PERENCANAAN RUTE ANGKUTAN UMUM DI KOTA SIBOLGA
Abstrak
Kota Sibolga adalah salah satu kota di Sumatera Utara yang terletak di pantai barat sumatera Utara dengan posisi sebagai kawasan distribusi barang dan jasa. Kota Sibolga memiliki luas 1.365 Ha dan memiliki jumlah penduduk 93.207 jiwa.
Perencanaan ini bertujuan untuk mengetahui jumlah penumpang yang membutuhkan angkutan umum, perencanaan rute, pemilihan moda dan headway,menganalisa load factor dan perhitungan jumlah armada
Analisa regresi linear digunakan dalam memperkirakan pertambahan penduduk yang berbanding lurus dengan pertumbuhan perjalanan masyarakat. Forecasting trip pada tahun rencana menggunakan Furness Model.
Perencanaan rute dilakukan dengan melihat pembebanan ruas jalan yang didapat. Pemilihan moda didasarkan pada demand angkutan kota. Perhitungan jumlah armada dilakukan dengan memperhatikan waktu tempuh,panjang rute dan headway. Moda angkutan kota yang digunakan adalah mikrolet dengan kapasitas satu kendaraan 12 orang.
Nama Mahasiswa : Olga Kristama. S
NRP : 3104 100 024
Jurusan : Teknik Sipil
Dosen Pembimbing I : Catur Arif Prastyanto, ST.MSc
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
Transportasi darat saat ini masih merupakan sarana transportasi yang paling dominan dan paling berperan dalam menunjang laju pembangunan di Indonesia, karena transportasi darat dapat menjangkau hampir semua daerah yang mungkin tak dapat dicapai oleh sarana transportasi yang lain. Selain itu transportasi darat mempunyai peranan dan pengaruh yang besar bagi perkembangn kehidupan bangsa dan masyarakat. Hampir setiap sektor kehidupan akan terasa langsung peranan dan pengaruhnya, terutama pada pekembangan ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan. Sebab transportasi merupakan sarana mutlak bagi perpindahan penumpang dan barang. Untuk itu diperlukan sistem transportasi yang baik dan sesuai dengan kondisi yang diharapkan, yaitu aman, nyaman, lancar, teratur, dan ekonomis.
Salah satu sistem transportasi tersebut adalah sistem transportasi angkutan umum.
Dengan semakin pesatnya pembangunan di Indonesia merupakan konsekuensi logis jika transportasipun akan berkembang peranan dan pengaruhnya. Sejalan dengan itu makin terlihat pula perkembangan dari permasalahan yang ditimbulkan. Permasalahan tersebut semakin terlihat jelas pada kota - kota yang berkembang di Indonesia termasuk di dalamnya kota Sibolga.
Seiring dengan meningkatnya mobilitas dan intensitas gerak penduduk di Sibolga maka sarana transportasipun harus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Karena daerah ini memiliki daya tarik di bidang lapangan kerja yang bervariasi. Pergerakan penduduk di daerah ini dilakukan dengan menggunakan kendaraan pribadi dan angkutan umum. Angkutan umum melayani daerah ini adalah kendaraan non bus, yang mempunyai kapasitas kecil serta karakteristik operasi yang menyebabkan kemacetan lalu lintas sehingga membutuhkan pengaturan yang optimal.
Di sisi lain masyarakat yang berada diluar pusat kota (daerah pengembangan kota) sangat membutuhkan sarana angkutan umum yang memadai untuk melakukan aktifitas sehari – hari. Hal ini disebabkan belum sesuainya penyediaan sarana angkutan umum dengan jumlah penduduk yamg perlu dilayani, sehingga banyak masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi.
Dengan melihat permasalahan diatas, maka perlu dipikirkan alternative pemecahan masalah diatas yaitu dengan mengadakan perencanaan mengenai system route dan moda angkutan umum yang di Sibolga. Kebutuhan angkutan umum yang dipelukan masyarakat yang menggunakan jasa transportasi umum di sibolga, sesuai dengan prinsip- prinsip dasar transportasi yaitu aman, lancar, teratur, dan ekonomis.
1.2. PERMASALAHAN
Kondisi taryek angkutan umum kota Sibolga dari tahum ke tahun tidak banyak mengalami perubahan yang baik, sehingga route angkutan umum lebih banyak menumpuk di pusat kota saja dan jalurnya dari dulu tidak banyak mengalami perubahan sedangkan laju pertumbuhan penduduk menyebar keluar pusat kota. Mengingat perkembangan kota yang begitu pesat pada suatu saat bila masalah trayek ini tidak diperhatikan atau tidak direncanakan dengan baik tidak mustahil akan timbul kemacetan dan kesemrawutan dimana – mana.
Permasalahan yang timbul sehubungan dengan perencanaan rute dan moda angkutan umum ini adalah :
1. Daerah mana saja yang menghasilkan bangkitan dan tarikan terbesar?
2. Berapa jumlah penumpang yang membutuhkan angkutan umum pada daerah tersebut yang belum diketahui, baik pada masa kini maupun masa mendatang?
3. Apakah jenis moda yang sesuai dipergunakan untuk melayani demand penumpang tersebut?
4. Berapa armada yang dibutuhkan untuk melayani demand penumpang tersebut?
1.3. TUJUAN
Dengan demikian tujuannya adalah untuk menigkatkan pelayanan bagi para pemakai jasa transportasi dan arus lalu lintas menjadi teratur diseluruh bagian kota guna menunjang kegiatan di berbagai bidang dengan memecahkan masalah - masalah yang disebutkan diatas yaitu :
1. Merencanakan rute dengan baik sesuai asal-tujuan penumpang.
2. Mengetahui jumlah penumpang yang membutuhkan angkutan umum pada daerah tersebut, baik pada masa kini maupun pada masa yang akan datang.
3. Menentukan jenis moda yang sesuai untuk dipergunakan.
4. Menghitung jumlah armada yang dibutuhkan
1.4. LOKASI STUDI
Daerah studi dari pelaksanaan Tugas Akhir ini adalah daerah Kota Sibolga.
Gambar 1.1. lokasi study kota Sibolga 1.5. BATASAN MASALAH
Untuk membatasi masalah yang timbul, sekaligus untuk mengarahkan pembahasan yang akan dilakukan, maka penulisan ini dibatasi sebagai berikut :
1. Daerah yang distudi adalah kota Sibolga 2. Analisa hanya dilakukan pada aspek
perencanaan dan aspek operasional angkutan kota.
3. Tidak dilakukan analisa biaya yang berhubungan dengan keberadaan angkutan kota ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ANGKUTAN UMUM
2.1.1 Pengertian
Alat angkutan umum adalah kendaraan tak bermotor dan kendaraan bermotor, yang berfungsi untuk memindahkan atau mengangkut orang dan barang dari suatu tempat ke tempat lain. Kendaraan tak bermotor misalnya becak, sepeda, dan lain-lain. Sedangkan kendaraan bermotor seperti bis, taxi, mobil pribadi, mobil penumpang,sepeda motor dan lain-lain.
