• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Pemetaan Pemukiman Kumuh pada Kota Salatiga dengan Metode Simple Additive Weighting (SAW)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Pemetaan Pemukiman Kumuh pada Kota Salatiga dengan Metode Simple Additive Weighting (SAW)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Pemetaan Pemukiman Kumuh Pada Kota Salatiga dengan Metode

Simple Additive Weighting (SAW)

Artikel Ilmiah

Diajukan Kepada Fakultas Teknologi Informasi

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sistem Informasi

Peneliti :

Yongky Andreas Tendean (682014069) Charitas Fibriani, S. Kom., M.Eng.

Program Studi Sistem Informasi

Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

1. Pendahuluan

Permukiman kumuh merupakan suatu area permukiman yang tidak memenuhi persyaratan teknis maupun non teknis sebagai area layak huni [1]. Kondisi wilayah perkotaan yang semakin tidak terkendali akibat adanya urbanisasi dapat meningkatkan pertumbuhan wilayah permukiman kumuh pada kawasan tersebut serta tidak terserapnya ketenagakerjaan penduduk di kawasan perkotaan maka hal mengakibatkan kemiskinan [2]. Kemiskinan ini berakibat pada kebutuhan pokok mereka yaitu salah satunya kebutuhan tempat tinggal atau hunian, dikarenakan mereka yang terkena dari dampak kemiskinan tersebut tidak mampu untuk membeli ataupun menyewa rumah yang layak huni baik dari lokasi maupun dari kondisi bangunannya.

Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP) merupakan salah satu organisasi perangkat daerah pada Kota Salatiga yang memiliki tugas pokok yang salah satunya ialah kewenangan untuk melakukan penanganan mengenai permukiman kumuh pada Kota Salatiga dimana hal ini juga merupakan target program pemerintah Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) [3].

Berkaitan dengan pemaparan latar belakang tersebut, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Salatiga memiiki upaya untuk menyelenggarakan pembenahan area kawasan permukiman kumuh, untuk mengetahui area permukiman kumuh yang perlu mendapatkan penanganan terlebih dahulu dengan kriteria kumuh berat maka dilakukanlah proses analisis. Analisis tersebut dilakukan dengan melakukan perbandingan menggunakan perangkingan kriteria yang sudah ditetapkan didalam Buku Kajian Perencanaan Database Permukiman Kumuh Kota Salatiga dengan perangkingan menggunakan metode Simple Additive Weighting (SAW), metode tersebut adalah metode pengolahan data dengan cara perangkingan pada atribut atau kriteria di tiap alternatif. Diharapakan hasil dari perbandingan ini dapat menjadi informasi bagi dinas terkait maupun pemerintah Kota Salatiga mengenai penanganan penentuan area permukiman kumuh yang memiliki priotas utama dengan kategori kumuh berat untuk ditangani terlebih dahulu.

Output yang nantinya akan dihasilkan dari penelitian ini adalah hasil analisis berupa peta informasi permukiman kumuh dengah kategori kumuh ringan, kumuh sedang, kumuh berat pada Kota Salatiga.

2. Tinjauan Pustaka

Pada penelitian berjudul “ Pemetaan Kualitas Permukiman dengan Menggunakan Penginderaan Jauh dan SIG di Kecamatan Batam Kota, Kota Batam “, penelitian ini membahas mengenai Kualitas pada area permukiman di Kecamatan Batam Kota Batam dengan menggunakan data citra resolusi tinggi (Google Earth). Analsis pada penelitian ini menggunakan metode skoring dan tumpang susun (overlay) dari parameter yang digunakan. Parameter yang digunakanan pada penelitian ini adalah kepadatan bangunan, tata letak bangunan, lebar jalan masuk,kondisi jalan masuk, lokasi permukiman dan pohon pelindung dari interprestasi citra resolusi tinggi (Google Earth). Hasil dari analisis penelitian berupa peta informasi pada Kecamatan Batam, Kota Batam yang didominasi tingkat kualitas sedang, kualitas baik dan kualitas buruk merupakan persebaran permukiman yang paling sedikit [4].

