• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Badan Usaha Milik Negara Studi Pada PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Badan Usaha Milik Negara Studi Pada PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tenaga kerja merupakan bagian penting dari dunia usaha dan pembangunan nasional. Indonesia sebagai negara yangmemiliki banyak kekayaan alam dan hasil bumi tentu membutuhkan tenaga kerja atau sumberdaya manusia untuk memenuhi kegiatan produksi perusahaan dalam mengelola kekayaan alam.

Dalam kegiatan operasionalnya keselamatan dan kesehatan pekerja adalah hal utama yang harus dilaksanakan pada Badan Usaha Milik Negara atau perusahaan swasta, karena pekerja yang sehat dan tidak mengalami kecelakaan dalam bekerja dapat meningkatkan produktivitas kerja, mampu bersaing dan meningkatkan perkembangan ekonomi perusahaannya.

(2)

Undang No. 13 tahun 2003 pasal 1 dinyatakan bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.

Salah satu bentuk kepedulian pemerintah terhadap tenaga kerja yaitu melalui Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) yang penerapannya dilakukan oleh setiap perusahaan yang memanfaatkan Sumber Daya Manusia dalam kegiatan produksinya baik pada Badan Usaha Milik Negara maupun perusahaan swasta.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang merupakan pelaksanaan dari ketentuan pasal 87 ayat 2 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, maka setiap badan usaha perlu menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam kegiatan operasional perusahaannya. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

(3)

tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Dalam rangka perkembangan industri disuatu negara, masalah besar yang selalu timbul adalah kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, hal seperti ini dapat menjadi dapat menjadi biaya tambahan bagi suatu perusahaan dan kerugian pribadi baik secara mental maupun fisik bagi tenaga kerja

Permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja tidak hanya masalah bagi mereka yang bekerja dibidang industri atau teknik melainkan tanggung jawab moral untuk melindungi keselamatan sesama manusia, bukan hanya sekedar pemenuhan standar terhadap peraturan ataupun profit semata. Pekerja harus sadar bahwa apabila terjadi kecelakaan, bukan hanya dirinya yang menanggung, tetapi keluarga dan perusahaan akan menanggung akibat dari kecelakaan. Dengan adanya kesadaran dari pribadi dan perusahaan akan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja akan lebih mudah diwujudkan. Safety adalah sebuah cerminan budaya kerja yang ada dalam perusahaan. Keselamatan dan kesehatan kerja yang baik akan mencerminkan bahwa kondisi ketenagakerjaan didalam perusahaan juga baik.

(4)

kesehatan dan keselamatan para pekerjanya dengan cara menerapkan kebijakan pemerintah yaitu Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam setiap unit kegiatan produksinya, karena kesehatan dan keselamatan dalam bekerja merupakan hak setiap pekerja dan harus mampu dipenuhi oleh perusahaan.

Berdasarkan kebijakan tersebut maka pemerintah dapat mengontrol badan usaha dalam pelaksanaan perlindungan terhadap tenaga kerja. Perlindungan terhadap tenaga kerja perlu menjadi perhatian pemerintah karena dalam kegiatan produksi perusahaan tak sedikit terjadi kecelakaan dalam bekerja dan tenaga kerja yang menjadi korban.

Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja melalui SMK3 telah berkembang di berbagai negara baik melalui pedoman maupun standar. Untuk memberikan keseragaman bagi setiap perusahaan dalam menerapkan SMK3 sehingga perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja, peningkatan efisiensi, dan produktifitas perusahaan dapat terwujud maka perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah yang mengatur penerapan SMK3.

(5)

bekerja dibagian unit pengolahan tidaklah kecil, banyak tenaga kerja bekerja langsung dilapangan yaitu di kilang minyak. Sehingga penerapan SMK3 perlu di perhatikan agar meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi serta mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong produktivitas.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Badan Usaha Milik Negara (Studi pada PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai).

