20 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai adaptasi social, bencana alam, banjir sudah banyak
dilakukan. Secara keseluruhan penyebab terjadinya banjir hamper sama pada
setiap wilayah yang terkena dampak banjir di Indonesia ini, namun ada saja
factor-faktor penyebab yang berbeda. Beberapa penelitian yang relevan dengan
penelitian ini antara lain, penelitian yang dilakukan oleh Triuri dan Djaka
Marwastadengan judul : Strategi Adaptasi Masyarakat dalam menghadapi banjir
di Kecamayan Tebet, Kota Jakarta Selatan (Studi Kasus Daerah Bantaran Sungai
Ciliwung). Penelitian ini menjelaskan bagaimana Banjir yang sering melanda
Provinsi DKI Jakarta tidak mengurangi minat para pendatang untuk tinggal di
lokasi penelitian. Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu : (1) untuk
mengetahui karakteristik sosial, ekonomi, struktur fisik bangunan, dan persepsi
masyarakat. (2) Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan
keinginan untuk berpindah, kemudian mengetahui hubungan antara besarnya
kerusakan dengan keinginan untuk berpindah, dan mengetahui hubungan antara
status perubahan fisik bangunamn dengan keinginan untuk berpindah. (3)
Mengkaji strategi adaptasi masyarakat dan mengidentifikasi antisipasi
penanggulangan banjir yang dilakukan pemerintah. Penelitian ini dilakukan di
bantaran Sungai Ciliwung Kecamatan Tebet, Kota Jakarta Selatan. Teknik
pengambilan sample dilakukan dengan menggunakan metode Quota. Unit analisis
penelitian ini adalah rumah tangga yang diwakili oleh setiap responden. Sebanyak
21
pengumpulan data juga dilakukan dengan wawancara terstruktur dan observasi
langsung.Teknik analisis yang dilakukan yaitu analisis statistik deskriptif.Hasil
penelitian membuktikan bahwa mayoritas masyarakat memiliki strategi adaptasi
dengan kategori tinggi.Masyarakat yang cenderung memilih untuk tidak
berpindah banyak melakukan strategi adaptasi secara teknis, seperti membuat
tanggul, menyimpan barang-barang di tempat tinggi, meninggikan rumah.
Penelitian Selanjunya berjudul Strategi Adaptasi masyarakat dalam
menghadapi bencana banjir pasang air laut di Kota Pekalongan yang ditulis oleh :
Su Rito Hardoyo, Muh Aris Marfai, Novi Maulida, Ni’mah Rizki, Yustiana Mukti,
Qori’atu Zahro, dan Anisa Halim. Penelitian ini membahas tentang Bencana alam
di suatu wilayah memiliki implikasi secara langsung terhadap masyarakat di
wilayah tersebut. Partisipasi masyarakat untuk mengurangi dan menghindari
resiko bencana penting dilakukan dengan cara meningkatkan kesadaran dan
kapasitas masyarakat. Kota Pekalongan sebagai salah satu kota di Provinsi Jawa
Tengah yang rawan terhadap banjir pasang surut. Banjir telah merendam sebagian
besar daerah Kecamatan Pekalongan Utara. Penelitian strategi adaptasi dilakukan
di tiga desa dengan langkah-langkah pengamatan sebagai berikut: (1)
Mengidentifi kasi persepsi masyarakat terhadap banjir pasang air laut di desa
dengan corak sosioekologi pertanian, tambak dan permukiman. (2) Mengetahui
sikap masyarakat terhadap banjir pasang air laut di desa dengan corak
sosioekologi pertanian, tambak dan permukiman. (3) Memahami strategi adaptasi
masyarakat terhadap banjir pasang air laut di desa dengan corak sosioekologi
pertanian, tambak dan permukiman. Riset ini berfokus pada informasi-informasi
22
banjir pasang air laut.Pada penelitian ini, ditentukan sampel lokasi penelitian
berdasarkan criteria perbedaan sosioekologi yang dimiliki setiap desa.Daerah
resiko banjir pasang surut di Pekalongan Utara, setidaknya terdapat 3 karakter
sosioekologi yang berbeda, yaitu daerah permukiman padat, daerah pertanian
sawah, dan daerah tambak.Wawancara mendalam dilakukan dalam pengumpulan
data primer kualitatif dan kuantitatif dimana responden menjawab seperangkat
pertanyaan dari peneliti.Unit analisis penelitian adalah individu yang diwakili oleh
setiap responden.Untuk mendapatkan sampel individu, dilakukan teknik
purposive sampling.Disamping wawancara terhadap individu masyarakat, juga
dilakukan wawancara dengan aparat pemerintah sebagai salah satu stakaholder
dalam topic banjir pasang surut.analisis data menggunakan analisis tabulasi
frekwensi maupun tabulasi silang. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa
masyarakat memiliki pemahaman mengenai banjir pasang air laut yang sama yaitu
sebagai sebuah fenomena alam. Kesadaran bahwa mereka hidup di wilayah yang
rentan akan banjir pasang air laut, tidak membuat mereka untuk merelokasi, justru
menjadikan proses awal mereka dalam beradaptasi dengan bencana. Selain itu
mereka juga mendapatkan harapan yang mendukung sikap bertahan mereka yaitu
bantuan dari pemerintah kota. adaptasi secara teknis, dimana masyarakat secara
inisiatif membangun bangunan yang berfungsi untuk meminimalisir kerusakan
atau kerugian yang akan mereka alami ketika banjir pasang air laut melanda.
Berdasarkan hasil wawancara, mereka lebih dominan menunggu bantuan dari
pemerintah, inisiatif warga baru sekedar modal sosial berupa gotong royong
23
juga menunggu bantuan dari pemerintah, karena merka didominasi oleh warga
dengan tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Anggara Dwi Putra dan
Wiwandari Handayani yang berjudul : Kajian Bentuk Adaptasi Terhadap Banjir
dan Rob Berdasarkan Karakteristik Wilayah dan Aktivitas di Kelurahan Tanjung
Mas. Penelitian ini dilakukan di Semarang.Kota Semarang yang merupakan salah
satu kota terletak di wilayah pesisir juga merasakan dampak yang ditimbulkan
dari perubahan iklim yang terjadi. Berdasarkan hasil proyeksi yang dilakukan
BMG Kota Semarang (2007)kenaikan air laut Kota Semarang pada tahun 2006 –
2007 sebesar 8 cm dan setiap tahunnya mengalami perubahan ketinggian 1,46 cm.
Salah satu contoh wilayah di kawasan pesisir yang terkena dampaknya yaitu di
Kelurahan Tanjung Mas. Penelitian ini untuk menjawab pertanyaan “Bagaimana
bentuk-bentuk adaptasi terhadap banjir dan rob berdasarkan karakteristik wilayah
dan aktivitas di Kelurahan Tanjung Mas ?”. Studi bentuk adaptasi perlu dilakukan
sebagai dasar pertimbangan dalam agenda pembangunan untuk mencapaipola
pembangunan agar tahan (resilience) terhadap dampak dari banji rob dan
perubahan iklim kedepannya.Dampak yang ditimbulkan dari banjir dan rob untuk
kondisi fisik kawasan yaitu rusaknya bangunan rumah tinggal, kerusakan pada
jalan, kerusakan pada tambak, dan penurunan kualitas air bersih. Untuk dampak
bagi aktivitas, yaitu terganggunya kegiatan sehari-hari masyarakat. Tingkat
kerentanan wilayah dan aktivitas terhadap banjir dan rob, wilayah di Kelurahan
Tanjung Mas terbagi menjadi 2 kelas kerentanan, kerentanan sedang (RW 1, 9-10,
12-13, dan RW 16), dan kerentanan tinggi (RW 2-3, 11, 14-15). Pada tahapan
24
yang digunakan dengan cara obsevasi, kuisioner, dan telaah dokumen yang
relevan.Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan tipe penelitian
kuantitatif deskriptif.Bentuk adaptasi yang dilakukan masyarakat 60 %
masyarakat melakukan peninggian bangunan dan lantai rumah, 28% perbaikan
dan peninggian jalan, 7% pembudidayaan dan penanaman mangrove, dan 5%
pembuatan tanggul.Jadi, Secara umum tidak ada perbedaan bentuk adaptasi pada
setiap aktivitas.
