• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Kerja Gotong royong Masyarakat Petani Padi di Indonesia - Memudarnya Sitem Kerja Bearian Pada Petani Padi Etnis Banjar(Di Desa Kota Datar, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Kerja Gotong royong Masyarakat Petani Padi di Indonesia - Memudarnya Sitem Kerja Bearian Pada Petani Padi Etnis Banjar(Di Desa Kota Datar, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Kerja Gotong royong Masyarakat Petani Padi di Indonesia

Gotong royong adalah kegiatan/Sistem Kerja yang dilakukan secara bersama - sama dalam mengerjakan atau membuat sesuatu. Begitu pula yang dimaksud kegotongroyongan merupakan cara kerja yang rasional dan efisien akan dibina tanpa meninggalkan suasana tertentu. Pola seperti ini merupakan bentuk nyata dari solidaritas mekanik yang terdapat dalam kehidupan masyarakat khususnya masyarakat petani padi di indonesia, sehingga setiap warga yang terlibat di dalamnya memiliki hak untuk dibantu dan berkewajiban untuk membantu, dengan kata lain di dalamnya terdapat azas timbal balik.

(2)

Dalam (Roucek dan Warren (1963:78) ) gotong royong berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama dan merupakan suatu proses yang paling dasar. Kerjasama merupakan sutau bentuk proses sosial dimana didalamnya terdapat aktifitas tertentu yang duitujukan untuk mencapai tujuan bersama dengan saling membantu dan saling memahami terhadap aktifitas masing-masing. Kerjasama atau belajar bersama adalah proses beregu (berkelompok) di mana anggota-anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil mufakat. Ruang kelas suatu tempat yang sangat baik untuk membangun kemampuan kelompok (tim), yang di butuhkan dalam suatu proses pengerjaan.

Menurut Soejono Soekamto (1987: 278) dalam Anjawaningsih (2006) menerangkan bahwa kerjasama merupakan ”Suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama oleh lebih dari satu orang. Kerjasama bisa bermacam-macam bentuknya, namun semua kegiatan yang dilakukan diarahkan guna mewujudkan tujuan bersama.” Sesuai dengan kegiatannya, maka kegiatan yang terwujud ditentukan oleh suatu pola yang disepakati secara besama-sama. Misalnya kerjasama di bidang sektor pertanian, kerjasama ini tentunya dilakukan oleh orang-orang yang berada dilingkungan sektor pertanian yang sama-sama memiliki tujuan yang sama.

2.2 Sistem Pengerjaan Lahan dengan Gotong royong

Beberapa istilah pengerjaan lahan dengan gotong royong di beberapa wilayah di Indonesia seperti,

(3)

Pada Di Sistem Kerja ini biasanya masyarakat terutama kaum perempuannya mengajak yang memiliki sawah padi mengajak beberapa orang wanita yang juga petani untuk ikut menanam padi, atau membersihkan lahan atau pula menuai padi. Ajakan tersebut disanggupi oleh petani lainnya tanpa bayaran materi. Namun imbalannya adalah mengerjakan atau ikut dalam kegiatan menanam padi, membersihkan lahan, maupun menuai pada sawah petani yang sudah diajak ikut belale tersebut. Sistem Kerja Belale' ini biasanya dilakukan pada waktu akan menanam padi, saat padi sudah tumbuh yang diikuti dengan membersihkan lahan dari rumput liar dalam bahasa Sambasnya disebut ''Merumput'' atau menuai padi yang dalam bahasa sambasnya disebut ''Beranyi''. Waktu pelaksanaannya biasanya lebih sering dilakukan pada siang hingga sore hari yaitu untuk jarak sawahnya jauh dari rumah biasanya dimulai dari jam 1 hingga 4 sore, tetapi jikalau lokasi sawahnya dekat dengan tempat tinggal biasanya dimulai setengah dua hingga pukul setengah 5 atau pukul lima.

(4)

di dalam web peci

2. Mandailing adalah salah satu etnis yang ada di Sumatera Utara. Sistem Kerja Marsialapari merupakan salah satu Sistem Kerja yang ada di masyarakat Mandailing. Marsialapari oleh masyarakat Mandailing dikenal sebagai suatu kegiatan tolong menolong dan gotong royong. Dimana pada saat itu masyarakat Mandailing secara sukarela dengan rasa gembira saling tolong menolong/ membantu saudara mereka yang membutuhkan bantuan, yang biasanya dilakukan di sawah. prosesi marsialapari dimulai dengan marsuaneme (menanam padi), Pada saat marsuaneme (menanam padi), dibantu oleh enam hingga sepuluh orang yang berasal dari teman atau sanak saudara, baik yang muda ataupun yang tua untuk marsialapari ke sawah. Dalam satu hari bisa selesai marsuaneme (menanam padi), hal ini dikarenakan adanya sistem gotong royong (marsialapari).

