• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakikat Matematika SD 2.1.1.1 Pengertian Matematika - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas 4 SDN Kutowinangun 11 Menggunakan Mod

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakikat Matematika SD 2.1.1.1 Pengertian Matematika - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas 4 SDN Kutowinangun 11 Menggunakan Mod"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Hakikat Matematika SD

2.1.1.1 Pengertian Matematika

Istilah matematika bersumber dari bahasa Latin mathematika yang awalnya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Lebih lanjut terdapat berbagai pengertian matematika menurut para ahli. “Matematika ialah kumpulan dari kebenaran dan aturan, ilmu matematika bukan sekedar hanya berhitung saja. Matematika merupakan suatu bahasa, kegiatan untuk pem-bangkitan masalah serta untuk memecahkan suatu masalah, kegiatan untuk menemukan serta untuk mempelajari pola dan hubungan” (Riedesel, 1996). Matematika merupakan ilmu pasti yang memuat fakta dan kaidah matematis. Dalam matematika kebanyakan menekankan pada berhitung. Selain itu, matematika terdiri dari bahasa simbol. Simbol-simbol matematika ditulis dengan ringkas tetapi memiliki makna yang luas. Ada baiknya dalam pembelajaran matematika terdapat kegiatan menciptakan masalah beserta cara menyelesaikannya.

“Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran” (Russeffendi, 1992: 148). Matematika biasanya memerlukan logika untuk mempelajarinya. Matematika terbentuk oleh adanya akal pikiran manusia, metode, dan logika. Akal manusia dan logika menuntun pada metode atau cara yang dipakai untuk menyelesaikan masalah matematis. Dalam pembelajaran matematika selain hasil, proses juga sangat penting.

(2)

pemberian ilmu pengetahuan menempuh jalinan aktivitas yang tersusun sehingga memudahkan siswa dalam memperolehnya.

Berdasarkan berbagai pengertian matematika yang telah dijelaskan dapat dilakukan kajian analisis secara komprehensif pada semua definisi tersebut. Analisis mencakup kata kunci yang tercatat dalam pengertian di atas.

Tabel 2.1.

Analisis Konstruk Matematika

Kata Kunci Riedesel Russeffendi Gatoto

Kebenaran √ - -

Aturan √ - -

Berhitung √ - -

Bahasa √ - -

Pembangkitan √ - -

Masalah √ - -

Pemecahan √ Penalaran -

Kegiatan √ Proses Pengalaman

Menemukan √ - -

Mempelajari √ - Memperoleh

Berhubungan Pola hubungan √ -

Ide - √ -

Terencana - - √

Pengetahuan - - √

Berdasarkan Tabel 2.1. tampak bahwa setiap ahli memiliki kata kunci masing-masing dalam membangun pengertian matematika. Oleh karena itu, selain menggabungkan kata-kata kunci tersebut, perlu adanya penambahan kata-kata kunci yang belum ada pada tiga pengertian tersebut. Beberapa kata kunci yang dapat ditambahkan yaitu:

(3)

Terstruktur maksudnya dalam pembelajaran matematika guru sebaiknya merancang keadaan siswanya supaya bisa memahami konsep-konsep yang akan digali berangkat dari yang mudah ke yang lebih sukar.

2. Pembelajaran matematika sebaiknya bermakna

Ketika memberikan pelajaran matematika hendaknya dibuat bermakna. Siswa diwajibkan dapat menemukan pengetahuannya sendiri melalui kaidah matematis. Guru diharapkan memiliki pengetahuan yang cukup untuk membuat pembelajaran yang mendorong siswa untuk menemukan pengetahuannya.

3. Matematika merupakan ilmu pemahaman bukan hapalan

Dalam mempelajari matematika perlu adanya pemahaman. Pemahaman berarti mengerti konteks tentang suatu hal. Memahami matematika akan mempermudah dalam menyelesaikan masalah matematis, karena matematika biasanya memiliki pola yang dapat dilihat ketika sudah paham akan konteks yang sedang dipelajari.

4. Matematika memiliki kegunaan pada mata pelajaran lain

Belajar matematika melatih kita menjadi manusia yang lebih teliti, cermat, dan tidak ceroboh dalam bertindak. Belajar matematika juga mengajarkan kita menjadi orang yang sabar dalam menghadapi semua hal dalam hidup ini. saat kita mengerjakan soal dalam matematika yang penyelesaiannya sangat panjang dan rumit, tentu kita harus bersabar dan tidak cepat putus asa. Jika ada langkah yang salah, coba untuk diteliti lagi dari awal. Sehingga matematika memiliki manfaat untuk mendukung pengetahuan yang lain.

5. Matematika berguna bagi kehidupan sehari-hari

(4)

2.1.1.2 Kompetensi Dasar Pembelajaran Matematika SD

Kompetensi Setelah Mempelajari Matematika di Sekolah Dasar /Madrasah Ibtidaiyah (Permendikbud, 2016).

Tabel 2.2.

Kompetensi matematika untuk SD/MI

Aspek Kompetensi Matematika SD/MI

1-3 4-6

Bilangan Menggunakan bilangan cacah, pecahan sederhana dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari

Menggunakan bilangan bulat, prima, pecahan, kelipatan dan faktor, pangkat dan akar sederhana dalam pemecahan masalah kehidupan garis, pengukuran (berat, panjang, luas, volume, sudut,

waktu, kecepatan, dan debit), letak dan koordinat suatu benda dalam pemecahan masalah kehidupan

Berikut merupakan Kompetensi Dasar Pembelajaran Matematika SD semester 2: Tabel 2.3.