Selain untuk melayani kelompok captive, angkutan umum juga harus dapat menarik sebagian kelompok choice untuk tidak menggunakan kendaraan pribadi yang dimilikinya. Kelompok choice adalah orang atau kelompok orang yang mempunyai pilihan untuk menggunakan angkutan umum atau kendaraan pribadi dalam melakukan suatu perjalanan.
Sedangkan kelompok captive adalah orang atau kelompok orang yang hanya tergantung pada angkutan umum sebagai sarana untuk melakukan perjalanan.
Angkutan umum harus memperhatikan keselamatan, keamanan, kenyamanan, kecepatan, dan kemudahan bagi pengguna angkutan umum itu sendiri dan bagi pengguna jalan yang lain.
Angkutan umum harus dapat melayani seluruh kebutuhan penduduk dalam melakukan perjalanan secara efektif dan efisien tanpa menimbulkan masalah.
2.1.2 Klasifikasi Angkutan Umum
Pada dasarnya angkutan umum dapat diklasifikasikan dalam beberapa hal.
Berdasarkan kapasitasnya, angkutan umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Low Performance Transport
Angkutan umum yang memiliki kapasitas rendah dan beroperasi sebagai paratransit. Yang termasuk dalam kelompok ini misalnya mikrolet, kendaraan antar jemput (subscition bus), travel (dial-a-ride).
2. Medium Performance Transport Angkutan umum yang memiliki kapasitas cukup besar dengan kecepatan operasi rendah dan beroperasi sebagai transit (rute tetap, jadwal dan tarif terinformasi dengan
jelas). Yang termasuk kelompok ini misalnya bis kota, trem.
3. High Performance Transport
Angkutan umum yang memiliki kapasitas besar dan beroperasi sebagai transit. High performance transport dibedakan menjadi dua, yaitu:
High Performance
High Performance transport dengan kecepatan operasi sedang. Contohnya bis yang dioperasikan pada buslane atau busway (Semi Rapid Bus) dan Rail Rapid Transit.
Very High Performance
High Performance transport dengan kecepatan operasi tinggi. Contohnya metro dan subway (Rail Rapid Transit) dan Regional Transit.
2.1.3 Karakteristik Kendaraan
Pada perencanaan sistem transportasi pada perkotaan ada dua jenis moda transportasi yang dapat
diterapkan, yaitu moda angkutan masal berbasis jalan raya dan moda transportasi masal berbasis rel. Pada tugas akhir ini direncanakan moda angkutan masal berbasis jalan raya.
Tipe-tipe angkutan masal yang banyak digunakan pada perencanaan transportasi kota antara lain:
1. Mikrolet
Kendaraan tipe ini beroperasi sebagai paratransit. Mikrolet berkapasitas 11 sampai 13 tempat duduk tanpa ada tempat berdiri. Mikrolet mempunyai rute perjalanan jarak dekat ataupun jarak jauh dan mempunyai rute yang agak fleksibel. Pada umumnya pengoperasian mikrolet tidak mempunyai jadwal yang tetap, sehingga tidak jarang pada jam-jam tertentu sulit ditemui. Akibatnya mikrolet mempunyai kinerja yang rendah.
2. Bus Mini
Bis mini berkapasitas 12 sampai 20 tempat duduk dengan kapasitas penumpang antara 20 sampai 35 penumpang. Kendaraan jenis ini mempunyai dua as dengan jumlah ban 4 atau 6. Bis mini biasa digunakan untuk melayani daerah denagn populasi rendah di pinggiran kota dengan volume penumpang sedikit. Bis mini juga digunakan pada kota besar untuk sarana angkutan antara kota besar dengan kota-kota kecil di sekitarnya.
3. Bis Standart
Bis standart merupakan kendaraan berbadan tunggal dengan dua as dengan jumlah ban 6 buah.
Kendaraan ini berkapasitas maksimum 53 tempat duduk dengan kapasitas penumpang antara 50
sampai 80 orang. Menurut standart Amerika, bis standart berdimensi 2,44 sampai 2,59 m lebar dengan 10,1 sampai 12,2 m panjang. Sedangkan standart Eropa, bis standart berdimensi 2,50 m lebar dengan 10 sampai 12 m panjang.
4. Bis Tempel
Bis tempel (Articulated Bus) mempunyai ketinggian yang sama dengan bis standart, namun mempunyai panjang dua kali bis standart karena bis tempel mempunyai dua badan yang dihubungkan dengan sambungan khusus. Kendaraan ini berkapasitas antara 40 sampai 66 tempat duduk dengan kapasitas penumpang antara 100 sampai 125 orang. Karena ukurannya, bis tempel mempunyai kelemahan dalam melakukan manuvernya bila berada pada volume lalu lintas dan gradien yang besar.
Selain kelemahan, bis tempel juga mempunyai beberapa kelebihan.
Berdasarkan kapasitasnya kendaraan, bis tempel dapat mengangkut lebih banyak penumpang. Berdasarkan lama berhenti di halte, bis tempel lebih baik dari bis standart karena mempunyai pintu yang lebih banyak.
5. Bis Tingkat
Bis tingkat (Double Dekker Bus) mempunyai panjang yang sama dengan bis satandart namun mempunyai tinggi hampir dua kali bis standart karena bis tingkat mempunyai dua lantai. Kendaraan ini mempunyai kapasitas penumpang antara 65 sampai 110 orang.
Kelebihan dari bis tingkat ini adalah mempunyai kapasitas yang lebih besar dari bis standart.
2.1.4 Ciri Pelayanan Angkutan Umum 1. Trayek utama yang diselenggarakan
dengan ciri- ciri pelayanan : Mempunyai jadwal tetap.
Melayani angkutan antar kawasan utama.
Dilayani oleh mobil bus umum.
Pelayanan cepat dan lambat.
Jarak pendek.
Melalui tempat-tempat yang ditetapkan hanya untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.
2. Trayek cabang yang diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan :
Mempunyai jadwal tetap.
Melayani angkutan antar kawasan pendukung, antar kawasan pendukung dan kawasan pemukiman.
Dilayani dengan mobil bus umum.
Pelayanan cepat atau lambat.
Jarak pendek.
Melalui tempat-tempat yang telah ditetapkan untuk menaikkan dan
menurunkan penumpang.
3. Trayek ranting yang diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan :
Melayani angkutan dalam kawasan pemukiman.
Dilayani dengan mobil dan bus umum dan atau mobil penumpang umum
Pelayanan lambat.
Jarak pendek.
Melalui tempat-tempat yang telah ditetapkan untuk menaikkan dan menurunkan.
4 Trayek langsung diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan :
Mempunyai jadwal tetap.
Melayani angkutan antar kawasan secara tetap yang bersifat massal dan langsung.
Dilayani oleh mobil bus umum.
Pelayanan cepat.
Jarak pendek.
