tersebut mengindikasikan bahwa jumlah narapidana wanita semakin bertambah
dari tahun ketahun. Peningkatan jumlah narapidana wanita menurut Briefings
(2013) pada kenyataannya jauh lebih tinggi daripada peningkatan jumlah
narapidana pria. Pada pertengahan tahun 1995 populasi wanita yang di penjara
di Inggris adalah 1.979 dan pada tahun 2010 jumlahnya menjadi 4.267,
meningkat 115% dalam 15 tahun.
Meningkatnya tindak kriminalitas dan penegakan hukum berdampak
pada banyak penghuni lapas. Namun, hingga saat ini kapasitas lapas belum
sebanding dengan jumlah penghuninya. Sudah menjadi fakta publik, kerusuhan
demi kerusuhan yang terjadi di dalam Lapas beberapa tahun terakhir ini
memiliki karakter sebab yang sama, yakni tidak seimbangnya antara kapasitas
bangunan dan jumlah penghuni penjara. Berdasarkan data yang diperoleh dari
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (2014) saat
ini ada 160.231 narapidana dan tahanan diseluruh Indonesia, sedangkan
normalnya lapas di Indonesia dapat menampung 109.695 narapidana dan
tahanan.
Hukuman yang diterima narapidana wanita serta berbagai hal lainnya
seperti rasa bersalah, hilangnya kebebasan, perasaan malu, sangsi ekonomi dan
dapat memperburuk dan mengintensifkan stresor sebelumnya menyebabkan
perasaan sedih pada wanita (Dianita, 2013). Analisis yang dilakukan oleh
Office for National Statistic (ONS) dalam memenuhi kebutuhan kesehatan
mental wanita di penjara didapati bahwa narapidana wanita mengalami
masalah tidur, mimpi buruk, depresi, gangguan konsentrasi, menjadi pelupa,
mengalami kecemasan (panik dan fobia), berbicara sendiri, serta menarik
diri/anti-sosial sebagai akibat dari stres yang mereka alami (O’Brien et al.,
2001 dalam Rickford, 2003).
Wanita di penjara memiliki beban yang lebih tinggi terkena gangguan
kesehatan kronis, gangguan kejiwaan, daripada pria (Bingswanger dkk, 2010).
Institute Psychiatry dalam penelelitiannya tentang wanita dalam penjara
(Women in Prison) menemukan bahwa 56% narapidana wanita didiagnosa
menderita penyakit mental, 50% tahanan wanita mengalami gangguan
kepribadian (Singleton et al., 1998 dalam HM Inspectorate of Prisons, 2005).
Hasil penelitian dari Social Exclusion Unit (2002) yang juga membahas tentang
wanita dalam penjara (Women in Prison) diperoleh bahwa 15% tahanan
dirawat di rumah sakit jiwa, 37% sebelumnya telah mencoba melakukan bunuh
diri, dan dari hasil wawancara yang dilakukan 1 dari 3 orang narapidana wanita
telah mencoba bunuh diri dan 11% narapidana telah merugikan dirinya sendiri
(HM Inspertorate of Prisons, 2005).
Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan oleh peneliti pada
tanggal 20 November 2014 di Lapas klas II.A wanita Tanjung Gusta Medan,
kelebihan kapasitas dari yang normalnya menampung 150 orang narapidana
wanita tetapi pada tahun 2014 ini sudah ada 365 narapidana wanita yang ada di
lapas klas II.A. Kasus yang paling banyak terjadi dari napi wanita adalah 80%
narkotika disusul dengan pembunuhan, perampokan, pencurian biasa,
pencurian menyebabkan kematian, trafiking, pemalsuan uang, dan penipuan.