Kompetensi Dasar Pembelajaran Matematika SD Semester 2

Kompetensi Dasar Materi

dibulatkan menjadi 12 cm dan 24,7 kg dibulatkan menjadi 25 kg  Mengidentifikasi cara pembulatan

ke atas, contoh: 12,6 cm dibulatkan menjadi 13 cm; 28,9 kg dibulatkan menjadi 29 kg  Mengukur benda-benda di sekitar

(5)

Kompetensi Dasar Materi

 Mengenal berbagai bentuk segi banyak beraturan dan tak

beraturan dari gambar atau poster  Membuat diagram

pengelompokan segi banyak beraturan dan tak beraturan dan menjelaskan alasannya datar persegi, persegi panjang dan segitiga

 Melakukan eksplorasi pengukuran bangun datar persegi,persegi yang melibatkan keliling dan luas daerah (persegi, persegipanjang, segitiga)

 Menyajikan penyelesaian permasalahan yang melibatkan keliling dan luas daerah (persegi, persegipanjang, segitiga)

(6)

Kompetensi Dasar Materi

 Menafsirkan data yang disajikan dalam bentuk diagram batang  Membuat diagram batang dari

sekumpulan data yang berbeda yang berkaitan dengan data dan pengukuran

 Menentukan alat pengukur sudut yang sesuai untuk mengukur berbagai macam bentuk sudut yang berbeda pada bangun datar  Menggunakan bussur derajat

untuk mengukur sudut pada bidang datar

(7)

Ciri-ciri anak-anak pada tahap ini dapat memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit, belum dapat berpikir deduktif, berpikir secara transitif. Contoh : 2+2 = 4; 4+2=6; 6+2=8; 10+2=12. Proses ini sudah dapat dipahami oleh siswa.

Sebagaimana kita ketahui, matematika adalah ilmu deduktif, formal, hierarki dan menggunakan bahasa simbol yang memiliki arti yang padat. Karena adanya perbedaan karakteristik antara matematika dan anak usia SD, maka matematika akan sulit dipahami oleh anak SD jika diajarkan tanpa memperhatikan tahap berpkir anak SD. Seorang guru hendaknya mempunyai kemampuan untuk menghubungkan antara dunia anak yang belum dapat berpikir secara deduktif agar dapat mengerti matematika yang bersifat deduktif. Matematika yang merupakan ilmu dengan objek abstrak dan dengan pengem-bangan melalui penalaran deduktif telah mampu mengembangkan model-model yang merupakan contoh dari sistim itu yang pada akhirnya telah di-gunakan untuk memecahkan persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Matematika juga dapat mengubah pola pikir seseorang menjadi pola pikir yang matematis, sistimatis, logis, kritis dan cermat. Tetapi sistem matematika ini tidak sejalan dengan tahap perkembangan mental anak, sehingga yang dianggap logis dan jelas oleh orang dewasa pada matematika, masih merupakan hal yang tidak masuk akal dan menyulitkan bagi anak.

Faktor-faktor lain yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran matematika, selain bahwa tahap perkembangan berpikir siswa SD belum formal atau masih konkrit adalah adanya keanekaragaman intelegensi siswa SD serta jumlah siswa SD yang cukup banyak dibandingkan guru yang mengajar matematika. Matematika yang dipelajari oleh siswa SD dapat digunakan oleh siswa SD untuk kepentingan hidupnya sehari-hari dalam kepentingan lingkungannya, untuk membentuk pola pikir yang logis, sistimatis, kritis dan cermat dan akhirnya dapat digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain

Ciri-ciri Pembelajaran Matematika di SD (Suwangsih dan Tiurlina, 2006: 14) yaitu:

(8)

Pendekatan spiral dalam pembelajaran matematika merupakan pendekatan dimana pembelajaran konsep atau suatu topik matematika selalu mengaitkan atau menghubungkan dengan topik sebelumnya. Topik sebelumnya dapat menjadi prasyarat untuk dapat memahami dan mempelajari suatu topik matematika. Topik baru yang dipelajari merupakan pendalaman dan perluasan dari topik sebelumnya. Konsep diberikan dimulai dengan bentuk pemahaman yang lebih abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum digunakan dalam matematika. 2. Pembelajaran matematika bertahap

Materi pelajaran matematika diajarkan secara bertahap yaitu dimulai dari konsep-konsep yang sederhana, menuju konsep yang lebih sulit. Selain itu pembelajaran matematika dimulai dari yang konkret, ke semi konkret dan akhirnya kepada konsep abstrak. Untuk mempermudah siswa memahami objek matematika maka benda-benda konkrit digunkan pada tahap konkrit, kemudian ke gambar-gambar pada tahap semi konkrit dan akhirnya ke simbol-simbol pada tahap abstrak.

3. Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif

Matematika merupakan ilmu deduktif. Namun karena sesuai tahap perkembangan mental siswa maka pada pembelajaran matematika di SD digunakan pendekatan induktif.

Contoh: Pengenalan bangun-bangun ruang tidak dimulai dari definisi, tetapi dimulai dengan memperhatikan contoh-contoh dari bangun tersebut dan mengenal namanya. Menentukan sifat-sifat yang terdapat pada bangun ruang tersebut sehingga didapat pemahaman konsep bangun-bangun ruang itu.

4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi

(9)

SD pembelajaran matematika dilakukan dengan cara indukti tetapi pada jenjang selanjutnya generalisasi suatu konsep harus secara deduktif.

5. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna.

Pembelajaran secara bermakna merupakan cara mengajarkan materi pelajaran yang mengutamakan pengertian dari pada hafalan. Dalam belajar bermakna aturan-aturan, sifat-sifat, dan dalil-dalil tidak diberikan dalam bentuk jadi, tetapi sebaliknya aturan-aturan, sifat-sifat dan dalil-dalil ditemukan oleh siswa melalui contoh-contoh secara induktif di SD kemudian dibuktikan secara deduktif pada jenjang selanjutnya.

Secara umum, pembelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kecakapan atau kemahiran matematika. Kecakapan atau kemahiran matematika merupakan bagian dari kecakapan hidup yang harus dimiliki peserta didik terutama dalam pengembangan penalaran, komunikasi, dan pemecahan masalah (problem solving) yang dihadapi dalam kehidupan peserta didik sehari-hari. Matematika selalu digunakan dalam segala segi kehidupan. Semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai, merupakan sarana komunikasi yang logis, singkat dan jelas, dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan, memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang, mengembangkan kreativitas, dan sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(10)

Pembelajaran matematika di SD/MI diarahkan untuk mendorong peserta didik mencari tahu dari berbagai sumber, mampu merumuskan masalah bukan hanya menyelesaikan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu, pembelajaran diarahkan untuk melatih peserta didik berpikir logis dan kreatif bukan sekedar berpikir mekanistis serta mampu bekerja sama dan berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah. Pembelajaran matematika dilakukan dalam rangka mencapai kompetensi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Pengembangan kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial dilaksanakan melalui kegiatan pembelajaran tidak langsung (Indirect Teaching).

