Periodisasi Pertumbuhan Pengetahuan dan
Ilmu
Zaman Yunani
Kuno
Abad
Pertengahan
(1 - 9 M)
Renaisans
(10 - 15 M)
Abad Pencerahan
(16 - 18 M)
Zaman Modern
(19 M - sekarang)
Filsuf Alam: Phytagoras, Thales, Anaximenes, Permenides, Herakleitos
Filsuf Manusia: Socrates, Plato, Aristoteles
Teologi Kristiani: St. Agustinus, Marthin Luther
Sains: Nicolous Copernicus, Galileo, Leonardo da Dinci, J. Kepler,
Newton
Rasionalisme: Rene Descartes, Spinoza, Leibniz
Empirisme: Francis Bacon, Hobes, Locke, Hume
Kantianisme: Emanulle Kant
Positivisme: Auguste Comte
Post-Positivisme: Lingkaran Wina
Karl Popper
Rasionalisme
•
Paham yang menekankan:
• akal sebagai sumber utama pengetahuan
• akal pemegang otoritas terakhir dalam kebenaran.
•
Manusia mendapatkan pengetahuannya secara
apriori
.
– Pengetahuan apriori:
• Pengetahuan yang keberadaannya tidak memerlukan pengalaman inderawi
•
Cara berpikir ideal mendapatkan pengetahuan:
deduktif.
– Logika deduktif:
• berdasarkan hal-hal yang umum ditarik kesimpulan yang khusus. K
• Kesimpulan itidak memerlukan pembuktian empiris, cukup rasio manusia yang menetapkannya.
• Dalam deduktif, yang diperlukan adalah ketertiban bernalar. Antara pernyataan yang satu dengan pernyataan lainya tidak boleh ada kontradiksi.
– Contoh: s
» Semua logam dipanaskan memuai (premis mayor)
» Besi adalah logam (premis minor). Maka, tanpa harus melalui pengalaman empirik, Rasionalisme menyimpulkan: besi jika dipanaskan pasti memuai (kesimpulan).
•
Bagi Rasionalisme, pengalaman empirik patut dicurigai
Rasionalisme
•
Tokoh Sentral
– Abad-17: Rene Descartes, Leibniz, Christian Wolf, dan Spinoza. – Abad-18: Voltaire, Diderot, dan D’Alembert.
•
Descartes (1596 – 1650)
– Bapak flsafat modern
– Data inderawi sebagai suatu kepastian (adanya kursi di hadapan saya)
bisa saja sebuah mimpi yang kita rasakan sebagai kenyataan
– “Cogito ergo sum”: aku berpikir maka aku ada
– Lilin jika dipanaskan mencair dan berubah bentuk. Apa yg membuat
pemahama kita menyatakan bahwa apa yg tampak sebelum dan
sesudah mencair masih lilin yg sama? Mengapa setelah penampakan berubah masih kita anggap sebagai lilin?
• Karena akal kita mempu menangkap ide secara jernih dan gamblang tanpa terpengaruh oleh gejala yang ditampilkan lilin
– Penampakan dari luar tidak dapat dipercaya. Maka, seseorang mesti
Rasionalisme
•
Kesimpulan:
–
Kaum Rasionalis mengagumi kebenaran
penalaran deduktif yang sifatnya apriori.
–
Kebenaran tentang semesta mereka yakini
tidak dari pengalaman empiris melainkan dari
pikiran yang menghasilkan ide-ide yang jelas
dan gamblang; yang daripadanya dapat
dihasilkan kebenaran turunan tentang semesta
–
Asumsi dasar kaum rasionalis tentang
hubungan manusia dan semesta adalah:
•
Adanya keselarasan antara pikiran dan semesta
•
Terdapat korespondensi antara struktur pikiran
Empirisme
•
Asal kata Yunani
–
Empiria: pengalaman
–
Adalah paham yang menekankan:
• pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan manusia
• pengalaman pemegang otoritas terakhir dalam penentu kebenaran.
•
Manusia mendapatkan pengetahuannya secara
aposteriori
.
