• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PELAYANAN DAN KELAYAKAN TRAYEK ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN DI KOTA SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EVALUASI PELAYANAN DAN KELAYAKAN TRAYEK ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN DI KOTA SEMARANG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PERKOTAAN DI KOTA SEMARANG

Dr. Ir. Bambang Riyanto, D EA

Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil –FT UNDIP

Jl. Pedalangan, Tembalang, Semarang Telp. (024) 411450

Email :mtsundip@indosat.net.id

Abstrak Kata-kata Kunci :

Tingkat Pelayanan–Kelayakan Finansial - Penataan Trayek - Masalisasi Moda

Peningkatan kebutuhan angkutan umum sejalan dengan perkembangan Kota Semarang yang cukup pesat. Peningkatan kebutuhan angkutan umum terlihat dari peningkatan jumlah trayek dan jumlah armada angkutan, yang kemudian dirasakan be rdampak terhadap efisiensi penggunaan ruang jalan. Pemerintah Daerah Kota Semarang melalui SK Walikota No. 582/0391 tanggal 23 Juni 1994, berusaha mengendalikan pertumbuhan trayek dan armada angkutan umum, dengan cara penataan trayek (pembatasan ijin traye k, penataan trayek menurut hirarki pelayanannya) dan masalisasi moda angkutan umum berkapasitas kecil. Setelah berjalan lebih dari 5 tahun, program yang dilansir oleh Pemerintah Daerah tersebut tidak sepenuhnya berhasil.

Sesuai dengan permasalahan terse but di atas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengevaluasi kelayakan dan pelayanan trayek angkutan umum di Kota Semarang, menurut trayek dan moda angkutan yang digunakan. Moda angkutan dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu moda Angkutan Umum Penumpang (ka pasitas 9 orang), Mini Bis (kapasitas 25 orang) dan Bis (kapasitas 50 orang). Indika tor pelayanan untuk masing–masing moda dinyatakan dalam frekuensi, ketersediaan (reability), dan pelayanan trayek yang dapat dilihat dari tingkat pengisian (load factor). Kelayakan finasial untuk masing -masing jenis moda angkutan, yang dipengaruhi oleh fluktuasi dan jumlah penumpang.

Menurut Vuchic (1981), moda angkutan memiliki karakteristik pelayanan dan biaya operasional yang berbeda, sesuai dengan teknologi dan kapasit as pelayanannya. Pada saat ini Kota Semarang dilayani oleh 49 trayek ang -kutan umum didukung oleh 1.557 unit moda Ang-kutan Umum Penumpang (AUP), 388 unit Mini Bis, 127 unit Bis. Setiap trayek dilayani oleh moda angkutan tertentu dengan jumlah bervariasi di sesuaikan dengan besarnya permintaan.

Untuk keperluan penelitian ini, dilakukan pengamatan secara langsung di lapangan. Pengamatan di lapangan dilakukan pada 15 titik pengamatan, yang tersebar di seluruh wilayah Kota Semarang. Pengamatan dilakukan dalam 1 hari, mulai jam 06.00 pagi hingga jam 18.00 petang (12 jam pengamatan), pencatatan dilakukan dengan selang waktu 15 menit. Pencatatan meliputi jumlah moda yang lewat, jumlah penumpang dan taryek yang dilayani.

Hasil analisis menunjukkan bahwa operato r beroperasi menyesuaikan dengan fluktuasi penumpang, jumlah moda beroperasi pada periode sibuk berbanding lurus dengan jumlah penumpang pada periode sibuk dan tingkat pengoperasian moda berhubungan erat dengan perbandingan jumlah penumpang periode sibuk t erhadap jumlah penumpang harian. Tingkat pelayanan yang rendah erat kaitannya dengan kelayakan pengoperasian suatu jasa pelayanan angkutan umum dan dipengaruhi oleh jenis moda angkutannya.

