• Tidak ada hasil yang ditemukan

Periodisasi Pertumbuhan Pengetahuan dan Ilmu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Periodisasi Pertumbuhan Pengetahuan dan Ilmu"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Periodisasi Pertumbuhan Pengetahuan dan

Ilmu

Zaman Yunani

Kuno

Abad

Pertengahan

(1 - 9 M)

Renaisans

(10 - 15 M)

Abad Pencerahan

(16 - 18 M)

Zaman Modern

(19 M - sekarang)

Filsuf Alam: Phytagoras, Thales, Anaximenes, Permenides, Herakleitos

Filsuf Manusia: Socrates, Plato, Aristoteles

Teologi Kristiani: St. Agustinus, Marthin Luther

Sains: Nicolous Copernicus, Galileo, Leonardo da Dinci, J. Kepler,

Newton

Rasionalisme: Rene Descartes, Spinoza, Leibniz

Empirisme: Francis Bacon, Hobes, Locke, Hume

Kantianisme: Emanulle Kant

Positivisme: Auguste Comte

Post-Positivisme: Lingkaran Wina

Karl Popper

(3)

Rasionalisme

Paham yang menekankan:

• akal sebagai sumber utama pengetahuan

• akal pemegang otoritas terakhir dalam kebenaran.

Manusia mendapatkan pengetahuannya secara

apriori

.

– Pengetahuan apriori:

• Pengetahuan yang keberadaannya tidak memerlukan pengalaman inderawi

Cara berpikir ideal mendapatkan pengetahuan:

deduktif.

– Logika deduktif:

• berdasarkan hal-hal yang umum ditarik kesimpulan yang khusus. K

• Kesimpulan itidak memerlukan pembuktian empiris, cukup rasio manusia yang menetapkannya.

• Dalam deduktif, yang diperlukan adalah ketertiban bernalar. Antara pernyataan yang satu dengan pernyataan lainya tidak boleh ada kontradiksi.

– Contoh: s

» Semua logam dipanaskan memuai (premis mayor)

» Besi adalah logam (premis minor). Maka, tanpa harus melalui pengalaman empirik, Rasionalisme menyimpulkan: besi jika dipanaskan pasti memuai (kesimpulan).

Bagi Rasionalisme, pengalaman empirik patut dicurigai

(4)

Rasionalisme

Tokoh Sentral

Abad-17: Rene Descartes, Leibniz, Christian Wolf, dan Spinoza. Abad-18: Voltaire, Diderot, dan D’Alembert.

Descartes (1596 – 1650)

Bapak flsafat modern

Data inderawi sebagai suatu kepastian (adanya kursi di hadapan saya)

bisa saja sebuah mimpi yang kita rasakan sebagai kenyataan

“Cogito ergo sum”: aku berpikir maka aku ada

Lilin jika dipanaskan mencair dan berubah bentuk. Apa yg membuat

pemahama kita menyatakan bahwa apa yg tampak sebelum dan

sesudah mencair masih lilin yg sama? Mengapa setelah penampakan berubah masih kita anggap sebagai lilin?

• Karena akal kita mempu menangkap ide secara jernih dan gamblang tanpa terpengaruh oleh gejala yang ditampilkan lilin

Penampakan dari luar tidak dapat dipercaya. Maka, seseorang mesti

(5)

Rasionalisme

Kesimpulan:

Kaum Rasionalis mengagumi kebenaran

penalaran deduktif yang sifatnya apriori.

Kebenaran tentang semesta mereka yakini

tidak dari pengalaman empiris melainkan dari

pikiran yang menghasilkan ide-ide yang jelas

dan gamblang; yang daripadanya dapat

dihasilkan kebenaran turunan tentang semesta

Asumsi dasar kaum rasionalis tentang

hubungan manusia dan semesta adalah:

Adanya keselarasan antara pikiran dan semesta

Terdapat korespondensi antara struktur pikiran

(6)

Empirisme

Asal kata Yunani

Empiria: pengalaman

Adalah paham yang menekankan:

• pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan manusia

• pengalaman pemegang otoritas terakhir dalam penentu kebenaran.

Manusia mendapatkan pengetahuannya secara

aposteriori

.