–
Pengetahuan
aposteriori:
•
pengetahuan yang hadir setelah pengalaman, yakni
setelah didukung data-data empiris
•
Cara berpikir ideal untuk mendapatkan
pengetahuan adalah
induktif
–
Logika
induktif:
Dua Paradigma (Filsafat) Ilmu
Pengetahuan
Positivisme
•
Tokoh:
–
Henry Saint Simon, Auguste Comte (1798 – 1857),
Charles Darwin, Herbert Spencer,
•
Evolusi lanjut dari empirisme
•
Aliran flsafat ilmu yang yang paling mendominasi
wacana ilmu pengetahuan abad-20
–
Dianggap sebagai “agama humanis modern”
• Menjadi doktrin bagi berbagai bentuk pengetahuan manusia
•
Pola pikir logis:
–
Aposteriori (setelah pengalaman) dan pengambilan
kesimpulan secara induktif (khusus – umum)
Positivisme:
Asumsi dan Sikap Dasar
•
Menolak metafsik dan teologik – atau
menganggapnya primitif
•
Pengetahuan harus berawal dari pengamatan
empiris
–
Puncak pengetahuan manusia adalah Ilmu yang disusun
berdasarkan fakta yang
terukur
dan
teramati
•
Masyarakat akan mengalami kemajuan apabila
mengadopsi total
pendekatan ilmu pengetahuan
–
Doktrin kesatuan pengetahuan
•
Kesatuan pengetahuan hanya bisa dicapai apabila
dikembangkan suatu bahasa ilmiah yang berlaku pada
semua bidang ilmu pengetahuan;
– Seluruh ilmu pengetahuan harus berada di bawah payung
Positivisme:
Ontologi
•
Obyek dipelajari independen,
dieliminasi dari obyek lain, dan dapat
dikontrol. Karenanya, obyek
dipecah-pecah dalam variabel-variabel
–
Semesta eksternal digerakkan secara
Positivisme:
Epistemologi
•
Menuntut pilahnya Subyek penelitian dengan
Obyek penelitian (termasuk subyek
pendukungnya) agar dapat diperoleh hasil yang
obyektif.
•
Dualisme:
–
Teori menggambarkan semesta apa adanya tanpa
keterlibatan nilai-nilai subyektif peneliti.
•
Kebenaran diraih melalui hubungan kausal-linier;
tiada akibat tanpa sebab dan tiada sebab tanpa
akibat.
–
Sesuatu itu benar bila ada korespondensi/isomorphisme
Positivisme:
Aksiologi
•
Menuntut penelitian yang bebas nilai
–
Mengejar obyektivitas agar dapat
ditampilkan prediksi atau hukum yang
keberlakuannya bebas waktu dan
tempat
•
Tujuan penelitian menyusun
Positivisme:
Metodologi
•
Rancangan Penelitian menspesifkasikan obyek, secara
ekplisit dieliminasi dari obyek lain yang tidak diteliti,
sehingga jelas obyek studinya
•
Kerangka Teori dirumuskan se-spesifk ungkin, menolak
ulasan meluas yang tidak langsung relevan
–
menurunkan hipotesis atau problematik penelitian,
instrumentasi pengumpulan data, dan teknik sampling serta
teknik analisisnya berikut rancangan metodologik lain seperti
batas signifkansi, teknik penyesuaian bila ada kekurangan
atau kekeliruan data, administrasi, analisis, dan semacamntya.
•
Istilah-istilah baku
–
Kerangka teori, hipotesis, desain penelitian, variabel, sampel,
validitas (internal/eksternal), reliabilitas.
•
Pola pikir induktif, linier, causal sebab akibat
•
Semua dirancang secara masak sebelum terjun ke
KESIMPULAN:
Pandangan Positivisme tentang
Ilmu Pengetahuan
•
Ilmu
haruslah:
•
Bebas nilai
–
Subyek peneliti harus mengambil jarak dari obyeknya
•
Didapat melalui metode verifkasi empiris
–
Suatu fenomena harus dapat teramati dan
terukur
yang didapat melalui pengalaman
•
Tersusun sistematis dalam rangkaian sebab –
akibat
–
Semua fenomena alam bersifat mekanis dan
Nonpositivisme:
Nonpositivisme:
Interpretrivisme dan Kritis
•
Gerakan perlawanan terhadap Positivisme, terjadi
pada era 70-an/80-an (di negara maju).