(2)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

Sejalan dengan perkembangan Kota Semarang, permintaan jasa angkutan umum meningkat. Pada tahun 1994, 37,3 % pergerakan/hari dilakukan dengan kendaraan angkutan umum. Peningkatan kebutuhan angkutan umum. Peningkatan kebutuhan angkutan umum yang terjadi dewasa ini diikuti oleh perkembangan jumlah armada angkutan umum. Penetapan trayek -trayek dan rute baru tidak berdasarkan pada kajian yang mendalam, -trayek --trayek baru ditetapkan berdasarkan coba -coba. Hal ini menyebabkan terjadinya tumpang -tindih rute dan banyak ditemukan kendaraan angkutan umum berkapasitas kecil melayani jalan -jalan utama di pusat kota, yang mengakibatkan rendahnya tingkat pelayanan jalan dan menurunnya kualitas lingkungan.

Secara umum, perkembangan jumlah armada angkutan di Kota Semarang telah menunjukkan adanya pengurangan jumlah kendaraan berkapasitas kecil, dari 1.656 unit pada tahun 1990 menjadi 1.557 unit pada tahun 1996. Sementara jumlah kendaraan bis non DAMRI (Mini Bis) meningkat dengan pesat, dari 46 unit pada tahun 1990 menjadi 388 unit pada tahun 1996. Tetapi pada kenyataannya, armada bis non DAMRI lebih banyak melay ani trayek-trayek di pinggiran kota dan belum mampu menggantikan peran Angkutan Umum Penumpang (AUP) pada trayek-trayek utama di pusat kota. Pada salah satu trayek yang dilayani AUP, tercatat dilayani oleh 196 unit kendaraan pada jam sibuk, yang berarti le bih dari 3 unit kendaraan per menit. Jumlah kendaraan berkapasitas kecil yang berlebihan pada jalan -jalan utama di pusat kota dapat berdampak terhadap menurunnya tingkat pelayanan jalan.

Usaha-usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi dampak peni ngkatan armada ang-kutan umum terutama yang berkapasitas kecil, berupa pembatasan ijin trayek, pembatasan usia kendaraan, masalisasi, tidak memberi hasil yang memuaskan. Reposisi peran dan lingkup pelayanan angkutan umum berkapasitas kecil ternyata tidak s epenuhnya dapat dilaksanakan.

Studi ini menggunakan suatu pendekatan dengan mempertimbangkan kepentingan operator tanpa mengabaikan kepentingan pengguna jasa angkutan umum dan pemerintah sebagai pihak yang terlibat. Sehingga dapat dihasilkan suatu solusi yang lebih komprehensif dan dapat diterima oleh semua pihak, dan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penataan trayek angkutan umum dalam rangka meningkatkan kinerja dan kualitas pelayanan angkutan umum.

Dengan semakin besarnya keterlibatan sektor swasta dalam penyelenggaraan pelayanan angkutan umum, maka Pemerintah Daerah dituntut mampu berperan sebagai regulator yang menghasilkan kebijakan yang adil dan inovatif dalam upaya mendorong peran -serta sektor swasta dalam penyelenggaraan pelayanan angku tan umum yang mandiri dan berkualitas serta menghindari dampak negatif dari penyelenggaraan angkutan umum yang berorientasi pada pasar.

1.2. Ruang Lingkup dan Pembatasan Studi

(3)

dapat dilakukan penataan trayek yang lebih efisien dan efektif serta cukup layak dilaksanakan oleh operator. Evaluasi kelayakan finansial dilakukan pada tin gkat makro, untuk mencoba mengidentifikasi secara kuantitatif seberapa besar deviasi antara biaya operasi kendaraan dengan pendapatan operator yang ada, pada tingkat permintaan dan kemampuan masyarakat membayar ongkos angkutan umum. Besarnya jumlah penum pang dari hasil pengamatan tidak menggambarkan jumlah penumpang nyata pada suatu trayek, karena pengamatan di lapangan tidak mencatat jumlah penumpang yang naik dan turun sepanjang trayek yang bersangkutan.