1.2. Fokus Masalah

Penelitian ini memiliki fokus masalah yang kemudian akan menjadi batasan peneliti dalam penelitian. Fokus masalah peneliti yaitu pada pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 mengenai Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada salah satu Badan Usaha Milik Negara yaitu PT. Pertamina Refinery Unit II

(6)

masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan pada PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai ?

I.4. Tujuan Penelitian

Sejauh mana penelitian yang dilakukakan tentu memiliki sasaran yang hendak dicapai atau menjadi tujuan penelitian. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Bagaimana implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Badan Usaha Milik Negara yaitu PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai.

2. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat PT. Pertamina dalam Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

I.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah :

(7)

perkuliahan dan menambah pengetahuan yang berkaitan dengan Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara.

3. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan atau sumbangan pemikiran bagi PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai dalam pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

I.6. Kerangka Teori

(8)

I.6.1. Kebijakan Publik

1.6.1.1. Pengertian Kebijakan Publik

Kebijakan berasal dari kata policy yang diartikan sebagai sebuah rencana kegiatan atau pernyataan mengenai tujuan-tujuan, yang diajukan atau diadopsi oleh suatu pemerintahan, partai politik dan lain-lain. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kebijakan dapat diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak. Sedangkan pengertian publik itu sendiri bisa diartikan sebagai umum, masyarakat ataupun negara.

(9)

sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.

Bedasarkan pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah yang dirumuskan dan dilaksanakan untuk memecahkan masalah yang ada dimasyarakat baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga lain yang mampu mempengaruhi kehidupan masyarakat. Jadi pada dasarnya kebijakan publik berorientasi pada pemecahan masalah riil yang terjadi di tengah masyarakat.

1.6.1.2. Tahapan Kebijakan Publik

Menurut William Dunn (1998) kebijakan publik memiliki tahap-tahap yang kompleks karena memiliki banyak proses dan variabel yang harus dikaji, ada pun yang menjadi tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut :

1. Tahap Penyusunan Agenda (Agenda Setting)

(10)

2. Tahap Formulasi Kebijakan (Policy Formulation)

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi kemudian didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif yang ada.

3. Tahap Adopsi Kebijakan (Policy Adoption)

Dari sekian banyak alternatif kebijakan pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

4. Tahap Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)

(11)

5. Tahap Evaluasi (Policy Evaluation)

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik yang dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini memperbaiki masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.

I.6.2. Implementasi Kebijakan

1.6.2.1. Pengertian Implementasi Kebijakan

(12)

1.6.2.2.Model Implementasi Kebijakan

Pelaksanaan kebijakan merupakan langkah yang sangat penting dalam proses kebijakan. Tanpa pelaksanaan suatu kebijakan hanyalah sekedar sebuah dokumen yang tidak bermakna dalam kehidupan bermasyarakat. Banyak kebijakan yang baik, yang mampu dibuat suatu pemerintah, baik yang dirumuskan dengan tenaga ahli dalam negeri dari suatu negara maupun tenaga ahli dari luar negeri, tetapi kemudian ternyata tidak mempunyai pengaruh apa-apa dalam kehidupan negara tersebut karena tidak mampu dilaksanakan, atau tidak dilaksanakan. Pelaksanaan sangat penting dalam suatu pemerintahan. Menurut Hunington perbedaan yang penting antara suatu negara dengan negara lain tidak terletak pada bentuk atau pun ideologinya, melainkan pada tingkat kemampuan malaksanakan pemerintahan. Tingkat kemampuan dapat dilihat pada tingkat kemampuan melaksanakan setiap keputusan atau kebijakan yang dibuat oleh politbiro, kabinet atau presiden negara bersangkutan (Hunington,1968:1).

Model implementasi kebijakan ada 2 jenis, jenis pertama berpola dari atas kebawah (top-bottom) versus dari bawah ke atas (bottom-top) dan jenis yang kedua berpola paksa (command and control) dan mekanisme pasar (economic incentive).

a. Model kebijakan Van Meter dan Van Horn

(13)

kenerja implementasi kebijakan yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel. Model ini mengandalkan bahwa implementasi kebijkan berjalan linear dari keputusan politik, pelaksana dan kinerja kebijakan publik.