•
Tokoh:
–
Karl Popper, Thomas Khun, para flsuf Frankfurt Schull
a.l.: Paul Feyerabend, Rorty
–
Dipengaruhi penemuan Neil Bohr, Werner Heisenberg,
Einstein
•
Bahwa fsika newton – yg menjadi dasar paradigma
positivisme yg mendukung gambaran semesta yang
materialistik, mekanistik obyektif – menjadi tidak berlaku
setidaknya pada fenomena subatomik.
•
Nonpositivisme: Interpretivisme/Konstruktivisme
Interpretivisme & Pendekatan Kritis
Kritik pada Positivisme
•
Ilmu-ilmu (sosial) yang dikembangkan dengan metodologi
berlandaskan positivisme semakin miskin konseptualisasi
teoretik
–
Karena berangkat dari Kerangka Teori, cenderung hanya
menguji teori, lemah melahirkan teori baru, kecuali
pembenahan
•
Kebenaran empirik (sensual) mendegradasikan harkat
manusianya manusia. Kebenaran tidak hanya dapat diukur
dengan indera, ada kebenaran yang dapat ditangkap dari
pemaknaan manusia atas empirik sensual:
–
Kemampuan manusia menggunakan akal budi dalam
memaknai empirik sensual lebih memberi arti daripada
empirik sensual itu sendiri
–
Selain empirik sensual, dengan akal budinya, manusia dapat
melahirkan empirik logik dan empirik etik
• Empirik sensual dapat diamati kebenarannya berdasarkan empirik inderawi manusia
• Empirik logik dapat dihayati kebenaranya karena ketajaman akal manusia dalam memberi makna atas indikasi yg tidak perlu
menjangkau empirik sensual secara tuntas
Interpretivisme
Asumsi Dasar
•
Fakta tidak bebas nilai, tidak “berbicara dengan
sendirinya”, melainkan dipahami dalam kerangka
konseptual tertentu
–
Tidak ada kebenaran yg benar-benar obyektif,
–
Kebenaran pengamatan tergantung kepada teori, paradigma,
atau kerangka kerja, serta asumsi-asumsi yg dimilikinya
–
Keterlibatan subyek dalam penelitian tidak dapat sepenuhnya
dihindarkan
•
Fakta didapatkan sebagai hasil interaksi antara subyek dan
obyek;
–
Keterlibatan subyek dalam penelitian tidak sepenuhnya dapat
dihindari
•
Logika induksi, sebagaimana dianut positivisme, menuntut
ilmuwan berfokus pada fakta-fakta yang mendukung (dan
mengabaikan fakta anomali atau tidak mendukung).
•
Tidak semua fenomena mampu dijelaskan dengan bukti
Interpretivisme
Ontologi
•
Menuntut pendekatan holistik,
mengamati obyek dalam konteks,
dalam keseluruhan, tidak
diparsialkan, tidak dieliminasi; guna
mendapatkan pemaknaan dan
pemahaman menyeluruh, apa
adanya
•
Obyek (semesta) tidak mekanistik
Interpretivisme:
Epistemologi
•
Menuntut menyatunya Subyek
penelitian dengan Obyek penelitian
serta Subyek Pendukungnya
–
Keterlibatan langsung di lapangan dan
Interpretivisme
Aksiologi
•
Penelitian tidak bebas nilai
–
Mengakui fakta empirik logik dan
Interpretivisme
Metodologi
•
Pembatasan masalah melalui fokus
•
Kerangka pemikiran, bukan teori, karena
coba memaham obyek dalam latar
alamiahnya
•
Desain sementara; tidak kaku ditetapkan
di awal
•
Sumber informasi/informan; bukan sampel
•
Yang dikejar: trustworthiness dan
credibility sumber; bukan validitas dan
reliabilitas
•
Pola pikir induktif – deduktif, maju mundur.
–
Data dikumpulkan sampai dirasa cukup atau
Pendekatan Kritis
•
Pendekatan ilmu yang
memberangkatkan penelitian dari
ideologi atau pandangan hidup
•
Dari Frankfurt Jerman, yang Marxis
atau Neo Marxis dan Kiri Baru
•
Melakuka pendekatan secara radikal
revolusioner
Ontologi
•
Obyek dipelajari
independen, dieliminasi
dari obyek lain, dan
dapat dikontrol.