Meskipun marsialapari merupakan kerja sukarela tetapi ada pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki mendapat bagian pekerjaan yang tergolong lebih berat dari perempuan. Pekerjaan laki-laki berkaitan dengan perbaikan atau penyiapan saluran air, tanggul atau jalan. Sementara perempuan cenderung mengerjakan bagian-bagian yang berkaitan dengan penanaman dan pemanenan, puncaknya dari kegiatan marsialapariadalahmanyabi(panen).

(5)

3. Paser, merupakan nama salah satu kabupaten yang terdapat di wilayah Kalimantan timur, masyarakat petani padi di paser memiliki Sistem Kerja khas untuk pengerjaan lahan sawah dengan sistem gotong royong dimulai dengan kegiatan menebas ini dilakukan secara bersama – sama atau gotong royong dengan bahasa paser di sebutkan kegiatan nyempolo, jumlah masyarakat yang melakukan nyempolo berkisar 10 sampai 20 orang sehingga pekerjaan terasa ringan, sebelum membakar lahan sawah biasanya di lakukan penebasan semak belukar kegiatan seperti ini dalam bahasa orang paser berarti mombas atau menebas belantara semak belukar dengan tujuan untuk mematikan tumbuh tumbuhan yang tumbuh pada area perladangan, mulai tumbuhan yang kecil sampai yang besar untuk di musnahkan yang kemudian akan di bakar jika waktu yang di tentukan sudah memadai.

(6)

memasukan bibit padi ke lubang tanam secara bersama – sama, terkadang untuk memberikan semangat dalam menanam padi di lakukan sambil berantun dengan melempar pantun sesama gotong royong dan gotong royong ini dalam Sistem Kerja paser dinamakan Nyempolo.

Ketika musim panen datang maka rekan tetangga dan kerabat beramai – ramai memanen padi dengan perlengkapan seperti Tas anjat melingkar/ solong , alat pemotong padi/ Gerapan ( yang terbuat dari kayu dan silet ), dan para ibu mengunakan tudung, tudung merupakan alat penutup kepala dengan mengunakan kain sarung dengan teknik pelipatan tertentu, hasil panen yang dilakukan secara gotong royong ketika selesai di lakukan maka para kerabat melakukan pembagian dengan hasil bagi 3 : 1, dengan maksud bahwa dalam 3 kaleng, maka 2 kaleng untuk pemilik lahan dan satu kaleng untuk kerabat yang membantu proses panen tersebut. Dalam ( M.yusuf 2000)

Koentjaraningrat (1984 : 7) mengemukakan bahwa kegiatan gotong-royong di pedesaan sebagai salah satu cara untuk meringankan suatu pekerjaan, khususnya pada masyarakat petani padi di pedesaan. Hal tersebut menjadi ciri khas masyarakat petani padi di berbagai daerah di indonesia yang menggunakan Sistem Kerja gotong royong sebagai sistem dalam pengerjaan lahan sawah.

2.3 Modernisasi di Sektor Pertanian

(7)

cara-cara yang lebih maju. Perubahan-perubahan tersebut meliputi beberapa hal, antara lain dalam Sistem Kerja petani, pengelolahan tanah, penggunaan bibit unggul, pengunaan sarana-sarana produksi pertanian, dan penggunaan alat teknologi serta pengaturan waktu panen.

Menurut Sediono Tjondronegoro (1989), dan juga Margo Lyon (1970), fenomena modernisasi pertanian ini bisa dilihat dari indikator – indikator yang menyertainnya, yakni : Penggunaan tenaga dalam produksi padi, Usaha mengurangi biaya, sistem pengupahan buruh, Sistem panen yang dipakai yaitu dengan derep atau upah tebas, Adanya transaksi – transaksi yang di ukur dngan uang, Kesadaran akan nilai dan kepentingan akan uang, kecakapan menggunakan uang dan kebutuhan akan uang tunai.