Secara rinci variabel-variabel implementasi kebijakan publik model Van Meter dan Van Horn ( dalam Agustino: 2006) dijelaskan sebagai berikut:

1. Standar dan sasaran kebijakan / ukuran dan tujuan kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya dari ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran dan dan sasaran kebijakan terlalu ideal (utopis), maka akan sulit direalisasikan.

2. Sumber daya

(14)

3. Karakteristik organisasi pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan. Hal ini penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Hal ini berkaitan dengan konteks kebijakan yang akan dilaksanakan pada beberapa kebijakan dituntut pelaksana kebijakan yang ketat dan displin. Pada konteks lain diperlukan agen pelaksana yang demokratis dan persuasif. Selaian itu, cakupan atau luas wilayah menjadi pertimbangan penting dalam menentukan agen pelaksana kebijakan.

4. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan

Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif, apa yang menjadi standar tujuan harus dipahami oleh para individu (implementors). Yang bertanggung jawab atas pencapaian standar dan tujuan kebijakan, karena itu standar dan tujuan harus dikomunikasikan kepada para pelaksana. Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan harus konsisten dan seragam (consistency and uniformity) dari berbagai sumber informasi.

5. Disposisi atau sikap para pelaksana

(15)

formulasi warga setempat yang mengenal betul permasalahan dan persoalan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan publik biasanya bersifat top down yang sangat mungkin para pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan tak mampu menyentuh kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan.

6. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik

Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya implementasi kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang kondusif.

b. Model kebijakan George Edwards III

George Edward III berusaha mengkaji empat faktor atau variabel dari kebijakan yaitu struktur birokrasi, sumber daya , komunikasi, disposisi.

1. Struktur Birokrasi

(16)

(2005:150) terdapat dua karakteristik utama dari birokrasi yakni Standard Operational Procedure (SOP) dan fragmentasi.

2. Sumber Daya

Syarat berjalannya suatu organisasi adalah kepemilikan terhadap sumberdaya (resources).Edwards III (1980:11) mengkategorikan sumber daya organisasi terdiri dari : “Staff, information, authority, facilities; building, equipment, land and supplies”. Sumber daya diposisikan sebagai input dalam organisasi sebagai suatu sistem yang mempunyai implikasi yang bersifat ekonomis dan teknologis. Secara ekonomis, sumber daya bertalian dengan biaya atau pengorbanan langsung yang dikeluarkan oleh organisasi yang merefleksikan nilai atau kegunaan potensial dalam transformasinya ke dalam output. Sedang secara teknologis, sumberdaya bertalian dengan kemampuan transformasi dari organisasi”.

3. Disposisi

(17)

implementasi kebijakan karena konflik kepentingan maka implementasi kebijakan akan menghadapi kendala yang serius.

4. Komunikasi

Menurut Agustino (2006:157); ”komunikasi merupakan salah-satu variabel penting yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik, komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik”. Implementasi yang efektif akan terlaksana, jika para pembuat keputusan mengetahui mengenai apa yang akan mereka kerjakan. Infromasi yang diketahui para pengambil keputusan hanya bisa didapat melalui komunikasi yang baik. Terdapat tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengkur keberhasilan variabel komunikasi. Edward III dalam Agustino (2006:157-158) mengemukakan tiga variabel tersebut yaitu transmisi, kejelasan dan konsistensi.