Karenanya, obyek
dipecah-pecah dalam
variabel-variabel
•
Obyek bekerja dalam
hukum kausalitas yang
mekanistik
•
Menuntut pendekatan
holistik, mengamati obyek
dalam konteks, dalam
keseluruhan, tidak
diparsialkan, tidak
dieliminasi; guna
mendapatkan pemaknaan
dan pemahaman
menyeluruh, apa adanya
•
Obyek tidak mekanistik, tapi
humanistik
Epistemologi
•
Menuntut pilahnya Subyek
penelitian dengan Obyek
penelitian (termasuk subyek
pendukungnya) agar dapat
diperoleh hasil yang
obyektif.
•
Kebenaran diraih melalui
hubungan kausal-linier;
tiada akibat tanpa sebab
dan tiada sebab tanpa
akibat.
– Sesuatu itu benar bila ada korespondensi/isomorphism e antara pernyataan
(verbal/matematik) dengan realitas empirik sensual (tertangkap indera)
•
Menuntut menyatunya
Subyek penelitian
dengan Obyek penelitian
serta Subyek
Pendukungnya
–
Keterlibatan langsung di
lapangan dan
menghayati
berprosesnya
Subyek Pendukung
Aksiologi
•
Menuntut agar
penelitian bebas nilai
–
Mengejar obyektivitas
agar dapat ditampilkan
prediksi atau hukum
yang keberlakuannya
bebas waktu dan
tempat
•
Tujuan penelitian
menyusun bangunan
ilmu nomothetik (ilmu
yg berupaya
membangun hukum
dari generalisasinya)
•
Penelitian tidak
bebas nilai
–
Mengakui fakta
empirik logik dan
empirik etik
•
Membangun
ilmu yang
ideografk
• Rancangan Penelitian menspesifkasikan obyek, secara ekplisit dieliminasi dari obyek lain yang tidak diteliti, sehingga jelas obyek studinya
• Kerangka Teori dirumuskan se-spesifk ungkin, menolak ulasan meluas yang tidak langsung relevan
– menurunkan hipotesis atau problematik penelitian, instrumentasi pengumpulan data, dan teknik sampling serta teknik analisisnya berikut rancangan
metodologik lain seperti batas
signifkansi, teknik penyesuaian bila ada kekurangan atau kekeliruan data,
administrasi, analisis, dan semacamntya.
• Istilah-istilah baku
– Kerangka teori, hipotesis, desain penelitian, variabel, sampel, validitas (internal/eksternal), reliabilitas.
• Pola pikir induktif, linier, causal sebab akibat
• Semua dirancang secara masak sebelum terjun ke lapangan untuk meneliti
• Pembatasan masalah melalui fokus
• Kerangka pemikiran, bukan teori, karena coba memaham obyek dalam latar alamiahnya
• Desain sementara; tidak kaku ditetapkan di awal
• Sumber informasi/informan; bukan sampel
• Yang dikejar: trustworthiness dan credibility sumber; bukan validitas dan reliabilitas
• Pola pikir induktif – deduktif, maju mundur.
– Data dikumpulkan sampai dirasa cukup atau telah terjadi pengulangan
Metodologi
Simpulan
“DOGMA”
LINGKARAN WINA
(a) menolak perbedaan ilmu alam dan ilmu
sosial
(b) menolak objek yang tidak dapat diverifkasi
secara empiris (seperti etika, estetika,
agama, atau metafsika);
(c) menyatukan semua pengetahuan ilmu dalam
bahasa yang universal bila ingin dinyatakan
ilmiah:
•
populasi, sampel, validitas, reliabilitas;
POSITIVISME
Alat Bantu Berfkir Ilmiah:
Matematika/Statistika
•
Ukurlah apa yang bisa diukur dan buatlah
pengukuran atas apa yang tidak bisa diukur
NON-POSITIVISME
Alat Bantu Berfkir Ilmiah:
• Positivist
– Scientifc
– Menstandarisasi observasi
– Ilmu ada “di luar sana”
– Fokus perhatian pada “dunia hasil penemuan” (discovered world)
– Berupaya memperoleh hukum general
– Memisahkan dengan tegas objek dan subjek
•
Nonpositivist
– Humanistic
– Mengutamakan kreatiftas individual
– Ilmu ada “di dalam sini”
– Fokus perhatian pada “dunia para penemunya”
(discovering person)
– Mengutamakan interpretasi-interpretasi alternatif
– Objek merupakan interpretasi subjek
Defnisi Ilmu Pengetahuan berdasarkan
paradigma Filsafat Ilmunya
POSITIVISME
•
Ilmu adalah
pengetahuan
yang tersusun
secara:
–
Objektif
–
Sistematis-mekanistik
–
Metodis
–
Universal
(nomothetik).