(8)

Hasil penelitian Scott (Di terjemahkan oleh Hassan Bahari, 2000: 202). tentang petani, diuraikan dengan cermat bagaimana penggunaan alat teknologi itu telah merubah hubungan sosial. Karena penggunaan mesin pemanen dan perontok padi, kemudian pemilik tanah memutuskan hubungan dengan pekerja. Putusnya hubungan antara pemilik tanah dan para pekerja dan tersisihnya Sistem Kerja gotong royong membuat perbedaan antara kelas kaya dan miskin semakin nyata. Mesin juga telah merubah orientasi para tuan tanah, dari anggapan usaha sebagai salah satu fungsi sosial menjadi kerja sebagai upaya untuk mendapatkan keuntungan.

Penelitian Scott (Scott, 2000: 202). menunjukan bahwa penggunaan teknologi pertanian mempunyai dampak terhadap perubahan struktur masyarakat, dan akhirnya berpengaruh terhadap pola-pola institusional masyarakat. Kondisi ini akan memperluas struktur kemiskinan. Sedangkan tujuan dari pembangunan pertanian itu sendiri pada dasarnya adalah untuk memperkecil struktur kemiskinan. “Di dalam web Triyadi Rikky”

2.4 Pergeseran Tenaga Manusia pada Tenaga Mesin di Sektor Pertanian

(9)

Alat – alat untuk bercocok tanam tersebut sudah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu dan dari masa ke masa tentunya banyak mengalami berbagai macam perkembangan.

Dalam proses pengolahan lahan mulanya menggunakan cangkul yang digerakkan oleh tenaga manusia selain itu tenaga manusia juga dipergunakan untuk menebas rumput dengan menggunakan parang/sabit dengan sistem upah maupun sistem gotong royong, akan tetapi seiring perkembangan zaman kurang efektif, karena dengan menggunakan tenaga manuia yang dikeluarkan tidak sebanding dengan luas tanah yang akan diolah. karena dalam hal ini manusia mempunyai peranan yang dominan didalam menggerakan alat dimaksud, sehingga produktifitas kinerja tegantung kepada kekuatan atau tenaga manusia itu sendiri, selain itu juga membutuhkan waktu yang cukup lama jika lahan yang akan ditanami cukup luas.

Menggunakan bajak sawah yang ditarik oleh hewan, seperti kerbau, sapi ataupun kuda . Secara fisik kondisi tanah hasil pekerjaan bajak dengan kerbau (angleran) teksturnya lebih halus, hal itu dikarenakan pijakan terhadap tanah lebih intensif, serta kaya akan pupuk organik yang berasal dari kotoran kerbau. Dengan menggunakan bajak, para petani dapat mempersingkat waktu dalam mengolah tanah agar secepatnya bisa segera ditanami.

(10)

Seiring berkembangnya teknologi pada sektor petanian serta adanya pemikiran kearah peningkatan produksi secara cepat dan berklanjutan, berdampak kepada perubahan alat pengolah lahan atau tanah, penggunaan bajak dengan tenaga kerbau sudah mulai ditinggalkan dan beralih menggunakan jasa traktor yaitu alat yang menggunakan tenaga mesin sebagai penggeraknya, dengan bentuk yang di rancang menyerupai kendaraan bermotor serta mengunakan bahan bakar, alat ini disebut dengan traktor. Penggunaan alat pengolahan lahan yang menggunakan kekuatan tenaga mesin ( traktor ) dipandang lebih produktif serta efisien, karena dalam penggunaannya manusia yang mengendalikan alat tersebut. Sehingga tanah akan lebih cepat diolah dan ditanami.

2.5 Pergeseran Nilai – nilai Sistem Kerja Lokal Pada Pedesaan

Petani di Indonesia saat ini mengalami pergeseran nilai – nilai lokal dengan seiring majunya teknologi atau alat – alat yang mereka pergunakan pada sektor pertanian saat ini, sistem pertanian yang mereka pakai, topogrfi atau kondisi – kondisi fisik-geografik lainnya. Dengan mekanisasi pertanian yang modern dan berwawasan agribisnis dikembangkan dan dibangun dari pertanian Sistem Kerjaonil melalui proses modernisasi.

(11)

ilmu dan teknologi. Sehinga pergeseran nilai dan peran sosial budaya terjadi, karena modernisasi menurut Schoorl (1991) tidak sama persis dengan pembangunan.

Adapun nilai Sistem Kerja Lokal yang mulai tergeser adalah : 1. Nilai Kebersamaan

Pudarnya nilai kebersamaan yang terjadi pada petani padi, tentunya tidak terjadi begitu saja, namun telah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kemudian masyarakat petani mulai berubah, sehingga meninggalkan kebiasaan-kebiasan Sistem Kerja dahulu (Sistem Kerjaonal) menjadi modern. Dan mengakibatkan mulai luntur kebersamaan antar petani sehingga terjadinya pudarnya solidaritas petani padi dan menjadi petani yang individual. Selain itu adanya sistem tolong menolong, yaitu dalam tambahan tenaga bantuan dalam pekerjaan pertanian tidak disewa tetapi tolong menolong secara bergantian serta pudarnya nilai kebersamaan dalam Penyelesaian masalah menggunakan musyawarah dimana masyarakat berkumpul untuk membahas masalah yang terjadi saat itu di desa.

(12)

2. Nilai Agama (kepercayaan),

Nilai kepercayaan selalu mendominasi dalam setiap langkah para petani sangat berperan penting dalam menjalankan kehidupan dengan tata cara dari kepercayaan yang diyakini, Kenyataan ini dapat dibuktikan dengan adanya kebiasan para petani yang mencari dan menentukan hari dan bulan baik untuk bercacok tanam dan memanen hasil pertaniannya. Sebelum pelaksanaan panen padi misalnya, di sekeliling sawah/ladang selalu didahului dengan acara do’a dan selamatan bersama agar hasil panenya meningkat dan mendapatkan perlindungan dan berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Eksistensi nilai agama (kepercayaan) tersebut, setelah hadir dan diterapkanya teknologi telah bergeser dan bahkan ada yang telah hilang sama sekali diganti oleh nilai-nilai yang bersifat rasional. Hal ini menunjukan bahwa cara dan tingkat rasionalitas berfikir mereka semakin meningkat dan bertambah maju, sementara nilai-nilai agama (kepercayaan) makin luntur dan memudar.

(13)

Agama menurut Durkheim (dalam Kamanto, 2004:67) adalah suatu sistem terpadu yang terdiri atas kepercayaan-kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci, dan bahwa kepercayaan dan praktik tersebut mempersatukan semua orang yang beriman ke dalam suatu komunitas moral yang dinamakan umat. Semua benda yang ada di dunia ini baik benda yang nyata maupun yang berwujud ideal memiliki pembagian, dan hal ini dibagi menjadi dua kelompok yang bertentangan, yaitu hal yang bersifat profan dan hal yang bersifat suci (sacred).

3. Nilai Gotong royong (tolong menolong)

Jika ada tetangga yang melaksanakan hajatan. Ketika petani mau menanam padi atau panenan, pemilik lahan hanya menyediakan makan pagi dan siang atau makan kecil. Jadi, kalau ada diantara mereka menanam atau memanen, maka warga yang lainnya ikut gotong royong dan begitu sebaliknya, terjadi semacam barter tenaga. Sekarang keadaanya telah bergeser, kalau mau bercocok tanam atau panenan sudah harus memperhitungkan upah.

(14)

2.6 Komersialisasi di Sektor Pertanian

Komersialisasi pada sektor pertanian merupakan suatu upaya pengembangan dan usaha pemasaran suatu produk dari hasil panen, proses dan penerapan ini dalam kegiatan produksi. Hal ini karena pengaruh penggunaan sarana produksi yang harus dibeli dari luar desa. Komersialisasi itu muncul bukan dari hubungan harga, melainkan dari kenaikan hasil-hasilnya yang sangat besar. Kenaikan ini menyebabkan surplus yang besar bagi tuan tanah. Para petani kaya dengan kelebihan surplus yang mereka peroleh dari hasil panennya, telah mengumpulkan sebagian besar tanah di tangan mereka dan kemampuan yang lebih besar lagi untuk menanam lebih intensif dalam memperbesar surplus mereka.

Kegiatan ini merupakan rangkaian yang cukup kompleks dengan melibatkan berbagai aspek yang mencakup kebijakan ekonomi, sumberdaya manusia, investasi, waktu, lingkungan pasar, dan sebagainya. Komersilisasi pada sektor pertanian menyebabkan mengikisnya nilai Sistem Kerja kearifan lokal yang ada pada setiap daerah. Karena dengan munculnya komersialisasi petani dipengaruhi dengan cara hanya mencari keuntungan dari hasil panen yang banyak dan lebih cepat. Dengan demikian secara tidak langsung mempengaruhi pola fikir petani yang Sistem Kerjaonal menjadi moderen.