Silabus mata pelajaran Matematika SD/MI disusun dengan format dan penyajian/penulisan yang sederhana sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan oleh guru. Penyederhanaan format dimaksudkan agar penyajiannya lebih efisien, tidak terlalu banyak halaman namun lingkup dan substansinya tidak berkurang, serta tetap mempertimbangkan tata urutan (sequence) materi dan kompetensinya. Penyusunan silabus ini dilakukan dengan prinsip keselarasan antara ide, desain, dan pelaksanaan kurikulum; mudah diajarkan oleh guru (teachable); mudah dipelajari oleh peserta didik (learnable); terukur pencapainnya (measurable); dan bermakna untuk dipelajari (worth to learn) sebagai bekal untuk kehidupan dan kelanjutan pendidikan peserta didik.

(11)

Pembelajaran di SD/MI dari kelas 1 sampai dengan kelas 6 dilaksanakan sebagai pembelajaran tematik terpadu. Silabus Tematik Terpadu SD/MI telah disusun terpisah dengan dokumen ini sebagai acuan dalam menyusun perencanaan pembelajaran dan pelaksanaan di sekolah. Namun demikian, bagi guru yang ingin menyusun sendiri pembelajaran tematik terpadu, dapat menggunakan dokumen Silabus Mata Pelajaran Matematika SD/MI ini dan silabus mata pelajaran lainnya di SD sebagai acuan.

Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik, guru harus mampu mengorganisir semua komponen sedemikian rupa sehingga antara komponen yang satu dengan lainnya dapat berinteraksi secara harmonis. Salah satu komponen dalam pembelajaran adalah pemanfaatan berbagai macam strategi dan metode pembelajaran secara dinamis dan fleksibel sesuai dengan materi, siswa dan konteks pembelajaran. Sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat memilih model pembelajaran serta media yang cocok dengan materi atau bahan ajar. 2.1.2 Model Pembelajaran Discovery Learning

2.1.2.1 Pengertian Discovery Learning

Ditinjau dari katanya, discovery berasal dari bahasa Inggris discover yang berarti menemukan, sedangkan discovery adalah penemuan. Dalam kaitannya dengan pendidikan, “discovery adalah proses pembelajaran yang menitikberatkan pada mental intelektual para anak didik dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi, sehingga menemukan suatu konsep atau generalisasi yang dapat diterapkan di lapangan” (Hamalik, 1994: 90). Dengan kata lain, kompetensi mental intelektual merupakan alasan yang menentukan keberhasilan siswa dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Selain itu, siswa juga dapat mengatasi masalah belajar yang membuat mereka sering kehilanagan semangat dan motivasi ketika mengikuti pelajaran.

(12)

satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Itulah sebabnya, seorang guru bukan hanya menjadi pengajar, tetapi juga pemberi motivasi supaya mental siswa dapat berkembang.

Tokoh yang pertama kali memperkenalkan Discovery Learning adalah Bruner. Munculnya Discovery Learning, tidak lepas dari kejenuhannya melihat praktik pengajaran yang tidak melibatkan siswa secara langsung. Itulah sebabnya, ia ingin memperbaiki pembelajaran yang selama ini hanya mengarah pada menghafal fakta-fakta dan tidak memberikan pengertian tentang konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang terdapat dalam pelajaran (Illahi, 2012: 41). Melalui pembelajaran Discovery Learning, potensi intelektual siswa akan semakin meningkat. Selain itu, dengan menekankan Discovery Learning, siswa akan belajar mengorganisasi dan menghadapi problem dengan metode mencari pemecahan masalah sendiri. Sehingga yang terjadi adalah siswa akan mencapai kepuasan karena telah menemukan pemecahan sendiri dan dengan pengalaman tersebut, siswa dapat meningkatkan teknik pekerjaannya melalui masalah-masalah nyata di lingkungannya.

2.1.2.2 Karakteristik Model Pembelajaran Discovery Learning

Model pembelajaran Discovery Learning memberikan kesempatan penuh kepada siswa untuk berpikir secara rasional dan diharapkan mampu menghasilkan suatu kesimpulan yang dapat dijadikan rumusan dalam bentuk nyata. Pembelajaran Discovery Learning menanifestasikan kesiapan mental dan fisik sebagai dasar dalam memahami suatu pelajaran. Berikut merupakan kelebihan-kelebihan pembelajaran Discovery Learning:

1. Dalam penyajian bahan pembelajaran Discovery Learning, digunakan kegiatan dan pengalaman langsung (Illahi, 2012: 70). Pembelajaran tersebut akan lebih tidak membosankan dan memungkinkan penanaman konsep-konsep abstrak yang memiliki makna.

(13)

diberikan guru, sehingga mereka dapat bekerja untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri.

3. Discovery Learning merupakan suatu model pemecahan masalah (Illahi, 2012: 70). Dengan model ini, siswa dimotivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban dari masalah. Siswa dituntut untuk menganalisis informasi, tidak hanya menerima saja.

4. Salah satu manfaat yang dapat diperoleh dari pembelajaran Discovery Learning adalah munculnya sikap keilmiahan siswa (Arinawati, dkk, 2014). Contoh dari sikap keilmiahan siswa yaitu sikap objektif dan rasa ingin tahu. Terjadinya rasa ingin tahu siswa mengakibatkan siswa akan lebih bersemangat untuk belajar. keingintahuan siswa juga memberikan dorongan bagi siswa untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan atau masalah-masalah yang muncul.

5. Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya (Dahar, 2011: 80). Dengan sejumlah transfer secara langsung, maka kegiatan pembelajaran Discovery Learning akan lebih mudah di serap oleh siswa dalam memahami kondisi tertentu yang berkenaan dengan aktivitas pembelajaran.