Melalui tempat-tempat yang ditetapkan hanya untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. (Abubakar,1995) 2.2 KAPASITAS
Pengertiannya adalah kemampuan sistem angkutan umum untuk memindahkan sejumlah penumpang pada suatu jalur (line) angkutan umum pada kondisi tertentu. Kapasitas merupakan karakteristik dari sistem angkutan umum. (Vuchic, 1981)
Karakteristik kinerja angkutan umum ditunjukan oleh :
1. Kecepatan 2. Tingkat kepercayaan Tergantung pada
rasio
3. Kenyamanan dan volume kapasitas
2.2.1 Ada Elemen yang Berpengaruh Terhadap Kapasitas Kendaraan 1. Dimensi kendaraan
Meliputi panjang, lebar dan jumlah lantai dimana elemen tersebut menentukan luaus lantai kotor kendaraan (Ag)
2. Ruang kendaraan yang berguna Luas bersih kendaraan bermotor (An) yang dipakai oleh penumpang, yaitu luas kotor dikurangi dinding tebal kendaraan, body pada ujung untuk clearance ditikungan dan area yang tidak dipakai penumpang (tempat pengemudi, tempat mesin).
3. Standar Kenyamanan
Ditunjukan secara langsung oleh alokasi luasan oleh setiap tempat duduk yang bervariasi antara 0.3-0,5
m/tempat duduk. Untuk luasan berdiri, standartnya tidak dapat direncanakan, tergantung faktor kepadatan penumpang.
4. Perbandingan Jumlah Tempat Duduk Berpengaruh langsung terhadap kapasitas total kendaraan. Karena luas lantai per-seat 1,5-3 kali lebih besar dari luas lantai per-standee, maka semakin tinggi rasio ini kapasitas kendaraan turun. (Vuchic, 1981).
2.2.2 Kapasitas Kendaraan
Kapasitas kendaraan adalah maksimum jumlah ruang untuk penumpang yang dapat diakomodir sebuah kendaraan.
Kapasitas kendaraan dapat dirumuskan dengan:
m m
C
v ...(2.dimana : 1)
Cv = kapasitas kendaraan (ruang penumpang/
kendaraan)
m = jumlah tempat duduk m’ = jumlah tempat berdiri 2.2.3 Total Kapasitas (Cv)
Adalah yang terdiri dari jumlah tempat duduk dan tempat berdiri (Vuchic 1981). Dengan rumus:
σ m An
Cv
m...(2.2)
Dimana:
Cv = kapasitas kendaraaan (pnp)
m = jumlah tempat duduk (space/vehicle)
An = luas lantai bersih (m2 /vehicle) ρ = luas ruang untuk satu tempat duduk (m2 /space)
σ = luas ruang untuk satu tempat berdiri
(m2 /space)
2.2.4 Kapasitas Tempat Duduk (m) Kapasitas tempat duduk (m)
berdasar pada jumlah tempat duduk yang tersedia. Dimana kapasitas total dan seating kapasitas ini dipengaruhi oleh faktor : (Vuchic, 1981).
a. Vehicle dimensions, yang terdiri dari panjang, lebar dan banyak lantai atau yang disebut dengan gross vehicle area.
b. Luas bersih lantai kendaraan (An), dimana yang tidak ikut dihitung adalah tebal dinding kendaraan dan area yang tidak dipakai (missal : kabin dan tempat mesin). Dengan rumus:
An mρ m' σ
...(2.3)Dimana :
m = jumlah tempat
duduk(space/vehicle)
m’ = Jumlah tempat berdiri (space/
vehicle)
ρ = luas ruang untuk satu tempat duduk
(m2 /space)
σ = luas ruang untuk satu tempat berdiri
(m2 /space)
c. Standar kenyamanan, yaitu faktor dalam menentukan kapasitas kendaraan. Yang terdiri dari
Kenyamanan per tempat duduk.
r
m Ad
...(2.4) Dimana :r = Standar kenyamanan (0,3-0,55 m2/space)
Ad = Luas tempat duduk total (m2)
m = Jumlah tempat duduk (space)
Kenyamanan tempat berdiri.
σ
m' Ab
...(2.5) Dimana :σ = Standar kenyamanan (0,15-0,25 m2/space) Ab = Luas tempat berdiri total (m2)
m’ = Jumlah ruang berdiri (space)
Rasio, yaitu perbandingan antara jumlah tempat duduk dengan tempat berdiri. Dengan rumus :
berdiri tempat
jumlah
duduk tempat jumlah
Rasio ...(2.6)
2.2.5 Load Faktor (LF)
Load Faktor (LF) adalah perbandingan antara jumlah
penumpang yang terangkut dengan kapasitas tempat duduk yang disediakan, dinyatakan dalam persentase. (Vuchic, 1981).
duduk tempat kapasitas
terangkut penumpang
jumlah
LF ...(2.
7)
2.2.6 Hubungan Kapasitas Jalur (Co) dan Load Faktor (LF)
Load Faktor maksimum adalah perbandingan antara jumlah penumpang pada ruas tertentu yang paling maksimum dibandingkan dengan kapasitas tersedia :
...(2.8)
...(2.9 )
... (2.10)
Dimana :
Co = Kapasitas jalur (pnp/jam) Cv = Kapasitas kendaraan (pnp) h = Headway (detik)
F = Frekuensi (menit) 2.3 JUMLAH ARMADA
Jumlah armada optimal adalah jumlah armada yang beroperasi sesuai dengan kebutuhan penumpang yang ada, dimana penentuan jumlah armada optimal akan menguntungkan semua pihak (penumpang, operator, dan pemerintah).
Hal ini disebabkan jumlah armada angkutan umum yang melayani rute tertentu mempengaruhi tingkat pelayanan pada rute tersebut. Penyediaan jumlah armada yang relatif biasa besar dari kebutuhan akan menguntungkan bagi penumpang. (Vuchic, 1981).
...(2.11) Dimana :
N = Jumlah armada
LR = Panjang rute pulang pergi (km) v = Kecepatan tempuh rencana (km/jam) h = Headway (menit)
2.4 INTERVAL WAKTU
Headway (H) adalah selang waktu antara dua kendaraan berurutan yang melalui satu titik pengamatan. Selang waktu tersebut dihitung mulai datangnya kendaraan pertama pada suatu titik pengamatan sampai dengan datangnya kendaraan kedua pada titik pengamatan yang sama. (Vuchic, 1981)
Headway dapat dirmuskan dengan:
h 60f (menit) ...(2.12) atau
h 3600f (detik) ...(2.13) Untuk mendapatkan frekuansi maksimum, headway kendaraan harus minimum dan dapat dinyatakan dengan:
min
max
3600
F H
Biasanya hs yang lebih menentukan, sehingga kapasitas:
C = Cv.N.3600 / hs mi...(2.14) Penentuan hsmin berdasarkan situasi stasiun atau halte (pemberhentian) tersibuk (terkritis). Pada pemberhentian tersibuk hubungan antara jarak dan waktu adalah sebagai berikut:
Hs min = ts + ta + t + tr + tb………...(2.15) Dimana :
ts = Waktu berhenti
t = Waktu tambahan untuk safety ta = Waktu akselerasi
tr = Waktu tambahan akibat perbedaan reaksi tb = Waktu pengereman
Frekuensi kendaraan (F) adalah jumlah kendaraan yang melewati suau titik dalam suatu jam. Frekuensi didapat dari jumlah demand maksimum dibagi dengan kapasitas satu kendaraan dalam satu jam.