Penelitian selanjutnya oleh Diki Audina yang berjudul Adaptasi Masyarakat
Terhadap Banjir di Kelurahan Setia Kecamatan Binjai Kota Binjai.Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui : (1) alasan melatarbelakangi penduduk untuk tetap
memilih bertempat tinggal di daerah rawan banjir di Kelurahan Setia Kecamatan
Binjai Kota, (2) Strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat dalam
mengantisipasi bahaya banjir di Kelurahan Setia Kecamatan Binjai Kota, dan (3)
Upaya yang dilakukan Masyarakat dan Pemerintah dalam mengatasi banjir di
Kelurahan Setia Kecamatan Binjai Kota. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan
Setia Kecamatan Binjai Kota. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh KK di
Kelurahan Setia yaitu sebanyak 1.045 KK dan sampelnya diambil sebanyak 10%
di masing-masing lingkungan maka jumlah sampel yaitu 104. Teknik pengumpul
data yang digunakan adalah tekni observasi, komunikasi langsung dan Studi
dokumenter.Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik deskriptif
kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan (1) yang melatarbelakangi masyarakat
untuk tetap bermukim di Kelurahan Setia meskipun sering terjadi banjir yaitu
34,61% mengatakan tidak ada biaya untuk pindah ke tempat lain yang lebih
25
dengan tempat kerja. Alasan karena tempat kelahiran terdapat 22,12% dan selebih
16,34% memiliki alasan lain-lain seperti karena dekat dengan kota, pusat
perbelanjaan dan lain sebagainya. (2) Strategi Adaptasi yang dilakukan
masyarakat dalam mengatasi masalah banjir yaitu dengan meninggikan bangunan
rumah atau membuat rumah panggung yaitu terdapat 50,96%. Terdapat 11,53%
yang melakukan strategi membangun rumah tingkat dan terdapat 37,05% yang
tidak melakukan strategi apapun dalam menghadapi banjir. (3) Peran Masyarakat
dalam mengatasi masalah banjir di Kelurahan Setia yaitu sebanyak 65,39%
dengan tidak membuang sampah ke Sungai, 29,80% melakukan gotong-royong
untuk membersihkan lingkungan dan 4,81% lainya usaha yang dilakukan adalah
dengan memperbaiki drainase agar aliran air lancar. Peran Pemerintah Daerah
dalam menangani permasalahan banjir menurut para responden yaitu terdapat
60,57% mengatakan peran Pemerintah sudah baik dalam menangani banjir.
35,57% mengatakan cukup baik, 2,88% mengatakan kurang baik dan 0,97%
mengatakan sangat baik. Jadi, dapat disimpul bahwa Peran Pemerintah dalam
mengatasi masalah banjir sudah baik.
Penelitian selanjutnya oleh Yunita Sari berjudul Partisipasi Masyarakat
dalam Mitigasi Bencana Di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Kota
Medan.Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli merupakan daerah yang rawan akan
bencana banjir, tetapi masyarakat masih bertempat tinggal dibantaran DAS Deli
dan membuang sampah kesungai. Padahal peristiwa bencana tidak mungkin
dihindari, tetapi yang dapat kita lakukan adalah memperkecil terjadinya korban
jiwa, harta maupun lingkungan melalui mitigasi bencana.Banyaknya korban jiwa
26
disebabkan kurangnya kesadaran dan pemahaman pemerintah maupun masyarakat
terhadap potensi kerentanan bencana serta upaya mitigasinya. Penelitian ini
dilakukan selama tiga bulan, mulai Desember 2009-Maret 2010 dan bertujuan
untuk menganalisis partisipasi masyarakat Kelurahan Aur Kecamatan Medan
Maimun dalam mitigasi bencana di DAS Deli kota Medan dengan menggunakan
metode survey deskriptif dengan pendekatan kualitatif untuk menganalisis
partisipasi masyarakat dalam mitigasi bencana. Pengumpulan data dilakukan
dengan wawancara dan dokumentasi.Berdasarkan hasil penelitian, partisipasi
masyarakat Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun dalam mitigasi bencana
masih relatif rendah. Kultur masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan
juga masih rendah dan menjadikan sungai menjadi tempat pembuangan sampah,
selanjutnya masih bertahan tinggal di bantaran sungai dan menolak program
rusunawa sebagai pengganti tempat tinggal mereka yang ditawarkan oleh
pemerintah kota Medan.
2.2 Konsep Strategi Adaptasi 2.2.1 Strategi
Strategi berasal dari bahasa Yunani kuno yang berarti “seni
berperang”.Suatu strategi mempunyai dasar-dasar atau skema untuk mencapai
sasaran yang dituju.Jadi, pada dasarnya strategi merupakan alat untuk mencapai
tujuan.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, Strategi adalah ilmu siasat perang
untuk mencapai maksud tertentu. (Poerwardarminta, 2007 : 1146), sementara
Strategi menurut Chandler (dalam Kuncoro, 2006 : 1) adalah penentuan tujuan
27
yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi sangat
penting untuk menentukan suatu kesuksesan dari suatu usaha dan meningkatkan
kemampuan dalam mencegah masalah. Strategi dapat diartikan sebagai upaya
atau usaha yang dilakukan untuk mencegah dan menangani masalah yang
dihadapi.
Menurut Stephanie K. Marrus (Umar, 2008:31) strategi didefenisikan
sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus
pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyususnan suatu cara atau upaya
bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai.
2.2.2 Adaptasi
Dalam ilmu Psikologi, Ada beberapa pengertian tentang Adaptasi
mekanisme penyesuaian diri, antara lain:
a. W.A. Gerungan (1996) menyebutkan bahwa “Penyesuaian diri adalah
mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah
lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan diri)”.Mengubah diri sesuai dengan
keadaan lingkungan sifatnya pasif (autoplastis), misalnya seorang bidan desa
harus dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma dan nilai-nilai yang dianut
masyarakat desa tempat ia bertugas.Sebaliknya, apabila individu berusaha untuk
mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan diri, sifatnta adalah aktif
(alloplastis), misalnya seotang bida desa ingin mengubah perilaku ibu-ibu di desa
untuk meneteki bayi sesuai dengan manajemen laktasi.
b. Menurut Soeharto Heerdjan (1987), “Penyesuaian diri adalah usaha atau
perilaku yang tujuannya mengatasi kesulitan dan hambatan”.Adaptasi merupakan
28
untuk mengatasi stress. Cara mengatasi stres dapat berupa membatasi tempat
terjadinya stress, mengurangi, atau menetralisasi pengaruhnya.Adaptasi adalah
suatu cara penyesuaian yang berorientasi pada tugas (task oriented).
Tujuan Adaptasi:
a. Menghadapi tuntutan keadaan secara sadar.
b. Menghadapi tuntutan keadaan secara realistik.
c. Menghadapi tuntutan keadaan secara objektif.
d. Menghadapi tuntutan keadaan secara rasional.
Hardesty (1977) mengemukakan tentang adaptasi bahwa: “adaptation is
the process through which benefi cial relationships are established and maintained
between an organism and its environment”, maksudnya adalah proses terjalinnya
dan terpeliharanya hubungan yang saling menguntungkan antara organisme dan
lingkungannya. Sementara itu para ahli ekologi budaya (cultural ecologists)
(Alland, 1975; Harris, 1968; Moran, 1982) mendefenisikan, bahwa adaptasi
adalah suatu strategi penyesuaian diri yang digunakan manusia selama hidupnya
untuk merespon terhadap perubahan-perubahan lingkungan dan sosial (dalam
Hardoyo, dkk., 2011).