6. Pengetahuan yang diperoleh bertahan lebih lama (Dahar, 2011: 80). Melalui pembelajaran penemuan, informasi yang dicerna siswa dengan caranya sendiri akan lebih lama diingat atau mudah diingat.

7. Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas (Dahar, 2011: 80). Belajar penemuan melatih ketrampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain.

(14)

informasi yang diperlukan hanya disajikan oleh guru atau lingkungan pembelajaran ekspositori (Van Joolingen, 1998: 386).

Beberapa kelemahan dalam penerapan model Discovery Learning yaitu:

1. Pembelajaran menggunakan Discovery Learning membutuhkan waktu yang lebih lama (Illahi, 2012: 72). Hal ini disebabkan untuk bisa memahami model pembelajaran ini, dibutuhkan tahapan-tahapan panjang dan kemampuan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.

2. Bagi siswa kelas rendah, kemampuan berpikir rasional mereka masih terbatas (Illahi, 2012: 72). Dalam pembelajaran Discovery Learning, dibutuhkan mereka yang sudah matang dalam berpikir rasional mengenai suatu konsep atau teori. Kemampuan berpikir rasional dapat mempermudah pemahaman yang memerlukan kemampuan intelektualnya. 3. Faktor kebudayaan dan kebiasaan. Pembelajaran Discovery Learning

menuntut kemandirian, kepercayaan kepada dirinya sendiri, dan kebiasaan bertindak sebagai subjek (Illahi, 2012: 73). Belajar penemuan mem-butuhkan kebiasaan yang sesuai dengan kondisi siswa. Tuntutan-tuntutan tersebut, setidaknya akan memberikan keterpaksaan yang tidak biasa dilakukan dengan menggunakan aktivitas yang biasa dalam proses pembelajaran.

2.1.2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Discovery Learning

Langkah-langkah dalam mengaplikasikan model Discovery Learning di kelas terdiri dari langkah persiapan dan prosedur pembelajaran. Langkah Persiapan model Discovery Learning:

1. Menentukan tujuan pembelajaran.

2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).

3. Memilih materi pelajaran.

4. Menentukan topik-topik yang harus dipelajarisiswapeserta didiksecara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).

(15)

6. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.

7. Melakukan penilaian proses dan hasil belajarsiswapeserta didik.

Menurut Syah (2004: 244) dalam mengaplikasikan model Discovery Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut:

1. Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)

Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang Guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai.

2. Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)

(16)

yang diajukan. Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.

3. Data Collection (Pengumpulan Data)

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada parasiswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004: 244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis. Dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

4. Data Processing (Pengolahan Data)

Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002: 22). Data processing berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan penge-tahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.

5. Verification (Pembuktian)

(17)

dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004: 244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

6. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)

Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004: 244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

Selain langkah di atas, menurut Veerman (2003: 97) langkah-langkah pembelajaran dalam model Discovery Learning antara lain Orientation, Hypothesis Generation, Hypothesis Testing, Conclusion dan Regulation, yang secara rinci dijelaskan sebagai berikut:

1. Orientation

(18)

sebelumnya. Sintaks orientation melatihkan kemampuan interpretasi, analisis dan evaluasi pada aspek kemampuan berpikir kritis. Produk dari tahapan orientation dapat digunakan untuk tahapan yang lainya terutama tahapan hypothesis generation dan conclusion.

2. Hypothesis Generation

Informasi mengenai fenomena yang didapatkan pada tahapan orientation digunakan pada tahapan hypothesis generation. Tahapan hypothesis generation membuat siswa merumuskan hipotesis terkait permasalahan. Siswa merumuskan duduk perkara dan mencari tujuan dari proses pembelajaran. Sintaks hypothesis generation melatihkan kemampuan interpretasi, analisis, evaluasi dan inferensi. Masalah yang telah dirumuskan diuji pada tahapan hypothesis testing.

3. Hypothesis Testing

Hipothesis yang dihasilkan pada tahapan hypothesis generation tidak dijamin kebenaranya. Pembuktian terhadap hipotesis yang dibuat oleh siswa dibuktikan pada tahapan hypothesis testing. Tahapan pengujian hipotesis siswa harus merancang dan melaksanakan eksperimen untuk membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan, mengumpulkan data dan mengkomunikasikan hasil dari eksperimen. Sintaks hypothesis testing melatihkan kemampuan regulasi diri, evaluasi, analisis, interpretasi dan penjelasan.

4. Conclusion

(19)

5. Regulation

Tahapan regulation berkaitan dengan proses perencanaan, monitoring dan evaluasi. Perencanaan melibatkan proses menentukan tujuan dan cara untuk mencapai tujuan tersebut. Monitoring merupakan sebuah proses untuk mengetahui kebenaran langkah-langkah dan tindakan yang diambil oleh siswa terkait waktu pelaksanaan dan hasil berdasarkan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Guru mengkonfirmasi kesimpulan dan mengklarifikasi hasil-hasil yang tidak sesuai untuk menemukan konsep sebagai produk dari proses pembelajaran. Sintaks regulation melatihkan kemampuan evaluasi, regulasi diri, analisis, penjelasan, interpretasi dan menyimpulkan.

Langkah-langkah penerapan model Discovery Learning dari kedua pakar memiliki banyak kesamaan yaitu pertama, adanya pemberian rangsangan atau stimulasi sebelum pembelajaran dimulai. Pemberian rangsangan dapat berupa menunjukkan gejala, permasalahan, atau kebingungan pada siswa. Akibatnya siswa didorong untuk memecahkan dan mencari jalan keluar dari permasalahan yang ditunjukkan oleh guru. Kedua, sebelum siswa menempuh proses memecahkan masalah, siswa diminta untuk membuat dugaan sementara atas masalah yang ada. Dugaan sementara ini yang akan menuntun siswa mencari tujuan dari dari permasalahan yang akan diselesaikan. Ketiga, dari pernyataan sementara yang sudah dibuat oleh siswa, kemudian siswa diharuskan mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan masalah tersebut. Pengumpulan informasi dapat dilakukan dengan membaca, eksperimen, pengamatan, dan sebagainya. Keempat, setelah informasi-informasi terkumpul, tugas siswa selanjutnya adalah mengolah informasi tersebut. Cara mengolahnya adalah dengan mengidentifikasi dugaan sementara dan kebenaran informasi yang telah terkumpul. Pada tahap ini, termasuk pengujian dugaan sementara yang telah dinyatakan, apakah perlu perbaikan atau sudah benar. Kelima, penyimpulan dari semua yang telah didapat oleh siswa.