Frekuensi dapat dinyatakan dengan:
kendaraan Max kapasitas
Demand
F
...(2.16)2.5 WAKTU TEMPUH
Salah satu faktor penting dalam perencanaan transportasi penumpang umum adalah waktu perjalanan. Waktu perjalanan yang efisien akan meningkatkan mutu pelayanan angkutan umum. Waktu tempuh dapat dapat dipengaruhi oleh kecepatan perjalanan, panjang rute perjalanan, waktu naik turun penumpang dan waktu tunggu terminal. maka dapat dirumuskan.
Waktu yang dipakai adalah hasil survei yang dilakukan dilapangan berdasarkan peak hour dan saat off peak hour . (Morlok 2000)
CT=LOT1 +LOT2 + L/V + B/A……….(2.17)
Dimana :
LOT= Waktu tempuh untuk mencapai pemberhentian (jam)
L = Panjang rute (km)
v = Kecepatan tempuh (km/jam)
B/A = Waktu untuk menarik dan menurunkan penumpang (boarding/Ariving)(jam) CT = Waktu tempuh (jam)
2.6 TEORI ANALISA UNTUK DEMAND DAN SUPPLYNYA
Digunakan untuk memprediksi jumlah kenaikan penumpang angkutan umum 5 tahun ke depan serta bagaimana penyedian sarana dan prasarananya. Apakah dalam 5 tahun ke depan terjadi kenaikan jumlah calon penumpang angkutan umum, atau terjadi penurunan jumlah penumpang akibat berkurang minat calon penumpang karena beralih ke moda yang lain.
Jika terjadi kenaikan jumlah penumpang apakah penyebabnya dan bagaimana penyedian sarana dan prasaranya. Sebaliknya jika terjadi penurunan jumlah (minat) calon penumpang hal apa saja yang menjadi penyebabnya. (Tamin 2000)
2.6.1 Matrik Asal Tujuan
Pola sebaran digambarkan dengan Matrik Asal Tujuan (MAT), yang kemudian digunakan untuk pemodelan kebutuhan dan perancangan transportasi.
MAT merupakan matrik berdimensi dua yang berisi informasi mengenai besar pergerakan antarzona di dalam daerah tertentu. Baris menyatakan zona asal dan kolom menyatakan zona tujuan, sehingga sel matriknya x h
v
N LR 60
menunjukkan besarnya arus dari zona asal ke zona tujuan.
Bentuk umum MAT dapat dilihat Tabel 2.1 di bawah ini :
Tabel 2.1 Bentuk Umum MAT
Zona 1 2 3 … N O
1 T11 T12 T13 … T1N O1
2 T21 T22 T23 … T2N O2
3 T31 T32 T33 … T3N O3
. . . . … . .
. . . . … .
. . . . … . .
N TN1 TN2 TN3 … TNN ON
Dd D1 D2 D3 … DN T
Sumber Tamin
T id
i d O
T id d i
D
T
idd i d d D O i T i
Dimana :
Tid= Jumlah pergerakan dari zona asal i ke zona tujuan d
Oi = Jumlah pergerakan yang berasal dari zona asal i
Dd= Jumlah pergerakan yang menuju ke zona tujuan d
T = Total Matrix
Pada MAT dapat diketahui secara tepat arus pergerakan antar zona, tetapi tidak diketahui gambaran arah atau orientasi pergerakannya. Hal ini diatasi dengan bantuan garis keinginan yang dapat menunjukkan gambaran pergerakan yang terjadi, meskipun kelemahannya berupa tidak tepatnya informasi arus pergerakan (besar arus dinyatakan dengan tebal garis keinginan)
Untuk mendapatkan MAT digunakan metode langsung dan tidak langsung :
Metode langsung
Pendekatan yang tergantung pada hasil pengumpulan data dan survey lapangan.
Metode tak langsung
Metode dengan pendekatan metematis dibagi menjadi metode analogi dan metode sintesis.
2.7 PEMODELAN TRANSPORTASI
Model adalah media yang dapat digunakan untuk menyederhanakan suatu realita yang diwujudkan dalam angka dan disajikan secara matematik sehingga jelas hubungan antara komponen-komponen yang terlibat di dalamnya.
Pemodelan transportasi bertujuan untuk membantu mengerti cara kerja sistem, yaitu antara tata guna lahan, pergerakan masyarakat dan sistem transportasi yang ada,
serta perubahan yang terjadi pada semua komponen trasnportasi.
Secara konvensional perencanaan transportasi kota dilaksanakan dalam 4 tahap (disebut four stage planning) yakni:
1. Pembangkitan Perjalanan (Trip Generation)
Perjalanan yang
dibangkitkan adalah jumlah perjalanan yang dibangkitkan oleh suatu zona atau suatu pusat kegiatan.
Bangkitan perjalanan dapat dibagi menjadi dua yaitu :
Perjalanan yang meninggalkan lokasi (Trip Production)
Perjalanan yang menuju ke lokasi (Trip Attraction)
Trip production dan trip attraction dapat digambarkan seperti Gambar 2.1
a) Trip originating from zone I (b) Trip destined to
zone j
Gambar 2.1 Perjalanan meninggalkan dan menuju suatu zone
2. Distribusi Perjalanan (Trip Distribution)
Tujuan pemodelan
distribusi perjalanan adalah untuk mengkalibrasi persamaan-persamaan yang akan menghasilkan hasil observasi lapangan pola pergerakan asal tujuan perjalanan yang seakurat mungkin
Keuntungan dan Kerugian Metoda Faktor Pertumbuhan
Keuntungan :
mudah dimengerti dan diaplikasikan
data yang dibutuhkan hanya data asal - tujuan, dan faktor pertumbuhan - dibutuhkan iterasi komputer untuk mendapatkan keseimbangan perjalanan dalam matriks (hasil model dan observasi)
Kerugian :
distribusi perjalanan hanya tergantung pada pola perjalanan saat ini dan perkiraan pertumbuhan.
tidak bisa memperhitungkan perubahan/tambahan fasilitas barn di masa datang.
tidak sesuai untuk daerah dengan pertumbuhan yang pesat
tidak sesuai untuk ,prediksi waktu yang panjang.
3. Pemilihan Moda (Modal Split)
Model pemilihan moda bertujuan untuk mengetahui proporsi perjalanan yang akan menggunakan moda transportasi, misalnya kendaraan pribadi dan moda lain misalnya kendaraan umum. Proses ini dilakukan dengan maksud mengkalibrasi model pemilihan moda pada tahun dasar. Dengan mengetahui variabel-variabel yang berpengaruh dapat digunakan untuk mendapatkan prediksi pemilihan moda dengan menggunakan nilai variabel untuk masa mendatang.