Dalam kajian adaptabilitas manusia terhadap lingkungan, ekosistem
merupakan keseluruhan situasi, di mana adaptabilitas berlangsung atau
terjadi.Karena populasi manusia tersebar di berbagai belahan bumi, konteks
adaptabilitas sangat berbeda-beda.Suatu populasi di suatu ekosistem tertentu
menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan dengan cara-cara yang spesifik.
29
lingkungan yang baru, suatu proses perubahan akan dimulai dan dapat saja
membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menyesuaikan diri (Moran 1982).
Sahlins (1968) menekankan bahwa proses adaptasi sangatlah dinamis, karena
lingkungan dan populasi manusia terus dan selalu berubah (Hardoyo dkk, 2011:
7).
Menurut Soerjono Soekanto (Soekanto, 2000: 10-11) memberikan
beberapa batasan pengertian dari adaptasi sosial, yakni: 1) Proses mengatasi
halangan -halangan dari lingkungan; 2) Penyesuaian terhadap norma-norma untuk
menyalurkan ketegangan; 3) Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan
situasi yang berubah; 4) Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan; 5)
Memanfaatkan sumber- sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan
system; 6) Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah.
Beberapa istilah adaptasi yang relevan, yaitu :
1. Adaptasi yang direncanakan, yaitu : hasil dari keputusan kebijakan yang
bertujuan untuk mengembalikan ke, menjaga, atau mencapai kondisi yang
diinginkan.
2. Adaptasi Publik: diinisiasi dan diimplementasikan oleh pemerintah pada berbagai tingkat (biasanya lahir karena kebutuhan bersama).
3. Adaptasi Reaktif: Adaptasi yang dilakukan setelah dampak perubahan
iklim sudah terobservasi.
4. Adaptasi Swasta: diinisiasi dan diimplementasikan oleh individu, rumah
tangga atau perusahaan swasta (biasanya dilakukan atas dasar kepentingan pribadi
sipelaksana.
30
Sunil (dalam Hardoyo, dkk, 2011 : 8) mendefenisikan adaptasi dalam
ketidakpastian lingkungan dan bencana sebagai penanganan terhadap dampak
yang tidak dapat dihindari dalam perubahan lingkungan. Adaptasi menyertakan
penyesuaian diri dalam bersikap terhadap kondisi yang tidak menentu.Adaptasi
sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi dan ekologi tertentu. Di dalam
perubahan lingkungan yang terjadi di wilayah pesisir, konsep adaptasi mengacu
pada strategi: (1) perlindungan terhadap wilayah daratan dari lautan, sehingga
penggunaan lahan dapat terus berlanjut; (2) akomodasi yaitu melakukan
penyesuaian diri terhadap lingkungannya; dan (3) strategi menghindar atau
migrasi yaitu meninggalkan wilayah pesisir ke daerah lain yang lebih aman.
Adaptasi meminimalisir kerugian sosio-ekonomi yang disebabkan oleh
perubahan iklim.Adaptasi dapat dilakukan melalui perbaikan system pada
sumber-sumber yang terkena dampak atau melalui resiko yang mungkin
terjadi.Penggunaan teknologi baru merupakan suatu bentuk kegiatan dalam
strategi adaptasi.
Adaptasi dan perubahan adalah dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan
bagi makhluk hidup. Adaptasi berlaku bagi setiap makhluk hidup dalam
menjalani hidup dalam kondisi lingkungan yang senantiasa berubah. Bennet
(1976) dan Pandey (1993) memandang adaptasi sebagai suatu prilaku responsif
manusia terhadap perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi. Prilaku responsif
tersebut memungkinkan mereka dapat menata sistem-sistem tertentu bagi tindakan
atau tingkah lakunya, agar dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi
yang ada. Perilaku tersebut di atas berkaitan dengan kebutuhan hidup, setelah
31
strategi serta keputusan tertentu untuk menghadapi keadaan-keadaan selanjutnya.
Dengan demikian, adaptasi merupakan suatu strategi yang digunakan oleh
manusia dalam masa hidupnya guna mengantisipasi perubahan lingkungan baik
fisik maupun sosial (Alland 1975; Barlett 1980). Sebagai suatu proses perubahan,
adaptasi dapat berakhir dengan sesuatu yang diharapkan atau tidak diharapkan.
Oleh karenanya, adaptasi merupakan suatu sistem interaksi yang berlangsung
terus antara manusia dengan manusia, dan antara manusia dengan ekosistemnya.
Dengan demikian, tingkah laku manusia dapat mengubah suatu lingkungan atau
sebaliknya, lingkungan yang berubah memerlukan suatu adaptasi yang selalu
dapat diperbaharuhi agar manusia dapat bertahan dan melangsungkan kehidupan
di lingkungan tempat tinggalnya (Bennett 1976 dalam Satria dan Helmi, 2012)
2.3 Pengertian Masyarakat
Menurut Peter L. Berger, defenisi masyarakat adalah suatu keseluruhan
kompleks hubungan manusia yang luas sifatnya. Pengertian keseluruhan
kompleks dalam defenisi tersebut berarti bahwa keseluruhan itu terdiuri atas
bagian-bagian yang membentuk kesatuan.Misalnya, dalam tubuh manusia terdapat
bagian-bagain yang membentuk suatu system organic biologis, seperti jantung,
hati, otak, dan paru-paru.Kesatuan dari bagian-bagian tersebut membentuk system
yang namanya manusia.Demikian pula dengan masyarakat, didalamnya terdiri
atas bagian-bagian yang membentuk hubungan sosial.Misalnya, hubungan
orangtua dan anak, hubungan guru dan murid, hubungan atasan dan bawahan,
yang keseluruhan hubungan yang luas itu disebut masyarakat.Berger
32
interaksi, atau tindakan yang terjadi minimal dua orang yang saling
mempengaruhi perilakunya.”
Dapat dipahami bahwa setiap ada system interaksi, disanalah konsep
msayarakat diterapkan.Dalam system interaksim dapat dilihat bentuk peraturan,
kebiasaan, dan adat istiadat yang diciptakan oleh manusia dan juga mengatur
manusia.Artinya, anatara individu dan masyarakat ada hubungan timbale balik.(
Murdiyatmoko,2007: 18)
2.4 Kesejahteraan Sosial
Dengan menggunakan pengertian dasar dari konsep ‘sosial’ yang merupakan kata
kunci dari konsep kesejahteraan sosial, yaitu ‘hubungan antar manusia’, maka
konsep Kesejahteraan Sosial dapat dipandang dari empat sisi, sebagai berikut:
1. Sebagai suatu ‘Sistem Pelayanan Sosial’
Elizabeth Wickenden (dalam Wibhawa,Raharjo, & Budiarti S, 2010:23)
mendefenisikan Kesejahteraan Sosial sebagai suatu system perundang-undangan,
kebijakan, program, pelayanan, dan bantuan; untuk menjamin pemenuhan
kebutuhan sosial yang dikenal sebagai kebutuhan dasar bagi kesejahteraan
manusia dan bagi berfungsinya ketertiban sosial secara lebih baik.
Walter A Friedlander mengemukakan bahwa kesejahteraan sosial adalah
system yang terorganisasi dari usaha-usaha sosial dan lembaga-lembaga sosial
yang hidup dan kesehatan yang memuaskan, serta untuk mencapai relasi
perseorangan dan sosial yang dapat memungkinkan mereka mengembangkan
33
kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan
masyarakat.
Upaya untuk mewujudkan kesejahteraan sosial sejatinya dilakukan oleh
semua pihak, baik oleh pemerintah, dunia usaha, maupun social society, hal ini
bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia melalui kebijkan dan
program yang bermitra pelayanan sosial, penyembuhan sosial, perlindungan
sosial, dan pemberdayaan masyarakat.
2. Sebagai suatu disiplin keilmuan
Sebagai suatu ilmu, pada dasarnya suatu ilmu yang mencoba mengembangkan
pemikiran, strategi dan teknik untuk meningkatkan kesejahteraan suatu
masyarakat, baik dari level mikro, mezzo, maupun makro.