2. METODOLOGI

2.1. Landasan Teori

Dengan semakin terbatasnya kemampuan keuangan Pemerintah, penyelenggaraan pelayanan angkutan umum di Indonesia lebih banyak dilakukan oleh sektor swasta baik dalam bentuk badan hukum maupun secara perorangan. Melihat perkembangan jumlah armada yang dioperasikan, terlihat bahwa peran Perum. DAMRI sebagai suatu lembaga pemerintah yang bergerak dalam penyelenggaraan pelayanan angkutan umum semakin kecil. Besarnya keterlibatan swasta dalam penyelenggaraan pelayanan angkutan umum dapat mendorong pelayanan angkutan umum m enjadi profit-oriented serta mengabaikan kepentingan lain yang lebih luas, seperti faktor keamanan, keselamatan penumpang dan lingkungan. Sebagai contoh, armada angkutan umum di Kota Semarang, sebagian kecil (3,6%) berumur kurang dari 5 tahun dan sebagian besar (65,6%) berumur antara 10 hingga 15 tahun.

Pemerintah yang lebih banyak berperan sebagai regulator, selain memiliki wewenang menentukan tarif, memberikan ijin trayek serta melakukan uji kelayakan teknis kendaraan sebagai bentuk melindungi kepentinga n pengguna angkutan umum, juga harus mampu mendorong agar sektor swasta mampu meningkatkan kualitas pelayanannya dan mampu menjamin kelangsungan penyelenggaraan angkutan umum secara mandiri. Oleh karena itu Pemerintah dalam perannya harus mampu mengakomoda si kepentingan semua pihak, yaitu pengguna, masyarakat secara keseluruhan maupun operator, dalam upaya memberikan pelayanan berkualitas serta menjamin efisiensi dan produktivitas kegiatan masyarakat kota.

Sesuai dengan dasar pemikiran di atas, penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan atau melihat kepentingan pemerintah, yang mewakili kepentingan masyarakat luas, pengguna dan operator. Tarif, frekuensi dan load factor merupakan parameter yang digunakan sebagai indikator pelayanan yang diberikan kep ada pengguna. Biaya operasi (fixeddanvariable-cost), jumlah dan fluktuasi permintaan pada periode sibuk/harian merupakan paramater yang mempengaruhi kelayakan pengoperasian masing -masing jenis moda dan menentukan pelayanan yang diberikan oleh operator.

Pemahaman terhadap perilaku operator dalam menyesuaikan besaran penawaran terhadap permintaan sangat penting diketahui untuk melakukan penataan trayek angkutan secara lebih komprehensif dan dapat diterima oleh semua pihak. Dengan mempertimbangkan manfaat operasional, kajian dilakukan dengan mengelompokkan moda angkutan menurut jenisnya.

2.2. Pengumpulan Data

(4)

1. Jl. Raden Patah ; 2. Jl. Kol. Sugiono ; 3. Jl. Pengapon ; 4. Jl. Tawang ; 5. Jl. Kaligawe ; 6. Jl. Dr. Cipto ; 7. Jl. MT Haryono ; 8. Jl. Mataram ; 9. Jl. Pandanaran ; 10. Jl. Dr. Wahidin ; 11. Jl. Siliwangi ; 12. Jl. Jend. Sudirman ; 13. Jl. Imam Bonjol ; 14. Jl. Ahmad Yani ; 15. Jl. Gadjah Mada.

Pengamatan dilakukan selama 1 (satu) hari, mulai dari jam 06.00 pagi hingga jam 18.00 petang. Pencatatan meliputi data trayek, jenis moda angkutan, jumlah kendaraan dan jumlah penumpang. Pencatatan dilakukan dengan selang waktu 15 (lima belas) menit. Dari 15 titik pengamatan yang ditetapkan di atas, dapat mencatat 197 titik -trayek AUP, 470 titik-trayek Mini Bis dan 41 titik-trayek Bis.

Dari data yang diperoleh diharapkan dapat diketahui jumlah dan jenis kendaraan yang melayani suatu trayek dalam selang waktu tertentu (setiap jam atau harian), load-factor, fluktuasi jumlah penumpang dalam interval w aktu tertentu dan jumlah penumpang harian.

3. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1. Keseimbangan Penawaran dan Permintaan

Pertimbangan untung-rugi membuat operator menyesuaikan penawaran terhadap jumlah permintaan. Grafik di bawah ini menunjukkan kecenderu ngan tersebut dan berlaku un tuk semua moda. Di sebelah kiri adalah AUP yang menuju barat (tempat kerja) dan yang se belah kanan yang menuju timur (tempat tinggal). Dari rata -rata load-factor (< 1,00 dan rata-rata

load-factor pada jam sibuk lebih tinggi da ri rata-rata load-factor harian) dapat disimpulkan

bahwa fluktuasi jumlah kendaraan yang beroperasi mengikuti fluktuasi jumlah penumpang, dan tidak sebaliknya.

Grafik 1. Penyesuaian operator terhadap fluktuasi jumlah penumpang.

Dari perhitungan load-factor (dipilih trayek berpenumpang harian > 500 orang), pada jam sibuk dan di luar jam sibuk, untuk masing -masing moda angkutan adalah sebagai berikut :

Tabel 8.Load FactorModa Angkutan

Moda Periode Jam Sibuk Rata-rata Harian

Load Factor Std. Deviasi Load Factor Std. Deviasi

AUP 0.778 0.237 0.628 0.183

Mini Bus 1.022 0.283 0.851 0.127

Bus 0.980 0.303 0.852 0.267

Sumber : Hasil Olahan

Grafik Fluktuasi Jumlah Kendaraan dan Penumpang POS 14, MPU Rute A08, Ke Arah Barat

0

Penumpang Kendaraan Jumlah Penumpang Harian = 6992 Jumlah Kendaraan Harian = 1145

Grafik Fluktuasi Jumlah Kendaraan dan Penumpang POS 14, MPU Rute A08, Ke Arah Timur

0

(5)

Besarnya frekuensi ditentukan oleh kapasitas moda angkutan dan jumlah penumpang pada masing-masing trayek. Untuk jenis kendaraan dengan kapasitas 9 orang, dibutuhkan jumlah kendaraan lebih banyak dibandingkan dengan bila digunakan mini bis atau bis untuk melayani sejumlah penumpang yang sama.

Grafik 2. Hubungan Kendaraan Beroperasi de ngan Penumpang saat Peak Tabel 9. Fluktuasi Penumpang

Dari fluktuasi jumlah kendaraan dan penumpang terlihat bahwa jumlah maksimal kendaraan yang beroperasi tercatat pada periode sibuk pagi atau sore hari dan jumlah ini sepadan dengan jumlah penumpang. Dari grafik 2 dapat dilihat hubungan antara jumlah kendaraan dengan jumlah penumpang cukup tinggi (dilihat dari R²). Dari besarnya intercept (kemiringan garis regresi) terlihat bahwa tingkat penyesuaian AUP terhadap perubahan jumlah penump ang adalah yang tertinggi. Berdasarkan hubungan tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa semakin besar jumlah kendaraan yang dioperasikan (pada jam sibuk) dan semakin besar fluktuasi jumlah penumpang antara jam sibuk dan di luar jam sibuk akan berakib at semakin banyak kendaraan yang tidak beroperasi secara maksimal (idle). Trayek-trayek yang dilayani oleh kendaraan AUP dengan armada berjumlah banyak memiliki resiko idle yang besar, yang menyebabkan kerugian bagi operator.

Fluktuasi jumlah penumpang pa da jam sibuk dan diluar jam sibuk dapat digunakan sebagai indikator kelayakan pengoperasian moda angkutan pada suatu trayek. Fluktuasi tersebut dapat dinyatakan dengan perbandingan (rasio) antara jumlah penumpang pada periode jam sibuk dengan jumlah penumpang harian. Jika rasio kecil atau sebaran jumlah penumpang merata

y = 0,106x + 7,6478

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

Jumlah Penumpang

(6)

dalam satu hari maka dapat dipastikan bahwa kendaraan yang ada pada trayek yang bersangkutan akan beroperasi secara maksimal.

Fluktuasinya cenderung tinggi pada trayek -trayek dengan permintaan rendah. Pada trayek dengan permintaan tinggi perbandingan antara jumlah penumpang pada jam sibuk terhadap jumlah penumpang harian berkisar antara 0,11–0,20.

Tingkat pengoperasian yang tergantung dari fluktuasi jumlah penumpang dapat dicari dengan membagi jumlah kendaraan yang melewati suatu titik pengamatan selama masa pengamatan dengan jumlah kendaraan beroperasi 100% (teoritis). Jumlah kendaraan teoritis adalah jumlah kendaraan maksimal yang mampu melewati titik pengamatan selama masa pengamatan, yang berarti jumlah kendaraan yang dimiliki dikalikan banyaknya lintasan yang mampu dibuat selama masa pengamatan, sesuai panjang trayek dan kecepatan tempuh rata -rata.

Jumlah Kendaraan Pada Jam Sibuk * 12 Jumlah Kendaraan Beroperasi Teoritis =

---((Panjang Rata-Rata Trayek PP/(2t1+ 10t2))

12 Keterangan :

t1= Rata-rata waktu tempuh pada jam sibuk ;

t2= Rata-rata waktu tempuh di luar jam sibuk.

Dengan membagi jumlah kendaraan yang tercatat pada suatu trayek selama 1 hari pengamatan dengan jumlah kendaraan beroperasi teroritis, didapat besaran yang menunjukkan tingkat operasional kendaraan pada trayek yang bersangkutan.

Dengan metoda statistik (analis a regresi) dapat dilihat hubungan antara tingkat operasional kendaraan dengan rasio jumlah penumpang jam sibuk terhadap jumlah penumpang harian, seperti terlihat pada grafik 3.

Grafik 3. Hubungan tingkat operasional dengan rasio jumlah p enumpang peak dengan jumlah penumpang harian Besarnya angka keterkaitan (R²) menunjukkan tingkat signifikansi hubungan keduanya. Hal ini mendukung pendapat sebelumnya, bahwa operator cenderung mengurangi jumlah kenda

-y = 0.1716x-0.879

0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200

Rasio Jumlah Penumpang Peak / Harian

T

(7)

raan beroperasi pada saat jumlah penump ang menurun (terjadi di luar jam sibuk).

3.2. Biaya Operasi

Berikut ini komponen biaya yang masuk ke dalam biaya tetap dan biaya tidak tetap.

a. Fixed Cost : Biaya Penyusutan, Angsuran Modal, Gaji dan Tunjangan Awak Bus,

STNK, KIR, Ijin Trayek, Asuran si Kendaraan, Biaya Ijin Usaha, Biaya Pegawai Selain Awak Kendaraan, Pengelolaan.

b. Variable Cost : Biaya Bahan Bakar Minyak (BBM), Ban, Servis Kecil, Servis Besar,

Overhaul Mesin, Overhaul Badan Kendaraan, Retribusi Terminal, Biaya Cuci Bus, Pemeliharaan dan Perbaikan/Tahun.

Komponen yang memberikan kontribusi terbesar adalah biaya penyusutan dan upah (untuk

fixed cost) serta biaya bahan bakar dan ban (untuk variable cost). Hasil perhitungan seleng

-kapnya sebagai berikut :

Tabel 10. Perhitungan Biaya O perasi Kendaraan untuk masing -masing moda

No. Uraian AUP Minibus DAMRI

1 Rata-rata Jarak Tempuh / Bulan 10.528 km 11.424 km 11.054,4 km 2 Biaya Operasi / Bulan (rupiah) 6.691.011,11 10.834.609,13 19.825.141,42 3 Biaya Operasi / km (rupiah) 635,54 948,41 1.793,42

 Fixed Cost / km (rupiah) 425,80 627,81 1.237,27  Variable Cost / km (rupiah) 209,74 320,60 556,15 Biaya operasi yang rendah dari AUP bukan berarti kelayakan operasionalnya baik, masih harus dilihat pada jumlah penumpang yang diangkut dan b esarnya tarif dari pemerintah. Besarnya komponen fixed costberakibat operator akan sangat merugi akibat biaya tetap ini.