4. Model Pelimpahan Rute ( Trip Assignmen t)
Pelimpahan rute adalah suatu proses dimana pergerakan antara 2 zona untuk suatu moda tertentu dibebankan atau dilimpahkan kesuatu rute yang terdiri dari ruas-ruas jalan tertentu.
Analisis pelimpahan rute terdiri dari dari 2 bagian utama :
alasan pemakai jalan memilih rute tertentu pengembangan model yang menggabungkan sistem transportasi dengan alasan pemilihan rute.
Permodelan yang dilakukan dalam pengerjaan tugas akhir ini meliputi Analisa Regresi Linier, furness Model, Pemilihan Moda Transportasi dan Penentuan Rute.
2.7.1 Metode Analogi (Growth Factor Model)
Nilai tingkat pertumbuhan digunakan pada pergerakan saat sekarang untuk mendapatkan masa mendatang. Rumus umum yang digunakan dalam metode analogi adalah : (Tamin 2000)
id.E id t T
Tid= pergerakan pada masa mendatang dari zona asal i ke zona tujuan d tid= pergerakan pada masa sekarang
dari zona asal i ke zona tujuan d E = tingkat pertumbuhan
Pergerakan yang akan terjadi pada suatu zona akan meningkat seiring dengan peningkatan pertumbuhan daerah tersebut. Macam model dalam Growth Factor Model adalah :
a. Metode Seragam.
Metode ini menggunakan pertumbuhan tunggal untuk seluruh luas daerah yang menjadi wilayah studi, dimana nantinya akan digunakan untuk memperkirakan jumlah pergerakan pada masa mendatang. Dikatakan seragam karena seluruh zona dalam wilayah
kajian hanya 1 (satu) nilai tingkat pertumbuhan yang digunakan untuk mengalihkan semua pergerakan pada masa mendatang di karenakan seluruh zona memiliki tingkat besaran pertumbuhan yang sama.
Hal ini terlalu teoritis karena dalam realita, tidak akan mungkin terjadi pertumbuhan yang sama antara satu zona dengan zona lainnya. Secara matematis dapat dijelaskan sebagai berikut. (Tamin 2000)
Tid tid.E
Faktor pertumbuhan didapat dengan persamaan
t id id E T
Dimana :
E = Faktor pertumbuhan Tid = Total pergerakan pada tahun rencana
tid= Total pergerakan pada tahun sekarang
Tid = Jumlah pergerakan antar zona i
dan zona j pada tahun rencana
tid = jumlah pergerakan antar zona i
dan zona j pada tahun sekarang
Asumsi dasar yang digunakan pada metode ini adalah tingkat pertumbuhan di seluruh daerah kajian (tingkat pertumbuhan global) berpengaruh sama pada pertumbuhan lalu lintasnya.
b. Metode Rata – Rata (Average Model)
2 E 2 E 1 t id
T id
it T i
E 1
dant d d T E d
Dimana :
E
i,Ed=Faktor pertumbuhan zona i dan zona d
T
i,Td=Totalpergerakan antarazona i dan zona d pada tahun rencanati,td =Total pergerakan antara zona I dan zona d pada tahun sekarang
Proses iterasi metode ini cukup panjang, sehingga tingkat ketepannya akan semakin berkurang. Oleh karena itu metode
ini sekarang sudah jarang digunakan.(Tamin 2000)
c. Metode Fratar
Metode ini secara umum memperhatikan perkiraan jumlah pergerakan yang dihasilkan dari atau tertarik ke suatu zona dan proses sebaran pergerakan masa mendatang dari setiap zona yang berbanding lurus dengan pergerakan pada masa sekarang dimodifikasi dengan tingkat pertumbuhan zona tujuan pergerakan secara matematis metode fratar dinyatakan sebagai berikut: (Tamin 2000)
2 d ) i L . (L .E d .E i t id
T id
N i k E k .t k
N i k t ik
L i
dan
N d k E k .t k
N d k t dk L d
Iterasi ini dilakukan hingga didapatkan Ei pada iterasi ke k sudah mencapai konvergen. Proses pengungalangan metode ini cukup rumit dan membutuhkan proses perhitungan yang panjang.
d. Metode Detroit
Metode ini memiliki asumsi walaupun jumlah pergerakan dari zona i meningkat sesuai dengan tingkat pertumbuhan Ei, pergerakan ini juga disebarkan ke zona d sebanding dengan Ed dibagi dengan tingkat pertumbuhan global (E) yang secara umum dapat dinyatakan sebagai: (Tamin 2000)
E .E d E i id . id t T
e. Metode Furness
Metode ini dikembangkan pada tahun 1965 yang sekarang sering digunakan dalam perencanaan trasportasi. Metodenya sangat sederhana dan mudah digunakan. Pada metode ini sebaran pergerakan pada saat sekarang diulangi ke total pergerakan pada saat sekarang diulangi ke total pergerakan pasa masa yang akan datang secara bergantian antara total penjumlahan pergerakan (baris dan kolom). Secara matematis
Metode Furness dapat dinyatakan ebagai berikut. (Tamin 2000) Tid tid.Ei
Pada metode ini, pergerakan awal (masa sekarang) pertama kali dikalikan dengan tingkat pertumbuhan zona asal secara bergantian sampai total sel matriks asal tujuan untuk setiap arah kira – kira sama dengan total sel matriks asal tujuan yang diinginkan.
Evans (1970)
menunjukkan bahwa metode Furness selalu mempunyai satu solusi akhir dan terbukti lebih efisien dibandingkan dengan metode analogi lainnya.
2.7.3 Pemilihan Moda Transportasi
Pemilihan moda dapat dikatakan sebagai tahap terpenting dalam perencanaan transportasi, karena hal ini menyangkut efisiensi pergerakan di daerah perkotaan, ruang yang harus disediakan kota untuk dijadikan prasarana transportasi, dan banyaknya pilihan moda transportasi yang dapat dipilih penduduk.
Model pemilihan moda bertujuan untuk mengetahui proporsi orang yang akan menggunakan setiap moda.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan moda dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
1. Ciri pengguna jalan:
Pemilikan kendaraan, pemilikan SIM, struktur rumah tangga, pendapatan.
2. Ciri pergerakan:
Tujuan pergerakan, waktu terjadinya pergerakan, jarak perjalanan.
3 Ciri fasilitas moda transportasi:
Waktu perjalanan, biaya transportasi, ketersediaan ruang dan tarif parkir.
4 Ciri kota atau zona:
Jarak dari pusat kota dan kepadatan penduduk.
Tahapan ini
dimaksudkan untuk mengetahui moda apa yang banyak digunakan oleh masyarakat serta mengetahui apakah angkutan kota yang direncanakan bisa menjadi salah satu alternatif dari sarana angkutan yang bisa diterapkan di kota Sibolga.