(9)

Bersih, MCK, Kepadatan Bangunan, Kepadatan penduduk. Hasil pada penelitian tersebut alternatif yang memiliki nilai terkecil merupakan area yang mendapatkan status kriteria sebagai araa paling kumuh dari alternatif lain dengan nilai 0,35 pada alternatif tersebut [5].

Pada hasil laporan berjudul “ Laporan Akhir Database Permukiman Kumuh Kota Salatiga Tahun 2015” yang membahas mengenai area lokasi tentang persebaran permukiman

kumuh pada Kota Salatiga dengan menggunakan metode penyebaran kuesioner, observasi bangunan dan lingkungan, wawancara serta pengumpulan data sekunder pada identifikasi permasalahan kekumuhan di Kota Salatiga. Identifikasi permasalahan kekumuhan ini digunakan sebagai parameter acuan pengolahan data yang memiliki jumlah 19 parameter, yaitu Keteraturan bangunan, Ketentuan kepadatan bangunan, Syarat teknis bangunan, Layanan jaringan jalan lingkungan, Kualitas permukaan jalan, Area genangan, Ketersediaan drainase, Penghubung drainase, Kebersihan drainase, Konstruksi drainase, Akses air minum, Kebutuhan air minum, Sistem air limbah, Sapras air limbah, Sapras sampah, Sistem sampah, Perawatan sapras sampah, Prasarana kebakaran, Sarana kebakaran. Dalam hasil laporan ini proses penilaian pembobotan identifikasi masalah ialah Kumuh Berat memiliki nilai bobot 55 – 75, Kumuh Sedang memiliki nilai bobot 35 – 54 dan Kumuh Ringan memiliki nilai bobot 15 – 34. Hasil dari laporan ini ialah Kota Salatiga memiliki 63 area yang sudah dikelompokkan dengan informasi Rukun Tangga (RT) dan Rukun Warga (RW) dalam setiap areanya dan terdapat 53 area dengan status Kumuh Ringan, 10 area dengan status Kumuh Sedang dan tidak terdapatnya area dengan status Kumuh Berat [6].

(10)

mengetahui status keterangan dari kedua peta yaitu peta informasi dengan data rangking dari hasil analisis pemerintah Kota Salatiga dengan data rangking menggunakan metode SAW.

Metode SAW atau yang lebih sering dikenal dengan sebutan metode penjumlahan terbobot. Konsep metode ini merupanan mengharuskan pembuat keputusan untuk menentukan bobot nilai pada setiap atribut. Rating pada setiap atribut harus melewati proses normalisasi sebelumnya, pada metode ini membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) ke skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada [7].

Berikut langkah – langkah dalam melakukan penyelesaian menggunakan metode SAW, pertama menentukan Ci yang merupakan kriteria saja yang akan dijadikan sebagai acuan dalam pengabilan keputusan, kedua tentukan rating kecocokan pada setiap kriteria di setiap alternatif, ketiga buat matriks keputusan yang berdasarkan (Ci), kemudian melakukan normalisasi matriks dengan berdasarkan persamaan yang disesuaikan dengan jenis atribut (atribut biaya atau atribut ) yang nantinnya akan diperoleh matriks ternomalisasi R. Rumus yang digunakan untuk melakukan proses normalisasi adalah seperti pada Formula (1). Sedangkan untuk hasil akhir yang diperoleh dari proses perangkingan yaitu penjumlahan dari perkalian matriks yang ternomalisasi R dengan vector bobot sehingga yang diperoleh nilai terbesar yang terpilih sebagai alternative yang terbaik (Ai) dan nilai prefrensi untuk setiap alternatif (Vi) diberikan sebagai rumus pada Formula (3). Setelah itu hasil akhir dari metode SAW akan diolah dengan rumus