Pengetahuan

aposteriori:

pengetahuan yang hadir setelah pengalaman, yakni

setelah didukung data-data empiris

Cara berpikir ideal untuk mendapatkan

pengetahuan adalah

induktif

Logika

induktif:

(7)

Dua Paradigma (Filsafat) Ilmu

Pengetahuan

(8)
(9)

Positivisme

Tokoh:

Henry Saint Simon, Auguste Comte (1798 – 1857),

Charles Darwin, Herbert Spencer,

Evolusi lanjut dari empirisme

Aliran flsafat ilmu yang yang paling mendominasi

wacana ilmu pengetahuan abad-20

Dianggap sebagai “agama humanis modern”

• Menjadi doktrin bagi berbagai bentuk pengetahuan manusia

Pola pikir logis:

Aposteriori (setelah pengalaman) dan pengambilan

kesimpulan secara induktif (khusus – umum)

(10)

Positivisme:

Asumsi dan Sikap Dasar

Menolak metafsik dan teologik – atau

menganggapnya primitif

Pengetahuan harus berawal dari pengamatan

empiris

Puncak pengetahuan manusia adalah Ilmu yang disusun

berdasarkan fakta yang

terukur

dan

teramati

Masyarakat akan mengalami kemajuan apabila

mengadopsi total

pendekatan ilmu pengetahuan

Doktrin kesatuan pengetahuan

Kesatuan pengetahuan hanya bisa dicapai apabila

dikembangkan suatu bahasa ilmiah yang berlaku pada

semua bidang ilmu pengetahuan;

– Seluruh ilmu pengetahuan harus berada di bawah payung

(11)

Positivisme:

Ontologi

Obyek dipelajari independen,

dieliminasi dari obyek lain, dan dapat

dikontrol. Karenanya, obyek

dipecah-pecah dalam variabel-variabel

Semesta eksternal digerakkan secara

(12)

Positivisme:

Epistemologi

Menuntut pilahnya Subyek penelitian dengan

Obyek penelitian (termasuk subyek

pendukungnya) agar dapat diperoleh hasil yang

obyektif.

Dualisme:

Teori menggambarkan semesta apa adanya tanpa

keterlibatan nilai-nilai subyektif peneliti.

Kebenaran diraih melalui hubungan kausal-linier;

tiada akibat tanpa sebab dan tiada sebab tanpa

akibat.

Sesuatu itu benar bila ada korespondensi/isomorphisme

(13)

Positivisme:

Aksiologi

Menuntut penelitian yang bebas nilai

Mengejar obyektivitas agar dapat

ditampilkan prediksi atau hukum yang

keberlakuannya bebas waktu dan

tempat

Tujuan penelitian menyusun

(14)

Positivisme:

Metodologi

Rancangan Penelitian menspesifkasikan obyek, secara

ekplisit dieliminasi dari obyek lain yang tidak diteliti,

sehingga jelas obyek studinya

Kerangka Teori dirumuskan se-spesifk ungkin, menolak

ulasan meluas yang tidak langsung relevan

menurunkan hipotesis atau problematik penelitian,

instrumentasi pengumpulan data, dan teknik sampling serta

teknik analisisnya berikut rancangan metodologik lain seperti

batas signifkansi, teknik penyesuaian bila ada kekurangan

atau kekeliruan data, administrasi, analisis, dan semacamntya.

Istilah-istilah baku

Kerangka teori, hipotesis, desain penelitian, variabel, sampel,

validitas (internal/eksternal), reliabilitas.

Pola pikir induktif, linier, causal sebab akibat

Semua dirancang secara masak sebelum terjun ke

(15)

KESIMPULAN:

Pandangan Positivisme tentang

Ilmu Pengetahuan

Ilmu

haruslah:

Bebas nilai

Subyek peneliti harus mengambil jarak dari obyeknya

Didapat melalui metode verifkasi empiris

Suatu fenomena harus dapat teramati dan

terukur

yang didapat melalui pengalaman

Tersusun sistematis dalam rangkaian sebab –

akibat

Semua fenomena alam bersifat mekanis dan

(16)

Nonpositivisme:

(17)

Nonpositivisme:

Interpretrivisme dan Kritis

Gerakan perlawanan terhadap Positivisme, terjadi

pada era 70-an/80-an (di negara maju).

Tokoh:

Karl Popper, Thomas Khun, para flsuf Frankfurt Schull

a.l.: Paul Feyerabend, Rorty

Dipengaruhi penemuan Neil Bohr, Werner Heisenberg,

Einstein

Bahwa fsika newton – yg menjadi dasar paradigma

positivisme yg mendukung gambaran semesta yang

materialistik, mekanistik obyektif – menjadi tidak berlaku

setidaknya pada fenomena subatomik.