1.6.2.3. Faktor-faktor Implementasi Kebijakan

Kebijakan yang telah dibuat kemudian di implementasikan dengan mempertimbangkan hal-hal yang dapat mempengaruhi kebijakakan tersebut. Dalam pendekatan mengenai implementasi kebijakan publik, George Edwards III menggunakan empat faktor atau variabel kritis dalam mengimplementasikan kebijakan publik yaitu :

(18)

ditransmisikan kepada personalia yang tepat. Komunikasi yang efektif diperlukan untuk menghindari kurangnya kejelasan dalam perintah-perintah implementasi dan tumpang tindih makna (arti). Komunikasi kebijakan memiliki beberapa dimensi, antara lain dimensi penyampaian informasi (tranmision), kejelasan (clarity) dan konsistensi (consistency). Dimensi penyampaian informasi bertujuan agar kebijakan publik disampaikan tidak hanya pada pelaksana kebijakan tetapi juga disampaikan pada kelompok sasaran.

2. Sumberdaya

(19)

kebijaksanaan yang akan dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

3. Disposisi

Disposisi merupakan sikap dari implementor yaitu karakteristik yang menempel erat pada pelaksana, implementator tidak hanya harus tau apa yang akan dikerjakan dan memiliki kapasitas tetapi mesti berkehendak untuk melakukan suatu kebijakan. Disposisi terdiri dari pengangkatan birokrasi dan insentif. Dimensi pengangkatan birokrasi merupakan pengangkatan dan pemilihan pegawai pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi terhadap sumberdaya yang telah ditetapkan. Dimensi insentif merupakan salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah sikap para pelaksana kebijakan dengan pemberian penghargaan, uang atau yang lainnya.

4. Struktur Birokrasi

(20)

pelaksana yang terpecah-pecah atau tersebar akan menjadi distorsi dalam pelaksanaan kebijakan.

I.6.3. Sistem Manajemen

1.6.3.1. Pengertian Sistem Manajemen

Pendekatan sistem pada manajemen bermaksud untuk memandang organisasi sebagai suatu kesatuan, yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan. Pendekatan sistem memberi manajer cara memandang organisasasi sebagai suatu keseluruhan dan sebagai bagian dari lingkungan eksternal yang lebih luas.

Sebagai suatu prinsip fundamental, pendekatan sistem adalah sangat mendasar. Ini secara sederhana berarti bahwa segala sesuatu adalah saling berhubungan dan saling tergantung. Suatu sistem terdiri dari elemen-elemen yang berhubungan dan bergantung satu dengan yang lain; tetapi bila elemen tersebut saling berinteraksi, maka akan membentuk suatu kesatuan yang menyeluruh.

(21)

Teori manajemen modern cenderung memandang organisasi sebagai sistem terbuka, dengan dasar analisa konsepsional dan didasarkan pada data empirik, serta sifatnya sintesis dan integratif. Sistem terbuka pada hakekatnya merupakan proses transformasi masukan yang menghasilkan keluaran; transformasi terdiri dari aliran informasi dan sumber-sumber daya (T.Hani Handoko. 2003:55)

I.6.4. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

1.6.4.1. Keselamatan

(22)

dan kerusakan lingkungan akibat polusi yang dihasilkan oleh suatu proses industri.

I.6.4.2. Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah upaya mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan fisik, mental dan kesejahteraan sosial semua pekerja dengan setinggi-tingginya mencegah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan melindungi pekerja dari faktor resiko pekerjaan yang merugikan kesehatan; penempatann dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja disesuaikan dengan kapabilititas fisiologi dan psikologinya dan disimpulkan sebagai adaptasi pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaannya. Fokus utama upaya kesehatan kerja adalah:

1. Pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan para pekerja dan kapasitas kerjanya

2.Perbaikan kondisi lingkungan kerja dan pekerjaan yang kondusif bagi Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(23)

I.6.4.3.Kecelakaan Kerja

Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan kerja dihrapkan mampu meminimalisir angka kecelakaan kerja. Lalu Husni (2006:142) menyatakan bahwa Keselamatan Kerja bertalian dengan Kecelakaan Kerja, yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan istilah kecelakaan industri. Kecelakaan industri ini secara umum dapat diartikan sebagai suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas. Klasifikasi faktor penyebab kecelakaan kerja menjadi empat, yaitu:

1. Faktor manusia, diantaranya kurangnya keterampilan atau pengetahuan tentang industri dan kesalahan penempatan tenaga kerja.