Jumlah kendaraan yang berlebihan pada suatu trayek dapat menyebabkan menurunnya pen -dapatan untuk setiap unit kendaraan. Oleh karena itu penilaian kelayakan tidak cukup hanya menggunakan indikator load factor, panjang trayek, jumlah penumpang pada jam sibuk, dan biaya operasi, tetapi juga fluktuasi jumlah penumpang harian.

Jumlah penumpang yang dicatat pada titik pengamatan tidak menu njukkan jumlah penumpang nyata, karena pengamatan jumlah penumpang yang naik dan turun sepanjang trayek tidak dilakukan.Untuk evaluasi kelayakan, jumlah penumpang riel dianggap 1.5 kali jumlah penumpang yang tercatat di masing -masing titik pengamatan. Eval uasi kelayakan dilakukan pada trayek-trayek dengan perbandingan antara jumlah penumpang pada jam sibuk dengan jumlah penumpang harian < 0,2. Trayek trayek ini pada umumnya adalah trayek -trayek penting dan relevan bila dikaitkan dengan tujuan dari penataan -trayek.

Grafik 4 di bawah menunjukkan bahwa trayek dengan penumpang kurang dari 1.000 penum -pang per hari akan lebih menguntungkan bila dilayani oleh AUP. Untuk jumlah penum-pang harian 1.000–4.500 cocok dilayani mini bis, sedangkan selebihnya dilayani ole h bis.

(8)

3.3. Kriteria dan Batasan Substitusi Moda Angkutan

Untuk menata trayek angkutan umum agar tercipta suatu sistem angkutan umum yang nya man, aman, efisien ikut menja min kelancaran lalu lintas serta tidak merugikan operator mau pun pengguna, diperlukan beberapa kriteria untuk mengoperasikan angkutan umum me -nyangkut jumlah dan jenis moda angkutan sesuai dengan jumlah dan karakteristik permintaan

Grafik 4. Hubungan Jumlah Penumpang Harian dengan Tingkat Kelayakan Finansial Menurut Moda Dengan mempertimbangkan kelayakan finansial, frekuensi, load factor, serta perilaku opera-tor di jalan, maka jumlah realistis kendaraan AUP yang dapat dioperasikan pa da suatu trayek diharapkan tidak lebih dari 60 kendaraan (frekuensi 1 kendaraan per menit), untuk trayek yang jumlah kendaraannya melebihi 60, perlu dipertimbangkan untuk diganti dengan yang berkapasitas lebih besar. Sesuai dengan grafik diatas jumlah penu mpang yang dilayani oleh 60 angkot berkisar 450 penumpang per jam pada periode sibuk atau sekitar 4.000 penumpang per hari. Di atas angka tersebut mini bis lebih menguntungkan dibandingkan dengan AUP, sehingga subtitusi ini pada dasarnya mempertimbangkan k epentingan operator sendiri.

Dari evaluasi ini, maka dapat disarankan untuk dikaji lebih lanjut kemungkinan substitusi moda angkutan untuk trayek trayek AUP sebagai berikut : A1, A6, A7, A8 dan A13. Sebalik -nya untuk trayek-trayek dengan jumlah penumpang lebih rendah dari 450 penumpang per jam pada jam sibuk, yang saat ini dilayani kendaraan berkapasitas besar (minibis) perlu dipertimbangkan untuk diganti dengan kendaraan angkutan berkapasitas kecil. Tentu saja dengan mempertimbangkan asal-tujuan, dan jarak dari trayek-trayek yang dimaksud.

4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan

 Terlihat perilaku operator untuk selalu menyesuaikan jumlah kendaraan yang beroperasi dengan besarnya permintaan, hal ini dapat mengurangi biaya tidak tetap (variable-cost)

0.00

(9)

yang dikeluarkan tetapi tidak mengurangi biaya tetap. Untuk memberikan pelayanan kepada pengguna, frekuensi sekurang -kurangnya 1 kendaraan tiap 10 menit (khusus untuk kendaraan bis). Untuk itu di perlukan jumlah penimpang minimal sesuai dengan kapasitas moda untuk mencapai frekuensi yang diinginkan.