Nonpositivisme: Interpretivisme/Konstruktivisme

(18)

Interpretivisme & Pendekatan Kritis

Kritik pada Positivisme

Ilmu-ilmu (sosial) yang dikembangkan dengan metodologi

berlandaskan positivisme semakin miskin konseptualisasi

teoretik

Karena berangkat dari Kerangka Teori, cenderung hanya

menguji teori, lemah melahirkan teori baru, kecuali

pembenahan

Kebenaran empirik (sensual) mendegradasikan harkat

manusianya manusia. Kebenaran tidak hanya dapat diukur

dengan indera, ada kebenaran yang dapat ditangkap dari

pemaknaan manusia atas empirik sensual:

Kemampuan manusia menggunakan akal budi dalam

memaknai empirik sensual lebih memberi arti daripada

empirik sensual itu sendiri

Selain empirik sensual, dengan akal budinya, manusia dapat

melahirkan empirik logik dan empirik etik

• Empirik sensual dapat diamati kebenarannya berdasarkan empirik inderawi manusia

• Empirik logik dapat dihayati kebenaranya karena ketajaman akal manusia dalam memberi makna atas indikasi yg tidak perlu

menjangkau empirik sensual secara tuntas

(19)

Interpretivisme

Asumsi Dasar

Fakta tidak bebas nilai, tidak “berbicara dengan

sendirinya”, melainkan dipahami dalam kerangka

konseptual tertentu

Tidak ada kebenaran yg benar-benar obyektif,

Kebenaran pengamatan tergantung kepada teori, paradigma,

atau kerangka kerja, serta asumsi-asumsi yg dimilikinya

Keterlibatan subyek dalam penelitian tidak dapat sepenuhnya

dihindarkan

Fakta didapatkan sebagai hasil interaksi antara subyek dan

obyek;

Keterlibatan subyek dalam penelitian tidak sepenuhnya dapat

dihindari

Logika induksi, sebagaimana dianut positivisme, menuntut

ilmuwan berfokus pada fakta-fakta yang mendukung (dan

mengabaikan fakta anomali atau tidak mendukung).

Tidak semua fenomena mampu dijelaskan dengan bukti

(20)

Interpretivisme

Ontologi

Menuntut pendekatan holistik,

mengamati obyek dalam konteks,

dalam keseluruhan, tidak

diparsialkan, tidak dieliminasi; guna

mendapatkan pemaknaan dan

pemahaman menyeluruh, apa

adanya

Obyek (semesta) tidak mekanistik

(21)

Interpretivisme:

Epistemologi

Menuntut menyatunya Subyek

penelitian dengan Obyek penelitian

serta Subyek Pendukungnya

Keterlibatan langsung di lapangan dan

(22)

Interpretivisme

Aksiologi

Penelitian tidak bebas nilai

Mengakui fakta empirik logik dan

(23)

Interpretivisme

Metodologi

Pembatasan masalah melalui fokus

Kerangka pemikiran, bukan teori, karena

coba memaham obyek dalam latar

alamiahnya

Desain sementara; tidak kaku ditetapkan

di awal

Sumber informasi/informan; bukan sampel

Yang dikejar: trustworthiness dan

credibility sumber; bukan validitas dan

reliabilitas

Pola pikir induktif – deduktif, maju mundur.

Data dikumpulkan sampai dirasa cukup atau

(24)

Pendekatan Kritis

Pendekatan ilmu yang

memberangkatkan penelitian dari

ideologi atau pandangan hidup

Dari Frankfurt Jerman, yang Marxis

atau Neo Marxis dan Kiri Baru

Melakuka pendekatan secara radikal

revolusioner

(25)

Ontologi

Obyek dipelajari

independen, dieliminasi

dari obyek lain, dan

dapat dikontrol.

Karenanya, obyek

dipecah-pecah dalam

variabel-variabel

Obyek bekerja dalam

hukum kausalitas yang

mekanistik

Menuntut pendekatan

holistik, mengamati obyek

dalam konteks, dalam

keseluruhan, tidak

diparsialkan, tidak

dieliminasi; guna

mendapatkan pemaknaan

dan pemahaman

menyeluruh, apa adanya

Obyek tidak mekanistik, tapi

humanistik

(26)

Epistemologi

Menuntut pilahnya Subyek

penelitian dengan Obyek

penelitian (termasuk subyek

pendukungnya) agar dapat

diperoleh hasil yang

obyektif.