NONPOSITIVISME
•
Ilmu adalah
pengetahuan
yang tersusun
secara:
–
Intersubjektif
–
sistematis-humanistis
POSITIVISME
• Ilmu adalah pengetahuan yang tersusun secara:
– Objektif
– Objek ilmu pengetahuan sosial sama seperti objek ilmu-ilmu alam, dapat dipecah dalam variabel – Yang berbicara benar adalah objek bukan subjek
– Apakah secangkir kopi ini pahit atau manis. Saya bilang manis dan anda bilang pahit. Saya dan anda adalah subjek. Maka, subjektif.
– Ilmu pengetahuan harus bersifat objektif. ? Maka yang harus berbicara adalah objeknya itu sendiri (kopi). Diukurlah kadar gula dalam kopi tersebut. Jika memenuhi sekian persen maka manis, jika kurang dari itu maka pahit.
– Objek ilmu alam adalah segala isi semesta yang tidak bisa berkata-kata; maka objeknya bicara dengan angka-angka
– Ilmuwan sosial juga harus memenuhi kategori ini, bicara dengan angka-angka (kuantitatif) – Sistematis-mekanistik
– Seperti segala isi semesta bekerja secara mekanistik. Ilmuwan sosial juga harus memenuhi kriteria ini, memandang objeknya dalam paradigma sebab-akibat yang mekanistik. Jika X pasti Y – Metodis
– Ilmu pengetahuan dibangun dengan cara tertentu, bukan kebetulan. Metode ilmuwan sosial awalnya sama dengan ilmuwan alam dengan eksperimen. Namun karena objek ilmu sosial cenderung peristiwa yang sudah terjadi, maka survey menjadi alternatif lain selain analisis isi kuantitatif.
– Universal (nomothetik)
NONPOSITIVISME
• Ilmu adalah pengetahuan yang tersusun secara: – Intersubjektif
– Objek ilmu sosial berbeda dengan ilmu alam. Onjek ilmu sosial adalah tindakan/perilaku manusia. Perilaku manusia sulit dinilai secara murni objektif
– Saya menghilangkan nyawa seseorang, bersalahkan saya? Dalam sistem hukum amerika, dikumpulkanlah sejumlah orang untuk bertindak selaku juri. Kumpulan juri ini adalah
subjek-subjek yang akan menilai benar atau salahnya saya keyika menghilangkan nyawa orang lain. Apakah saya menghilangkan nyawa itu dengan sengaja atau tidak sengaja? Gulty or not guilty? Subjek-subjek (juri) inilah yang akan menentukan kebenaran
intersubjektivitas.
– Sistematis-Humanistis
– Tidak ada hubungan sistematis -mekanistis jika X maka Y seperti dalam ilmu alam. Sebab yang sama bisa menimbulkan akibat yang berbeda, tergantung individu manusianya. Hari ini, saya ditinggal pacar menangis. Besok ditinggal pacar biasa saja. Sangat manusiawi, kasus perkasus, tidak mekanistis.
– Metodis
– Ilmu pengetahuan dibangun dengan cara tertentu, bukan kebetulan. Namun caranya adalah dengan melakukan pendekatan yang berbeda semisal fenomenoliogy atau analisis wacana/framing misalnya.
– Ideografk
PARADIGMA ILMU SOSIAL
Positivisme
Interpretivisme
Kritisisme
Menempatkan ilmu sosial seperti ilmu-ilmu alam Metode yang terorganisasi untuk mengkombinasikan deduktif dengan pengamatan empirik (induktif) Menemukan atau mengkonfrmasikan hukum sebab akibat Memprediksi pola-pola umum
(universalitas) dari suatu gejala sosial
Menempatkan ilmu sosial sebagai
analisis sistematis terhadap socially
meaningfull action.