Rij = Nilai rating kinerja ternomalisasi

Xij =Nilai atribut yang dimiliki dari setiap kriteria

Max Xij =Nilai terbesar dari setiap kriteria i

Min Xij =Nilai terkecil dari setiap kriteria i

Vi = Nilai rangking untuk setiap alternative Wj = Nilai bobot dari setiap kriteria

c = Lebar interval kelas R = Range atau kisaran data k = Jumlah Interval kelas

3. Tahapan Penelitian

Pada bab ini akan menjelaskan mengenai tahapan penelitian yang dilaksanakan. Tahapan penelitian merupakan proses urutan atau langkah – langkah dalam melakukan penyelesaian dari permasalahan yang dibahas. Pada Gambar 1 akan menjelaskan mengenai alur tahapan penelitian dalam melakukan pencapaian tujuan dari penelitian.

Jika j adalah atribut keuntungan (benefit)

Jika j adalah atribut biaya (cost)

(1)

(2)

(3)

(11)

Gambar 1. Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian ini dimulai dengan melakukan pengidentifikasian masalah yang terjadi pada kawasan permukiman kumuh Kota Salatiga dengan dilakukan wawancara kepada kepala bidang kawasan permukiman. Terdapatnya temuan mengenai permasalahan area permukiman kumuh yang membutuhkan penanganan terlebih dahulu.

Setelah diketahui temuan masalah berdasarkan indentifikasi masalah maka dilakukan suatu rumusan masalah yaitu dengan melakukan analisis untuk area permukiman kumuh pada Kota Salatiga dengan menggunakan data sekunder sebagai acuan dengan menggunakan metode SAW sebagai proses perhitungan dalam perangkingan.

Studi Literatur dibutuhkan sebagai pendukung dan acuan dalam pembentukan landasan penelitian. Penggunaan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini diantaranya studi pustaka mengenai kriteria overlay, permukiman kumuh dan metode SAW.

Data yang didapatkan dan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang didapatkan dari Dinas DPKP Kota Salatiga. Data sekunder tersebut berupa data non spasial yaitu data kuantitatif permukiman kumuh dan data spasial yaitu peta administrasi kota salatiga, peta kondisi bangunan, peta kondisi jalan lingkungan, peta kondisi drainase lingkungan, peta kondisi penyediaan air minum, peta kondisi pengelolaan air limbah, peta kondisi pengelolaan persampahan, peta kondisi pengamanan bahaya kebakaran.

Data sekunder kemudian akan diolah dengan menggunakan analisis spasial yaitu dengan

overlay pada data peta tersebut yang nantinya akan menghasilkan data temuan baru dan selanjutnya akan diolah dengan menggunakan metode SAW. Pada Tabel 1 akan menjelaskan mengenai kriteria lokasi yang digunakan berdasarkan penyesuaian dengan data non spasial.

Tabel 1. Kriteria lokasi berdasarkan dengan data non spasial

Kriteria Penilaian

Keteraturan bangunan Semakin bangunan pada lokasi tidak memiliki keteraturan maka

semakin baik.

Ketentuan kepadatan bangunan Semakin bangunan memiliki kepadatan tidak sesuai ketentuan maka

semakin baik.

Syarat teknis bangunan Semakin bangunan pada lokasi tidak memenuhi pesyaratan teknis

maka semakin baik. Layanan jaringan jalan

lingkungan

Semakin area tidak terlayani oleh jaringan jalan lingkungan maka semakin baik.

Kualitas permukaan jalan Semakin area yang memiliki kualitas permukaan jalan yang buruk

maka semakin baik.

Area genangan Semakin area drainase lingkungan yang tidak mampu mengatasi

genangan pada kawasan permukiman maka semakin baik.

Ketersediaan drainase Semakin area yang tidak tersedia drainase lingkungan maka semakin

baik.

Penghubung drainase Semakin drainase lingkungan tidak terhubung dengan hirarki di

(12)

Kebersihan drainase Semakin area yang memiliki drainase lingkungan yang kotor dan berbau maka semakin baik.

Konstruksi drainase Semakin area memiliki kualitas konstruksi drainase lingkungan yang

buruk maka semakin baik.

Akses air minum Semakin populasi tidak dapat mengakses air minum yang aman

maka semakin baik.

Kebutuhan air minum Semakin populasi tidak terpenuhi kebutuhan air minum minimalnya

maka semakin baik.

Sistem air limbah Semakin area yang memiliki sistem air limbah yang tidak sesuai

standar teknis maka semakin baik.

Sapras air limbah Semakin area yang memiliki sarpras air limbah yang tidak sesuai

persyaratan teknis maka semakin baik.

Sapras sampah Semakin area yang memiliki sarpras pengelolaan persampahan yang

tidak sesuai persyaratan teknis maka semakin baik.

Sistem sampah Semakin area yang memiliki sistem persampahan yang tidak sesuai

standar teknis maka semakin baik.

Perawatan sapras sampah Semakin area yang memiliki sarpras persampahan yang tidak

terpelihara maka semakin baik.

Prasarana kebakaran Semakin area yang tidak memiliki prasarana proteksi kebakaran

maka semakin baik.

Sarana kebakaran Semakin area yang tidak memiliki sarana proteksi kebakaran maka

semakin baik

Pada data sekunder yang ditemukan kemudian akan dilakukan pencocokan dengan kriteria yang ada. Pada tabel 2 akan menjelaskan mengenai data sekunder yang mewakili kriteria yang ada.

Tabel 2. Relasi Kriteria dan Data Spasial

Kriteria Data Spasial

Keteraturan bangunan Peta Kondisi Bangunan

Ketentuan kepadatan bangunan Peta Kondisi Bangunan

Syarat teknis bangunan Peta Kondisi Bangunan

Layanan jaringan jalan lingkungan Peta Kondisi Jalan Lingkungan

Kualitas permukaan jalan Peta Kondisi Jalan Lingkungan

Area genangan Peta Kondisi Drainase Lingkungan

Ketersediaan drainase Peta Kondisi Drainase Lingkungan

Penghubung drainase Peta Kondisi Drainase Lingkungan

Kebersihan drainase Peta Kondisi Drainase Lingkungan

Konstruksi drainase Peta Kondisi Drainase Lingkungan

Akses air minum Peta Kondisi Penyediaan Air Minum

Kebutuhan air minum Peta Kondisi Penyediaan Air Minum

Sistem air limbah Peta Kondisi Pengelolaan Air Limbah

Sapras air limbah Peta Kondisi Pengelolaan Air Limbah

Sapras sampah Peta Kondisi Pengelolaan Persampahan

Sistem sampah Peta Kondisi Pengelolaan Persampahan

Perawatan sapras sampah Peta Kondisi Pengelolaan Persampahan

Prasarana kebakaran Peta Kondisi Pengamanan Bahaya Kebakaran

(13)

Pada pemberian nilai pembobotan akan menggunakan acuan dari buku Laporan Akhir Database Permukiman Kumuh Kota Salatiga Tahun 2015 sebagai nilai bobot pada tiap kriteria. Pembobotan akan lebih di jelaskan pada Tabel 3.

Tabel 3. Bobot Kriteria

Kriteria Keterangan Nilai

Keteraturan bangunan 25% - 50% bangunan pada lokasi tidak memiliki keteraturan 1

51% - 75% bangunan pada lokasi tidak memiliki keteraturan 3

76% - 100% bangunan pada lokasi tidak memiliki keteraturan 5

Ketentuan kepadatan bangunan

25% - 50% bangunan memiliki kepadatan tidak sesuai ketentuan

1

51% - 75% bangunan memiliki kepadatan tidak sesuai ketentuan 3

76% - 100% bangunan memiliki kepadatan tidak sesuai ketentuan 5

Syarat teknis bangunan 25% - 50% bangunan pada lokasi tidak memenuhi pesyaratan teknis 1

51% - 75% bangunan pada lokasi tidak memenuhi pesyaratan teknis 3

76% - 100% bangunan pada lokasi tidak memenuhi pesyaratan teknis 5

Layanan jaringan jalan lingkungan

25% - 50% area tidak terlayani oleh jaringan jalan lingkungan

1

51% - 75% area tidak terlayani oleh jaringan jalan lingkungan 3

76% - 100% area tidak terlayani oleh jaringan jalan lingkungan 5

Kualitas permukaan jalan 25% - 50% area memiliki kualitas permukaan jalan yang buruk 1

51% - 75% area memiliki kualitas permukaan jalan yang buruk 3

76% - 100% area memiliki kualitas permukaan jalan yang buruk 5

Area genangan 25% - 50% area terjadi genangan >30cm, > 2 jam dan > 2 x setahun 1 51% - 75% area terjadi genangan >30cm, > 2 jam dan > 2 x setahun 3 76% - 100% area terjadi genangan >30cm, > 2 jam dan > 2 x setahun 5

Ketersediaan drainase 25% - 50% area tidak tersedia drainase lingkungan 1

51% - 75% area tidak tersedia drainase lingkungan 3

76% - 100% area tidak tersedia drainase lingkungan 5

Penghubung drainase 25% - 50% drainase lingkungan tidak terhubung dengan hirarki di

atasnya 1

51% - 75% drainase lingkungan tidak terhubung dengan hirarki di

atasnya 3

76% - 100% drainase lingkungan tidak terhubung dengan hirarki di

atasnya 5

Kebersihan drainase 25% - 50% area memiliki drainase lingkungan yang kotor dan berbau 1

51% - 75% area memiliki drainase lingkungan yang kotor dan berbau 3

76% - 100% area memiliki drainase lingkungan yang kotor dan berbau 5

Konstruksi drainase 25% - 50% area memiliki kualitas konstruksi drainase lingkungan yang

buruk 1

51% - 75% area memiliki kualitas konstruksi drainase lingkungan yang

buruk 3

76% - 100% area memiliki kualitas konstruksi drainase lingkungan

yang buruk 5

Akses air minum 25% - 50% populasi tidak dapat mengakses air minum yang aman 1

51% - 75% populasi tidak dapat mengakses air minum yang aman 3

76% - 100% populasi tidak dapat mengakses air minum yang aman 5

Kebutuhan air minum 25% - 50% populasi tidak terpenuhi kebutuhan air minum minimalnya 1

51% - 75% populasi tidak terpenuhi kebutuhan air minum minimalnya 3

76% - 100% populasi tidak terpenuhi kebutuhan air minum

minimalnya 5

Sistem air limbah 25% - 50% area memiliki sistem air limbah yang tidak sesuai standar

teknis 1

(14)

teknis

76% - 100% area memiliki sistem air limbah yang tidak sesuai standar

teknis 5

Sapras air limbah 25% - 50% area memiliki sarpras air limbah yang tidak sesuai

persyaratan teknis 1

51% - 75% area memiliki sarpras air limbah yang tidak sesuai

persyaratan teknis 3

76% - 100% area memiliki sarpras air limbah yang tidak sesuai

persyaratan teknis 5

Sapras sampah 25% - 50% area memiliki sarpras pengelolaan persampahan yang tidak

sesuai persyaratan teknis 1

51% - 75% area memiliki sarpras pengelolaan persampahan yang tidak

sesuai persyaratan teknis 3

76% - 100% area memiliki sarpras pengelolaan persampahan yang

tidak sesuai persyaratan teknis 5

Sistem sampah 25% - 50% area memiliki sistem persampahan yang tidak sesuai

standar teknis 1

51% - 75% area memiliki sistem persampahan yang tidak sesuai

standar teknis 3

76% - 100% area memiliki sistem persampahan yang tidak sesuai

standar teknis 5

Perawatan sapras sampah 25% - 50% area memiliki sarpras persampahan yang tidak terpelihara 1

51% - 75% area memiliki sarpras persampahan yang tidak terpelihara 3

76% - 100% area memiliki sarpras persampahan yang tidak terpelihara 5

Prasarana kebakaran 25% - 50% area tidak memiliki prasarana proteksi kebakaran 1

51% - 75% area tidak memiliki prasarana proteksi kebakaran 3

76% - 100% area tidak memiliki prasarana proteksi kebakaran 5

Sarana kebakaran 25% - 50% area tidak memiliki sarana proteksi kebakaran 1

51% - 75% area tidak memiliki sarana proteksi kebakaran 3

76% - 100% area tidak memiliki sarana proteksi kebakaran 5

Berdasarkan pembobotan nilai kriteria pada tabel diatas, untuk langkah berikutnya ialah menentukan range skor tingkat kekumuhan, maka dari itu diperlukan penjumlahan skor total dari hasil analisis spasial overlay yang telah dilakukan sebelumnya dan menentukan total skor terendah dan tertinggi untuk menentukan nilai range skor tingkat kekumuhan. Total skor tersebut akan di klasifikasikan berdasarkan acuan buku Laporan Akhir Database Permukiman Kumuh Kota Salatiga Tahun 2015 yaitu seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Range Skor Kekumuhan.

(15)

3, A32 = Kecandran 1, A33 = Kecandran 2, A34 = Kecandran 3, A35 = Kecandran 4, A36 = Mangunsari 1, A37 = Mangunsari 2, A38 = Mangunsari 3, A39 = Blotongan 1, A40 = Blotongan 2, A41 = Blotongan 3, A42 = Bugel 1, A43 = Bugel 2, A44 = Bugel 3, A45 = Kauman Kidul 1, A46 = Kauman Kidul 2, A47 = Kauman Kidul 3, A48 = Kauman Kidul 4, A49 = Kauman Kidul 5, A50 = Kauman Kidul 6, A51 = Pulutan 1, A52 = Pulutan 2, A53 = Pulutan 3, A54 = Pulutan 4, A55 = Pulutan 5, A56 = Pulutan 6, A57 = Pulutan 7, A58 = Pulutan 8, A59 = Pulutan 9, A60 = Pulutan 10, A61 = Pulutan 11, A62 = Salatiga 1, A63 = Salatiga 2, A64 = Salatiga 3, A65 = Salatiga 4, A66 = Salatiga 5, A67 = Sidorejo Lor 1, A68 = Sidorejo Lor 2, A69 = Gendongan 1, A70 = Gendongan 2, A71 = Gendongan 3, A72 = Kalibening 1, A73 = Kalibening 2, A74 = Kalibening 3, A75 = Kutowinangun Kidul 1, A76 = Kutowinangun Kidul 2, A77 = Kutowinangun Lor 1, A78 = Kutowinangun Lor 2, A79 = Kutowinangun Lor 3, A80 = Sidorejo Kidul 1, A81 = Sidorejo Kidul 2, A82 = Tingkir Lor 1, A83 = Tingkir Lor 2, A84 = Tingkir Tengah 1, A85 = Tingkir Tengah 2, A86 = Tingkir Tengah 3, serta kriteria – kriteria yang akan dijadikan perhitungan dalam penilaian yaitu, C1 = Keteraturan bangunan, C2 = Ketentuan kepadatan bangunan, C3 = Syarat teknis bangunan, C4 = Layanan jaringan jalan lingkungan, C5 = Kualitas permukaan jalan, C6 = Area genangan, C7 = Ketersediaan drainase, C8 = Penghubung drainase, C9 = Kebersihan drainase, C10 = Konstruksi drainase, C11 = Akses air minum, C12 = Kebutuhan air minum, C13 = Sistem air limbah, C14 = Sapras air limbah, C15 = Sapras sampah, C16 = Sistem sampah, C17 = Perawatan sapras sampah, C18 = Prasarana kebakaran, C19 = Sarana kebakaran. Masing – masing dari kriteria tersebut akan diberi bobot preferensi, bobot preferensi tersebut terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5. Bobot Preferensi

(16)

4. Hasil dan Pembahasan

Peta yang di proses dengan overlay adalah keseluruhan data sekunder yang telah di jelaskan sebelumnya pada Tabel 2. Hasil dari overlay akan berupa peta dengan atribut baru sebagai area permukiman kumuh dan tidak terdapatnya area permukiman dengan status tingkat kumuh berat. Gambar 2 akan menggambarkan hasil akhir dari overlay dari peta kondisi bangunan, peta kondisi jalan lingkungan, peta kondisi drainase lingkungan, peta kondisi penyediaan air minum, peta kondisi pengelolaan air limbah, peta kondisi pengelolaan persampahan, peta kondisi pengamanan bahaya kebakaran.