(20)

pemberian motivasi atau rangsangan yang berbeda. Menurut Syah, pemberian rangsangan yaitu dengan memberikan kebingungan pada siswa, sedangkan menurut Veerman, pemberian rangsangan dengan menunjukkan fenomena atau gelaja.

Oleh sebab itu, penulis memilih menggabungkan langkah-langkah menurut kedua pakar tersebut. Selain itu, penulis mengembangkan sendiri langkah-langkah model Discovery Learning dengan melakukan bebarapa perubahan dan penambahan pembelajaran berbasis Kurikulum 2013.

2.1.3 Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 adalah kurikulum terbaru yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional mulai tahun 2013 ini selaku pengembangan dari kurikulum sebelumnya yaitu kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang meliputi kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan dalam pasal 1 ayat 29 Undang-Undang no. 20 tahun 2003 bahwa kurikulum merupakan pengendalian mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta strategi yang digunakan sebagai dasar penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut:

1. Mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual dan sosial, pengetahuan, dan keterampilan, serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat;

2. Menempatkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar agar peserta didik mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar;

3. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan;

4. Mengembangkan kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran; 5. Mengembangkan Kompetensi Inti kelas menjadi unsur pengorganisasi

(21)

proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam Kompetensi Inti;

Mengembangkan Kompetensi Dasar berdasar pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar-mata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).

Implementasi kurikulum 2013 berbasis kompetensi dan karakter harus melibatkan semua komponen (stakeholders), termasuk komponen-komponen sistem pendidikan itu sendiri. Pendidikan karakter dalam kurikulum 2013 diharapkan dapat meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan budi pekerti dan akhlak mulia peserta didik secara utuh dan seimbang, sesuai dengan standart kompetensi pada setiap jenjang pendidikan.

1. Mengintergrasikan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) didalam pembelajaran. Karakter yang diperkuat terutama 5 karakter, yaitu: religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas atau 7 Karakter untuk mapel IPS dari 18 Karakter prioritas.

2. Mengintegrasikan literasi dan menginsert literasi dalam RPP baik sebelum, sedang dan sesudah pembelajaran.

3. Mengintegrasikan 4C (Communication, Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving, dan Creativity and Innovation).

4. Mengintegrasikan HOTS (Higher Order Thinking Skill) atau kemampuan berpikir tingkat tinggi Level 3/C4 s/d C6).

5. Mengimplementasikan pendekatan Saintifik (6m: mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi, mengomunikasikan, dan mencipta)

(22)

mengkaji, dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam kehidupan sehari-hari.

Gerakan Literasi Sekolah adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara. Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik. Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Literasi dapat dijabarkan menjadi Literasi Dasar (Basic Literacy), Literasi Perpustakaan (Library Literacy), Literasi Media (Media Literacy), Literasi Teknologi (Technology Literacy), Literasi Visual (Visual Literacy).

Higher Order of Thinking Skill (HOTS) adalah kemampuan berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif yang merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kurikulum 2013 juga menuntut materi pembelajarannya sampai metakognitif yang mensyaratkan peserta didik mampu untuk memprediksi, mendesain, dan memperkirakan. Sejalan dengan itu ranah dari HOTS yaitu analisis yang merupakan kemampuan berpikir dalam menspesifikasi aspek-aspek/elemen dari sebuah konteks tertentu; evaluasi merupakan kemampuan berpikir dalam mengambil keputusan berdasarkan fakta/informasi; dan mengkreasi merupakan kemampuan berpikir dalam membangun gagasan/ide-ide.

Adapun cara yang dapat dilakukan untuk membuat siswa berpikir tingkat tinggi adalah :

1. Membuat peta konsep 2. Mengajukan pertanyaan

3. Menyusun buku harian / jurnal pembelajaran

4. Pembelajaran kolaboratif berbasis TI (Teknologi Informasi) 5. Menggunakan analogi

(23)

7. Metode proyek

8. Latihan-latihan membuat keputusan (Kemendikbud, 2016:210-213).

Sesuai dengan Permendikbud No. 65 tahun 2013 tentang Standar Proses, pendekatan saintifik dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) mengamati, (2) menanya, (3) mencoba, (4) mengasosiasi, dan (5) mengomunikasikan serta dapat ditambahkan (6) mencipta. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik dapat didefinisikan sebagai pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap melalui langkah-langkah mengamati, merumuskan pertanyaan (dan merumuskan hipotesis), mengumpulkan data atau informasi dengan berbagai teknik (misalnya pengamatan, wawancara, dan studi pustaka), mengolah atau melakukan analisis data atau informasi dan menarik kesimpulan, serta mengomunikasikan hasil analisis data Langkah-langkah tersebut dapat dilanjutkan dengan mencipta, yaitu menerapkan pengetahuan untuk meng-hasilkan produk baik yang berupa objek (benda), bentuk penyajian, atau karya tulis.

Keterampilan abad 21 atau diistilahkan dengan 4C (Communication, Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving, dan Creativity and Innovation). Inilah yang sesungguhnya ingin kita tuju dengan K-13, bukan sekadar transfer materi. Tetapi pembentukan 4C. Beberapa pakar menjelaskan pentingnya penguasaan 4C sebagai sarana meraih kesuksesan, khususnya di Abad 21, abad di mana dunia berkembang dengan sangat cepat dan dinamis. Penguasaan keterampilan abad 21 sangat penting, 4C adalah jenis softskill yang pada implementasi keseharian, jauh lebih bermanfaat ketimbang sekadar pengusaan hardskill.