Menggunakan pengamatan
langsung dan rinci thdp pelaku sosial
dlm setting
keseharian yg alamiah
Memahami dan menafsirkan bgmn para pelaku sosial menciptakan dan mengelola dunia sosial mereka
Mendefnisikan ilmu sosial sbg suatu proses yg scr kritis berusaha
mengungkap the
real structures
dibalik ilusi, fals
needs, yg
PERSPEKTIF TEORETIS - METODOLOGI - METODE
THEORETICAL PERSPECTIVE
Positivism
Interpretivism
- Symbolic Interactionalism - Phenomenology
- Hermeneutics
Critical Inquiry
- Experimental Research - Survey Research
- Ethnography
- Phenomenological Research - Grounded Theory
- Heureistic Inquiry
- Action research - Discourse Analysis
METHODOLOGY METHODS
- Measurement Scalling - Sampling
- Questionaire
- Observation
- Participant Observation - Interview
- Focus Group - Case Study - Life History
PERBEDAAN ONTOLOGIS
Positivisme
Interpretivisme
Kritisisme
Critical Realism
Ada realitas “real” yang diatur kaidah-kaidah universal
walau kebenaran
pengetahuan
mungkin hanya bisa diperoleh scr probabilistik Relativism Realitas merupakan konstruksi sosial. Kebenaran realitas adalah relatif, berlaku sesuai
konteks spesifk yg dinilai relevan oleh pelaku sosial
Historical Realism
Realitas yg teramati merupakan realitas “semu” (virtual
reality) yg
terbentuk oleh
PERBEDAAN EPISTEMOLOGIS
Positivisme
Interpretivisme
Kritisisme
Dualist/objectivist
Ada realitas objektif sebagai realitas di luar diri peneliti. Peneliti harus sejauh-jauhnya mengambil jarak dgn obyek penelitian Transactionalist/ subjectivist Pemahaman suatu realitas, atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi peneliti dgn yang diteliti
Transactionalist/ subjectivist
PERBEDAAN AKSIOLOGIS
Positivisme
Interpretivisme
Kritisisme
Saintist
• Nilai, etika, dan pilihan moral harus berada di luar
proses penelitian •Peneliti berperan sebagai
disinterested scientist
•Tujuan penelitian: eksplanasi,pengujia n, dan prediksi realitas sosial
Facilitator
• Nilai, etika, dan pilihan moral adalah bagian
takterpisahkan dari penelitian
• Peneliti sbg
passionate participant, fasilitator yg menjembatani keragaman subjektivitas pelaku sosial
• Tujuan penelitian: rekonstruksi realitas sosial secara
dialektis antara peneliti dan yang diteliti
Activist
• Nilai, etika, dan pilihan moral adalah bagian
takterpisahkan dari penelitian
• Peneliti
menempatkan diri sebagai
transformative
intelectual, advocat,
dan aktivis.
• Tujuan penelitian: rekonstruksi sosial, transformasi,
emansipasi dan social
PERBEDAAN METODOLOGIS
Positivisme
Interpretivisme
Kritisisme
Interventionist
Pengujian hipotesis dlm struktur hyphothetico-deductive methode; melalui laboratorium eksperimen atau survei ekplanatif dgn analisis kuantitatif
Kriteria Kualitas Penelitian
Objektivitas, reliabilitas, dan validitas (internal maupun eksternal)
Refective/Dialectical
Menekankan empati, dan interaksi dialektis antara peneliti-responden untuk merekonstruksi realitas yang ditelliti, melalui metode-metode kualitatif seperti participant observation Kriteria Kualitas Penelitian Authenticity dan
refectivity: sejauh mana temuan merupakan refleksi otentik dari realitas yg dihayati para pelaku sosial
Trustworthiness:
- Credibility (=internal val) - Transferability (=external
val)
- Confrmability
(=objectivity)
Participative
Mengutamakan analisis komprehensif, kontekstual, dan multilevel analysis yg bisa dilakukan melalui penempatan diri sebagai aktivis/partisipan dlm proses transformasi sosial
Krtiteria Kualitas Penelitian
Historical situadness: sejauh mana temuan
merupakan refleksi otentik dari realitas yg dihayati para pelaku sosial