3. Sebagai suatu keadaan hidup
Kesejahteraan sosial mengacu kepada “ keadaan antar hubungan manusia yang
baik, artinya yang kondusif bagi manusia untuk melakukan upaya guna memenuhi
kebutuhan hidupnya secara mandiri”. Artinya setiap warga masyarakat
dimungkinkan untuk melakukan upaya dengan kemampuannya sendiri untuk
dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sendiri, tanpa ketergantungan kepada
pemberian dari manusia lain; jadi bukan berarti setiap warga masyarakat hidup
sendiri-sendiri, melainkan hidup dalam keadaan saling membantu (saling
mendukung) upaya warga masyarakatnya sesuai dengan posisi dan peran
masing-masing di dalam masyarakat.
34
Kesejahteraan sosial dapat dilihat dalam rumusan Undang-undang nomor 11
tahun 2009 tentang ‘Kesejahteraan Sosial’ pasal I : Kesejahteraan sosial adalah
kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar
dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya.
Penyelengaaraan kesejahteraan social seperti yang tercantum dalam UU
NO 11 tahun 2009 Bab III bagian kesatu Pasal 5 ayat 2 menjelaskan bahwa : “
Penyelenggaraan kesejahteeraan social diprioritaskan kepada mereka yang
memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki criteria
masalah social :
a. kemiskinan;
b. ketelantaran;
c. kecacatan;
d. keterpencilan;
e. ketunaan social dan penyimpangan perilaku;
f. korban bencana; dan/atau
g. korban tindak kekerasan, ekploitasi dan diskriminasi.
2.5 Defenisi Bencana dan Jenis Bencana 2.5.1 Defenisi Bencana
Definisi Bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
35
dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis.
Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor
alam, non alam, dan manusia.Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan
bencana sosial.
a. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa
gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan,
dan tanah longsor.
b. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi,
gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
c. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi
konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
Kejadian Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat
berdasarkan tanggal kejadian, lokasi, jenis bencana, korban dan/ataupun
kerusakan. Jika terjadi bencana pada tanggal yang sama dan melanda lebih dari
satu wilayah, maka dihitung sebagai satu kejadian.
Defenisi umum ‘bencana’ yang banyak digunakan oleh ilmuwan adalah
defenisi ‘bencana’ menurut Asian Disaster Reduction Centre dan the United
36
mengakibatkan kerugian manusia, material, atau lingkungan yang luas melebihi
kemampuan masyarakat yang terkena dampak dan harus mereka hadapi
menggunakan sumber daya yang ada pada mereka.
Carter (1991) mengidentifikasikan empat karakteristik yang membedakan
bencana dengan kejadian lainnya yang terjadi dalam kehidupan manusia. Pertama
adalah focus pada kekacauan, yaitu dalam hal kecepatan serangan, prediksi, dan
luasnya. Kedua adalah kaitan efek atau dampak dari kejadian tersebut terhadap
manusai, misalnya kematian, cedera atau penyakit, dan menyebabkan
penderitaan.Ketiga adalah kerusakan atau kehancuran infrastruktur; seperti
fasilitas penyangga hidup serta komunikasi dan layanan penting.Keempat adalah
adanya kebutuhan terhadap bantuan kemanusiaan, seperti perawatan kesehatan,
tempat tinggal, makan, pakaian, dan kebutuhan sosial lainnya. Beberapa kriteria
menurut para ahli untuk mendefenisikan bencana apabila dilihat dari dampaknya
dapat dilihat dari beberapa referensi berikut :
1. Sepuluh orang atau lebih dilaporkan tewas.
2. Seratus orang dilaporkan terkena dampak.
3. Adanya panggilan untuk bantuan internasional
4. Adanya pernyataan keadaan darurat.
Coppola (2007) menyebutkan sebuah bencana local tidak dapat disebut
sebagai bencana nasional jika satuan unit respons bencana pemerintah provinsi
dan local/daerah mampu mengatasi semua konsekuensinya.Namun jika
pemerintah daerah tidak mampu mengatasi masalah dan membutuhkan intervensi
dari pemerintah pusat, maka bencana tersebut menjadi tanggung jawab pusat.
37
konsekuensi dari kejadian yang merugikan itu, maka kejadian tersebut menjadi
bencana internasional yang membutuhkan intervensi secara internasional dan
bantuan-bantuan lainnya (Kusumasari 2014:3-5)
2.5.2. Jenis-jenis bencana
1) Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan
bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif,
akitivitas gunung api atau runtuhan batuan.
2) Letusan gunung apimerupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal
dengan istilah "erupsi". Bahaya letusan gunung api dapat berupa awan
panas, lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami
dan banjir lahar.
3) Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan
("tsu" berarti lautan, "nami" berarti gelombang ombak). Tsunami adalah
serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya
pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi.
4) Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau
batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng
akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng.
5) Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah
atau daratan karena volume air yang meningkat.
6) Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air
yang besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur sungai.
7) Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air
38
Adapun yang dimaksud kekeringan di bidang pertanian adalah kekeringan
yang terjadi di lahan pertanian yang ada tanaman (padi, jagung, kedelai
dan lain-lain) yang sedang dibudidayakan .
8) Kebakaran adalah situasi dimana bangunan pada suatu tempat seperti
rumah/pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan lain-lain dilanda api yang
menimbulkan korban dan/atau kerugian.
9) Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan di mana hutan dan lahan
dilanda api, sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang
menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan. Kebakaran
hutan dan lahan seringkali menyebabkan bencana asap yang dapat
mengganggu aktivitas dan kesehatan masyarakat sekitar.
10) Angin puting beliung adalah angin kencang yang datang secara tiba-tiba,
mempunyai pusat, bergerak melingkar menyerupai spiral dengan
kecepatan 40-50 km/jam hingga menyentuh permukaan bumi dan akan
hilang dalam waktu singkat (3-5 menit).
11) Gelombang pasang atau badai adalah gelombang tinggi yang ditimbulkan
karena efek terjadinya siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia dan
berpotensi kuat menimbulkan bencana alam. Indonesia bukan daerah
lintasan siklon tropis tetapi keberadaan siklon tropis akan memberikan
pengaruh kuat terjadinya angin kencang, gelombang tinggi disertai hujan
deras.
12) Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan
arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai.
39
keseimbangan alam daerah pantai tersebut. Walaupun abrasi bisa
disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut sebagai
penyebab utama abrasi.
13) Kecelakaan transportasi adalah kecelakaan moda transportasi yang terjadi
di darat, laut dan udara.
14) Kecelakaan industri adalah kecelakaan yang disebabkan oleh dua faktor,
yaitu perilaku kerja yang berbahaya (unsafe human act) dan kondisi yang
berbahaya (unsafe conditions). Adapun jenis kecelakaan yang terjadi
sangat bergantung pada macam industrinya, misalnya bahan dan peralatan
kerja yang dipergunakan, proses kerja, kondisi tempat kerja, bahkan
pekerja yang terlibat di dalamnya.
15) Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004.
16) Konflik Sosial atau kerusuhan sosial atau huru hara adalah suatu gerakan
massal yang bersifat merusak tatanan dan tata tertib sosial yang ada, yang
dipicu oleh kecemburuan sosial, budaya dan ekonomi yang biasanya
dikemas sebagai pertentangan antar suku, agama, ras (SARA).
17) Aksi Teror adalah aksi yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan
sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan sehingga
menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas
atau menimbulkan korban yang bersifat masal, dengan cara merampas
40
mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital
yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik internasional.
18) Sabotase adalah tindakan yang dilakukan untuk melemahkan musuh
melalui subversi, penghambatan, pengacauan dan/ atau penghancuran.