2.1.4 Discovery Learning Berbasis Kurikulum 2013

(24)

dalam langkah-langkah pembelajaran Discovery Learning, disediakan beberapa pertanyaan untuk menuntun siswa berpikir kritis (critical thinking). Ketiga, kegiatan evaluasi dilakukan dengan soal-soal yang memuat HOTS.

Berikut merupakan langkah-langkah model Discovery Learning yang telah dimodifikasi sesuai Kurikulum 2013:

1. Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)

Tugas guru adalah membuat siswa termotivasi dengan pelajaran yang akan dilakukan. Pada tahap ini, guru harus menyajikan materi pelajaran yang menggugah siswa supaya terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki oleh siswa.

2. Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)

Pada tahap ini, guru mengajukan persoalan atau meminta siswa untuk membaca atau mendengarkan uraian yang memuat persoalan.

3. Hypothesis (Dugaan Sementara)

Tahap dugaan sementara menitikberatkan pada tugas siswa untuk mengidentifikasi masalah yaitu dengan menyusun pertanyaan atau menuliskan pernyataan (dugaan) sementara. Pada tahap ini siswa diminta untuk menanya.

4. Data Collection (Pengumpulan Data)

Untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan hipotesis, siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan. Pada tahap ini, siswa diminta untuk mengamati yang berarti terdapat langkah pendekatan saintifik sesuai Kurikulum 2013.

5. Data Processing (Pengolahan Data)

(25)

6. Verification (Pembuktian)

Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak. Dibutuhkan Critical Thinking siswa dalam tahap ini.

7. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)

Guru bersama siswa menarik kesimpulan tentang hasil yang telah ditemukan oleh siswa. Guru bertugas mengklarifikasi temuan yang didapat oleh siswa.

2.1.5 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar. Hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur secara langsung. Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai (Woordworth dalam Suryabrata, 1993: 169). Pengertian tersebut dapat dikatan bahwa hasil belajar sebagai produk yang telah dihasilkan oleh adanya sistem pembelajaran di kelas. Produk yang dihasilkan di sini maksudnya adalah pengetahuan yang ada pada siswa. Diharapkan produk yang terbentuk yaitu perubahan yang positif. Hasil belajar merujuk pada kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.

(26)

Hasil belajar ialah hasil yang dicapai dalam bentuk angka-angka atau skor setelah diberikan tes hasil belajar pada setiap akhir pembelajaran. Nilai yang diperoleh siswa menjadi acuan untuk melihat penguasaan siswa dalam menerima materi pelajaran (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 14). Hasil belajar dapat dituangkan dalam bentuk skor yang diperoleh dari tes. Skor tes dapat digunakan sebagai cermin dari seberapa kemampuan yang telah dimiliki siswa setalah dilakukan pembelajaran, apakah ada perubahan atau tidak.

Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afekif dan psikomotor (Bloom dalam Dahar, 2011: 118). Domain kognitif adalah pengetahuan dan ingatan, pemahaman, menjelaskan, meringkas dan contoh, menerapkan, menguraikan, menentukan hubungan, mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru, dan menilai. Domain afektif adalah sikap menerima, memberikan respon, nilai, organisasi, karakteristik. Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routinedan rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial dan intelektual.

Berdasarkan berbagai definisi hasil belajar di atas dapat dilakukan kajian analisis secara komprehensif pada semua definisi tersebut. Analisis mencakup kata kunci yang tercatat dalam definisi di atas.

Tabel 2.4.

Analisis Konstruk Hasil Belajar

Kata Kunci Woordworth Sudjana Dimyati dan

Mudjiono Bloom

Perubahan √ - - -

Proses √ √ - -

Akibat √ √ - -

Belajar √ √ - √

Langsung √ - -

Kemampuan

√ - - Afektif dan

psikomotor

(27)

Dicapai √ - √ -

Alat pengukuran

-Tes lisan, tulisan, perbuatan

Tes -

Terencana - √ - -

Skor/nilai - - √ -

Acuan - - √ -

Penguasaan - - √ Kognitif

Hasil √ - √ √

Akhir - - √ -

Berdasarkan Tabel 2.3. tampak bahwa setiap ahli memiliki kata kunci masing-masing dalam membangun definisi hasil belajar. Oleh karena itu, selain menggabungkan kata-kata kunci tersebut, perlu adanya penambahan kata-kata kunci yang belum ada pada empat pengertian tersebut. Beberapa kata kunci yang dapat ditambahkan yaitu:

1. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ialah standar batas nilai paling rendah yang diberikan kepada siswa mencapai ketuntasan KKM biasanya telah ditentukan pada awal tahun ajaran baru dan biasanya beberapa satuan pendidikan mempunyai karakter yang sama. Untuk menetapkan KKM tersebut perlu memperhitungkan tingkat kemampuan rata-rata siswa didik itu sendiri serta kapasitas sumber daya pendukung seperti misalnya sarana prasarana dan lain sebagainya.

2. Remidial diperlukan ketika hasil belajar siswa belum mencapai KKM

(28)

3. Pengayaan diperlukan bagi siswa yang telah mencapai KKM

Pengayaan diberikan kepada peserta didik yang telah melampaui ketuntasan belajar dengan memerlukan waktu lebih sedikit daripada teman-teman lainnya. Waktu yang masih tersedia dapat dimanfaatkan siswa untuk memperdalam/ memperluas atau mengembangkan hingga mencapai tahapan jejaring dalam pendekatan ilmiah. Guru dapat memfasilitasi peserta didik dengan memberikan berbagai sumber belajar, antara lain: perpustakaan, majalah atau koran, internet, narasumber/pakar, dan lain-lain.

Merujuk pada pemikiran Gagne dalam (Agus Suprijono, 2010) hasil belajar berupa :

1. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik.

2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analisis sintesisi fakta konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.

3. Strategi kofnitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.

(29)

kognitif, (d) sikap dan, (e) keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membagi menjadi tiga ranah, yaitu :

1. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi analisi, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat tinggi. 2. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni

penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian dan internalisasi.

3. Ranah psikomorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni gerakan reflek, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan komplek, gerakan ekspresif dan interpretatif (Sudjana, 2004: 23).

Faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar: 1. Faktor dari dalam diri siswa (intern)

Sehubungan dengan faktor intern ini ada tingkat yang perlu dibahas menurut Slameto (2003: 54) yaitu faktor jasmani, faktor psikologi dan faktor kelelahan. Kondisi rendahnya aktivitas siswa berdampak juga pada rendahnya prestasi belajar (Hapsari, 2017: 6).

2. Faktor dari luar diri siswa (ekstern)

Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap prestasi belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat (Slameto, 2003: 60).

a. Faktor keluarga

Faktor keluarga sangat berperan aktif bagi siswa dan dapat mempengaruhi dari keluarga antara lain: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, keadaan keluarga, pengertian orang tua, keadaan ekonomi keluarga, latar belakang kebudayaan dan suasana rumah.

b. Faktor sekolah

(30)

1. Guru dan cara mengajar 2. Model pembelajaran 3. Alat-alat pelajaran 4. Kurikulum

5. Waktu sekolah

6. Interaksi guru dan murid 7. Disiplin sekolah

8. Media pendidikan

c. FaktorLingkungan Masyarakat

Faktor yang mempengaruhi terhadap prestasi belajar siswa antara lain teman bergaul, kegiatan lain di luar sekolah dan cara hidup di lingkungan keluarganya. 1. Kegiatan siswa dalam masyarakat

Menurut Slameto (2003: 70) mengatakan bahwa kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian dalam kegiatan masyarakat yang telalu banyak misalnya berorganisasi, kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajarnya akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya. 2. Teman Bergaul

Anak perlu bergaul dengan anak lain, untik mengembangkan sosialisasinya. Tetapi perlu dijaga jangan sampai mendapatkan teman bergaul yang buruk perangainya. Perbuatan tidak baik mudah berpengaruh terhadap orang lain, maka perlu dikontrol dengan siapa mereka bergaul.

Agar siswa dapat belajar, teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya, teman bergaul yang jelek perangainya pasti mempengaruhi sifat buruknya juga, maka perlu diusahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik-baik dan pembinaan pergaulan yang baik serta pengawasan dari orang tua dan pendidik harus bijaksana (Slameto, 2003: 73).

3. Cara Hidup Lingkungan

(31)

di lingkungan orang-orang rajib belajar, otomatis anak tersebut akan berpengaruh rajin juga tanpa disuruh.

Ada dua istilah terkait dengan konsep penilaian (assesment), yaitu pengukuran (measurement) dan evaluasi (evaluation). Pengukuran adalah proses penetapan angka terhadap suatu gejala menurut aturan tertentu. Sedangkan evaluasi adalah penilaian yang sistematik tentang manfaat atau kegunaan suatu objek. Dalam melakukan evaluasi di dalamnya ada kegiatan untuk menentukan nilai (misalkan: paham-tidak paham, baik-buruk, atau tuntas-tidak tuntas), sehingga ada unsure judgement. Pengukuran, penilaian, dan evaluasi adalah hirarki. Pengukuran membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria, penilaian menjelaskan dan menafsirkan hasil pengukuran, sedang evaluasi adalah penetapan nilai atau implikasi suatu perilaku, baik perilaku individu maupun lembaga.

Pada Permendiknas No 20 tahun 2007 tentang standar penilaian dijelaskan bahwa penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar siswa. Penilaian tidak sekedar pengumpulan data siswa, tetapi juga pengolahannya untuk memperoleh gambaran proses dan hasil belajar siswa. Penilaian tidak sekedar memberi soal siswa kemudian selesai, tetapi guru harus menindaklanjutinya untuk kepentingan pembelajaran.

Pada Permendiknas No 20 tahun 2007 juga disebutkan bahwa penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.

2. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.

3. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.

(32)

5. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan Objek penilaian merujuk pada apa yang menjadi sasaran dari penilaian pembelajaran matematika. Sampai saat ini pembelajaran matematika banyak yang lebih menekankan pada penguasaan materi matematika dan aplikasinya untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan materi matematika. Situasi ini menyebabkan penilaian pembelajaran matematika hanya berorientasi pada pengukuran domain yang dangkal dan sempit, tidak menyasar kompetensi matematis yang lebih tinggi. Praktek ini berdampak tidak optimalnya hasil belajar matematika.

Untuk memahami objek penilaian pembelajaran matematika, guru perlu memperhatikan beberapa ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah. Pada Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang standar isi disebutkan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

(33)

1. Penilaian berfungsi selektif

Dengan cara mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya. Penilaian itu sendiri mempunyai berbagai tujuan, antara lain: (a) untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu; (b) untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas atau tingkat berikutnya; (c) untuk memilih sisw yang seharusnya mendapat beasiswa; (d) untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah, dan sebagainya.

2. Penilaian berfungsi diagnostik

Apabila alat yang digunakan dalam penilaian cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa. Di samping itu diketahui pula sebab-musabab kelemahan itu. Jadi dengan mengadakan penilaian, sebenarnya guru mengadakan diagnosis kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya. 3. Penilaian berfungsi sebagai penempatan

System baru yang kini banyak dipopulerkan di Negara barat adalah system belajar sendiri. Sebagai alasan dari timbulnya system ini adalah adanya pengakuan yang besar terhadap kemampuan individual. Setiap siswa sejak lahirnya telah membawa bakat/potensi sendiri-sendiri sehingga pelajaran akan lebih efektif apabila disesuaikan dengan pembawaan yang ada. Akan tetapi disebabkan karena keterbatasan sarana dan tenaga pendidikan yang besifat individual kadang-kadang sukar sekali melaksanakan. Pendekatan yang lebih bersifat melayani perbedaan kemampuan, adalah pengajaran secara kelompok. Untuk dapat menentukan dengan pasti di kelompok mana seorang siswa harus ditempatkan, digunakan suatu penilaian.

4. Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan

Fungsi keempat ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan.