Gambar 2. Hasil akhir overlay peta permukiman kumuh

Peta hasil overlay tersebut memiliki data yang berterkaitan dengan informasi lokasi permkumian kumuh dengan menggunakan acuan perhitungan dan pengambilan keputusan berdasarkan buku acuan. Gambar 3 akan menggambarkan mengenai data atribut dari hasil

overlay.

(17)

.

Gambar 3. Data atribut hasil overlay permukiman

Data atribut pada Gambar 3 akan menjadi bahan dalam perhitungan dengan mengunakan metode SAW. Proses perhitungan ini akan diawali dengan membuat rating kecocokan tiap kriteria dengan tiap alternatif seperti yang ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Tabel Rating Kococokan Permukiman Kumuh

Alt

Rating kecocokan Tabel 6 pada setiap kriterianya masing - masing akan diubah ke dalam matriks keputusan X. Matriks tersebut akan menjadi tolak ukur awal untuk mendapatkan nilai dari setiap kriteria terhadap alternatifnya.

(18)

Proses normalisasi pada kriteria 1 sampai 19 akan menghasilkan sebuah matriks ternomalisasi R. Selanjutnya, melaukukan proses normalisasi nilai R yang di peroleh dari X dan dalam pengambilan keputusan dengan memberikan bobor prefrensi sesuai dengan setiap kepentingan kriteria yang terdapat pada Tabel 6.

Proses analisis SAW selanjutnya adalah dengan tahap perangkingan. Tahap ini akan menunjukkan area permukiman kumuh mana saja yang memiliki posisi status tingkat kumuh dari yang tertinggi hing terendah. Proses perangkingan ini akan menggunakan rumus 2, perhitungan tersebut akan menggunakan contoh nilai V1 sebagai berikut :

V1 = (0,1)(0) + (0,01*0,6) + (0,01*0) + (0,01)(0,2) + (0,1)(0,3) + (0,1)(0) + (0,1)(0,2) +

(0,01)(0,3) + (0,1)(1) + (0,01)(0,3) + (0,01)(0,3) + (0,01)(0,2) + (0,1)(0,6) + (0,1)(0,2) + (0,1)(0) + (0,01)(1) + (0,1)(1) + (0,01)(0,2) + (0,01)(1) = 0,38

Hasil dari perhitungan V1 sampai V86 menunjukan alternatif terbaik untuk kasus

penelititan ini adalah dengan hasil nilai 0,79. Setelah itu akan dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus 3 untuk mendapatkan pengelompokkan tingkat kekumuhan sebagai berikut :

𝑐 = 0, 793 = 0,26

Setelah didapatkan range interval, maka hasil akhir dari perhitungan SAW akan dikelompokkan. Pada Tabel 7 akan menyajikan pengelompokkan mengenai tingkat kekumuhan.

Tabel 7. Range Skor Kekumuhan

Skor Total Tingkat Kumuh

0,54 – 0,80 Kumuh Berat

0,27 – 0,53 Kumuh Sedang

(19)

Hasil dari dari perhitungan tersebut akan ditampilkan dalam bentuk peta informasi sebagai pembanding yang dapat di lihat pada Gambar 3. Pada Gambar 2 akan terdapat blok bewarna merah untuk kriteria kumuh berat, warna kuning untuk kriteria kumuh sedang dan warna hijau untuk kriteria kumuh ringan.

Gambar 3. Peta Permukiman Kumuh SAW

(20)

Gambar 4. Peta Permukiman Kumuh Berat Kecamatan Sidorejo

Perbandingan pada Kecamatan Sidomukti permukiman kumuh dengan tingkat kumuh berat dapat dilihat pada Gambar 5. terdapat 3 area kumuh berat yaitu pada area Dukuh 1, Kecandran 1, Kecandran 3.