Kebenaran diraih melalui

hubungan kausal-linier;

tiada akibat tanpa sebab

dan tiada sebab tanpa

akibat.

– Sesuatu itu benar bila ada korespondensi/isomorphism e antara pernyataan

(verbal/matematik) dengan realitas empirik sensual (tertangkap indera)

Menuntut menyatunya

Subyek penelitian

dengan Obyek penelitian

serta Subyek

Pendukungnya

Keterlibatan langsung di

lapangan dan

menghayati

berprosesnya

Subyek Pendukung

(27)

Aksiologi

Menuntut agar

penelitian bebas nilai

Mengejar obyektivitas

agar dapat ditampilkan

prediksi atau hukum

yang keberlakuannya

bebas waktu dan

tempat

Tujuan penelitian

menyusun bangunan

ilmu nomothetik (ilmu

yg berupaya

membangun hukum

dari generalisasinya)

Penelitian tidak

bebas nilai

Mengakui fakta

empirik logik dan

empirik etik

Membangun

ilmu yang

ideografk

(28)

• Rancangan Penelitian menspesifkasikan obyek, secara ekplisit dieliminasi dari obyek lain yang tidak diteliti, sehingga jelas obyek studinya

• Kerangka Teori dirumuskan se-spesifk ungkin, menolak ulasan meluas yang tidak langsung relevan

– menurunkan hipotesis atau problematik penelitian, instrumentasi pengumpulan data, dan teknik sampling serta teknik analisisnya berikut rancangan

metodologik lain seperti batas

signifkansi, teknik penyesuaian bila ada kekurangan atau kekeliruan data,

administrasi, analisis, dan semacamntya.

• Istilah-istilah baku

– Kerangka teori, hipotesis, desain penelitian, variabel, sampel, validitas (internal/eksternal), reliabilitas.

• Pola pikir induktif, linier, causal sebab akibat

• Semua dirancang secara masak sebelum terjun ke lapangan untuk meneliti

• Pembatasan masalah melalui fokus

• Kerangka pemikiran, bukan teori, karena coba memaham obyek dalam latar alamiahnya

• Desain sementara; tidak kaku ditetapkan di awal

• Sumber informasi/informan; bukan sampel

• Yang dikejar: trustworthiness dan credibility sumber; bukan validitas dan reliabilitas

• Pola pikir induktif – deduktif, maju mundur.

– Data dikumpulkan sampai dirasa cukup atau telah terjadi pengulangan

Metodologi

(29)

Simpulan

(30)

“DOGMA”

LINGKARAN WINA

(a) menolak perbedaan ilmu alam dan ilmu

sosial

(b) menolak objek yang tidak dapat diverifkasi

secara empiris (seperti etika, estetika,

agama, atau metafsika);

(c) menyatukan semua pengetahuan ilmu dalam

bahasa yang universal bila ingin dinyatakan

ilmiah:

populasi, sampel, validitas, reliabilitas;

(31)

POSITIVISME

Alat Bantu Berfkir Ilmiah:

Matematika/Statistika

Ukurlah apa yang bisa diukur dan buatlah

pengukuran atas apa yang tidak bisa diukur

NON-POSITIVISME

Alat Bantu Berfkir Ilmiah:

(32)

• Positivist

– Scientifc

– Menstandarisasi observasi

– Ilmu ada “di luar sana”

– Fokus perhatian pada “dunia hasil penemuan” (discovered world)

– Berupaya memperoleh hukum general

– Memisahkan dengan tegas objek dan subjek

Nonpositivist

– Humanistic

– Mengutamakan kreatiftas individual

– Ilmu ada “di dalam sini”

– Fokus perhatian pada “dunia para penemunya”

(discovering person)

– Mengutamakan interpretasi-interpretasi alternatif

– Objek merupakan interpretasi subjek

(33)

Defnisi Ilmu Pengetahuan berdasarkan

paradigma Filsafat Ilmunya

POSITIVISME

Ilmu adalah

pengetahuan

yang tersusun

secara:

Objektif

Sistematis-mekanistik

Metodis

Universal

(nomothetik).

NONPOSITIVISME

Ilmu adalah

pengetahuan

yang tersusun

secara:

Intersubjektif

sistematis-humanistis

(34)

POSITIVISME

• Ilmu adalah pengetahuan yang tersusun secara:

– Objektif

– Objek ilmu pengetahuan sosial sama seperti objek ilmu-ilmu alam, dapat dipecah dalam variabel – Yang berbicara benar adalah objek bukan subjek

– Apakah secangkir kopi ini pahit atau manis. Saya bilang manis dan anda bilang pahit. Saya dan anda adalah subjek. Maka, subjektif.