Moda transportasi yang dijadikan pertimbangan sebagai angkutan umum pada perencanaan rute ini adalah:
Mikrolet Bis Mini Bis Standar Bis Tempel
Bis Tingkat 2.7.3 Penentuan Rute
Pada sistem jaringan transportasi angkutan umum, penumpang berusaha mencari rute yang meminimumkan biaya perjalanan yang terdiri dari biaya kemacetan, waktu tunggu dan berjalan kaki, serta waktu berada di atas kendaraan (angkutan umum).
Berbagai bentuk ideal jaringan transportasi dapat ditentukan sebagai berikut (lihat gambar dibawah ini ) :
a)
Jaringan jalan gridJaringan jalan ini adalah jaringan jalan yang paling umum di daerah metropolitan, yang merupakan bentuk jaringan jalan yang telah direncanakan.
Banyak kota-kota di Amerika memiliki jaringan jenis ini. ( lihat Gambar (a) )
b)
Jaringan jalan radialJaringan jalan yang bertujuan untuk memfokuskan kepada daerah inti tertentu, misalnya pusat perdagangan (Central Bussines District, CBD).
Kotakota di Eropa banyak menggunakan jenis ini. ( lihat Gambar (b) )
c)
Jaringan jalan cicin radialJaringan jalan radial yang digabung dengan kisi-kisi plan-plan ekspress yang menunjukkan pentingnya CBD dibandingkan dengan berbagai pusat kegiatan lainnya ( lihat Gambar (c) )
d)
Jaringan jalanJaringan ini sering terdapat pada jaringan transportasi antar kota pada banyak koridor perkotaan yang telah berkembang pesat. ( lihat Gambar (d) )
e)
Jaringan heksagonalJaringan jalan yang jarang dipakai yang mempunyai keuntungan dengan adanya persimpangan- persimpangan jalan yang berpencar dan mengumpul tetapi tanpa melintas satu sama lainnya secara langsung. ( lihat Gambar (e) )
f)
Jaringan jalan deltaJaringan jalan ini hampir sama dengan jaringan jalan heksagonal dengan perbedaan pada bentuknya.
( lihat Gambar (f ))
Melihat keadaan kota Sibolga sebagai kota kecil, bentuk rute yang memungkinkan untuk diterapkan adalah bentuk grid. Bentuk grid berarti jaringan transportasi angkutan umum memanfaatkan jaringan jalan yang sudah ada.
Rute yang direncanakan harus memperhatikan kebutuhan penumpang dan keadaan lalu lintas. Rute harus merupakan rute terpendek dengan meminimumkan pergantian moda dan jalur bagi pengguna angkutan kota.
Dalam menentukan rute perlu diperhatikan juga kondisi ruas jalan (jumlah lajur dan lebar lajur) dan kondisi land use yang dilewati oleh rute angkutan kota.
BAB III METODOLOGI
3.1 PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data yang dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
a. Data primer
Data yang akan digunakan dalam Data primer yang digunakan dalam perencanaan rute dilaksanakan dengan cara mengisi kuisioner yang telah disediakan. Survey jenis ini biasa disebut dengan Home Quizioner Survey.
b. Data Sekunder
Data sekunder yang diperlukan dalam pengerjaan Tugas Akhir ini diperoleh dari BPS berupa data jumlah penduduk dan luas masing-
masing zona, serta peta wilayah studi dengan batas kecamatan dan jaringan jalan yang terdapat dalam daerah studi yang diperoleh dari Kantor Kotamadya Sibolga
3.2 FORECASTING VARIABLE 3.3 KOMPILASI DATA yang meliputi :
Matrik asal tujuan
Matrik Travel Time (waktu tempuh perjalanan)
3.4 PEMODELAN TRIP DISTRIBUSI Furness Model :
.E i t id T id
3.5 ANALISA PERENCANAAN RUTE 3.6 PENENTUAN MODA DAN HEADWAY 3.7 ANALISA LOAD FACTOR :
Ruas Panjang Capacity
ruas Panjang Demand
LF
rata rata. .
3.8 PERHITUNGAN JUMLAH ARMADA
Gambar 3.1 Metodologi Perencanaan
BAB IV
DATA PERENCANAAN 4.1 DATA KEPENDUDUKAN KOTAMADYA
SIBOLGA
Data-data kependudukan tersebut dari Badan Pusat Statistik Kotamadya Sibolga. Adapun data-data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini :
Tabel 4.1 Data Jumlah Penduduk menurut zone pada tahun 2007 – 2009
Sumber BPS Tk II Kotamadya Sibolga 4.2 GEOMETRIK JALAN
Adapun data geometrik jalan diperoleh dari kantor PU Kota Sibolga. Data-data tersebut meliputi :
Tipe jalan
Lebar bahu
Lebar perkerasan
Mengenai data-data tersebut dapat dilihat pada tabel 3.2 di bawah ini :
Zone No Wilayah 2007 2008 2009
1 KEC. Sibolga Utara 20850 21179 21497
1 Kel.Sibolga Ilir 6397 6468 6578
2 Kel.Angin Nauli 3551 3601 3671
3 Kel.Simare-mare 5640 5758 5817
4 Kel.Huta Tonga-tonga 3095 3138 3172
5 Kel.Huta Barangan 2167 2214 2259
B KEC. Sibolga Kota 16834 17106 17362
6 Kel. Kota Baringin 2989 3010 3080
7 Kel.Pancuran Gerobak 5896 5965 6032
8 Kel. Pasar Baru 1953 2010 2064
9 Kel. Pasar Belakang 5996 6121 6186
C KEC. Sibolga Selatan 33265 33749 34256
10 Kel. Pancuran Kerambil 3165 3239 3304
11 Kel. Pancuran Bambu 8365 8468 8573
12 Kel. Pancuran Pinang 5129 5228 5322
13 Kel. Pancuran Dewa 5597 5645 5720
D KEC.Sibolga Sambas 22256 22580 22919
14 Kel. Aek Manis 9780 9897 10083
15 Kel. Aek Habil 7195 7245 7384
16 Kel. Aek Parobunan 8217 8362 8461
17 Kel. Aek Muara Pinang 8073 8245 8328
DATA PRIMER Survey MAT
FORECASTING VARIABEL
Jumlah Penduduk Th 2010
Faktor Pertumbuhan
DATA SEKUNDER BPS Jumlah Penduduk Data jaringan jalan jalan
KOMPILASI DATA
DATA MATRIK TRAVEL TIME
DATA MATRIK ASAL TUJUAN
ANALISA PERENCANAAN RUTE SKENARIO RENCANA
PENENTUAN MODA DAN HEADWAY
ANALISIS JENIS MODA
ANALISIS HEADWAY
ANALISA LOAD FACTOR
PERHITUNGAN JUMLAH ARMADA
ANALISA BANGKITAN PERJALANAN
DENGAN REGRESI LINEAR
ANALISA DISTRIBUSI PERJALANAN
DENGAN FURNESS MODEL
Tabel 4.2 Data Geometrik Jalan
Sumber Dinas Tata Kota Sibolga
BAB V