Gambar 5. Peta Permukiman Kumuh Berat Kecamatan Sidomukti

(21)

Gambar 6. Peta Permukiman Kumuh Berat Kecamatan Tingkir

(22)

Gambar 7. Peta Permukiman Kumuh Berat Kecamatan Argomulyo

5. Simpulan

Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa untuk melakukan suatu perbandingan dapat menggunakan metode SAW dengan melakukan pencarian penjumlahan terbobot dari alternatif yang digunakan pada setiap kriteria dan kemudian hasil dari metode SAW tersebut di proses dengan distribusi frekuensi untuk mendapatkan interval kelas baru dan hasil dari proses tersebut disajikan dalam bentuk peta informasi. Pada perbandingan tersebut terdapat 17 area yang memiliki status kumuh berat, 43 area yang memiliki status kumuh sedang dan 26 area dengan status kumuh ringan. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukkan bagi Dinas DPKP Kota Salatiga dalam melaksanakan program KOTAKU dan segera mengatasi area yang memilki status kumuh berat terlebih dahulu selanjutnya area – area lainnya.

6. Daftar Pustaka

[1] Suparto. 2014. Evaluasi Permukiman Dan Perumahan Kumuh Berbasis Lingkungan di Kel. Kalibanteng Kidul Kota Semarang. Semarang : Majalah Ilmiah Pawiyatan. Vol. XXI, No. 1 [2] Ramdhani Harahap, Fitri. 2013. Dampak Urbanisasi Bagi Perkembangan Kota di Indonesia. Bangka Belitung : Jurnal Society. Vol. 1, No. 1

[3]Republik Indonesia. 2016 . Keputusan Walikota Salatiga No 658/440/2016 tentang Lokasi Program Tanpa Kumuh di Kota Salatiga. Walikota Salatiga. Salatiga.

[4] Farizki, M., dan Wenang Anurogo. 2017. Pemetaan Kualitas Permukiman dengan Menggunakan Penginderaan Jauh dan SIG di Kecamatan Batam Kota, Batam . Yogyakarta : Majalah Geografi Indonesia. Vol. 31, No. 1, hlm. 39-45.

(23)

[6] Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang. 2015. Laporan Akhir Database Permukiman Kumuh Kota Salatiga Tahun 2015. Salatiga: Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang.

Gambar

Gambar 1. Tahapan Penelitian
Tabel 2. Relasi Kriteria dan Data Spasial
Tabel 3. Bobot Kriteria
Tabel 4. Range Skor Kekumuhan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 3.12 Deskripsi Use Case Diagram Laporan Service Teknisi Selesai. Nama Use Case Laporan service

Perceived ease of use (PEOU) adalah “studentsite dapat di akses dengan mudah” (PEOU-3), dan faktor paling dominan untuk komponen utama Perceived usefulness (PU) adalah

 Rule of law   merupakan institusi sosial yang memiliki struktur sosiologi yang khas dan akar budaya yang khas pula. Rule of law    juga merupakan legalisme yaitu suatu

Oleh karena itu, penyusunan dan penerbitan Kamus Dwibahasa Bahasa Talaud- Bahasa Indonesia ini diharapkan dapat mengatasi kesenjangan kemampuan berbahasa Indonesia bagi

Hasil dari tampalan empat peta menghasilkan peta satuan lahan yang terdiri dari 11 buah satuan lahan, total skor dan data luas dari setiap satuan lahan. Data total skor

Penggunaan laser pada penelitian ini dimaksudkan untuk melanjutkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, diantaranya adalah penggunaan laser diode untuk

Mayoritas responden (86,7%) merasa sangat puas terhadap proses Clapp_GPI dalam penyusunan RPJM-Desa dilaksanakan dengan semua prosesnya harus dijamin adanya

Dalam menentukan kebulatan atau sphericity dari bahan yang paling di perhatikan adalah dalam menentukan harga koefisien b dan c, dimana dalam hal ini nilai dari koefisien