(15)

yang dihasilkan menjadi lebih bagus dari sebelumnya. kekreatifan petani agar menghasilkan produk hasil pertanian menjadi lebih mahal dan menjadikannya produk unggul untuk di komersialisasasikan pada pasar.

Keberadaan komersiaisasi di sektor pertanian dapat terjadinya perubahan – perubahan besar dalam kehidupan agraria yang menghasilkan suatu kelas penggarap yang semakin besar dan kelangsungan petani yang akan ketergantungan pada teknologi disektor pertanian yang menjanjikan mempercepat Sistem Kerja petani dan dianggap lebih efektif ketimbang dengan cara gotong royong dan dengan penggunaan alat Sistem Kerjaonal. Namun, dengan demikian berimbas pada memudarnya Sistem Kerja sistem pertanian dengan nilai Sistem Kerjaonal yang ada.

2.7 Solidaritas Sosial

(16)

conscience collective yaitu suatu sistem kepercayaan dan perasaan yang menyebar merata pada semua anggota masyarakat. Lambat laun pembagian kerja dalam masyarakat semakin berkembang sehingga solidaritas mekanik berubah menjadi solidaritas organik. Pada masyarakat dengan solidaritas organik masing-masing anggota masyarakat tidak lagi dapat memenuhi semua kebutuhanya sendiri melainkan ditandai oleh saling ketergantungan yang besar dengan orang atau kelompok lain. Solidaritas organik merupakan suatu sistem terpadu yang terdiri atas bagian yang saling tergantung. Berbeda dengan solidaritas mekanik yang didasarkan pada hati nurani kolektif maka solidaritas organik didasarkan pada hukum dan akal.

(17)

melakukan kerjasama dalam menangani permasalahan yang menjadi kepentingan bersama. Karena solidaritas sosial adalah kekuatan persatuan internal dari suatu kelompok dan merupakan suatu keadaan hubungan antara individu atau kelompok yang didasarkan dari perasaan moraldan kepercayaaan yang dianut bersama.

2.8. Penelitian Terdahulu

Peneliti mengambil hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tujuan penelitian untuk menjadi inspirasi dan gambaran dalam melaksanakan penelitian. Dalam hal ini, peneliti mengambil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan dan berhubungan dengan memudarnya Sistem Kerja gotong royong antara lain, penelitian yang dilakukan oleh Tikah radzi (2012) yang melihat tentang Sistem Kerja gotong royong semakin memudar di kalangan masyarakat. Dalam hasil penelitiannya, pudarnya Sistem Kerja gotong royong yang ada di lokasi penelitian gotong-royong dikatakan semakin pudar selaras dengan perubahan waktu. Salah satu sebabnya dikaitkan dengan masyarakat kini yang lebih bersifat materialistik. Pada zaman nenek moyang kita, sesuatu kerja dapat dilakukan secara bersama dan bermuafakat dengan tidak terbabit perhitungan upah atau kewangan. Tetapi pada zaman moden kini, setiap sesuatu perkerjaan, usaha dan kegiatan dikaitkan dengan konsep upah. Masyarakat moden sentiasa mengejar kemajuan, Kemajuan pula dikaitkan dengan kebendaan. Umumnya aspek kerjasama dan semangat gotong-royong tidak mendapat perhatian oleh anggota-anggota masyarakat.

(18)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji statistik dengan menggunakan analisis Chi-square diketahui bahwa nilaip < 0,001, hal ini mempunyai arti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan

Skripsi yang berjudul, “ Pengaruh Pemberian Terapi Musik Klasik Terhadap Kemampuan Berbahasa pada Anak Autis di Taman Pelatihan Harapan Makassar ,” yang disusun

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah pada anak sekolah dasar di Distrik

dan  dapat  menerapkannya  didalam  kehidupan  berbangsa  dan

B 872 KR Effects of Gromax ® Supplementation on Growth Performance, Carcass Traits, Blood Profiles and Secretion of IGF-1 in Broiler

Hal ini berarti bahwa: (1) upaya untuk memperoleh kualitas bahan pangan yang baik harus dimulai dari sejak pra-panen sampai pascapanen, dan (2) negara-negara berkembang didiskreditkan

Penulisan dan penelitian yang bertema tentang kondisi Kota Mojokerto pada masa pemerintahan Walikota Samioedin mengacu pada pembangunan bidang sosial, ekonomi, dan

Hubungan yang terjadi pada lantrak pemerintah adalah hubungan hukum yang bersifat privat, sehingga penyelesaian sengketa iasa konstruksi masuk dalam ,onih hukum