Dari kondisi yang dilihat banyak hal yang menjadi sumber stres bagi
narapidana wanita di sana, seperti hilangnya kebebasan, tidak bisa bertemu
dengan keluarga, anak dan suami serta kurangnya kunjungan dari keluarga.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan 3 orang narapidana,
didapati bahwa mereka mengalami stres selama berada di lapas. Dampak dari
stres yang mereka alami adalah selera makan yang berkurang, merasa
bosan/suntuk, menarik diri dari lingkungan, sering menangis tanpa sebab dan
khawatir akan kehidupan mereka selanjutnya setelah keluar dari lapas. Bahkan
2 dari 3 narapidana yang diwawancarai, sempat memiliki pemikiran untuk
melakukan percobaan bunuh diri untuk mengakhiri masalahnya. Cara yang
sering mereka lakukan dalam menghadapi stres yang mereka alami adalah
dengan membawa masalahnya tidur. Dan dari hasil wawancara kepada petugas
lapas, didapati bahwa lapas wanita ini memiliki 2 orang perawat dan 1 orang
psikolog yang hadir setiap harinya tetapi para narapidana tidak pernah datang
mengunjungi psikolog yang ada di lapas untuk menceritakan kondisi mereka.
Data yang di peroleh dari psikolog lapas ada 2 orang yang melakukan
Ketika berada di lembaga pemasyarakatan, dalam menghadapi ataupun
meresponi stresor yang ada di lingkungan penjara banyak narapidana yang
melukai diri sendiri, bahkan bunuh diri, tapi sebelumnya tidak terlihat
gejala-gejala bahwa mereka sedang mengalami depresi. Perbuatan yang sering
dilakukan dalam melukai diri sendiri adalah memotong urat nadi, overdosis
obat, meloncat dari atap dan lain-lain. Tindakan percobaan bunuh diri/bunuh
diri dilakukan oleh narapidana karena mereka merasa sangat tertekan, hingga
merasa lebih baik mati saja. Ada cara yang dilakukan narapidana untuk
memanipulasi keadaan, sehingga ia dapat mengubah keadaan yang ia rasakan
karena merasa sangat putus asa, yaitu dengan cara mengajak petugas berbicara
tentang masalah pribadinya. Ada juga bentuk lain dari menyakiti diri sendiri,
tetapi tidak membahayakan nyawa seperti menggaruk kulit sampai
mengelupas, atau menelan sesuatu. Perilaku menggaruk kulit ini pada
umumnya terjadi pada pelanggar muda dan narapidana wanita (Cooke dkk,
2008).
Berdasarkan uraian di atas, ditemukan bahwa banyak hal di dalam
penjara yang menjadi stresor bagi narapidana wanita yang menyebabkan
mereka stres dan berdampak kepada gangguan kesehatan fisik maupun mental,
serta cara (koping) yang mereka lakukan juga beraneka ragam dari perilaku
yang menarik diri dari lingkungan, murung, melakukan tindakan kekerasan
bahkan percobaan bunuh diri, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang gambaran stres dan koping narapidana wanita di lembaga
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, Maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, “Bagaimana Stres yang dialami
oleh narapidana wanita dan bagaimana koping narapidana wanita di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Tanjung Gusta Medan?”
C. Pertanyaan penelitian
1. Bagaimana stres narapidana di lembaga pemasyarakatan wanita Tanjung
Gusta Medan?
2. Bagaimana koping narapidana di lembaga pemasyarakatan wanita Tanjung
Gusta Medan?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi stres dan koping
narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan wanita Tanjung Gusta Medan
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi hal-hal berikut ini:
1. Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendidik calon-calon perawat
kedepannya sehingga bisa membantu orang-orang yang sedang berhadapan
dengan sumber-sumber stres dalam hidupnya.
2. Pelayanan Keperawatan
yang sedang mengalami stres, dengan mengadakan penyuluhan-penyuluhan
tentang cara-cara yang adaptif untuk mengatasi stres yang sedang dihadapi.
3. Penelitian Keperawatan
Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat memberikan
informasi atau sumber data dalam melaksanakan penelitian lanjutan,
sehingga dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan dari penelitian ini.
4. Lembaga Pemasyarakatan
Diharapkan lembaga pemasyarakatan wanita lebih memperhatikan apa
yang menjadi kebutuhan psikologis narapidana, dan membantu mereka
dalam menghadapi masalah-masalah yang mereka hadapi selama menjalani
masa tahan, sehingga mereka memiliki psikologis yang sejahtera selama dan