2. Faktor material atau peralatannya, misalnya bahan yang seharusnya dibuat dari besi dibuat dengan bahan lain yang lebih murah sehingga menyebabkan kecelakaan kerja.

3. Faktor sumber bahaya, meliputi:

a. Perbuatan bahaya, misalnya metode kerja yang salah, sikap kerja yang teledor serta tidak memakai alat pelindung diri.

b. Kondisi/keadaan bahaya, misalnya lingkungan kerja yang tidak aman serta pekerjaan yang membahayakan.

(24)

Selain ada sebabnya, maka suatu kejadian juga akan membawa akibat. Menurut Lalu Husni (2006:142), akibat dari kecelakaan industri ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Kerugian yang bersifat ekonomis, yaitu

a. Kerusakan/ kehancuran mesin, peralatan, bahan dan bangunan.

b. Biaya pengobatan dan perawatan korban.

c. Tunjangan kecelakaan.

d. Hilangnya waktu kerja.

e. Menurunnya jumlah maupun mutu produksi.

2. Kerugian yang bersifat non ekonomi

Pada umumnya berupa penderitaan manusia yaitu tenaga kerja yang bersangkutan, baik itu merupakan kematian, luka/cidera berat, maupun luka ringan.

I.6.4.4. Organisasi Keselamatan Kerja di Tingkat Perusahaan

(25)

1. Organisasi sebagai bagian dari struktur organisasi perusahaan dan disebut bidang, bagian, dan lain-lain keselamatan kerja. Oleh karena merupakan bagian organisasi perusahaan, maka tugasnya kontinyu pelaksanaannya menetap dan anggarannya tersendiri. Kegiatan-kegiatan biasanya cukup banyak dan efeknya terhadap keselamatan kerja adalah banyak dan baik. 2. Panitia keselamatan kerja, yang biasanya terdiri dari wakil pimpinan

perusahaan, wakil buruh, teknisi keselamatan kerja, dokter perusahaan dan lain-lain.

1.6.5. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

1.6.5.1. Pengertian Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

(26)

dunia internasional saja tetapi juga tanggungjawab pengusaha/perusahaan untuk menyediakan tempat kerja yang aman bagi pekerjanya.

1.6.5.2. Manfaat Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja juga mempunyai banyak manfaat, selain manfaat secara langsung juga terdapat manfaat secara tidak langsung.

Adapun manfaat secara langsung meliputi :

a. Mengurangi jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja. b. Menghindari kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan kerja.

c. Menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena tenaga kerja merasa aman dalam bekerja.

Manfaat secara tidak langsung diantaranya :

a. Meningkatkan image market terhadap perusahaan.

b. Menciptakan hubungan yang harmonis bagi karyawan dan perusahaan. c. Perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik, sehingga membuat umur alat semakin lama.

I.6.5.3.Tujuan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tujuan dari Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah:

(27)

2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.

3. Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong produktivitas.

I.6.5.4.Dasar Hukum Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dalam implementasi sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja maka yang menjadi acuan dalam pelaksanaannya yaitu:

1. Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,Keselamatan dan Kesehatan Kerja diatur dalam pasal 86 dan pasal 87.

a. Pasal 86

1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: a. keselamatan dan kesehatan kerja;

b. moral dan kesusilaan; dan

c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai nilai agama.

2. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

(28)

b. Pasal 87

1. Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerjayang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. 2. Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan

kesehatan kerjasebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2. Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Gambar 1.1 Dasar hukum SMK3

Pasal 5 (2) UUD 1945

Undang-Undang Ketenagakerjaan UU No. 13 Tahun 2003

Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 1. UU No. 1 Tahun 1970

2. Permenaker No.5/Men/1996 3. Permenaker No. 18/Men/2008

Pasal 87 Pasal 86

(29)

1.6.6. Badan Usaha Milik Negara

1.6.6.1. Pengertian Badan Usaha Milik Negara

Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN ikut berperan mengasilkan barang atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat, peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor dan atau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati usaha swasta. Disamping itu BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik dan penyeimbang sektor swasta.

Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah:

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;

2. Mengejar keuntungan;

3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;

(30)

1.6.6.2. Bentuk Badan Usaha Milik Negara

Di Indonesia ada dua bentuk Badan Usaha Milik Negara, dua bentuk Badan Usaha Milik Negara tersebut ditentukan dengan wadah hukum yang berbeda-beda agar pengaturan selanjutnya baik mengenai susunan organnisasi, personalia, hubungan pertanggungjawaban dan yang lainnya dapat dilakukan lebih sempurna, berikut ketiga bentuk BUMN tersebut :

1. Perusahaan Umum (Perum)

Perum dipimpin oleh direksi yang bertanggung jawab kepada mentri yang bersangkutan, perum bertugas melayani kepentingan umum dan sekaligus untuk memupuk keuntungan dan bergerak di bidang yang oleh pemerintah dianggap vital. Perum pada umumnya menjalankan tugas pemerintahan. Perum dibebani tugas tertentu oleh pemerintah di departemen yang bersangkutan, maka tidak ada lagi unit organisasi yang menjalankan tugas pemerintahan yang telah diserahkan kepada perum tersebut.

2. Perusahaan Perseroan (Persero)

(31)

1.7. Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah dan defenisi yang dipergunakan untuk menjabarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu tertentu yang menjadi pusat perhatian (Singarimbun. 1995:33). Dalam penelitian ini, penulis memberikan batasan masing-masing konsep yang digunakan. Hal ini sangat diperlukan agar tidak menimbulkan kekacauan atau kesalahpahaman yang dapat mengaburkan tujuan penelitian. Konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

2. Badan Usaha Milik Negara atau BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

(32)

1.8. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, dan sistematika penulisan.

BAB II METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penelitian , lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan gambaran umum mengenai lokasi penelitian yang meliputi sejarah singkat, visi dan misi, serta struktur organisasi

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini membahas tentang hasil data-data yang diperoleh di lapangan atau berupa dokumen-dokumen yang akan dianalisis.

BAB V ANALISIS DATA

(33)

BAB VI PENUTUP

Gambar

Gambar 1.1 Dasar hukum SMK3

Referensi

Dokumen terkait

1) Mengetahui valueapa yang akan ditawarkan kepada pelanggan dan konsisten dalam penciptaan value tersebut. Sebisa mungkin, ciptakan value yang berbeda

Alfina Susanti warga kelurahan Mattoangin mengatakan bahwa, penyampaian informasi dari pemerintah terkait dengan pelaksanaan program Lorong Garden sangat baik, hal

Aplikasi tuntunan sholat pada smartphone berbasis android dibangun dengan melakukan analisa kebutuhan sistem untuk mengidentifikasi user, data, proses dan

Hasil analisis menunjukkan bahwa hipotesis pertama yaitu menerima H o , yang menunjukkan bahwa empat indikator keberhasilan persaiangan yaitu berlaku untuk

Pengujian terhadap sistem ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan penempatan arrester yang optimal terhadap tegangan lebih transien pada transformator daya

Rancangan faktorial fraksional 2 k-p yang memiliki lebih dari satu unit pengamatan untuk setiap perlakuan, dengan metode klasik menggunakan analisis varian untuk menguji

Berdasarkan hasil olahan optimal pada Tabel diatas dapat dijelaskan bahwa sumberdaya yang menjadi pembatas (kendala aktif) adalah Lahan Green House dengan nilai dual price

Berdasarkan pendapat para ahli Hukum Tata Negara yang telah diuraikan diatas dan ditinjau dari metode penemuan hukum, peneliti lebih cenderung setuju dengan pendapat