Dalam perang, istilah ini digunakan untuk mendiskripsikan aktivitas
individu atau grup yang tidak berhubungan dengan militer, tetapi dengan
spionase. Sabotase dapat dilakukan terhadap beberapa sruktur penting,
seperti infrastruktur, struktur ekonomi, dan lain-lain. (BNPB, 2015)
2.6 Paradigma Bencana
Menurut Smith ada dua konsep paradigma yang digunakan dalam
penelitian bencana dari perspektif ilmu sosial, yaitu paradigm perilaku dan
paradigma structural.Paradigma perilaku menekankan pada penyebab geografis
dari bencana dan penggunaan teknologi untuk mengurangi kerusakan yang
disebabkan oleh dampak bencana.Paradigma ini menahan bencana menjadi
kejadian yang tidak sembarangan terjadi dan menenkankan pentingnya perilaku
manusia mencegah bencana.Namun paradigma perilaku kurang memerhatikan
keadaan sosial daerah yang dilanda bencana.Sebaliknya paradigm structural
menekankan pada pengaruh struktur sosial tempat melekatnya individu dan
kelompok (Bolin, 1998, Smith, 2007) serta mengakui bahwa bencana adalah
pengaruh alam atau masyarakat yang mengintensifkan masalah kehidupan
ekonomi dan sosial sehari-hari (Hutton & Haque, 2004).Perspektif ini menyatakan
bahwa kelompok sosial dan individu yang terpinggirkan lebih ‘beresiko’ setelah
41
Sebuah pendekatan penting yang terdapat dalam paradigm structural
adalah pendekatan kerentanan yang berfokus pada dimensi spasial dari stratifikasi
sosial dan ekonomi dalam kaitannya dengan bencana ( Hewitt, 1998). Tierny,
Bevc, dan Kuligowski (2006:109) menyatakan bahwa tiap kelompok memiliki
kerentanan yang berbeda-beda dalam menghadapi bencana, tergantung pada posisi
mereka dalam system stratifikasi. Pendekatan ini tidak menyangkal signifikansi
dari bahaya alam sebagai peristiwa pemicu, tetapi penekanan utamanya adalah
pada berbagai cara ketika system sosial beroperasi untuk menghasilkan bencana
dengan membuat orang menjadi rentan (Wisner,et.al., 2004). Dengan kata lain,
perspektif kerentanan meneliti bencana alam sebagai fenomena sosial yang
domoderatori oleh struktur sosial yang ada. ( Kusumasari, 2014:9-10)
2.7 Pengaruh BencanaTerhadap Masyarakat
Quarantelli (dalam Kusumasari, 2014:13-14) mengatakan bahwa bencana
menganggu masyarakat dalam banyak cara dan sebagian besar orang terbiasa
dengan statistic bencana yang berhubungan dengan jumlah orang yang tewas dan
terluka, bangunan rusak dan hancur, serta nilai property yang hilang. Coppola,
2007 mengidentifikasikan konsekuensi bencana yang menggangu masyarakat dan
mengurangi kualitas hidup individu dalam masyarakat dan mengurangi kualitas
hidup individu dalam masyarakat.Berikut adalah rangkuman konsekuensi tersebut.
a. Kurangnya kemampuan untuk bergerak atau melakukan perjalanan karena
infrastruktur transportasi yang rusak dan hancur;
b. Terganggunya kesempatan pendidikan karena kerusakan sekolah atau guru
42
c. Hilangnya warisan budaya, fasilitas keagamaan, dan sumber daya
masyarakat;
d. Hilangnya pasar dan kesempatan berdagang yang disebabkan oleh
gangguan bisnis jangka pendek akibat hilangnya konsumen, pekerja,
fasilitas, persediaan atau peralatan;
e. Hilangnya kepercayaan investor yang mungkin berpotensi menarik
kembali investasi (penanaman modal) mereka dan ini di kemudian hari
akan menciptakan pengangguran karena pemotongan kerja dan kerusakan
di tempat kerja;
f. Sulitnya komunikasi karena kerusakan dan kehilangan infrastruktur;
g. Adanya tunawisma yang disebabkan oleh hilangnya rumah dan harta
benda;
h. Kelaparan karena terputusnya rantai suplai makanan yang menyebabkan
kekurangan suplai makanan dan meningkatnya harga;
i. Kehilangan, kerusakan, dan pencemaran lingkungan akibat kerusakan
bangunan dan infrastruktur yang rusak dan belum diperbaiki, serta
deformasi dan hilangnya kualitas tanah;
j. Kerusuhan public ketika respons pemerintah tidak memadai.
2.8 Manajemen Bencana
Menajemen bencana didefenisikan sebahai istilah kolektif yang mencakup
semua aspek perencanaan untuk merespon bencana, termasuk kegiatan-kegiatan
sebelum bencana dan setelah bencana yang mungkin juga merujuk pada
manajemen resiko dan konsekuensi bencana (Shaluf, 2008, dalam Kusumasari :
43
dibuat dengan melibatkan usaha dari pemerintah, sukarelawan, dan pihak-pihak
swasta dengan cara yang terkordinasi dan komprehensif untuk merespon seluruh
kebutuhan darurat. Oleh karena itu, manajemen bencana terdiri dari semua
perencanaan, pengorganisasian, dan mobilisasi sumber daya yang dibutuhkan
untuk menangani semua fase bencana sebagai peristiwa alam yang unik.
Manajemen bencana banjir menurut Twigg (2004) terdiri dari 3
komponen,yaitu mitigasi, kesiapsiagaan, dan pencegahan. Ketiga komponen
tersebut dijelaskan sebagai berikut:
(1) Mitigasi adalah hal-hal yang dilakukan untuk mengurangi resiko bencana
baik struktural (pembangunan fisik bangunan) maupun non structural (pendidikan
dan pelatihan terkait bencana dan kebijakan penggunaan lahan). Dalam UU No.
27 tahun 2007, mitigasi bencana di wilayah pesisirdiartikan sebagai: “Upaya
untuk mengurangi resiko bencana baik secarastruktur atau fisik melalui
pembangunan fi sik alami dan/atau buatanmaupun non struktural atau non fi sik
melalui peningkatan kemampuanmenghadapi ancaman bencana di wilayah pesisir
dan pulau-pulaukecil.”
(2) Kesiapsiagaan adalah langkah-langkah yang diambil sebelum
bencanaterjadi seperti prakiraan, peringatan dini, dan tanggap pada bencana.
(3) Pencegahan adalah aktivitas yang dilakukan untuk mencegah
terjadinyabencana. (Hardoyo,dkk.,2011: 6)
Secara sedehana system tanggap bencana (disaster management) meliputi
empat tahapan.
44
Mitigation merupakan tahapan atau langkah memperingan risiko yang
ditimbulkan oleh bencana.Dalam mitigasi terdapat dua bagian penting, yakni
pengurangan dan pencegahan terjadinya bencana.
2. Preparedness: perencanaan – persiapan
Preparedness merupakan kesiapsiagaan dalam menghadapi terjadinya
bencana. Ada dua bagian penting dalam kesiapsiagaan, yakni adanya perencanan
yang matang dan persiapan yang memadai sehubungan dengan tingkat risiko
bencana.
3. Response: penyelamatan – pertolongan
Response merupakan tindakn tanggap bencana yanh meliputi dua unsure
terpenting, yakni tindakan penyelamtan dan pertolongan.Pertama-tama, tindakan
tanggap bencana tersebut ditujukan untuk menyelamatkan dan menolong jiwa
manusia baik secara personal, kelompok maupun masyarakat selanjutnya.
4. Recovery: pemulihan - pengawasan
Recovery merupakan tahap atau langkah pemulihan sehubungan dengan
kerusakan atau akibat yang ditimbulkan oleh bencana.Dalam tahap ini terdapat
dua bagian yakni pemulihan dan pengawasan yang ditujukan untuk memulihkan
keadaan ke kondisi semula – atau setidaknya-tidaknya menyesuaikan kondisi
pascabencana – guna keberlangsungan hidup selanjutnya. (Priambodo, 2009.:
17-18).
2.9 Banjir
Banjir adalah meluapnya aliran sungai akibat air melebihi kapasitas
tampungan sungai sehingga meluap dan menggenangi dataran atau daerah yang
45
“biasa” yang sering terjadi dan dihadapi hamper di seluruh negara-negara di
dunia, termasuk Indonesia. Karena sesuai kodratnya, air akan mengalir dan
mencari tempat-tempat yang lebih rendah. (Yulaelawati,Usman Syihab :2008:6).