ANALISA DEMAND PENUMPANG 5.1 ANALISA DEMAND PENUMPANG
Untuk meramal jumlah data sosial ekonomi pada tahun mendatang, digunakan metode regresi linier atau dikenal dengan metode selisih kuadrat minimum karena pada metode ini garis penyimpangannya direkam sekecil mungkin. Hubungan yang terjadi dalam perumusan regeresi tersebut dinyatakan dalam bentuk persamaan matematis yang menyatakan hubungan fungsional antara variabel- variabelnya. Dalam bentuk persamaan matematis dapat ditulis sebagai berikut :
dimana :Y = variabel tak bebas dan X = variabel bebas
dimana : A dan B = koefisien regresi N = jumlah data
R = kefisien korelasi
Contoh Perhitungan :
Jumlah penduduk dan faktor pertumbuhan zona 1 Persamaan Regresi Y = 90.5x – 175243
Jumlah Penduduk 2009 = 90.5 x 2009 – 175243 = 6578 Jumlah Penduduk 2014 = 90.5 x 2011 – 175243 = 7024 Faktor Pertumbuhan
6578 7024
= 1,0678
Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 5.2. dibawah ini
Tabel 5.2 Faktor Pertumbuhan dan Proyeksi Jumlah Penduduk Pada tahun Mendatang
zona faktor Pertumbuhan
2009 - 2014 1 1.067801763 2 1.080904386 3 1.077703283 4 1.061160151 5 1.101814962 6 1.071103896 7 1.056366048 8 1.134689922 9 1.078402845 10 1.10562954 11 1.060655546 12 1.090755355 13 1.052972028 14 1.073985917 15 1.062026002 16 1.073041012 17 1.078290106 NO. Nama
jalan Lebar bahu (M)
Lebar Perkerasan (M)
Lebar bahu (M)
Lebar jalan total (M)
1 Zona 1 1 8 1 11
2 Zona 2 1 8 1 11
3 Zona 3 1,5 8 1,5 11
4 Zona 4 1,5 8 1,5 11
5 Zona 5 1 8 1 10
6 Zona 6 1,5 8 1,5 11
7 Zona 7 1 8 1 10
8 Zona 8 1 7 1 9
9 Zona 9 1 7 1 9
10 Zona
10 1 8 1 10
11 Zona
11 - 7 - 7
12 Zona
12 1 8 1 10
13 Zona
13 - 7 - 7
14 Zona
14 - 7 - 7
15 Zona
15 - 7 - 7
16 Zona
16 - 7 - 7
17 Zona
17 1 7 1 9
Y = A + BX
Σ Y – B Σ X A = ——————
N
N Σ XY – ΣX ΣY B = ————————
N Σ X2 – (Y)2
Σ XY – ΣX ΣY
R = ————————————————
√[ N ΣX2 – (ΣX2)] [ N ΣY2 – (Y)2]
5.2 ANALISA DEMAND PENUMPANG PADA TAHUN RENCANA DENGAN KALIBRASI POPULASI
Data untuk analisa ini diperoleh dengan melakukan home quisioner. Setelah itu dilakukan pengisian matrik asal tujuan (MAT) dilihat pada tabel 5.4. Setelah didapatkan MAT, maka perhitungan selanjutnya dengan mengalibrasi data hasil survei atau yang biasa disebut sebagai faktor pengali agar hasil di lapangan sesuai dengan sebenarnya Faktor ini adalah angka untuk mendapatkan pendekatan kebenaran dari jumlah penumpang sesungguhnya dalam satuan waktu (per jam). Cara untuk mendapatkan faktor pengali adalah dengan cara membagi jumlah populasi tiap
– tiap kelurahan dibagi jumlah sample tiap kelurahan sehingga dapat dilihat pada lampiran tabel 5.5
Tabel 5.4 Data Matriks asal tujuan hasil qisioner
Tabel 5.5 faktor pengali
5.2 ANALISA DEMAND PENUMPANG DENGAN FURNESS MODEL
Metode ini sangat sering digunakan dalam perencanaan transportasi,metode nya sangat sederhana dan mudah. Pada metode ini sebaran pergerakan pada masa mendatang didapatkan dengan mengalikan sebaran pada saat sekarang dengan tingkat pertumbuhan zona asal tujuan yang dilakukan secara bergantian dengan rumus yang trecantum pada BAB 2 di depan.
Data MAT awal yang akan diiterasi dengan menggunakan furness model dapat dilihat pada Tabel 5.8
Tabel 5.8 MAT yang akan diiterasikan
5.3 KEBUTUHAN (DEMAND )
Besar pembebanan pada ruas jalan adalah total trip yang melewati ruas jalan tersebut.
Pembeban ruas jalan digunakan untuk merencanakan rute angkutan umum. Untuk mengetahui ruas jalan yang memerlukan angkutan umum, data yang didapat dari Tabel 5.14 padadiplotkan pada jaringan jalan.ruteI dan Tabel 5.15 pada rute II
t sibolga ilirangin naulisimare - mare huta tonga - tongahutabarangankota beringinpancuran gerobakpasar barupasar belakangpancuran kerambi pancuran bamboopancuran pinang pancuran dewaaek manisaek habilaek parombunan
aek muara pinang 200763973551564030952167298958961953599631658365512955979780719582178073 2008 64683601575831382214301059652010612132398468522856459897724583628245 2009657836715817317222593080603220646186330485735322572010083738484618328 2010 66623728591532122305311761002120 6291337586775419577710223746485918470 2011 6753378860043251235131636168217663863444.5 87815515.5 5838.5 10374.5 7558.5 87138597.5 2012 684338486092328923973208623622316481351488855612590010526765388358725 2013 6934390861813328244332546304228765763583.5 89895708.5 5961.5 10677.5 7747.5 89578852.5 2014 702439686269336624893299637223426671365390935805602310829784290798980
Tabel 5.14 Pembebanan Ruas Jalan Pada Rute I
Pada Saat Pergi
Pada Saat Pulang
Tabel 5.15 Pembebanan Ruas Jalan Pada Rute II Pada Saat Pergi
Pada Saat Pulang
BAB VI
ANALISA PERENCANAAN RUTE DAN MODA ANGKUTAN UMUM
6.1 ANALISA PEMILIHAN RUTE PERJALANAN
Di dalam penentuan rute perjalanan banyak aspek yang harus diperhatikan yaitu :
Demand antar zona tinggi dilayani dalam satu rute tanpa harus berganti angkutan umum lain (oper).
Demand rendah boleh dilayani dengan berganti angkutan umum yang lain (oper).
Pemilihan rute harus melewati ruas-ruas jalan yang penumpangnya banyak.
Rute angkutan umum yang direncanakan harus merupakan rute terpendek dengan meminimumkan pergantian moda dan jalur bagi pengguna angkutan umum. dalam menentukan rute perlu diperhatikan juga kondisi ruas jalan ( jumlah lajur dan lebar jalur) dan kondisi land use yang dilewati oleh rute angkutan umum.