 Trayek dengan rasio jumlah penumpang pada jam sibuk dan harian < 0.2 lebih menjamin pengoperasian suatu trayek. Hal akan terpenuhi bila proporsi perjalanan bukan untuk bekerja semakin besar (perjalanan untuk kepe rluan berbelanja, bisnis dan sosial)

 AUP lebih cocok melayani trayek dengan jumlah penumpang < 4.000 penumpang per hari.

 Secara keseluruhan tarif yang dikenakan tidak mampu menutup biaya operasional angkut -an umum, khususnya untuk bis (DAMRI), semakin b-an yak kendara-an y-ang dioperasik-an, operator akan semakin merugi.

4.2. Saran

 Perlu evaluasi lanjutan untuk trayek -trayek yang diidentifikasi berpeluang untuk diganti, terutama AUP dengan jumlah kendaraan > 60 unit / trayek dan berpenumpang > 4.000 pe -numpang/hari.

 Substitusi moda angkutan dapat diartikan sebagai upaya menata trayek dan dilakukan dengan pertimbangan kelayakan ekonomis pengoperasian berdasarkan moda yang digu -nakan. Dengan ditentukan jenis moda angkutan yang paling sesuai dan ekonomis, jadi substitusi tidak hanya menyangkut penggantian suatu moda dengan kapasitas yang lebih besar, tetapi harus dilihat secara menyeluruh.

 Perlu dilakukan survei naik turunnya penumpang sepanjang trayek untuk mengetahui se -cara pasti jumlah penumpang pada trayek ya ng bersangkutan atau yang akan dievaluasi.  Perlu dilakukan penelitian mengenai besarnya tarif yang sesuai dengan kemampuan

masyarakat membayar pelayanan angkutan umum, dalam upaya menciptakan pelayanan angkutan umum yang efisien, layak dan berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hutchinson B.S., (1974), Pinciples of Urban Transport System Planning, Washington DC, Scripta Book Company.

2. Morlok, Edward K, (1997), Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Penerbit Erlangga

3. Ofyar Z.Tamin,(1997), Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Penerbit ITB Ban-dung.

4. Kodoatie, Robert J., (1996), Ekonomi Rekayasa, Penerbit ANDI, Yogyakarta.

5. Vuchic Vukan R, (1981), Urban Public Transportation System and Technology, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.

(10)

Gambar

Grafik Fluktuasi Jumlah Kendaraan dan Penumpang
Tabel 9. Fluktuasi Penumpang
Grafik 3. Hubungan tingkat operasional dengan rasio jumlah p enumpang peak dengan jumlah penumpang harianBesarnya angka keterkaitan (R²) menunjukkan tingkat signifikansi hubungan keduanya
Tabel 10. Perhitungan Biaya Operasi Kendaraan untuk masing-masing moda
+2

Referensi

Dokumen terkait

Membina model sistem respirasi manusia untuk menunjukkan hubungan antara tekanan udara dalam rongga toraks dengan proses tarikan dan hembusan nafas. Radas dan bahan: Serkup kaca,

Dengan adanya strategi yang efektif dan efisien, akan membuat suatu produk bernilai lebih, sehingga konsumen akan merasa bahwa produk tersebut memiliki nilai jual

Berdasarkan hasil analisis kebutuhan tenaga teknis kefarmasian dengan metode Workload Indicators of Staffi ng Need (WISN), rekomendasi yang diberikan untuk mengatasi

Tujuan dari peneletian ini adalah untuk memudahkan suatu sistem presensi Untuk merealisasikan tujuan tersebut maka pada penelitian ini dimanfaatkan sensor

Seluruh responden terbanyak yaitu mahasiswa perempuan dengan rentang umur antara 20 s/d 30 tahun sebagai pengguna aplikasi android Internet Marketing

1) Menurut Handoko (2006:135), “Penilaian Prestasi Kerja (performance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja

 Discount uang

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul ” Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning terhadap hasil belajar siswa Pada