– Ilmu pengetahuan harus bersifat objektif. ? Maka yang harus berbicara adalah objeknya itu sendiri (kopi). Diukurlah kadar gula dalam kopi tersebut. Jika memenuhi sekian persen maka manis, jika kurang dari itu maka pahit.

– Objek ilmu alam adalah segala isi semesta yang tidak bisa berkata-kata; maka objeknya bicara dengan angka-angka

– Ilmuwan sosial juga harus memenuhi kategori ini, bicara dengan angka-angka (kuantitatif) – Sistematis-mekanistik

– Seperti segala isi semesta bekerja secara mekanistik. Ilmuwan sosial juga harus memenuhi kriteria ini, memandang objeknya dalam paradigma sebab-akibat yang mekanistik. Jika X pasti Y – Metodis

– Ilmu pengetahuan dibangun dengan cara tertentu, bukan kebetulan. Metode ilmuwan sosial awalnya sama dengan ilmuwan alam dengan eksperimen. Namun karena objek ilmu sosial cenderung peristiwa yang sudah terjadi, maka survey menjadi alternatif lain selain analisis isi kuantitatif.

– Universal (nomothetik)

(35)

NONPOSITIVISME

• Ilmu adalah pengetahuan yang tersusun secara: – Intersubjektif

– Objek ilmu sosial berbeda dengan ilmu alam. Onjek ilmu sosial adalah tindakan/perilaku manusia. Perilaku manusia sulit dinilai secara murni objektif

– Saya menghilangkan nyawa seseorang, bersalahkan saya? Dalam sistem hukum amerika, dikumpulkanlah sejumlah orang untuk bertindak selaku juri. Kumpulan juri ini adalah

subjek-subjek yang akan menilai benar atau salahnya saya keyika menghilangkan nyawa orang lain. Apakah saya menghilangkan nyawa itu dengan sengaja atau tidak sengaja? Gulty or not guilty? Subjek-subjek (juri) inilah yang akan menentukan kebenaran

intersubjektivitas.

– Sistematis-Humanistis

– Tidak ada hubungan sistematis -mekanistis jika X maka Y seperti dalam ilmu alam. Sebab yang sama bisa menimbulkan akibat yang berbeda, tergantung individu manusianya. Hari ini, saya ditinggal pacar menangis. Besok ditinggal pacar biasa saja. Sangat manusiawi, kasus perkasus, tidak mekanistis.

– Metodis

– Ilmu pengetahuan dibangun dengan cara tertentu, bukan kebetulan. Namun caranya adalah dengan melakukan pendekatan yang berbeda semisal fenomenoliogy atau analisis wacana/framing misalnya.

– Ideografk

(36)

PARADIGMA ILMU SOSIAL

Positivisme

Interpretivisme

Kritisisme

Menempatkan ilmu sosial seperti ilmu-ilmu alam Metode yang terorganisasi untuk mengkombinasikan deduktif dengan pengamatan empirik (induktif) Menemukan atau mengkonfrmasikan hukum sebab akibat Memprediksi pola-pola umum

(universalitas) dari suatu gejala sosial

Menempatkan ilmu sosial sebagai

analisis sistematis terhadap socially

meaningfull action.

Menggunakan pengamatan

langsung dan rinci thdp pelaku sosial

dlm setting

keseharian yg alamiah

Memahami dan menafsirkan bgmn para pelaku sosial menciptakan dan mengelola dunia sosial mereka

Mendefnisikan ilmu sosial sbg suatu proses yg scr kritis berusaha

mengungkap the

real structures

dibalik ilusi, fals

needs, yg

(37)

PERSPEKTIF TEORETIS - METODOLOGI - METODE

THEORETICAL PERSPECTIVE

Positivism

Interpretivism

- Symbolic Interactionalism - Phenomenology

- Hermeneutics

Critical Inquiry

- Experimental Research - Survey Research

- Ethnography

- Phenomenological Research - Grounded Theory

- Heureistic Inquiry

- Action research - Discourse Analysis

METHODOLOGY METHODS

- Measurement Scalling - Sampling

- Questionaire

- Observation

- Participant Observation - Interview

- Focus Group - Case Study - Life History

(38)

PERBEDAAN ONTOLOGIS

Positivisme

Interpretivisme

Kritisisme

Critical Realism

Ada realitas “real” yang diatur kaidah-kaidah universal

walau kebenaran

pengetahuan

mungkin hanya bisa diperoleh scr probabilistik Relativism Realitas merupakan konstruksi sosial. Kebenaran realitas adalah relatif, berlaku sesuai

konteks spesifk yg dinilai relevan oleh pelaku sosial

Historical Realism

Realitas yg teramati merupakan realitas “semu” (virtual

reality) yg

terbentuk oleh

(39)

PERBEDAAN EPISTEMOLOGIS

Positivisme

Interpretivisme

Kritisisme

Dualist/objectivist

Ada realitas objektif sebagai realitas di luar diri peneliti. Peneliti harus sejauh-jauhnya mengambil jarak dgn obyek penelitian Transactionalist/ subjectivist Pemahaman suatu realitas, atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi peneliti dgn yang diteliti

Transactionalist/ subjectivist

(40)

PERBEDAAN AKSIOLOGIS

Positivisme

Interpretivisme

Kritisisme

Saintist

Nilai, etika, dan pilihan moral harus berada di luar

proses penelitian •Peneliti berperan sebagai

disinterested scientist

Tujuan penelitian: eksplanasi,pengujia n, dan prediksi realitas sosial

Facilitator

Nilai, etika, dan pilihan moral adalah bagian

takterpisahkan dari penelitian

Peneliti sbg

passionate participant, fasilitator yg menjembatani keragaman subjektivitas pelaku sosial

Tujuan penelitian: rekonstruksi realitas sosial secara

dialektis antara peneliti dan yang diteliti

Activist

Nilai, etika, dan pilihan moral adalah bagian

takterpisahkan dari penelitian

Peneliti

menempatkan diri sebagai

transformative

intelectual, advocat,

dan aktivis.

Tujuan penelitian: rekonstruksi sosial, transformasi,

emansipasi dan social

(41)

PERBEDAAN METODOLOGIS

Positivisme

Interpretivisme

Kritisisme

Interventionist

Pengujian hipotesis dlm struktur hyphothetico-deductive methode; melalui laboratorium eksperimen atau survei ekplanatif dgn analisis kuantitatif

Kriteria Kualitas Penelitian

Objektivitas, reliabilitas, dan validitas (internal maupun eksternal)

Refective/Dialectical

Menekankan empati, dan interaksi dialektis antara peneliti-responden untuk merekonstruksi realitas yang ditelliti, melalui metode-metode kualitatif seperti participant observation Kriteria Kualitas Penelitian Authenticity dan

refectivity: sejauh mana temuan merupakan refleksi otentik dari realitas yg dihayati para pelaku sosial

Trustworthiness:

- Credibility (=internal val) - Transferability (=external

val)

- Confrmability

(=objectivity)

Participative

Mengutamakan analisis komprehensif, kontekstual, dan multilevel analysis yg bisa dilakukan melalui penempatan diri sebagai aktivis/partisipan dlm proses transformasi sosial

Krtiteria Kualitas Penelitian

Historical situadness: sejauh mana temuan

merupakan refleksi otentik dari realitas yg dihayati para pelaku sosial

Referensi

Dokumen terkait

with adequate number and high quality of larvae; 3) the large number of biomass production, characterized by high survival rate and rapid growth rate; and 4)

[r]

Tas ini berbentuk sederhana dan simpel hanya ditambahkan dengan boneka-boneka monster, warna-warna yang dipilih juga warna-warna yang cerah sehingga cocok digunakan untuk

Adam, W. Boneka & Aksesori Rajut Anak. Jakarta: Kriya Pustaka. Psikologi Perkembangan Remaja. Jakarta: Ghalia Indonesia. Warna: Teori dan Kreativitas Penggunaannya.

Hasil penelitian menunjukan bahwa Struktur Organisasi Penguatan kelembagaan Pemerintah Kampung Tualang Baro telah terbentuk dan berjalan sesuai dengan Qanun Kabupaten Aceh

[r]

Subjek tersebut dilakukan swab pada permukaan palatum rongga mulut dan permukaan intaglio gigitiruan yang menghadap ke permukaan palatum, kemudian hasil swab

Subjek tersebut dilakukan swab pada permukaan palatum rongga mulut dan permukaan intaglio gigitiruan yang menghadap ke permukaan palatum, kemudian hasil swab