Ada 3 (tiga) jenis banjir yang umumnya terjadi. Ketiga jenis tersebut
adalah:
1. Banjir bandang
Banjir bandang adalah banjir besar yang terjadi secara tiba-tiba dan
berlangsung hanya sesaat. Banjir bandang umumnya terjadi hasil dari curah hujan
berintensitas tinggi dengan durasi (jangka waktu) pendek yang menyebabkan
debit sungai naik secara cepat. Dari sekian banyak kejadian, sebagian besar
diawali oleh adanya longsoran di bagian hulu sungai, kemudian material
longsoran dan pohon-pohon menyumbat sungai dan menimbulkan
bending-bendung alami.Selanjutnya, bending alami tersebut ambrol dan mendatangkan air
bah dalam volume hyang besar dan waktu yang sangat singkat.Penyebab
timbulnya banjir bandang, selain curah hujan, adalah kondisi geologi, morfologi,
dan tutupan lahan.
2. Banjir sungai
Banjir sungai biasanya disebabkan oleh curah hujan yang terjadi di daerah
aliran sungai (DAS) secara luas dan berlangsung lama.Selanjutnya air sungai yang
ada meluap dan menimbulkan banjir dan menggenangi daerah sekitarnya. Tidak
seperti banjir bandang, banjir sungai biasanya akan menjadi besar secara
perlahan-lahan, dan sering kali merupakan banjir musiman dan bisa berlanjut sampai
berhari-hari atau berminggu-minggu.
46
Banjir ini berkaitan dengan adanya badai siklon dan pasang surut air
laut.Banjir besar yang terjadi dari hujan sering diperburuk oleh gelombang badai
yang diakibatkan oleh angin yang terjadi disepanjang pantai.Pada banjir ini air
laut membanjiri dartan karena satu atau kombinasi pengaruh-pengaruh dari air
pasang yang tinggi atau gelombang badai. Seperti halnya banjir sungai, hujan
yang turun dengan lebat diatas daerah yang luas akan mengakibatkan banjir yang
hebat pada muara sungai.
2.9.1 Istilah-istilah dalam Pengendalian Banjir
Kodoatie dan Sugianto (2002:74-75) menyebutkan untuk mendalami
mengenai pengendalian banjir perlu dipahami mengenai beberapa istilah,
diantaranya diterangkan di bawah ini:
a. Wilayah sungai: merupakan kesatuan wilayah system tata pengairan
sebagai suatu pengembangan wilayah sungai yang dapat terdiri dari satu
atau lebih daerah pengairan sungai.
b. Sistem tata pengairan: merupakan susunan tata letak sumber air, termasuk
bangunan pemanfaatan yang sesuai ketentuan teknik pembinaan disuatu
wilayah.
c. Daerah pengaliran sungai: adalah suatu kesatuan wilayah tata air yang
terbentuk secara alamiah, dimana air akan mengalir melalui sungai dan
anak sungai yang bersangkutan. Ada orang yang menyebut dengan Daerah
Aliran Sungai (DAS), Daerah Tangkapan Air (DTA). Dalam istilah bahasa
Inggris juga ada beberapa macam istilah yaitu Catchment Area,
47
d. Daerah dataran banjir: merupakan suatu lahan yang merupakan suatu
dataran rendah, karena kondisi topografinya pada waktu-waktu tertentu
dapat tergenang oleh banjir yang terjadi.
e. Bantaran sungai: daerah yang terletak pada kedua sisi dan di sepanjang
alur sungai, dimana terletak antara tepi palung alur sungai sampai pada
kaki tanggul sebelah dalam.
f. Daerah retensi: daerah rendah yang dimanfaatkan untuk menampung air
banjir sementara waktu dan dilepaskan pada waktu banjir mulai surut.
g. Garis sempadan: garis batas luar pengaman sungai dihitung kira-kira 5
meter (dapat diambil dengan ketentuan lain) dari luar kaki tanggul, untuk
sungai yang mempunyai tanggul dan dengan ketentuan tersendiri yang tak
ada tanggul.
h. Daerah sempadan: lahan yang dibatasi oleh garis sempadan dengan kaki
tanggul sebelah luar atau garis sempadan dengan tebing untuk sungai yang
tidak bertanggul.
i. Banjir ada 2 peristiwa : pertama peristiwa banjir/genangan yang terjadi
pada daerah yang biasanya tidak terjadi banjir dan kedua peristiwa banjir
terjadi karena limpasan air banjir dari sungai karena debit banjir tidak
mampu dialirkan oleh alur sungai atau debit banjir lebih besar dari
kapasitas pengaliran sungai yang ada. Peristiwa banjir sendiri tidak
menjadi permasalahan, apabila tidak mengganggu terhadap aktivitas atau
kepentingan manusai dan permasalahan ini timbul setelah manusia
48
pengaturan daerah dataran banjir untuk mengurangi kerugian akibat banjir
(flood plain management).
j. Pengendalian banjir: secara umum merupakan kegiatan perencanaan
pelaksanaan pekerjaan pengendalian banjir, eksploitasi dan pemeliharaan,
yang pada dasarnya untuk mengendalikan banjir, pengaturan penggunaan
daerah dataran banjir dan mengurangi atau mencegah adanya
bahaya/kerugian akibat banjir.
2.9.2 Sebab Terjadinya Banjir
Secara umum penyebab terjadinya banjir dapat diklasifikasikan dalam 2
kategori, yaitu banjir yang disebabkan oleh sebab-sebab alami dan banjir yang
diakibatkan oleh tindakan manusia. Beberapa penyebab yang termasuk
sebab-sebab alami :
a. Curah hujan
Indonesia mempunyai iklim tropis sehingga sepanjang tahun mempunyai
dua musim yaitu musim hujan umumnya terjadi antara bulan Oktober sampai
bulan Maret, dan musim kemarau terjadi antara bulan April sampai bulan
September. Pada musim penghujan, curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan
banjir disungai dan bilamana melebihi tebing sungai maka akan timbul banjir atau
genangan.
b. Pengaruh Fisiografi
Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan kemiringan
daerah pengaliran sungai (DPS), kemiringan sungai, geometric hidrolik (bentuk
49
sungai), lokasi sungai dll.merupakan hal-hal yang mempengaruhi terjadinya
banjir.
c. Erosi dan sedimentasi
Erosi di daerah pengaliran sungai (DPS) berpengaruh terhadap
pengurangan kapasitas penampang sungai.Erosi menjadi problem klasik
sungai-sungai di Indonesia. Besarnya sedimentasi akan mengurangi kapasitas saluran,
sehingga timbul genangan dan banjir di sungai. Sedimentasi juga menjadi masalah
besar pada sungai-sungai di Indonesia.
d. Kapasitas sungai
Pengurangan kapasitas banjir pada sungai dapat disebabkan oleh
pengendapan berasal dari erosi DPS dan erosi tanggul sungai yang berlebihan dan
sedimentasi di sungai itu karena tidak adanya vegetasi penutup dan adanya
penggunaan lahan yang tidak tepat.
e. Kapasitas drainase yang tidak memadai
Hampir semua kota-kota di Indonesia mempunyai drainasi daerah
genangan yang tidak memadai, sehingga kota-kota tersebut sering menjadi
langganan banjir di musim hujan .
f. Pengaruh air pasang
Air pasang laut memperlambat aliran sungai ke laut.Pada waktu banjir
bersamaan dengan air pasang yang tinggi maka tingi genangan atau banjir menjadi
besar karena terjadi aliran balik (backwater).Contoh di Kota Semarang dan
Jakarta.Genangan ini terjadi sepanjang tahun baik di musim hujan maupun di
musim kemarau.