(34)

hasilnya adalah setiap siswa memperoleh skor atau nilai tertentu. Skor ini menujukan prestasi setiap siswa tentang materi matematika yang telah dipelajari. Macam-macam metode penilaian:

1. Tes: suatu prosedur yang sistematik untuk mengamati dan mengukur seseorang

2. Pengukuran: suatu prosedur untuk menunjukkan bilangan bagi atribut atau karakteristik seseorang berdasarkan aturan tertentu. Bilangan hasil pengukuran ini biasanya disebut skor.

3. Asesment: suatu kegiatan pengumpulan informasi yang sistematik tanpa adanya pembuatan keputusan tentang nilai.

4. Penilaian: suatu proses pembuatan keputusan berdasarkan kesesuaian seseorang, program, proses atau hasil dengan tujuan tertentu.

2.2 Temuan Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang dilakukan dalam hal peningkatan hasil belajar dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning sudah pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Penelitian tentang model pembelajaran Discovery Learning telah dilakukan peneliti lain. Penelitiannya berbentuk jurnal ilmiah dalam tabel sebagi berikut.

Tabel 2.5

Analisis Data Kajian Hasil Penelitian

Nama Peneliti Judul Hasil Penelitian

Pertama Siswa Kelas 2 SDN Slungkep 03 Menggunakan Model

Discovery Learning

(35)

Ketiga

Discovery pada Mata Pelajaran Matematika di Kelas 4 SD Negeri 155686 Untemungkur II Kecamatan Kolang

Kabupaten Tapanuli Tengah

Hasil penelitian menunjukan peningkatkan hasil belajar siswa pada siklus I diperoleh 13 siswa (43,33%) telah mencapai tingkat ketuntasan belajar dan 17 siswa (56,66%) belum mencapai tingkat ketuntasan belajar, dengan nilai rata-rata 64. Dari hasil tes pada siklus II diperoleh 27 siswa (90%) telah mencapai

pembelajaran Discovery untuk Meningkatkan Hasil Belajar belajar, terbukti pada siklus I hasil belajar siswa 63,89%, pada siklus II hasil belajar siswa 77,77%, dan pada siklus II hasil belajar siswa

Discovery Learning pada Anak Kelas 6 Sekolah Dasar Negeri 02 Sejaruk Param

Hasil belajar siswa meningkat yaitu pada siklus I sebesar 62,0% dan pada siklus II sebesar 82,7%.

(36)

perubahan yaitu dalam langkah-langkah Discovery Learning mengandung 4m dan Critical Thinking (4C). Karena sejatinya proses pembelajaran mempengaruhi hasil belajar siswa.

1. Tahap dugaan sementara siswa diminta untuk mengidentifikasi masalah yaitu dengan menyusun pertanyaan atau menuliskan pernyataan (dugaan) sementara. Pada tahap ini siswa diminta untuk menanya.

2. Tahap mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan. Siswa diminta untuk mengamati yang berarti terdapat langkah pendekatan saintifik (mengamati) sesuai Kurikulum 2013.

3. Tahap pengolahan data yaitu emua informasi yang telah dikumpulkan siswa lalu diproses (diklarifikasi, ditafsirkan dan ditabulasi). Siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis. Tahap ini memerlukan penalaran siswa terhadap hipotesis dan pengumpulan data yang telah dilakukan (mengasosiasi/ menalar).

4. Setelah itu, siswa diminta untuk memaparkan hasil penalarannya kepada teman-taman (mengkomunikasikan).

5. Pada tahap pembuktian siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak. Dibutuhkan Critical Thinking siswa dalam tahap ini.

2.3 Kerangka Pikir

(37)

1. Langkah-langkah pembelajarannya mengandung 5m yaitu menanya, mengamati, mencoba, menalar/ mengasosiasi, dan mengkomunikasikan; 2. Untuk menumbuhkan 4C yaitu menekankan pada berpikir kritis;

3. Siswa yang berani maju untuk mempresentasikan hasil diskusinya akan mendapatkan reward;

4. Dalam soal evaluasi, pertanyaan mengandung HOTS; 5. Adanya program remidial dan pengayaan

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kajian hasil penelitian yang relevan maka hipotesis penelitian ada dua yaitu hipotesis nol atau null hypotheses (Ho) dan hipotesis kerja atau disebut hipotesis alternatif (Ha) yang diuraikan sebagai berikut.

PBM

Masih menggunakan model konvensional: -Siswa pasif saat

pelajaran

-hasil belajar rendah -guru sumber utama -siswa tidak kritis

Hasil belajar (matematika) rendah

Hasil belajar matematika lebih meningkat

Penerapan model pembelajaran Discovery Learning berbasis kurikulum 2013

- Siswa terlibat dalam pembelajaran - Siswa menemukan

(38)

 Ho: tidak ada pengaruh penerapan model pembelajaran Discovery

Learning berbasis kurikulum 2013 terhadapap hasil belajar yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya;

 Ha: jika menerapkan model pembelajaran Discovery Learning berbasis

Gambar

Tabel 2.1.
Tabel 2.3.
Tabel 2.4.

Referensi

Dokumen terkait

setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian tentang “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi

Para PNS lingkungan Kecamatan dan Kelurahan wajib apel pagi setiap hari senin di Halaman Kantor Kecamatan Kebayoran Baru, dan akan diberikan teguran kepada yang tidak ikut apel

1.Maksimum Economic Yield (MEY) dan Maximum Suistainable (MSY) di pelabuhan Pagimana Kabupaten Banggai dengan hasil perhitungan Estimasi MEY dengan nilai CMSY

Sementara untuk tujuan makalah ini adalah merancang Sinkronisasi dan CS pada audio watermarking, menganalisis kualitas audio yang sudah disisipkan watermark dibandingkan

rawat inap kelas II terhadap pelayanan keperawatan di RSUD Sanjiwani Gianyar dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut dari 86 responden secara umum sebagian besar

Concept Selection adalah suatu metode untuk memutuskan konsep mana yang akan terus dikembangkan hingga akhirnya menjadi produk jadi dari beberapa konsep yang telah

Concept Selection adalah suatu metode untuk memutuskan konsep mana yang akan terus dikembangkan hingga akhirnya menjadi produk jadi dari beberapa konsep yang telah

Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Komisaris dilaksanakan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan