• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis dan Perancangan Metode Subnetting : Hybrid Fixed Length Subnet Masking (HFLSM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis dan Perancangan Metode Subnetting : Hybrid Fixed Length Subnet Masking (HFLSM)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis dan Perancangan Metode

Subnetting

:

Hybrid Fixed Length Subnet Masking

(HFLSM)

Daniel S. Bataona

Jurusan Teknik Elektro

Konsentrasi Teknik Komputer dan Jaringan Politeknik Negeri Kupang

Kupang, Indonesia

[email protected]

Gloria Ch. Manulangga

Jurusan Teknik Elektro

Konsentrasi Teknik Komputer dan Jaringan Politeknik Negeri Kupang

Kupang, Indonesia

[email protected]

ABSTRAK

Dengan melakukan subnetting, alamat network dapat dipecah menjadi beberapa blok subnet yang lebih kecil dengan menyesuaikan kebutuhan alamat host atau blok subnet. Terdapat beberapa metode subnetting yang dikenal yakni FLSM dan VLSM. Pada penerapan contoh kasus pada penelitian ini, hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan metode VLSM dengan presentasi segi efektif dan efisien sebesar 43% dibandingkan dengan metode subnetting FLSM. Dengan contoh kasus yang sama akan coba diterapkan suatu teknik baru yakni AFLSM. Teknik ini mampu mengurangi jumlah host yang terbuang lebih baik dibanding VLSM, namun teknik ini tidak bersifat generik dan hanya dapat diterapkan pada beberapa kasus tertentu. Teknik ini juga menggunakan pola subnet mask yang membingungkan dan tidak sesuai dengan standard nilai CIDR. Untuk mengatasi kekurangan yang dialami oleh AFLSM, pada penelitian ini diusulkan suatu teknik baru yaitu HFLSM. Teknik HFLSM ini merupakan suatu teknik hasil gabungan atau kombinasi dari VLSM dan AFLSM. Teknik HFLSM menggunakan pola kalkulasi management pengalamatan IP seperti AFLSM namun dengan sedikit penambahan beberapa rule. Sedangkan dalam penggunaan subnet mask, teknik ini menggunakan pola penggunaan subnet mask yang dimiliki VLSM sehingga penggunaan subnet mask pada alamat IP tidak akan terjadi overlap antar yang satu dengan yang lain dan sesuai standard nilai CIDR. HFLSM lebih bersifat generik jika dibandingkan dengan AFLSM karena penerapan HFLSM dapat dilakukan pada beberapa contoh kasus yang berbeda. HFLSM juga memiliki kemampuan pengurangan alamat IP yang terbuang atau tidak digunakan, lebih baik daripada VLSM.

Kata Kunci

Subnetting, VLSM , AFLSM , HFLSM

1.

PENDAHULUAN

Permasalahan yang terjadi dalam sebuah jaringan dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor pemicunya adalah jika dalam suatu jaringan yang saling terhubung, terdapat begitu banyak host atau komputer yang saling terhubung dan bekerja secara bersamaan, maka kemungkinan untuk terjadi gangguan lalu lintas data sangatlah besar, hal ini bisa memicu terjadinya peningkatan kongesti/ jumlah transaksi data yang melebihi kapasitas kemampuan perangkat atau kemampuan jalur akses.

Permasalahan seperti ini dapat diatasi dengan salah satunya adalah melakukan pembagian jaringan dengan cara membagi suatu jaringan yang memiliki jumlah host yang besar menjadi

beberapa blok jaringan dengan jumlah host yang lebih sedikit. Hal ini dilakukan agar dapat mempermudah dalam pengelompokan host dan kegiatan manajemen jaringan yang lebih teratur. Pembagian alamat jaringan seperti ini dinamakan subnetting dimana metode subnetting secara umum terbagi menjadi dua yakni Fixed Length Subnet Masking (FLSM) dan Variable Length Subnet Mask (VLSM) dengan menggunakan metode Classless Inter Domain Routing (CIDR)

Untuk memperbaiki sy stem pengalamatan IP yang buruk tersebut maka dalam penelitian ini akan digunakan beberapa metode subnetting antara lain VLSM dan Aggregated Fixed Length Subnet Masking (AFLSM).

Dalam penelitian Sabir dkk[1], dikatakan bahwa AFLSM memiliki system managemen ruang IP Address yang lebih baik dari VLSM. Dalam penelitian ini disajikan dengan kasus yang berbeda skenario agar dapat diketahui bahwa AFLSM merupakan metode yang bersifat spesifik karena hanya efektif diterapkan pada beberapa contoh kasus tertentu saja.

Selain itu, dalam penelitian ini juga akan ditawarkan suatu metode subnetting baru yakni Hybrid Fixed Length Subnet Masking (HFLSM) dimana merupakan suatu metode yang mampu mengatasi kekurangan dari AFLSM maupun VLSM.

2.

IMPLEMENTASI KASUS

Dalam penelitian ini akan digunakan jenis kasus yang memiliki jumlah blok subnet lebih dari empat dan dengan kebutuhan host tiap blok subnet yang bervariasi. Pemilihan jenis kasus seperti ini dengan tujuan agar diketahui seberapa efektif AFLSM dalam jenis kasus seperti ini, dan sekaligus memberikan gambaran bahwa HFLSM lebih efektif dalam menangani jenis kasus dengan variasi blok subnet dan variasi kebutuhan alamat host pada tiap blok subnet.

Dikatakan efektif dengan maksud menggunakan acuan serangkaian alamat IP yang dihasilkan dari proses subnetting, dapat digunakan atau diimplementasikan pada tiap interface Router dalam topology jaringan yang dirancang sehingga menjamin terjadinya proses routing antar Router tersebut.

2.1

Gambaran Detail Uji Kasus

Jenis kasus yang dimaksud yakni dalam suatu jaringan kampus yang terdiri dari beberapa jurusan atau department membutuhkan jumlah alamat host yang berbeda, dengan rincian sebagai berikut :

(2)

b. 6 (enam) Department y akni Teknik Elektro, Administrasi Bisnis, Teknik M esin, Teknik Sipil, Gedung Rektorat, Gedung Rektorat Lama.

c. Kebutuhan host tiap department : 60, 30, 28, 25, 10, 5

d. 6 (enam) koneksi WideAreaNetwork (WAN) antar department

e. Kebutuhan host tiap WAN : 2 (dua) f. Simulator : Cisco Packet Tracer

Pada tiap department diharapkan terdapat alamat IP yang digunakan sebagai koneksi Wifi yang disediakan bagi departmen tersebut.

2.2

Konfigurasi Sistem dan

Tools

Dengan menggunakan data uji kasus yang ada, maka subnetting dilakukan menggunakan AFLSM dan HFLSM. Rangkaian atau sekumpulan alamat IP hasil dari subnetting yang dilakukan akan diimp lementasikan dan diujicoba pada Packet Tracer. Adapun beberapa alasan menggunakan Packet Tracer sebagai simulator pengujian selain karena merupakan simulator peralatan jaringan Cisco, dimana dalam penelitian ini juga menggunakan Cisco Router, juga terdapat alasan dibawah ini mengapa Packet Tracer dipilih sebagai simulator dalam sistem topology yang dirancang.

Menurut Janitor dkk[2], dalam proses belajar maupun mengajar suatu mata pelajaran yang lebih abstrak seperti jaringan komputer, perlu adanya imajinasi dari siswa dalam memahami suatu topik pembelajaran yang memiliki jenjang pemahaman yang lebih tinggi untuk itu terdapat hal positif yang mendukungnya yaitu yang disebut dengan teknik pembelajaran visual. Siswa dapat lebih mudah memahami dan mengadaptasi informasi dari subjek ketika mereka secara visual dapat melihat bagaimana hal tersebut benar-benar bekerja. Pengajar dapat menyajikan subjek menggunakan animasi dan contoh-contoh praktis dan bukan hanya berbicara tentang teori fakta. Dalam makalah ini menyajikan alat yang memiliki fitur visual yang disebut Packet Tracer[7] yakni sebuah simulator jaringan komputer yang tersedia secara bebas dan gratis untuk siswa cisco networking academy.

M enurut Resource Materials Packet Tracer Data Sheet[8], Packet Tracer adalah suatu bentuk pengajaran teknologi jaringan yang komprehensif dan merupakan suatu software pembelajaran serta menjadi bagian integral dari kurikulum Networking Academy CCNA Discovery dan CCNA Exploration. Packet Tracer memberikan simulasi yang kuat, visualisasi, pengajaran, penilaian, serta kemampuan kolaborasi sehingga membuat pengajaran dan pembelajaran net-teknologi bekerja lebih mudah dengan visual simulasi dalam lingkungan jaringan virtual.

Packet Tracer memungkinkan kolaborasi, penciptaan kegiatan, dan kustomisasi tugas pembelajaran yang penting, sehingga memungkinkan instruktur dan siswa untuk membuat virtual “dunia jaringan” mereka sendiri untuk mengajar dan belajar konsep jaringan dan teknologi.

Kegiatan menggunakan Packet Tracer menawarkan lingkungan interaktif yang efektif untuk belajar konsep jaringan CCNA-level dan protokol jaringan. Dari perkuliahan dan laboratorium untuk pekerjaan rumah maupun untuk kepentingan kompetisi, Packet Tracer melampaui batas-batas pembelajaran tradisional dengan memperluas kelas ke dunia

maya yang lebih eksploratif, disertai eksperimen dan penjelasan.

Dalam topology jaringan yang dirancang pada Simulator Packet Tracer, Router yang digunakan memiliki spesifikasi sebagai berikut :

a. Cisco 1841 (revision 5.0) with 114688K/16384K bytes of memory.

b. Processor board ID FTX0947Z18E c. M 860 processor: part number 0, mask 49 d. 2 FastEthernet/IEEE 802.3 interface(s)

e. 2 Low-speed serial(sync/async) network interface(s) f. 191K bytes of NVRAM .

g. 63488K bytes of ATA CompactFlash (Read/Write) h. Cisco IOS Software, 1841 Software (C1841-ADVIPSERVICESK9-M ), Version 12.4(15)T1, RELEASE SOFTWARE (fc2)

2.3

Parameter dan Strategi Pengujian

Ukuran keberhasilan yang digunakan sebagai acuan berhasil atau tidaknya metode yang dimaksud adalah dengan melihat serangkaian alamat IP yang dihasilkan dari proses subnetting dapat digunakan atau diimplementasikan pada tiap serial interface dari masing-masing router dalam topology jaringan yang dirancang. Bisa digunakan atau diimplementasikan dimaksudkan bahwa tidak terjadi Bad Mask maupun Overlapping Address saat konfigurasi alamat IP dilakukan pada serialinterface router.

Karena jika terjadi hal demikian, maka alamat IP dan subnet mask tersebut tidak dapat digunakan p ada interface router sehingga interface tersebut tetap dalam kondisi down atau off. Hal ini mengakibatkan router tidak dapat berkomunikasi dengan router yang lain dalam topology jaringan yang dirancang.

Strategi pengujian sistem yang dilakukan dalam penggunaan metode subnetting adalah sebagai berikut :

a. Penentuan kelebihan host.

Pada tahapan ini akan dilakukan perhitungan kelebihan host pada tiap blok subnet. Dengan prinsip pembagian 4 (empat) untuk mengetahui sisa hasil bagi yang dijadikan ukuran penentuan kelebihan host pada tiap blok subnet.

b. Pembagian blok subnet dan alamat jaringan. Pembagian alamat jaringan dan penentuan alamat blok tiap blok subnet dilakukan pada tahapan ini. Pada tahap ini juga ditentukan subnetmask dari tiap blok subnet yang telah disesuaikan dengan jumlah host dalam tiap blok subnet. Jumlah host yang dimaksud adalah hasil dari proses tahapan sebelumnya yakni penentuan kelebihan host. c. Kalkulasi pengalamatan.

(3)

serial interface dari tiap router yang ada dalam topology jaringan yang dirancang.

d. Konfigurasi Interface pada Topology Jaringan Tahapan ini merupakan tahap akhir dalam menilai metode tersebut apakah alamat IP hasil subnetting dapat digunakan pada tiap serial interface dari masing-masing router atau tidak. Disinilah letak ke-efektifitasan maupun keberhasilan dari subnetting yang dilakukan. Karena akan menjadi hal yang sia-sia jika suatu metode subnetting menghasilkan serangkaian alamat IP namun tidak dapat digunakan pada serialinterface pada masing-masing router di topology jaringan yang dirancang.

Pada gambar 1 dibawah ini terdapat diagram yang menjelaskan tentang strategi pengujian sistem dari tahap awal hingga akhir.

Gambar 1. S trategi Pengujian S istem

3.

KONSEP SUBNETTING

Konsep dasar dari subnetting adalah melakukan pembagian suatu jaringan besar menjadi beberapa jaringan yang lebih kecil. Jadi dapat dikatakan bahwa subnetting adalah kegiatan melakukan pemecahan atau pembagian suatu alamat network menjadi beberapa subnetwork atau blok subnet melalui mekanisme subnetting yang baik dan benar. Dengan melakukan pemecahan atau pembagian seperti ini maka akan dihasilkan sejumlah alamat network tambahan namun hal ini juga menimbulkan terjadinya pengurangan jumlah maksimum alamat host pada tiap subnetwork tersebut.

M ekanisme subnetting adalah dengan memanfaatkan 32 bit IP address yang ada untuk kemudian ditentukan tiap bagian dari masing-masing bit yang mana yang mewakili networkID atau subnet ID dan bagian mana yang mewakili host ID atau alamat host. Dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini yang menggambarkan mengenai mekanisme tersebut.

Gambar 2. Mekanisme Subnetting

M ekanisme pada gambar 1 akan dilalui ketika melakukan proses subnetting. M eskipun demikian, umumnya subnetting

yang dilakukan didasarkan pada pertimbangan kebutuhan jaringan misalnya :

a. Kebutuhan akan jumlah jaringan atau banyaknya blok subnet

b. Kebutuhan jumlah host pada tiap blok subnet Selain itu subnetting dapat dilakukan jika terdapat beberapa alasan dibawah ini yang harus diperhatikan, misalnya :

a. Performansi jaringan yang perlu ditingkatkan dengan mengurangi sejumlah host yang tidak digunakan dalam department tertentu.

b. Perlunya mereduksi trafik dalam jaringan yang disebabkan oleh broadcast maupun collision atau tabrakan paket data.

c. M asalah sekuritas dalam tiap department yang memerlukan pengamanan khusus untuk tiap jaringannya masing-masing.

Secara umum dikenal adanya dua metode subnetting yakni FLSM dan VLSM. Pada metode FLSM, semua blok subnet memiliki jumlah host yang sama. Sedangkan pada metode VLSM, jumlah host pada tiap blok subnet dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

M eskipun demikian, VLSM, masih memiliki kelemahan yakni pada kasus tertentu dengan kebutuhan alamat host pada tiap blok subnet yang sangat variatif, VLSM masih cukup banyak menyisakan alamat IP yang tidak digunakan. Hal ini tentu juga turut mempengaruhi performansi dari segmen jaringan yang terbentuk dari hasil subnetting tersebut.

4.

VARIABLE LENGTH SUBNET

MASKING

M enurut Cheon dkk.[3], VLSM menggunakan beberapa subnet mask pada satu jaringan. Teknik VLSM memungkinkan untuk dalam suatu jaringan terdapat subnet dengan ukuran yang berbeda sehingga tiap subnet dapat menyesuaikan dengan jumlah kebutuhan host.

Dengan contoh implementasi kasus diatas maka dihasilkan kalkulasi subnetting seperti tampak pada tabel 1 dan gambar 3, dengan menghasilkan alamat host yang tidak digunakan sebesar 7% dan menghasilkan ruang alamat tersisa untuk kebutuhan blok subnet yang baru sebesar 18%.

Tabel 1. Kalkulasi Subnetting Menggunakan VLSM

(4)

Gambar 3. Grafik Hasil Subnetting Menggunakan VLSM

5.

AGGREGATED FIXED LENGTH

SUBNET MASKING

M enurut Sabir dkk[1], AFLSM merupakan suatu mekanisme subnetting baru untuk manajemen ruang alamat bagi kelas C dengan subnet 255.255.255.252 atau /30.

Untuk menyelesaikan contoh kasus seperti implementasi diatas, maka dihasilkan kelebihan host yang lebih sedikit dari VLSM, namun dalam implementasi penggunaan pada topology jaringan, serangkaian alamat hasil AFLSM ternyata tidak dapat diterapkan karena terjadi bad mask pada alamat IP. Hasil kalkulasi membuktikan bahwa AFLSM mampu menghasilkan kelebihan host yang tidak digunakan lebih sedikit yakni sebesar 4% jika dibandingkan dengan VLSM yakni sebesar 7%. Selain itu dengan menggunakan AFLSM, mampu menghasilkan ruang alamat tersisa bagi kebutuhan blok subnet yang baru sebesar 21%, dan lebih besar daripada VLSM yakni 18%.

Dengan hasil presentasi yang lebih baik dalam menghasilkan kelebihan host yang lebih sedikit serta memberikan ruang alamat tersisa yang lebih besar, maka AFLSM dianggap lebih baik daripada VLSM dalam melakukan managemen ruang alamat IP.

Dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini, terdapat perbedaan pada kelebihan host tiap blok subnet dan jumlah maksimum host hasil kalkulasi subnetting menggunakan metode AFLSM.

Tabel 2. Kalkulasi Subnetting Menggunakan AFLSM

Grafik pada gambar 4 dibawah ini merupakan tampilan diagram sebagai hasil dari kalkulasi subnetting menggunakan metode AFLSM.

Gambar 4. Grafik Hasil Subnetting Menggunakan AFLSM

6.

HYBRID FIXED LENGTH SUBNET

MASKING

HFLSM merupakan teknik subnetting yang mengkombinasikan VLSM dan AFLSM. Teknik HFLSM menggunakan mekanisme penentuan kelebihan host seperti AFLSM namun dalam menentukan subnet mask, HFLSM menggunakan mekanisme VLSM yang sesuai dengan prinsip standard penentuan nilai CIDR.

Selain mekanisme tersebut, HFLSM juga memiliki beberapa rules atau aturan-aturan yang perlu diterapkan sehingga dapat mengatasi terjadinya overlap antar alamat yang terjadi ketika menggunakan AFLSM.

Terdapat sedikit perbedaan dengan AFLSM, pada metode HFLSM harus memperhatika rules atau aturan-aturan agar alamat IP hasil kalkulasi subnetting dapat digunakan pada topology jaringan yang dirancang. Rules atau aturan-aturan yang harus diperhatikan ketika melakukan subnetting menggunakan HFLSM adalah sebagai berikut :

Untuk kasus yang memiliki pola kebutuhan host beragam atau memiliki sisa hasil bagi pada kalkulasi penentuan kelebihan host yang bervariasi maka wajib mencadangkan 2 (dua) alamat IP pada salah satu blok subnet.

Subnet mask yang digunakan harus disesuaikan dengan jumlah maksimum hasil kalkulasi metode HFLSM.

a. M enentukan kelebihan Host

Dalam penentuan kelebihan host, tiap blok akan ditambahkan masing-masing 2 (dua) alamat host yang merupakan alamat jaringan dan alamat broadcast, kemudian dibagi dengan 4 (empat) yang merupakan jumlah alamat maksimum dalam tiap blok subnet pada /30.

i. 60  62/4 : 16 (Pembulatan 15.5) ii. 30  32/4 : 8

iii. 28  30/4 : 8 (Pembulatan 7.5) iv. 25  27/4 : 7 (Pembulatan 6.75)

v. 10  12/4 : 3

vi. 5  7/4 : 2 (Pembulatan 1.75) vii. 2  4/4 : 1

viii. 2  4/4 : 1 ix. 2  4/4 : 1 x. 2  4/4 : 1 xi. 2  4/4 : 1 xii. 2  4/4 : 1

(5)

berjumlah 2 (dua) yang merupakan jumlah maksimum alamat host pada /30.

b. Pembagian Blok Subnet dan Alamat Jaringan Blok subnet 1 : 222.124.191.0 /26

Jumlah Host yang dibutuhkan : 60 Host Network Address : 222.124.191.0

Subnet Mask : 255.255..255.192 atau /26

Rentang Alamat IP yang digunakan : 222.124.191.0 – 222.124.191.63 Rentang Alamat Host yang tersedia: 222.124.191.1 – 222.124.191.62 Broadcast Address : 222.124.191.63

ii. Blok Subnet 2

Jumlah Host yang dibutuhkan : 30 Host Network Address : 222.124.191.64

Subnet Mask : 255.255..255.224 atau /27

Rentang Alamat IP yang digunakan : 222.124.191.64 – 222.124.191.95 Rentang Alamat Host yang tersedia: 222.124.191.65 – 222.124.191.94 Broadcast Address : 222.124.191.95

iii. Blok Subnet 3

Jumlah Host yang dibutuhkan : 28 Host Network Address : 222.124.191.96

Subnet Mask : 255.255..255.224 atau /27

Rentang Alamat IP yang digunakan : 222.124.191.96 – 222.124.191.127 Rentang Alamat Host yang tersedia: 222.124.191.97 – 222.124.191.126 Broadcast Address : 222.124.191.127

iv. Blok Subnet 4

Jumlah Host yang dibutuhkan : 25 Host Network Address : 222.124.191.128

Subnet Mask : 255.255..255.224 atau /27

Rentang Alamat IP yang digunakan : 222.124.191.128 – 222.124.191.156 Rentang Alamat Host yang tersedia: 222.124.191.129 – 222.124.191.155

Broadcast Address : 222.124.191.156

v. Blok Subnet 5

Jumlah Host yang dibutuhkan: 10 Host Network Address : 222.124.191.157

Subnet Mask : 255.255..255.240 atau /28

Rentang Alamat IP yang digunakan : 222.124.191.158 – 222.124.191.168 Rentang Alamat Host yang tersedia: 222.124.191.159 – 222.124.191.167 Broadcast Address : 222.124.191.168

vi. Blok Subnet 6

Jumlah Host yang dibutuhkan : 5 Host Network Address : 222.124.191.169 Subnet Mask : 255.255..255.240 atau /28

Rentang Alamat IP yang digunakan : 222.124.191.169 – 222.124.191.179 Rentang Alamat Host yang tersedia: 222.124.191.170 – 222.124.191.178 Broadcast Address : 222.124.191.179

Backup Address : 222.124.191.177 – 222.124.191.178

vii. WAN 1

Jumlah Host yang dibutuhkan : 2 Host Network Address : 222.124.191.180

Subnet Mask : 255.255.255.252 atau /30

(6)

x. WAN 4

Jumlah Host yang dibutuhkan : 2 Host Network Address : 222.124.191.192

Subnet Mask : 255.255.255.252 atau /30

Rentang Alamat IP yang digunakan : 222.124.191.192 – 222.124.191.195 Rentang Alamat Host yang tersedia: 222.124.191.193 – 222.124.191.194 Broadcast Address : 222.124.191.195

xi. WAN 5

Jumlah Host yang dibutuhkan : 2 Host Network Address : 222.124.191.196

Subnet Mask : 255.255.255.252 atau /30

Rentang Alamat IP yang digunakan : 222.124.191.196 – 222.124.191.199 Rentang Alamat Host yang tersedia: 222.124.191.197 – 222.124.191.198 Broadcast Address : 222.124.191.199

xii. WAN 6

Jumlah Host yang dibutuhkan : 2 Host NetworkAddress : 222.124.191.200

SubnetMask : 255.255.255.252 atau /30

Rentang Alamat IP yang digunakan : 222.124.191.200 – 222.124.191.203 Rentang Alamat Host yang tersedia: 222.124.191.201 – 222.124.191.202 Broadcast Address : 222.124.191.203

7.

ANALISIS IMPLEMENTASI

AFLSM

DAN

HFLSM

Pada penjabaran berikut akan dibahas mengenai analisis implementasi AFLSM terhadap HFLSM sebagai hasil dari penerapan kedua metode tersebut pada contoh studi kasus diatas. Analisis yang dilakukan bukan semata untuk melakukan perbandingan antar kedua metode tersebut, namun lebih daripada itu untuk melakukan pembuktian bahwa AFLSM sebenarnya merupakan suatu metode subnetting yang hanya dapat diterapkan pada beberapa contoh kasus tertentu dan tidak bersifat generic. Pada sisi yang lain, analisis ini juga bertujuan untuk memberikan gambaran hasil bahwa HFLSM lebih bersifat generik dan dapat diterapkan pada kasus yang lebih bervariasi.

7.1

Analisis Implementasi AFLSM

Kalkulasi subnetting menggunakan metode AFLSM menghasilkan serangkaian ip address yang digunakan untuk alamat interface dari masing-masing Router. Interface yang dimaksud adalah interface FastEthernet 0/0 (fa0/0), interface Serial 0/0/0 (s0/0/0), dan interfaceSerial 0/0/1 (s0/0/1). Pada gambar 5 dan gambar 6 dibawah ini akan diberikan hasil konfigurasi penerapan ip address pada masing-masing interface pada Router Jurusan Elektro dan Router Gedung Rektorat Lama yang merupakan router awal dan akhir yang menggunakan alamat WAN pada topology jaringan yang

yang dihasilkan dengan menggunakan metode AFLSM dapat digunakan seluruhnya.

Gambar 5. Kegagalan Konfigurasi IP Address menggunakan metode AFLSM pada Router Jurusan

Elektro

Gambar 6. Kegagalan Konfigurasi IP Address menggunakan metode AFLSM pada Router Gedung

Rektorat Lama

Dari hasil konfigurasi pada Router Jurusan Elektro dan Router Gedung Rektorat Lama, terlihat bahwa terdapat ipaddress yang tidak dapat digunakan pada interfaceserial 0/0/0 yaitu ip address 222.124.191.179 /30 dan serial 0/0/1 yaitu ipaddress 222.124.191.199 /30. Hal ini mengakibatkan kedua interface serial tersebut tidak dapat digunakan untuk komunikasi WAN antar router. Dan ini terjadi pada semua interfaceserial yang menghubungkan router satu dengan yang lain dalam topology jaringan yang dirancang.

Hal seperti ini akan terjadi jika penggunaan metode AFLSM diterapkan pada jenis kasus :

a. Jumlah kebutuhan blok subnet lebih dari 4 (empat) b. Jumlah kebutuhan host tiap blok subnet yang

memiliki kelipatan yang bervariasi (60, 30, 28, 25) Setelah melakukan ujicoba dengan beberapa contoh kasus yang berbeda, didapatlah kesimpulan bahwa teknik AFLSM hanya dapat diterapkan pada beberapa kasus tertentu misalnya pada kasus dengan kebutuhan 4 blok subnet dan jumlah host merupakan kelipatan yang tetap dan konstan (60,50,40,30) atau (55,45,35,25).

(7)

beberapa kasus tertentu saja dan tidak dapat diterapkan pada seluruh kasus yang dihadapi.

7.2

Analisis Implementasi

HFLSM

Sebagai pembanding, pada konfigurasi HFLSM dibawah ini, juga dilakukan pada Router Jurusan Teknik Elektro dan Router Gedung Rektorat Lama. Dengan serangkaian alamat IP yang dihasilkan melalui penggunaan metode HFLSM, terlihat bahwa semua alamat IP dapat digunakan pada tiap interface serial yang dimiliki kedua router tersebut.

Namun tentu saja hal ini dengan menerapkan aturan-aturan yang telah ditetapkan jika menemukan jenis kasus yang membutuhkan jumlah blok subnet yang lebih dari 4 (empat) dan kebutuhan jumlah host masing-masing blok subnet yang bervariasi.

Terlihat pada proses konfigurasi dibawah ini, interface serial router jurusan teknik elektro dan router gedung rektorat lama, dapat menggunakan ip address hasil subnetting menggunakan metode HFLSM. M isalnya pada router jurusan teknik elektro, ip address 222.124.191.181 /30, dapat digunakan pada interface serial 0/0/0 dan pada router gedung rektorat lama, ip address 222.124.191.201 /30, dapat digunakan pada interface serial 0/0/1.

Jika diperhatikan, adanya sedikit perbedaan yang terlihat p ada ip address interface serial di masing-masing router, yakni kedua ip address tersebut bergeser sebanyak 2 (dua) dari 222.124.191.179 ke 222.124.191.181 dan 222.124.191.199 ke 222.124.191.201. Pergeseran ini merupakan hasil penerapan aturan/ rule yang pertama dari metode HFLSM.

Penjabaran akan hal ini dapat dilihat pada hasil kalkulasi pengalamatan yang dilakukan diatas pada bagian (VI.c), yang melakukan backupaddress sebanyak dua alamat IP pada blok subnet 6 sebelum kalkulasi pada blok subnetWAN 1.

Pada gambar 7 dan gambar 8 dibawah ini terlihat jelas bahwa interface serial pada Router Jur.Elektro dan Router Ged.Rekt.Lama, dapat diimplementasikan alamat IP hasil kalkulasi subnetting yang dilakukan menggunakan metode HFLSM.

Gambar 7. Konfigurasi IP Address menggunakan metode HFLSM pada Router Jurusan Elektro

Gambar 8. Konfigurasi IP Address menggunakan metode HFLSM pada Router Gedung Rektorat Lama

8.

SIMULASI HASIL

AFLSM

DAN

HFLSM

PADA TOPOLOGY JARINGAN

(8)

Gambar 9. S imulasi AFLSM Pada Topology Jaringan

Gambar 10. S imulasi HFLSM Pada Topology Jaringan

9.

KESIMPULAN

Pada penelitian Sabir dkk[1], tidak dijelaskan mengenai penggunaan AFLSM bahwa sebenarnya metode ini hanya dapat digunakan pada kasus tertentu saja. Selain itu paparan mengenai metode AFLSM tersebut tidak disertai ujicoba maupun pembahasan mengenai penggunaan serangkaian alamat IP hasil subnetting menggunakan metode tersebut. Sehingga dalam penelitian ini turut dijabarkan pula ujicoba mengenai metode AFLSM tersebut agar dapat diketahui bahwa memang benar metode tersebut tidak dapat digunakan pada beberapa kasus tertentu.

Dengan melakukan ujicoba dan analisis dengan berbagai contoh kasus yang berbeda, maka dapat disimp ulkan bahwa teknik AFLSM merupakan suatu teknik yang bersifat spesifik dan tidak berlaku generik karena terdapat beberapa contoh kasus yang menggunakan teknik AFLSM, mengalami masalah dalam penggunaan kelompok alamat IP tersebut pada topology jaringan.

(9)

HFLSM menggunakan teknik perhitungan yang sama dengan AFLSM sehingga dalam kasus ini, HFLSM juga menghasilkan kelebihan host yang tidak digunakan lebih sedikit yakni sebesar 4% berbanding 7% dengan menggunakan VLSM dan menghasilkan ruang alamat tersisa bagi kebutuhan blok subnet yang baru sebesar 21% berbanding 18% jika menggunakan mekanisme subnettingVLSM.

Pada tabel 3 berikut ini disajikan kesimpulan dalam bentuk tabel perbandingan metode VLSM yang merupakan suatu mekanisme subnetting yang terstandard serta 2 (dua) mekanisme subnetting yang baru yakni AFLSM dan HFLSM.

Tabel 3. Kesimpulan Perbandingan Metode Subnetting

Dipilihnya VLSM sebagai pembanding dari dua metode yang baru yakni AFLSM dan HFLSM karena VLSM merupakan suatu metode subnetting terstandard yang dikembangkan oleh International Engineering Task Force (IETF) serta didukung oleh berbagai dinamik routing protocol misalnya Routing Information Protocol Version 2 (RIPv2), Open Shortest Path First (OSPF), dan Enhanced Interior Gateway Routing Protocol (EIGRP).

HFSLM dalam penelitian ini menggunakan routing statik, sehingga dalam proses konfigurasi routing, harus dilakukan pada masing-masing router dengan cara manual yakni melakukan input jalur routing pada tiap router. Cara manual seperti ini sebenarnya bukanlah suatu masalah jika dalam topology jaringan yang dirancang menggunakan sedikit router, namun akan sangat menguras waktu dan tenaga jika terdapat banyak router dalam topology jaringan yang dirancang.

Selain itu apabila terjadi permasalahan pada jaringan sehingga mengakibatkan beberapa router down atau mengalami masalah, maka seorang administrator jaringan harus melakukan konfigurasi manual untuk menentukan alamat IP sebagai jalur yang baru untuk melakukan routing. Hal ini tentu lebih mudah jika menggunakan routing dinamik, dimana tiap protocol routing memiliki algoritma routing tersendiri yang secara otomatis menemukan jalur routing lain yang tersedia untuk dilakukan proses routing untuk meneruskan packet data.

10.

PENGEMBANGAN PENELITIAN

VLSM merupakan suatu mekanisme subnetting yang terstandard sesuai dengan standarisasi nilai CIDR. Hal ini memungkinkan suatu teknik routing dapat berjalan pada mekanisme subnetting tersebut. AFLSM dan HFSLM merupakan suatu teknik subnetting baru yang dikembangkan, sehingga belum adanya algoritma pada router untuk melakukan routing menggunakan mekanisme subnetting HFLSM. M elihat hal ini, perlu dilakukan pengembangan penelitian mengenai algoritma routing pada suatu dynamic routing protocol tertentu untuk mengakomodasi teknik routing yang baru seperti HFLSM sehingga router dapat melakukan proses routing menggunakan teknik subnetting HFLSM.

Misalnya pengembangan algoritma routing dari RIPv2, OSPF, atau EIGRP untuk mengatasi perubahan subnet mask yang terjadi ketika melakukan subnetting menggunakan HFLSM. Hal ini dapat dilakukan dalam pengembangannya agar HFLSM dapat didukung oleh dynamic routing protocol.

11.

REFERENSI

[1] M.R. Sabir, M.S. Mian, K. Sattar and M.A. Fahiem, IP Address Space Management using Aggregated Fixed Length Subnet Masking, Electrical Engineering, 2007. ICEE '07. International

Conference on 11 – 12 April 2007, Lahore.

[2] Jozef Janitor, František Jakab, Karol Kniewald “Visual

Learning Tools for Teaching/Learning Computer Networks”,

Sixth International Conference on Networking and Services, 2010.

[3] SeongKwon Cheon, DongXue Jin, and ChongGun Kim, A VLSM Address Managem ent Method For Variable IP Subnetting, IC C SA'06: Proce e dings of the 2006 international conference on Computational Science and Its Applications - Volume Part III.

[4] J. Mogul, J. Postel, "Internet Standard Subnetting Procedure", RFC 950, Stanford, ISI, August 1985

[5] T . Pummill, B. Manning, "Variable Length Subnet T able For IPv4", RFC 1878, Alantec, ISI, December 1995

[6] R. Braden, J. Postel, "Requirements for Internet Gateways", RFC 1009, ISI, June 1987

[7] Software Packet T racer, available at :

www.cisco.com/go/netacad

Gambar

Gambar 1. Strategi Pengujian Sistem
Gambar 3. Grafik Hasil Subnetting Menggunakan VLSM
Gambar 5. Kegagalan Konfigurasi IP Address
Gambar 7. Konfigurasi IP Address menggunakan metode HFLSM pada Router Jurusan Elektro
+2

Referensi

Dokumen terkait

a) Tahap investigasi dilakukan untuk menentukan apakah terjadi suatu masalah atau adakah peluang suatu sistem informasi dikembangkan. Pada tahapan ini studi kelayakan

Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi jaringan menyebabkan kebutuhan akan alamat IP membesar dan pada akhirnya tidak dapat lagi dibendung oleh IPv4 sehingga

• Untuk klien internal agar memiliki akses ke HTTP dan HTTPS pada Internet, akan dibuat aturan yang menerjemahkan alamat IP dari klien internal ke alamat eksternal yang dapat

Jaringan lokal dengan alamat jaringan 192.168.0.0/24 ini merupakan serangkaian server, yaitu: Radius Server, Streaming Server, dan Samba Server yang terhubung pada

Pengujian ini dilakukan guna untuk mengetahui apakah sistem yang telah dibangun dapat mengidentifikasi penyakit gigi dengan baik melalui jaringan syaraf tiruan baik melalui metode

Jika sudah dilakukan redistribution maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengecekan pada tabel routing pada router redistribution apakah alamat network yang

Rancangan topologi jaringan Konfigurasi squid Mengkonfigurasikan squid sebagai proxy sesuai dengan rule atau aturan yang telah dibuat sehingga pada saat pengujian sistem, fitur-fitur

Mengetahui setiap tahapan yang sesuai prosedur untuk menciptakan meningkatkan kualitas produk Evaluasi dan Pelaporan Pada tahap ini adalah untuk menilai apakah kegiatan ini