50 a. Perubahan kondisi DPS
Perubahan DPS seperti pengundulan hutan, usaha pertanian yang kurang
tepat, perluasan kota, dan perubahan tataguna lainnya dapat memperburuk
masalah banjir karena meningkatnya aliran banjir.
b. Kawasan kumuh
Perumahan kumuh yang terdapat di sepanjang sungai, dapat merupakan
penghambat aliran. Masalah kawasan kumuh dikenal sebagai faktor penting
terhadap masalah banjir daerah perkotaan.
c. Sampah
Disiplin masyarakat untuk membuang sampah pada tempat yang
ditentukan tidak baik, umumnya mereka langsung membuang sampah kesungai.Di
kota-kota besar ha ini sangat mudah dijumpai.Pembuangan sampah di alur sungai
dapat meninggikan muka air banjir karena mengahalangi aliran.
d. Drainase lahan
Drainase perkotaan dan pengembangan pertanian pada daerah bantuan
banjir akan mengurangi kemampuan banraean dalam menampung debir air yang
tinggi.
e. Bendung dan bangunan air
Bendung dan bangunan lain seperti pilar jembatan dapat meningkatkan
elevasi muka air banjir karena efek aliran balik (backwater).
f. Kerusakan bangunan pengendali banjir
Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali banjir
sehingga menimbulkan kerusakan dan akhirnya tidak berfungsi dapat
51
g. Perencanaan system pengendalian banjir tidak tepat
Beberapa system pengendalian banjir memang dapat mengurangi
kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tetapi mungkin dapat menambah
kerusakan selama banjir-banjir yang besar.Sebagai contoh bangunan tanggul
sungai yang tinggi.Limpasan pada tanggul pada waktu terjadi banjir yang
melebihi banjir rencana dapat menyebabkan keruntuhan tanggul, menyebabkan
kecepatan aliran yang sangat besar yang melalui bobolnya tanggul sehingga
menimbulkan banjir yang besar. (Kodoatie, Sugiyanto, 2002:78-79).
2.9.3 Kerugian Akibat Banjir
Kerugian akibat banjir pada umumnya relative dan sulit diidentifikasi
secara jelas, dimana terdiri dari kerugian banjir akibat langsung dan tak langsung.
Kerugian akibat banjir langsung, merupakan kerugian fisik seperti robohnya
gedung sekolah, industry, rusaknya sarana transportasi, dsb. Sedangkan kerugian
akibat banjir tak langsung berupa kerugian kesulitan yang timbul secara tak
langsung yang diakibatkan oleh banjir, seperti komunikasi, pendidikan, kesehatan,
kegiatan bisnis terganggu, dsb. (Kodoatie, Sugiyanto, 2002:194)
2.9.4 Pengendalian Banjir
Pengendalian banjir pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara,
namun yang penting adalah dipertimbangkan secara keseluruhan dan dicari
system yang paling optimal. Kegiatan pengendalian banjir menurut lokasi/daerah
pengendaliannya daiapat dikelompokkan menjadi dua (2) :
1. Bagian atas ; yaitu dengan membangun dam pengendali banjir yang dapat
52
pembuatan waduk lapangan yang dapat merubah pola hidrograf banjir dan
penghijauan di Daerah Aliran Sungai.
2. Bagian Hilir: yaitu dengan melakukan normalisasi alur sungai dan tanggul
sudetan pada alur yang kritis; pembuatan alur pengendali banjir atau flood
way; pemanfaatan daerah genangan untuk retarding basing dsb.
Sedangkan menurut teknis penanganan pengendalian banjir dapat
dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Pengendalian banjir secara teknis (metode struktur)
2. Pengendalian banjir secara non teknis (metode non-struktur)
Semua kegiatan tersebut diatas adalah dilakukan dengan tujuan untuk
mengalirkan debit banjir kelaut secepat mungkin dengan kapasitas cukup di
bagian hilir dan menurunkan serta memperlambat debit banjir di hulu, sehingga
tidak mengganggu daerah-daerah peruntukan di sepanjang sungai (Kodoatie,
Sugianto., 2002: 195)
Yulaelawati, Syibab (2008) juga menjelaskan upaya mengurangi resiko
bencana banjir yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat :
1. Kegiatan fisik (struktur)
2. Kegiatan non-struktur
3. Kombinasi kegiatan struktur dan non struktur
1. Kegiatan fisik (struktur)
Upaya mengatasi masalah banjir sampai saat ini masih mengandalkan pada
kegiatan fisik (struktur) seperti membangun sarana dan prasarana pengendali
53
system pengendali banjir. Langkah tersebut diterapkan hamper diseluruh
negara-negara di dunia yang mengalami masalah banjir.
Berbagai jenis kegiatan fisik (struktur) berikut manfaatnya:
a. Pembangunan waduk-waduk atau bendungan pengendali banjir, yang
sekaligus untuk irigasi pertaniaan, pembangkit listrik, pariwisata dan
sebagainya.
b. Pembangunan tanggul-tanggul di pinggir sungai pada titik-titik daerah
rawan banjir. Tujuannya adalah mencegah meluapnya air pada tingkat
ketinggian tertentu ke daerah rawan banjir.
c. Pembangunan kanal-kanal yang bertujuan menurunkan tingkat ketinggian
air di daerah aliran sungai dengan menambah dan mengalihkan arah aliran
sungai.
d. Pembangunan interkonekso antar sungai, yang bertujuan merendahkan
tingkat ketinggian muka air sungai.
e. Pembangunan polder, bertujuan untuk mengumpulkan dan memindahkan
air dari tempat yang mempunyai elevasi yang rendah ketempat yang
mempunyai elevasi lebih tinggi dengan menggunakan mesin pompa.
f. Pelurusan sungai, bertujuan untuk melancarkan dan mempercepat aliran
air mencapai muara.
2. Kegiatan non-struktur
Kegiatan non-struktur bertujuan untuk menghindari dan juga menekan
besarnya masalah yang ditimbulkan oleh banjir, antara lain dengan mengatur
pembudidayaan lahan di dataran banjir dan di DAS. Untuk itu maka pelaku utama
54 Upaya non-struktur dapat berupa:
a. Konservasi tanah dan air di hulu sungai untuk menekan besarnya aliran
permukaan, mengendalikan besarnya debit puncak banjir, dan
pengendalian erosi untuk mengurangi pendangkalan/sedimentasi di dasar
sungai. Kegiatan ini merupakan gabungan antara rekayasa teknik sipil
dengan teknik agro. Upaya pengendalian air tersebut antara lain dapat
dilakukan dengan membuat terasering, bangunan terjunan, dan penahan
sedimen, penghijauan dan reboisasim serta sumur resapan.
b. Pengelolaan dataran banjir berupa pentaan ruang dan rekayasa di dataran
banjir yang diatur sedemikian rupa agar resiko/kerugian/bencana yang
timbul apabila tergenang banjir minimal. Rekayasa dalam bidang
bangunan antara lain berupa: rumah tipe panggung, rumah susun, jalan
laying, jalan dengan perkerasan beton, pengaturan penggunaan
rumah/gedung bertingkat, dan sebagainya. Sedangkan rekayasa di bidang
pertanian dapat berupa pemilihan jenis tanaman yang tahan genangan.
c. Penganggulangan banjir untuk menekan besarnya bencana dan
mengatasinya secara darurat. Kegiatan ini merupakan baguan dari kegitan
sarkorlak penanggulangan bencana, yang dilaksanakan sebelum kejadian
banjir (meliputi perondaan dan pemberian peringatan dini kepada
masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir/dataran banjir), pada saat
kejadian banjir berupa upaya penyelamatan, pengungsian, penutupan
tanggul yang bocor dan atau limpas, maupun kegiatan pasca banjir yang
berupa penanganan darurat dan perbaikan terhadap kerusakan akibat
55
d. Penerapan system prakiraan dan peringatan dini untuk menekan besarnya
bencana bila banjir benar-benar terjadi. Upaya ini untuk mendukung
kegiatan penanggulangan banjir.
e. Penyuluhan dan pendidikan masyarakat lewat berbagai media tentang
banjir dalam rangka meningkatkan pemahaman, kepedulian dan peran
masyarakat.
f. Penanggulangan kemiskinan. Masyarakay miskin di perkotaan banyak
yang terpaksa menghuni bantaran sungai yang seharusnya bebas hunian
karena sangat membahayakan keselamatan jiwa. Demikian pula
masyarakat petani lahan kering di DAS hulu, pada umumnya miskin
sehingga kesulitan untuk melaksanakan pola bercocok tanam yang
menunjang upaya konservasi tanah dan air.
3. Kombinasi Upaya struktur dan non-struktur
1.) Upaya Sebelum Terjadi Banjir :
a. Beberapa rumah membuat tanggul di depan pintu rumah. Tanggulnya ada
yang bersifat permanen dan sementara.
b. Mayoritas masyarakat terutama di daerah bantaran sungai telah melakukan
peninggian rumah.
c. Bagian rumah yang sering rusak akibat banjir adalah bagian belakang,
untuk meminimalisir kerusakan yang semakin parah maka masyarakat
melakukan perbaikan pada bagian yang rusak.
d. Ada beberapa rumah yang hampir roboh, untuk meminimalisir hal tersebut
maka dilakukan penambahan penahan bangunan yang berupa bambo
56
e. Bagi rumah yang tidak begitu dekat dengan sungai, untuk mengurangi
kerusakan jika suatu saat banjir besar terjadi dilakukan peninggian tempat
untuk menaruh khususnya barang-barang elektronik.
2.) Upaya Saat Terjadi Banjir
a. Saling membantu mengevakuasi barang-barang maupun anggota keluarga
ke tempat pengungsian maupun ke tempat yang lebih aman.
b. Berbagi tempat untuk mengungsi dan biasanya sudah dipersiapkan oleh
perangkat desa. Di tempat pengungsian itulah masyarakat bergotong
royong membuat dapur umum, membagikan makanan, minuman, pakaian,
dan lain-lain.
c. Membersihkan lokasi banjir dari sampah-sampah yang sulit dikerjakan
sendirian.
d. Membantu membetulkan rumah maupun fasilitas umum sekitar seperti wc
umum dan lain-lain
3.) Usaha Setelah Bencana Banjir
a. Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oleh masyarakat/perorangan:
1. Membersihkan rumah/tempat tinggal
2. Bersama warga yang lain membantu memperbaiki lingkungan
b. Tindakan yang harus dilakukan oleh pihak berwenang/pemerintah:
1. Mengadakan tempat perlindungan sementara/pengungsian
2. Memberia bantuan makanan dan medis untuk para pengungsi dan para
korban
3. Menyediakan air bersih untuk pengungsi.
57
5. Melakukan pengawasan terhadap bahaya penyakit menular.
6. Melakukan perbaikan dan rekonstruksi wilayah yang terkena banjir.
7. Menciptakan lapangan kerja baru.
8. Membantu pemulihan pertanian lewat pinjaman-pinjaman, distribusi
peralatan dan perlengkapan pertanian dan hewan.
9. Membantu pemulihan bisnis-bisnis kecil dan perikanan.
10.Melakukan penghijauan kembali lahan-lahan yang telah gundul.
2.10 Kerangka Pemikiran
Masalah banjir menjadi peristiwa rutin yang bisa kita jumpai setiap
tahunnya diberbagai wilayah di Indonesia. Banjir umumnya terjadi di daerah yang
padat penduduknya. Pertumbuhan penduduk yang terus terjadi tidak diimbangi
dengan ketersediaan lahan tempat tinggal yang layak huni, mengakibatkan banyak
kita temui rumah-rumah disekitar bantaran sungai, yang seharusnya menurut
peraturan pemerintah tidak dapat dijadikan pemukiman karena akan mengganggu
aliran sungai tetapi tetap dijadikan pemukiman oleh masyarakat. Perilaku hidup
sehat dan bersih menjadi hal yang kurang diperhatikan oleh warga masyarakat
yang masih doyan membuang sampah sembarangan khususnya disungai.
Banjir yang rutin tersebut menjadikan peristiwa ini menjadi suatu hal yang
biasa.Masyarakat yang menjadi korban banjir tidak lagi menganggap bahwa banjir
itu menjadi suatu ancaman yang membahayakan nyawanya.Hal tersebut didukung
dengan lahirnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang baru dan terus berkembang
yang kemudian digunakan untuk mengurangi resiko dari banjir tersebut.
58
oleh masyarakat terhadap banjir tersebut menjadi langkah awal strategi adaptasi
yang dilakukan masyarakat dalam menghadapi banjir karena mereka sudah
mengalaminya dan memiliki suatu pemahaman mengenai banjir dan cara
menghadapinya.
Pemahaman mengenai banjir tidak dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat
korban bencana banjir untuk mencari solusi dalam mengatasinya. Pengendalian
banjir tidak akan berhasil apabila masyarakat sendiri tidak ikut berperan aktif
dalam menanggulanginya. Masyarakat pada umumnya menyalahkan pemerintah
dalam perkara banjir tersebut. Jika pemerintah dan masyarakat bersatu dan
bertekad bekerjasama maka akan membawa perubahan yang cukup signifikan.
Menumbuhkan kesadaran diri masyarakat menjadi PR tersendiri bagi pemerintah
dalam mengatasi ketidakingintahuan warga, dengan melakukan sosialisasi
langsung kepada warga ataupun media elektronik, dan juga menjalankan
kebijakan yang sudah dibuat bahwa masyarakat tidak dapat tinggal disekitar
bantaran sungai.
Strategi adaptasi terhadap banjir dilakukan oleh masyarakat yang berada di
wilayah rawan bencana banjir.Ancaman banjir tersebut membuat masyarakat
melakukan penyesuaian, mulai dari persiapan sebelum terjadinya banjir, saat
terjadinya banjir, dan setelah banjir terjadi.Meskipun upaya yang dilakukan masih
belum berhasil sepenuhnya dalam mencegah banjir, namun upaya tersebut
59 2.11 Bagan Alur Pikir
BANJIR
MASYARAKAT KELURAHAN PEKAN TANJUNG PURA
STRATEGI ADAPTASI
MITIGASI BENCANA BANJIR
SESUDAH TERJADI BANJIR SEBELUM TERJADI
BANJIR
60 2.12 Defenisi Konsep
Defenisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang
dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011:138).Dimana peneliti memberikan
batasan mengenai konsep-konsep penelitian untuk menghindari kesalahpahaman
arti dan konsep penelitian yang digunakan. Defenisi konsep mengarahkan peneliti
agar focus pada satu istilah saja. Adapun konsep-konsep yang digunakan dalam
penelitian ini, dibatasi sebagai berikut:
1. Banjir adalah terhambatnya saluran air sehingga menimbulkan genangan
air dipermukaan yang datar dan melengkung.
2. Strategi Adaptasi dalam penelitian ini merupakan siasat, teknik,
penyesuaian diri yang dilakukan secara berkesinambungan agar mampu
mempertahankan hidupnya meskipun terjadi masalah seperti bencana
banjir.
2.13 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini berfokus pada tiga pembahasan saja,
yaitu:
1. Banjir
Lingkup yang akan dibahas dalam penelitian ini tanda-tanda terjadinya
banjir dan pemahaman masyarakat tentang apa yang menjadi penyebab utama
banjir khususnya di Tanjung Pura.
2. Strategi Adaptasi
Lingkup yang akan dibahas dalam strategi adaptasi yaitu dalam bentuk
mitigasi bencana ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu mitigasi bencana yang
61
banjir. Pada tahap sebelum terjadinya banjir melakukan upaya berupa pencegahan
dan mengurangi dampak banjir bagi masyarakat, dengan melakukan
pembangunan struktur dan non struktur.Pada tahap saat terjadinya banjir
melakukan upaya seperti menyelamatkan barang-barang berharga,
menyelamatkan diri dan keluarga, mengungsi.Dan upaya setelah terjadinya banjir
yaitu dengan melakukan membersihkan dan memperbaiki tempat tinggal.
3. Peran Pemerintah
Peran pemerintah dalam mengatasi permasalahan banjir, meliputi upaya