Perencanaan rute dan gambar rute rencana dapat dilihat pada tabel 6.2 dan gambar 6.1
Tabel.6.2 Perencanaan Rute Rute Zona Nama jalan
1
2
16-14-13- 10-7-9-6-3- 2-5-4-7-10- 13-14-16
1-3-6-8-7- 10-12-11- 13-14-15- 17
Jl.Horas – Jl.R.Suprapto – Jl.Putri Runduk – Jl.S.Parman – Jl.Zainal Arifin – Jl.Ade Irma Suryani – Jl.Siswomiharjo – Jl.Patuan Anggi – Jl.Sisingamangaraja
Jl.Oswal Siahaan – Jl.Sutomo – Jl.Katamso – Jl.Junjungan Lubis – Jl.
R.Suprapto – Jl.Tenggiri – Jl.Patuan Anggi – Jl.Sibolga Baru – Jl.Jempol – Jl.Horas – Jl.Cendrawasih – Jl.Merpati – Jl.Ms.Sianturi – Jl.Kader Manik – Jl.Ahmad Dahlan – Jl.Horas – Jl.Jempol – Jl.Sibolga Baru – Jl.Patuan Anggi – Jl.Tenggiri – Jl.R.Suprapto – Jl.Junjungan Lubis – Jl.Katamso – Jl.Sutomo – Jl.Oswald Siahaan
6.2 PENENTUAN MODA DAN HEADWAY ANGKUTAN UMUM
Pada pembebanan awal direncanakan
menggunakan moda mikrolet dengan kapasitas 12 penumpang dengan angka kenyamanan 0,3 m2. Berdasarkan ruas jalan perencanaan rute pada tabel 6.1 dapat dihitung besarnya frekuensi dan headway angkutan umum yang melayani masing – masing zona. Sebagai contoh dalam perhitungan mencari frekuensi dan headway pada rute 1dari berangkat yaitu :
Kebutuhan penumpang maksimum = 386pnp/jam
Headway maksimum (h maks) = (Cv x 3600) / P = (12 x 3600) /386
= 111,8106 detik
Headway rencana (h) = 110 detik
Kapasitas jalur (C) = (CVx3600)/h
= ( 12x3600)/110
= 392 penumpang
Frekuensi (F) = (1/h) x 3600
= ( 1/ 111,8 ) x 3600
= 32 (kendaraan/jam) Check : P / C < 1
386 / 392 < 1 0,9 < 1 …..OK.
6.3 ANALISA LOAD FAKTOR BERDASARKAN KAPASITAS YANG DISEDIAKAN
Setelah dianalisa angkutan umum tahun 2014 dalam peak hour dengan rute dan moda yang direncanakan dan suda memenuhi syarat, maka langkah selanjutnya adalah menganalisa load factor pada tiap – tiap ruas jalan yang dilalui angkutan umum, dimana load factor rata – rata harus lebih kecil dari 1 ( α < 1)
Contoh perhitungan pada rute I :
Jumlah Peumpang = 206
penumpang/jam
Kapasitas Total ( Cv ) = 12 penumpang Frekwensi = 32 kendaraan/jam
Headway = 110 detik
Kapasitas jalur ( Co ) = Cv x frekuensi
=392 pnp/jam Maka pada zona 1 ke zona 4 adalah :
52 , 309 0 207 Co
penumpang jumlah
LF
6.3 PERENCANAAN JUMLAH ARMADA ANGKUTAN UMUM
. Untuk mengestimasi jumlah armada angkutan umum yang direncanakan pada daerah studi perlu memperhatikan :
Panjang rute yang akan dilalui oleh angkutan umum
Kecepatan rata-rata angkutan umum yang direncanakan
Headway rencana
Jumlah armada dapat dihitung dari pembagian antar waktu tempuh dengan headway
Contoh perhitungan jumlah armada pada rute I : Jarak tempuh = 26 km
Kecepatan 40 km/jam Headway = 110 detik
Jumlah armada
3600
110 ) 40 / 26
(
x= 21 kendaraan
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. KESIMPULAN
Bardasarkan analisa data untuk perencanaan Bardasarkan analisa data untuk perencanaan angkutan umum tahun 2009 - 20014 dapat disimpulkan bahwa :
1.
Pola pergerakan perjalanana masyarakat Sibolga yang diperoleh dari survey home quisioner menunjukkan bahwa pergerakan yang dominan dilakukan adalah kedaerah perkantoran, pasar, sekolah dan fasilitas umum lainnya. Daerah yang menghasilkan bangkitan dan tarikan terbesaradalah zona 7 dengan tata guna lahan terdiri dari perkantoran, pasar, mini mall dan sekolah
.
2. Dalam memenuhi kebutuhan angkutan umumkota Sibolga direncanakan 2 macam rute trayek yang melewati zona-zona sebagai berikut :
Rute Zona Nama jalan
1
2
16-14-13-10- 7-9-6-3-2-5- 4-7-10-13- 14-16
1-3-6-8-7- 10-12-11-13- 14-15-17
Jl.Horas – Jl.R.Suprapto – Jl.Putri Runduk – Jl.S.Parman – Jl.Zainal Arifin – Jl.Ade Irma Suryani – Jl.Siswomiharjo – Jl.Patuan Anggi – Jl.Sisingamangaraja
Jl.Oswal Siahaan – Jl.Sutomo – Jl.Katamso – Jl.Junjungan Lubis – Jl. R.Suprapto – Jl.Tenggiri – Jl.Patuan Anggi – Jl.Sibolga Baru – Jl.Jempol – Jl.Horas – Jl.Cendrawasih – Jl.Merpati – Jl.Ms.Sianturi – Jl.Kader Manik – Jl.Ahmad Dahlan – Jl.Horas – Jl.Jempol – Jl.Sibolga Baru – Jl.Patuan Anggi – Jl.Tenggiri – Jl.R.Suprapto – Jl.Junjungan Lubis – Jl.Katamso – Jl.Sutomo – Jl.Oswald Siahaan
3. Moda trasporatasi yang digunakan adalah mokrolet dengan kapasitas 12 orang dengan headway rata – rata 110 detik pada peak hour untuk rute 1dan 70 detik pada rute II.
4. Jumlah armada yang diperlukan untuk masing – masing trayek berbeda dengan sesuai dengan besarnya demand. Jumlah armada yang diperlukan pada rute I adalah 21 kendaraan pada saat peak hour dan pada rute II adalah 19 kendaraan pada pada saat peak hour.
5. SARAN
1. Diberitahukan kepada pemilik angkutan umum, untuk menjaga kualitas dan kenyamanan penumpang.
2. Jadwal keberangkatan angkutan umum sebaiknya ditertibkan sesuai dengan headway perencanaan.
3. Perlunya dilakukan pergantian crew angkutan umum, yaitu pada saat peak hour 4. Apabila sudah terealisasi perlu diadakan
koordinasi dengan paguyuban pengemudi becak agar tidak terjadi perselisihan yang berkepanjangan.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA